Anda di halaman 1dari 22

DEMOKRASI

1. TEORI DEMOKRASI

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani kuno, yang dicetuskan di Athena pada abad ke-5
sebelum Masehi. Demos berarti rakyat, dan Cratos/Kratien/Kratia artinya
kekuasaan/berkuasa/pemerintahan, sehingga demokrasi bisa diartikan sebagai pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Negara Yunani kuno menjadi contoh awal negara yang melaksanakan system hukum
demokrasi modern. Sistem demokrasi di negara kota (city state) Yunani kuno khususnya
Athena, merupakan demokrasi langsung (direct democracy), yaitu bentuk pemerintahan di
mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik yang dijalankan langsung oleh warga
negara tidak berdasarkan mayoritas.

Sifat langsung dari demokrasi Yunani kuno dapat dilaksanakan dengan efektif karena
berlangsung dalam kondisi sederhana, wilayahnya terbatas (terdiri dari kota dan daerah
sekitarnya), jumlah penduduknya sedikit (300 ribu penduduk dalam satu negara kota).
Ketentuan-ketentuan demokrasi tidak berlaku bagi mayoritas budak belian dan pedagang
asing.

Dalam sejarah awal perkembangannya demokrasi juga memakan korban. Socrates, filsuf
terkemuka negara Yunani kuno, sangat kritis membela pemikiran-pemikirannya, yaitu agar
kaum muda tidak mempercayai para dewa dan mengajari mereka untuk mencapai
kebijaksanaan sejati dengan berani bersikap mencintai kebenaran sehingga terhindar dari
kedangkalan berpikir.

Konsep-Konsep Mengenai Demokrasi

Kita mengenal bermacam-macam istilah demokrasi, ada yang dinamakan demokrasi


konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi Terpimpin, demokrasi Pancasila,
demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, demokrasi nasional, dan sebagainya, dimana semua
konsep ini memakai memakai istilah demokrasi, yang menurut asal katanya berarti
kekuasaan rakyat atau government or rule by the people atau dalam bahasa Yunani kata
demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa.
Sesudah perang dunia II kita banyak melihat gejala bahwa secara formil demokrasi
merupakan dasar dari kebanyakan negar di dunia. Menurut suatu penelitian yang
dilaksanakan oleh UNESCO dalam tahun 1949 maka mungkin untuk pertama kali dalam
sejarah demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem
organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang
berpengaruh.
Akan tetapi UNESCO juga menarik kesimpulan bahwa ide demokrasi dianggap ambiguous
atau mempinyai arti-dua, yang sekurang-kurangnya ada ambiguity atau ketentuan mengenai
lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan ide, atau mengenai
keadaan kulturil serta histories yang mempengaruhi istilah, ide dan praktek demokrasi
(ethier in the institusions or devices employed to effect the idea or in the cultural or historical
circumstances by which word, ide and practice are conditioned)1.
Tetapi diantara sekian banyak aliran fikiran yang dinamakan demokrasi ada dua kelompok
aliran yang paling penting, yaitu demokrasi konstitusionil dan satu kelompok lainnya yang
menamakan dirinya demokrasi, tetapi yang pada hakekatnya mendasarkan dirinya atas
komunisme. Kedua kelompok aliran demokrasi mula-mula berasal dari Eropa, tetapi sesuadh
perang dunia ke II nampak jyga didukung oleh beberapa Negara-negara baru di Asia, seperti
India, Pakistan, Filipina,
dan Indonesia yang sangat mencita-citakan demokrasi konstitusionil, sekalupun terdapat
bermacam-macam bentuk pemerintahan maupu gaya hidup dalam Negara-negara tersebut.
Dilain fihak ada Negara-negara baru di Asia yag mendasarkan diri atas azas-azas komunisme,
yaitu R.R.C., Korea Utara, dan sebagainya.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, yang masih
dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan cirri-cirinya terdapat berbagai
tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat di sangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok
dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat dalam Undang-Undang Dasar 1945. selain
dari pada itu Undang-Undang Dasar nagara kita menyebut secara eksplisit dua prinsip yang
menjiwai naskah itu, dan yang tercantum dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan
Negara yaitu :
I. Indonesia dalah Negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat). Negara Indonesia
berdasarkan atas Hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).
II. Sistem Konstitusionil.
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme
(kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarakan dua istilah (Rechtsstaat), dan sistem
konstitusi, maka jelas bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar
1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia yaitu
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Kalau sesudah tertumpasnya G. 30 S/PKI dalam tahun 1965 sudang terang bahwa yang kita
cita-citakan yaitu adalah demokrasi konstitusionil, tetapiu tidak dapat disangkal bahwa dalam
masa demokrasi demokrasi Terpimpin kita sedikit banyak terpengaruh oleh beberapa konsep
komunitas berkat kelihaian PKI untuk menyusupkan konsep-konsep dari alam pikiran
komunisme ke dalam kehidupan politik kita pada masa pra-G. 30 S/PKI. Maka dari itu perlu
kiranya kita menjernihkan fikiran kita sendiri dan meneropong dua aliran fikiran utama yang
sangat berbeda, malahan sering bertentangan serta berkonfrontasi satu sama lain, yaitu
demokrasi konstitusionil dan demokrasi yang berdasarkan Markxisme-leninisme. Dimana
perbedaan fundamintilnya ialah bahwa demokrasi konstitusionil mencita-citakan pemerintah
yang terbatas pada kekuasaannya suatu Negara Hukum yang tunduk kepada Rule Of Law.
Sebalinya Demokrasi yang mendasarkan dirinya atas komunisme yang mencita-citakan
pemerintah yang tidak boleh dibatasi kekuasaanya, dan yang bersifat totaliter.
Seperti dijelaskan di atas, maka demokrasi di dukung oleh sebagaian besar Negara di dunia.
Akan tetapi perlu disadari juga bahwa di samping demokrasi konstitusionil beserta
bermacam-macam variasinya, telah timbul pada abad ke-19 suatu ideologi yang juga
mengembangkan suatu konsep demokrasi yang dalam banyak hal linea recta bertentangan
dangan azas-azas pokok dari demokrasi konstitusionil. Demokrasi dalam arti ini dipakai
misalnya dalam istilah-istilah demokrasi prolentar dan demokrasi soviet (seperti yang dipakai
di Uni Soviet), atau dalam istilah demokrasi rakyat (yang antara lain dipakai di Negara-
negara Eropa Timur sesudah berakhirnya Perang Dunia II). Dan akhir-akhir ini, dalam dekade
lima puluhan telah timbul istilah demokrasi nasional yang khusus dipakai dalam hubungan
Negara-negara baru di Asia dan afrika.
Semua istilah demokrasi ini berlandaskan aliran fikiran komunisme. Oleh golongan-golongan
yang mendukung demokrasi konstitusionil, antara lain Internasional Commision Of Jurists,
suatu badan internasional, dimana badan inin dianggap tidak demokratis.1 Bagi kita, yang
dalam masa demokrasi terpimpin hamper terjebak oleh slogan-slogan yang dicetuskan oleh
PKI, ada baiknya kalau kita meneropong dengan agak mendalam berbagai istilah demokrasi
yang dipakai dalam dunia komunis, mengingat ketetapan MPRS No. XXV/1996 bahwa
mempelajari faham Komunisme dalam rangka mengamankan Pancasila dan secara ilmiah,
seperti pada universitas-universitas dapat dilakukan secara terpimpin.
Demokrasi Konstitusionil
Ciri khas demokrasi konstitusionil ialah gagasan bahwa pemerintahan yang demokratis
adalah pemerintahan yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-
wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah
tercantum dalam konstitusi, maka dari itu sering disebut pemerintahan berdasarkan
konstitusi (contitusional government).
Gagasan bahwa kekuasaan pemerintah perlu dibatasi pernah dirumuskan oleh ahli sejarah
Inggris, Lord Acton, dengan mengingat bahwa pemerintahan selalu diselenggarakan oleh
manusia dan bahwa pada manusia itu tanpa kecuali melekatbanyak kelemahan. Dalilnya yang
kemudian menjadi termasyur, yang bunyinya sebagai berikut : Power tends to corrupt, but
absolute power corrupts absolutely (Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk
menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan yang tidak
terbatas pasti akan menyalahgunakannya).
Pada waktu demokrasi konstitusionil muncul sebagai suatu program dan sistem politik yang
kongkrit, pada akhir abad ke 19, dianggap bahwa pembatasan kekuasaan Negara sebaik-
baiknya diselenggarakan dengan konstitusi tertulis, yang dengan tegas menjamin hak-hak
azasi dari warga Negara. Disamping itu kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga
kesempatan penyalahgunaannya deperkecil, yaitu dengan cara menyerahkan kepada beberapa
orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerinrahan dalam tangan satu orang
saja stsu satu badan. Perumusan yuridis dari prinsip-prinsip ini terkenal dengan istilah
Rechsstaat (Negara Hukum) dan Rule of Law.
Biarpun demokrasi baru pada akhir abad ke-19 mencapai wujud yang kongkrit, tetapi dia
sebenatnya sudah mulai berkembang di Eropa Barat dalam abad ke-15 dn ke-16. maka dari
itu wajah dari demokrasi abad ke-19 menonjolkan beberapa azas yang dengan susah payah
telah dimenangkannya, seperti misalnya kebebasan manusia terhadap segala bentuk kekangan
dan kekuasaan dan kekuasaan yang sewenang-wenang baik di bidang agama, maupun
dibidang pemikiran serta di bidang pilitik. Jaminan terhadap hak-hak azasi manusia dianggap
paling penting. Dalam rangka ini negar hanya dapat dilihat manfaatnya sebagai Penjaga
Malam (Nachtwchtersstaat) yang hanya di benarkan campur tangan dalam kehidupan
rakyatnya dalam batasan-batasan yang sangat sempit.

1.Konsep Demokrasi

Menurut sudut bahasa (etimologis), demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu

demos yang berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan atau kekuasaan.

Jadi, secara bahasa, demos-cratein atau demos-cratos berarti pemerintahan rakyat atau

kekuasaan rakyat[1]. Secara teoritis, demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh

rakyat dan untuk rakyat[2].


Konsep demokrasi lahir dari Yunani kuno yang dipraktikkan dalam hidup bernegara

antara abad ke-4 SM abad ke-6 M. Demokrasi yang dipraktikkan pada waktu itu adalah

demokrasi langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-

keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh rakyat atau warga Negara. Hal itu

dapat dilakukan karena Yunani pada waktu itu berupa Negara kota (polis) yang penduduknya

teerbatas pada sebuah kota dan daerah sekitarnya yang berpenduduk sekitar 300.000 orang.

Tambahan lagi, meskipun ada keterlibatan seluruh warga, namun masih ada pembatasan,

misalnya para anak, wanita, dan para budak tidak berhak berpartisipasi dalam

pemerintahan[3].

Bila kita tinjau keadaan di Yunani pada saat itu, tampak bahwa rakyat ikut secara

langsung. Karena keikutsertaannya yang secara langsung maka pemerintahan pada waktu itu

merupakan pemerintahan dengan demokrasi secara langsung.

Disebabkan adanya perkembangan zaman dan juga jumlah penduduk yang terus

bertambah maka keadaan seperti di atas mulai sulit dilaksanakan, dengan alasan sebagai

berikut[4] :

a. Tidak ada tempat yang menampung seluruh warga yang jumlahnya cukup banyak.

b. Untuk melaksanakan musyawarah dengan baik dengan jumlah yang banyak sulit
dilakukan.

c. Hasil persetujuan secara bulat mufakat sulit tercapai, karena sulitnya memungut suara
dari peserta yang hadir.

d. Masalah yang dihadapi Negara semakin kompleks dan rumit sehingga membutuhkan
orang-orang yang secara khusus berkecimpung dalam penyelesaian masalah tersebut.

Untuk menghindari kesulitan seperti di atas dan agar rakyat tetap memegang

kedaulatan tertinggi, dibentuklah badan perwakilan rakyat. Badan inilah yang menjalankan

demokrasi. Namun pada prinsipnya rakyat tetap merupakan pemegang kekuasaan tertinggi

sehingga mulailah dikenal demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan[5].


Jadi, demokrasi atas dasar penyaluran kehendak rakyat ada dua macam, yaitu[6] :

a. Demokrasi langsung

Demokrasi langsung adalah paham demokrasi yang mengikutsertakan setiap warga negaranya
dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijakan umum dan undang-undang.

b. Demokrasi tidak langsung

Demokrasi tidak langsung adalah paham demokrasi yang dilaksanakan melalui sistem
perwakilan. Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan biasanya dilaksanakan
melalui pemilihan umum.
Menyangkut pengertian dari istilah demokrasi tidak ditemukan keseragaman

pandangan di antara para pakar ilmu hukum, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya

perbedaan sudut pandang terhadap objek dari kajiannya itu. W. A. Bonger mendefinisikan

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan darisuatu kesatuan hidup yang memerintah diri

sendiri, dalam hal sebagian besar anggota-anggotanya turut mengambil bagian baik secara

langsung maupun tidak langsung, dan di mana terjamin kemerdekaan rohani dan persama

bagi hukum, dan anggota-anggotanya telah terliputi oleh semangatnya[7].

Dalam kaitan tersebut Ronger H. Soltau[8] mengemukakan definisi demokrasi adalah

suatu rangkai politik dan sosial bagi suatu masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip kebebasan

dan persamaan hak bagi setiap orang. Selanjutnya Joseph A. Shcumpeter[9] memberi

pengertian Demokrasi sebagai suatu metode politik, suatu pola bangunan hukum untuk

sampai pada keputusan politik di mana individu mendapat kekuasaan untuk memutuskan

melalui perjuangan berlomba guna mendapatkan suara rakyat.

Henry B. Mayo[10] memberikan pandangan tentang demokrasi sebagai sistem politik,

menurutnya sistem politik demokratis adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan

umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh

rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan

diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Pandangan yang hampir


senada juga pernah dikemukakan sebelumnya oleh C. F. Strong[11], menurut Strong

demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dalam hal mana mayoritas anggota dewasa dari

masyarakat politik ikut serta melalui cara perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah

akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas itu. Dengan lain

perkataan, negara demokrasi didasari oleh sistem perwakilan yang menjamin kedaulatan

rakyat.

Berdasarkan pengertian- pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa demokrasi

dapat dilihat menurut pengertian formal maupun pengertian materil. Demokrasi dalam

pengertian formal adalah demokrasi yang tampak menurut bentuknya, pemerintahan dalam

pengertian yang demikian pada dasarnya tidak terdapat perbedaan di antara negara- Negara

yang melaksanakannya, hanya saja dapat dijumpai berbagai variasi, demokrasi ini oleh

William Goodman dinamakan representative in form. Sedangkan demokrasi dalam

pengertian materil merupakan demokrasi yang mengacu kepada landasan suatu negara (staats

fundamental) atau Goodman menyebutnya dengan philosophy, pemerintahan demokrasi

dalam arti inilah yang memberikan perbedaan di antara negara-negara[12].

Dalam pandanngan Islam, demokrasi bukanlah hal baru. Karena secara esensial

Rasulullah Muhammad SAW. Sudah mempraktikkan nilai-nilai demokrasi dalam

pemerintahannya di bawah konstitusi Madinah. Namun perlu dipahami bahwa, demokrasi

Islam berbeda dengan demokrasi barat dan demokrasi komunis. Demokrasi menurut Islam

meletakkan hukum Allah SWT. di atas segalanya, sehingga Al-Ghazali mendefinisikan

sebagai pemerintah dari rakyat, untuk rakyat dan oleh karena Tuhan[13].

Melalui pengertian tersebut, Al-Ghazali menyodorkan konsep Negara Moral

(Shiyasah Al Akhlaq). Negara moral bukan Negara agama, tetapi suatu negara yang dipimpin

oleh manusia-manusia biasa yang mempunyai moral yang baik yang berlandaskan pada nilai-
nilai agama. Menerut beliau demokrasi baru terwujud dalam suatu negara moral, apabila

pemimpinnya memiliki moral yang khorimah (teladan) [14].

Tiga prinsip yang menjadi semangat dan ide utama dalam Revolusi Prancis sekitar

abad ke XIX, yakni liberte (kebebasan), egalite (persamaan) dan fraternite (persaudaraan),

yang terus dijadikan landasan untuk berdemokrasi sampai saat ini. Sebenarnya sudah

dipraktikkan Islam sejak dulu jauh sebelum itu. Adanya istilah al-hurriyah

(kebebasab/liberte), al-musawwa (persamaan/egalite), dan al-ukhuwwah

(persaudaraan/fraternite) adalah nilai-nilai yang dianut oleh demokrasi modern. Dengan

demikian, dunia Islam telah memberikan sumbangan besar bagi dasar ilmu pengetahuan yang

menguasai alam pikiran Eropah[15].

Prinsip dasar bermasyarakat dan bernegara dalam Islam adalah syura

(musyawarah). Istilah syura berasal dari kata kerja dalam bahasa Arab, yaitu: syuwara-

yusyawiru yang berarti menjelaskan, menyatakan atau mengajukan dan mengambil sesuatu.

Kata syura dapat dipahami dalam arti saling menjelaskan, merundingkan dan saling meminta

atau menukar pendapat mengenai suatu masalah. Pengertian seperti ini terdapat dalam Al

Quran, yaitu Surah Al-Baqarah Ayat 233, Surah Asy-Syura Ayat 38 dan Surah Ali Imran Ayat

159[16].

Syura tidak hanya menjadi dasar kewajiban Rasulullah SAW, tetapi juga memiliki

pengertian bahwa seluruh generasi yang dating sepeninggalan beliau agar berjalan di atas

metode beliau dalam menetapkan prinsip syura sebagai mabda quraini dengan adanya nash

yang tegas. Dengan demikian, dasar hukum syura adalah wajib, karena Allah SWT telah

memerintahkan Rasulullah SAW. untuk melaksanakannya. Demokrasi (syura)dalam konteks

Islam dipandang sebagai suatu proses yang wajib dilaksanakan terhadap semua aspek

kehidupan, sedang hasil akhir sebagai tujuan adalah kehendak Allah. Dalam sistem

pengambilan keputusan suara mayoritas bukan selalu sebagai penentu, tetapi ada kalanya
suara minoritas bahkan suara individu dengan kata sepakat dapat menjadi penentu. Hal ini

merupakan pembeda dengan demokrasi Barat, yang memandang demokrasi sebagai suatu

tujuan akhir. Dengan kata lain demokrasi menurut Islam yang terpenting adalah prosesnya

dan suara mayoritas tidak selalu bersifat mutlak, sedangkan menurut Barat yang terpenting

adalah hasilnya melalui suara mayoritas sebagai penentu[17].

Disamping itu, perkembangan demokrasi Barat menitik beratkan pada satu aspek saja,

yaitu aspek politik, aspek lain seperti ekonomi dan sosial mereka abaikan. Aspek ekonomi

dengan prinsip kapitalisme yang menekankan free fight liberalism yang menyerahkan semua

masalah ekonomi kepada kemauan dan kemampuan individu untuk bersaing di antara

sesame, sehingga dalam bidang ini rakyat justru harus bergantung kepada individu-individu

yang menguasai sektor ini. Hal ini oleh Bung Hatta dilihat sebagai perkembangan demokrasi

yang timpang dan tidak senonoh. Oleh karena itu, pemikiran Barat mencoba mengadakan

penyempurnaan dengan cara mengadakan pemilihan demokrasi ke dalam 2 (dua) golongan

besar, yaitu[18]:

1. Demokrasi yang didasarkan kepada kemajuan di bidang sosial dan ekonomi; dan

2. Demokrasi yang didasarkan kepada kemerdekaan dan persamaan. Kemudian oleh Sri
Soemantri Martosoewignjo menambahkan atau kelompok lagi, yaitu:

3. Demokrasi yang didasarkan kepada kemajuan di bidang sosial ekonomi dan


kemerdekaan serta persamaan.

Adanya pengelompokan yang demikian melahirkan bermacam sebutan terhadap

demokrasi, seperti demokrasi liberal, demokrasi sosial, demokrasi rakyat, demokrasi

terpimpin dan sebagainya.

Secara umum dapat dikatakan ada dua asas demokrasi penting yaitu persamaan dan

kebebasan. Dimaksud persamaan dalam konteks ini adalah setiap warga negara tanpa

membedakan suku, agama, asal-usul atau golongan serta warna kulit untuk mendapatkan

kesempatan yang sama bagi pengembangan dirinya, keluarganya bahkan masa depannya.
Sedangkan asas kebebasan dimaksud dimana setiap warga Negara memiliki kebebasan atau

kemerdekaan untuk mengembangkan dirinya, berpendapat, berpolitik, berkreasi bahkan

melakukan unjuk rasa atau mogok. Akan tetapi kebebasan disini tidak boleh bersifat anarkis

apalagi merugikan atau menghancurkan kepentingan umum bangsa dan negara[19] .

2. Sejarah Perkembangan Demokrasi di Dunia

Sejarah Demokrasi - Gagasan demokrasi sebagai sistem pemerintahan berasal


dari kebudayaan Yunani Kuno (abad ke-6 sampai abad ke-3 SM). Sistem
demokrasi di Yunani Kuno adalah demokrasi langsung direct democracy.
Demokrasi langsung merupakan sistem politik dengan hak pembuatan
keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara
berdasarkan prosedur mayoritas.

Sejarah Demokrasi

Sejarah Demokrasi Yunani Kuno

Demokrasi langsung pada zaman Yunani Kuno dapat diselenggarakan secara


efektif karena berlangsung dalam kondisi yang sederhana.Wilayah Yunani pada
saat itu masih terbatas (negara terdiri atas negara kota city state dan daerah
sekitarnya) dengan jumlah penduduk sekira 300.000 jiwa dalam satu negara
kota. Selain itu, ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara resmi.
Rakyat jelata, budak belian, dan pedagang asing tidak memiliki hak melakukan
demokrasi.

Sejarah Demokrasi di Eropa Barat

Memasuki abad pertengahan (6-15 M) gagasan dari sejarah demokrasi Yunani


tidak digunakan oleh dunia Barat. Masyarakat abad pertengahan ditandai
dengan struktur sosial yang feodal (hubungan antara vassal (budak) dan lord
(tuan)). Kehidupan sosial dan spiritual dikuasai oleh Paus dan kaum gereja.

Sebelum abad pertengahan berakhir, pada permulaan abad ke-16, di Eropa Barat
muncul negara-negara nasional (national state) dalam bentuk modern. Eropa
Barat mengalami perubahan sosial dan kultural. Kebebasan berpikir sangat
dihargai dan dapat memerdekakan diri dari kekuasaan kaum gereja yang
absolut.
Sejarah Perkembangan Demokrasi

Magna Charta dalam Sejarah Demokrasi

Dilihat dari sudut sejarah perkembangan demokrasi, abad pertengahan


menghasilkan suatu dokumen penting, yaitu Magna Charta (Piagam Besar 1215).
Magna Charta merupakan kontrak atau perjanjian antara beberapa bangsawan
dan raja. Meskipun piagam ini lahir dalam suasana feodal dan tidak berlaku
untuk rakyat jelata, Magna Charta dianggap sebagai onggak perkembangan
gagasan demokrasi.

Perkembangan Demokrasi

Setelah abad pertengahan (15-17 M) lahirlah negara-negara monarki. Raja


memerintah secara absolut berdasarkan konsep hak suci raja (divine right of
kings). Kecaman terhadap gagasan absolutisme mendapat dukungan kuat dari
golongan menengah (middle class) dan berujung pada pendobrakan kedudukan
raja.

Pendobrakan terhadap kedudukan raja absolut didasari oleh teori rasionalis yang
dikenal dengan kontrak sosial atau social contract. Salah satu asas dari kontrak
sosial adalah dunia dikuasai oleh hukum alam (nature) yang mengandung
prinsip-prinsip keadilan universal. Artinya, hukum berlaku untuk seluruh
manusia, baik raja, bangsawan, maupun rakyat jelata. Hukum ini dinamakan
hukum alam (natural law) atau (ius naturale).

Teori kontrak sosial beranggapan bahwa hubungan antara raja dan rakyat
didasari oleh kontrak. Dalam kontrak tersebut terdapat ketentuan yang mengikat
kedua belah pihak. Kontrak sosial yang membuka sejarah perkembangan baru
demokrasi ini menegaskan bahwa raja diberi kekuasaan oleh rakyat untuk
menyelenggarakan penertiban menciptakan suasana aman, dan memenuhi hak
rakyat. Di sisi lain rakyat harus menaati pemerintahan raja.

Kontrak sosial merupakan usaha untuk mendobrak pemerintahan absolut dan


menetapkan hak-hak politik rakyat. Filsuf yang mencetuskan gagasan dan
pengertian demokrasi ini di antaranya John Locke dari Inggris dan Montesquieu
dari Prancis. Gagasan tentang hak-hak politik rakyat yang menjadi pemicu
sejarah perkembangan demokrasi dunia ini pada tahap selanjutnya
menimbulkan Revolusi Prancis pada akhir abad ke-18 dan Revolusi Amerika
dalam melawan Inggris.
Pendobrakan terhadap pemerintahan absolut dan upaya memperjuangkan hak
politik rakyat, mendorong timbulnya gagasan sejarah demokrasi. Pada akhir
abad ke-19, gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud konkret sebagai
program dan sistem politik. Demokrasi pada tahap ini bersifat politis berdasarkan
asas-asas kemerdekaan individu kesamaan hak (equal rights), dan hak pilih
untuk semua warga negara (universal suffrage). Hingga saat ini sejarah
demokrasi terus berkembang dan gagasannya tetap diterapkan dalam sistem
politik di berbagai negara.

Sejarah Demokrasi di Indonesia Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai


sebuah negara pada tanggal 17 Agustus 1945, para Pendiri Negara Indonesia
(the Founding Fathers) melalui UUD 1945 (yang disahkan pada tanggal 18
Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
(selanjutnya disebut NKRI) menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana
kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian
berarti juga NKRI tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi
Perwakilan (Representative Democracy). Penetapan paham demokrasi sebagai
tataan pengaturan hubungan antara rakyat disatu pihak dengan negara dilain
pihak oleh Para Pendiri Negara Indonesia yang duduk di BPUPKI tersebut, kiranya
tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa sebahagian terbesarnya pernah
mengecap pendidikan Barat, baik mengikutinya secara langsung di negara-
negara Eropah Barat (khususnya Belanda), maupun mengikutinya melalui
pendidikan lanjutan atas dan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia sejak beberapa dasawarsa
sebelumnya, sehingga telah cukup akrab dengan ajaran demokrasi yang
berkembang di negara-negara Eropah Barat dan Amerika Serikat. Tambahan lagi
suasana pada saat itu (Agustus 1945) negara-negara penganut ajaran demokrasi
telah keluar sebagai pemenang Perang Dunia-II.Didalam praktek kehidupan
kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini, ternyata paham
demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia terdiri dari beberapa model
demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu dengan lainnya. Sejalan dengan
diberlakukannya UUD Sementara 1950 (UUDS 1950) Indonesia mempraktekkan
model Demokrasi Parlemeter Murni (atau dinamakan juga Demokrasi Liberal),
yang diwarnai dengan cerita sedih yang panjang tentang instabilitas
pemerintahan (eksekutif = Kabinet) dan nyaris berujung pada konflik ideologi di
Konstituante pada bulan Juni-Juli 1959. Guna mengatasi konflik yang berpotensi
mencerai-beraikan NKRI tersebut di atas, maka pada tanggal 5 Juli 1959,
Presiden Ir.Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang memberlakukan
kembali UUD 1945, dan sejak itu pula diterapkan model Demokrasi Terpimpin
yang diklaim sesuai dengan ideologi Negara Pancasila dan paham Integralistik
yang mengajarkan tentang kesatuan antara rakyat dan negara. Namun belum
berlangsung lama, yaitu hanya sekitar 6 s/d 8 tahun dilaksanakan-nya
Demokrasi Terpimpin, kehidupan kenegaraan kembali terancam akibat konflik
politik dan ideologi yang berujung pada peristiwa G.30.S/PKI pada tanggal 30
September 1965, dan turunnya Ir. Soekarno dari jabatan Presiden RI pada
tanggal 11 Maret 1968. Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno
sebagai Presiden ke-2 RI dan menerapkan model Demokrasi yang berbeda lagi,
yaitu dinamakan Demokrasi Pancasila (Orba), untuk menegaskan klaim
bahwasanya model demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuai dengan ideologi
negara Pancasila. Demokrasi Pancasila (Orba) berhasil bertahan relatif cukup
lama dibandingkan dengan model-model demokrasi lainnya yang pernah
diterapkan sebelumnya, yaitu sekitar 30 tahun, tetapi akhirnyapun ditutup
dengan cerita sedih dengan lengsernya Jenderal Soeharto dari jabatan Presiden
pada tanggal 23 Mei 1998, dan meninggalkan kehidupan kenegaraan yang tidak
stabil dan krisis disegala aspeknya. Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan
waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto, maka NKRI memasuki suasana
kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang
dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara
yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di
amandemennya UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai
sumber utama kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di era Orde
Baru. Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan
negara, khususnya laginya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan
dan aspek sifat hubungan antar lembaga-lembaga negaranya, dengan sendirinya
mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap model demokrasi yang dilaksana-
kan dibandingkan dengan model Demokrasi Pancasila di era Orde Baru. Model
Demokrasi pasca Reformasi (atau untuk keperluan tulisan ini dinamakan saja
sebagai Demokrasi Reformasi, karena memang belum ada kesepakatan
mengenai namanya) yang telah dilaksanakan sejak beberapa tahun terakhir ini,
nampaknya belum menunjukkan tanda-tanda kemampuannya untuk mengarah-
kan tatanan kehidupan kenegaraan yang stabil (ajeq), sekalipun lembaga-
lembaga negara yang utama, yaitu lembaga eksekutif (Presiden/Wakil Presiden)
dan lembaga-lembaga legislatif (DPR dan DPD) telah terbentuk melalui pemilihan
umum langsung yang memenuhi persyaratan sebagai mekanisme demokrasi.

Sejarah Demokrasi di Indonesia sejak Zaman Kemerdekaan Hingga Saat Ini

Indonesia merupakan negara yang menerapkan demokrasi dalam sistem


pemerintahannya. Namun, penerapan demokrasidi Indonesia mengalami
beberapa perubahan sesuai kondisi politik dan pemimpin kala itu. Berikut
penjelasan sejarah demokrasi di Indonesia. Sejarah demokrasi di Indonesia dari
zaman kemerdekaan hingga zaman reformasi saat ini.

Sejak Indonesia merdeka dan menjadi negara pada tanggal 17 Agustus 1945,
dalam UUD 1945 menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
menganut paham demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada
ditangan Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR), atau tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi
Perwakilan.

perkembangan+demokrasi+di+indonesia

Berikut periode perkembangan demokrasi di Indonesia:

Perkembangan Demokrasi Masa Revolusi Kemerdekaan

Tahun 1945 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin
kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan
dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal
kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4
Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk
menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh
KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang
absolut pemerintah mengeluarkan :

Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah


menjadi lembaga legislatif.

Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai


Politik.

Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem


pemerintahn presidensil menjadi parlementer

Perkembangan demokrasi pada periode ini telah meletakkan hal-hal mendasar.


Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden yang
secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi dictator. Ketiga, dengan
maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai
politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi system kepartaian di
Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita.
Perkembangan Demokrasi Parlementer (1950-1959)

Periode pemerintahan negara Indonesia tahun 1950 sampai 1959 menggunakan


UUD Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Pada masa ini
adalah masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir semua elemen
demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudan kehidupan politik di Indonesia.
Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat
tinggi dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen ini
diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepad pihak
pemerintah yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatannya.

Pada tahun 1950-1959 bisa disebut sebagai masa demokrasi liberal yang
parlementer, dimana presiden sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala
eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat
tinggi dan berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik
demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :

Dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap


pengelolaan konflik

Landasan sosial ekonomi yang masih lemah

Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950

Persamaan kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan Angkatan


Darat, yang sama-sama tidak senang dengan proses politik yang berjalan

Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli
1959 :

Bubarkan konstituante

Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950

Pembentukan MPRS dan DPAS

Perkembangan Demokrasi Terpimpin (1959-1965)


Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong
diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan
berporoskan nasakom dengan ciri:

Dominasi Presiden

Terbatasnya peran partai politik

Berkembangnya pengaruh PKI

Makna kata demokrasi adalah kekuasaan oleh rakyat istilah ini pertama kali digunakan
pada abad kelima SM oleh sejarawan Yunani kuno Herodontus dengan memadukan kata
demos yang berarti rakyat dan kratein yang berarti berkuasa. Definisi demokrasi yang cukup
terkenal berasal dari Abraham Lincoln yang berpendapat bahwa demokrasi adalah
pemerintahan untuk rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Dengan mengelaborasi gagasan tentang pemerintahan atau kekuasaan, makna demokrasi


dapat diberikan lebih tepat: demokrasi adalah sistem politik di mana seluruh rakyat membuat,
dan berhak membuat, keputusan dasar mengenai soal soal penting dalam kebijakan publik.
Gagasan berhak membuat keputusan dasar inilah yang membedakan demokrasi dengan
sistem lain di mana keputusan itu ditentukan oleh orang-misalnya ketika diktator yang lemah
memenuhi keinginan rakyat karena ada ancaman kerusuhan atau pemberontakan.

Dalam demokrasi, lantaran hak rakyat untuk melakukannya itulah maka mereka dapat
membuat keputusan; hak ini berasal dari sistem aturan dasar seperti konstitusi

Ide tentang rakyat yang membuat keputusan menimbulkan persoalan mengenai berada
banyak keputusan individu yang berbeda beda dapat dikombinasikan menjadi satu keputusan
kolektif. Jawabannya umumnya adalah demokrasi dianggap sebagai kekuasaan mayoritas.
Disini idenya adalah bahwa jika kurang ada keseragaman, maka apa apa yang dipilih oleh
sebagian besar orang adalah yang dipilih. Semakin banyak jumlah nya maka akan semakin
dekat dengan keseluruhan: keputusan mayoritas harus dianggap sebagai keputusan seluruh
rakyat. Akan tetapi ada banyak kesulitan dalam ide ini. Keputusan oleh seluruh rakyat sama
artinya dengan sesuatu yang diputuskan oleh mayoritas dan pasti melibatkan kompromi dan
konsensus; dan demokrasi tidak dapat disamakan dengan kekuasaan mayoritas (Holden,
1993).

Makna utama dari demokrasi telah ditunjukkan tetapi ada juga makna sekunder yang berasal
dari kedekatan hubungan antara ide demokrasi dan setaraan.

Ada hubungan antara demokrasi dan kesetaraan ini disebabkan oleh ide tentang seluruh orang
membuat keputusan mengandung gagasan bahwa setiap individu memiliki hak untuk
bersuara terutama tentang setiap orang punya satu suara, terlepas dari segala sesuatu yang
lain. Tanpa hal tersebut hanya akan ada keputusan oleh beberapa orang, bukan seluruh orang.
Tetapi, karena begitu dekatnya hubungan antara demokrasi dan kesetaran sehingga terkadang
dianggap sebagai aspek sentral bagi makna dasar demokrasi: Ini memberi kita arti sekunder
dimana demokrasi berarti secara garis besar, sebuah masyarakat dimana ada kesetaraan.

Makna demokrasi ini tampak jelas, akan tetapi fakta ini cenderung menjadi kabur disebabkan
adanya keragaman sistem yang disebut demokrasi. Memang terkadang, terlihat bahwa satu
ciri umum dalam diversitas itu adalah ekspresi persetujuan. Penerimaan atau pengakuaan
terhadap demokrasi kini telah hampir universal, setidaknya dalam terlihat dalam penggunaan
istilah demokrasi, meski apa persisnya demokrasi yang diterima itu masih belum jelas. Bagi
beberapa pihak terlihat bahwa demokrasi tak lebih dari sekedar kata seru hidup yang
kosong dari kandungan deksriptif, kata yang sekedar berarti Hidup sistem politik anu!.

Demokrasi dan sejarah perkembangan demokrasi

Akan tetapi, perbedaan dan kekacauan tersebut dapat dihindari menggunakan perbedaan
antara makna demokrasi yang disepakati yaitu kekuasaan oleh rakyat, dengan penilaian yang
berbeda tentang apa yang dibutuhkan agar kekuasaan tersebut eksis, dan karenanya sistem
politik mana yang benar benar demokratis. Jadi, ketidaksepakatan antara dimana ada aturan
oleh rakyat- dalam kenyataannya tidak mengimplikasikan bahwa kata itu kekurangan makna
dan hanya menunjukkan penerimaan.

Penerimaan yang nyaris universal ini merupakan ciri yang paling kentara dari demokrasi
sekarang ini. Ciri utama yang lain dari demokrasi adalah demokrasi modern merupakan
demokrasi tak langsung atau representatif, bukan demokrasi langsung. Demokrasi modern
juga saat ini didominasi oleh demokrasi liberal. Tetapi hal ini merupakan perkembangan baru,
sebelumnya terjadi perselisihan penting yang berhubungan dengan sistem politik yang
digunakan saat ini berbeda beda contohnya saja sistem politik parlementer, sistem politik
monarki, dan sistem politik presidensial.

Lalu apa demokrasi itu penting dalam kehidupan sekarang dan lampau. Sekarang ini,
demokrasi memiliki kedudukan yang penting. Akan tetapi, secara historis bila kita melihat ke
belakang, demokrasi relatif tidak penting. Selama beberapa abad demokrasi dapat dikatakan
tidak eksis. Hal ini diakui oleh Dahl (1989) bahwa baik itu sebagai ide dan sebagai praktik,
seluruh catatan sejarah umumnya menunjukkan kekuasaan hierarkis, sedangkan demokrasi
adalah perkecualian belaka. Walaupun keadaan saat ini terjadi sebaliknya.
Sejarah Demokrasi dan Demokrasi Liberal
Dalam sejarah, demokrasi pernah diagung agungkan pada masa Yunani pada abad keempat
dan kelima SM akan tetapi kemudian pudar dan kembali lagi penting ketika abad ke-18 dan
ke-19 dan barulah demokrasi menjadi mapan pada abad ke-20 ini. Penerimaan terhadap
demokrasi diawali secara besar besaran setelah perang dunia pertama.

Lalu bagaimana demokrasi pada awalnya? Demokrasi yang berlangsung pada awal
demokrasi adalah demokrasi langsung. Pengertian demokrasi langsung menurut Held (1996)
dan Sinclair (1988) adalah rakyat memerintah dengan melakukan pertemuan bersama dan
langsung membuat keputusan politik.

Demokrasi langsung merupakan bentuk demokrasi yang relatif sulit dilaksanakan untuk
wilayah dengan jumlah penduduk yang besar dan tersebar luas. Akan sangat sulit untuk
mengumpulkan seluruh penduduk dalam satu tempat untuk ber demokrasi. Memang kota
Yunani contohnya polis dapat melakukan demokrasi langsung karena jumlah warganya yang
sedikit dan luas daerah yang kecil.

Oleh karena itu, dimulai abad ke-18, demokrasi langsung mulai bergeser ke demokrasi tidak
langsung akibat ketidak mampuan dalam mengumpulkan seluruh warga yang memiliki suara
dalam keputusan tersebut. Maka terciptalah demokrasi tidak langsung.

Dalam demokrasi tidak langsung dijelaskan bahwa rakyat tidak membuat banyak keputusan,
hanya pada keputusan tertentu seperti memiliki wakil mereka. Selanjutnya wakil atau
representatif mereka yang akan melanjutkan dan berbicara atas nama mereka sebagai
konstituen. Walaupun terdapat ide dan pendapat yang berbeda beda tentang bagaimana
seharusnya seorang wakil dalam demokrasi langsung bertindak serta sifat dan peran yang
dimilikinya. Akan tetapi, pada dasarnya wakil rakyat harusnya membuat keputusan atas,
untuk rakyat yang memilih mereka.

Dijelaskan dalam partisipasi politik, bahwa dibutuhkan voting dalam pemilu sehingga semua
warga dalam suatu negara dapat memiliki hak suara sehingga dapat dikatakan bahwa sistem
politik yang mereka anut adalah demokrasi.

Dikatakan sebelumnya bahwa sekarang ini demokrasi di dominasi oleh demokrasi liberal.
Kini diyakini secara luas bahwa demokrasi liberal adalah satu satunya jenis demokrasi yang
paling mungkin; tetapi belakangan muncul pandangan bahwa ada bentuk bentuk lain. Kata
liberal sendiri dalam demokrasi diartikan sebagai sistem pemerintahan yang diatur sehingga
terjadi kepedulian dalam melindungi kebebasan individual dengan membatasi kekuasaan
pemerintah (Baca pengertian liberalisme).

Ide utama dari demokrasi liberal adalah kekuasaan pemerintah harus dibatasi dengan
menggunakan aturan konstitusi ataupun undang undang hak asasi contohnya HAM. Maka,
dalam demokrasi liberal, pemerintah terpilih mengekspresikan kehendak rakyat tetapi
kekuasaan pemerintah terbatas. Karenanya, pada level tertentu, ini adalah bentuk demokrasi
yang sah dimana kekuasaan rakyat sebagaimana diekspresikan oleh pemerintah merea
dibatasi. Tetapi, pada saat yang sama, kebebasan liberal utama adalah keniscayaan bagi
demokrasi. Tanpa kebebasan berbicara, berkumpul dan sebagainya, rakyat tak dapat memberi
pilihan saat pemilu yang memampukan mereka untuk membuat keputusan politik.
Ringkasnya, pemilu yang bebas dianggap sebagai syarat yang diperlukan untuk demokrasi.
Dan demokrasi liberal dianggap sebagai satu satunya bentuk demokrasi yang mungkin
diterapkan.

Gagasan demokrasi liberal umumnya diasosiasikan dengan gagasan penting tentang jenis
struktur politik dan proses politik lain yang dibutuhkan untuk membatasi kekuasaan
pemerintah dan memberi pilihan elektoral. Hal yang mencolok diantara konsep sistem
multipartai dan iden tentang partai yang berfungsi untuk menentang pemerintah. Hal tersebut
dapat dilihat sebagai bagian atau komponen dari pluralisme. Ia berpusat pada konsep
pluralitas kelompok politik, dan partai, sebagai aspek penting baik itu untuk membatasi
kekuatan pemerintah dan menjadi sumber kekuatan alternatif serta untuk menciptakan pilihan
bagi elektorat.

Sebelum jatuhnya komunisme pada tahun 1989-90, demokrasi liberal dilawan oleh tipe
sistem lain yang oleh pendukungnya dikatakan memiliki kelebihan untuk menjadi bentuk
demokrasi. Tidak lain dan tidak bukan merupakan sistem komunis satu partai dan sistem yang
dapat kita lihat di banyak negara dunia ketiga.

Sistem komunis sering dikatakan sebagai demokrasi rakyat dan pada level tertentu
bertindak sebagai model untuk sistem komunis yang banyak dianut di negara negara dunia
ketiga.

Banyak dari mereka mengklaim bahwa sistem komunis hal yang demokratis yang didasarkan
pada pendapat para penguasa yang mengatakan mengekspresikan kehendak riil rakyat atau
mengedepankan kepentingan rakyat. Hal ini kemudian runtuh ketika tahun 1989-90 yang
dimulai dari hancurnya sistem komunis di Eropa Timur yang kemudian terjadinya penolakan
terhadap politik sistem satu partai dan kemudian bertambahnya dukungan kepada sistem
demokrasi liberal. Walaupun, sekarang ini, masih ada beberapa negara yang menggunakan
sistem politik satu partai contohnya Cina.

Sejarah berkembangannya demokrasi khususnya demokrasi liberal dimulai dari


dikembangkannya teori demokrasi liberal pada akhir abad ke -18 dan di abad ke-19.
walaupun sebagian besar pemikiran tentang demokrasi liberal masih dipengaruhi oleh
pemikiran John Locke (1632-1704). Teori teori tentang demokrasi liberal dikumpulkan dan
disebut sebagai teori demokrasi tradisional, walaupun dalam kenyataan ada beberapa
perbedaan dalam teori demokrasi tradisional.

Dalam demokrasi konvensional, rakyat memiliki peran pasif dan hanya memilih secara
negatif dari apa apa yang ditawarkan kandidat. Dan kemudian, wakil yang telah terpilih
mempunyai keleluasaan, walau mereka pada dasarnya tunduk pada pemilih jika ingin
bertahan pada pemilu selanjutnya. Teoritis yang paling penting dalam hal tersebut adalah
James Madison (1751-1836) dan John Stuart Mill (1806-1873) di Inggris. Dalam teori
demokrasi radikal, rakyat memiliki peran positif dan aktif an kandidat merespons pada
kebijakan yang diusulkan oleh rakyat. Wakil politik tak diharapkan memanfaat keleluasaan
mereka tetapi sekedar menjalankan perintah dari pemilih mereka, dengan kata lain mereka
adalah delegasi.

Teoritisi utama dari Demokrasi liberal adalah John Paine (1737-1809) dan Thomas Jefferson
(1743-1826) dan utilitarian Inggris Jeremy Bentham (1748-1832) dan James Mill (1773-
1836). Rousseau juga memiliki peran penting, meski dia lebih merupakan teoritisi teori
demokrasi kontinental ketimbang teori demokrasi liberal utama.

Di paruh terkakhir abad ke-20 dipercayai bahwa teori tradisional harus diganti oleh teori
demokrasi modern yang lebih realistis, yang mengakui kompleksitas sistem politik modern
dan kapasitas politik terbatas yang memiliki oleh rakyat. Di sini yang menonjol adalah teori
demokrasi elitis.

Akan tetapi, teoritisi demokrasi elitis dikritik oleh teoritisi demokrasi partisipatoris, yang
berpendapat bahwa teori demokrasi elite sama sekali bukan teori demokrasi dan bahwa apa
yang dibutuhkan agar demokrasi tetap eksis adalah partisipasi luas yang oleh seluruh rakyat.

Partisipasi semacam itu harus juga melibatkan industrial demokrasi dan lebih luas melampai
sistem politik tersebut hingga ke lingkungan kerja dan sistem perekonomian pada umumnya.

Perkembangan terbaru dalam teori demokrasi modern adalah munculnya kritik feminis
terhadap sifat dari representasi dalam demokrasi liberal (Carter dan Stokes) dan teori
demokrasi deliberatif yang fokus pada pertimbangan rasional sebagai proses pengambilan
keputusan kolektif (Carter dan Stokes, 1998). Dalam perkembangan baru lainnya yang lebih
mengejutkan adalah munculnya perhatian pada gagasan dan kemungkinan demokrasi global
(Holden, 2000).

Walaupun begitu, masih terdapat kontroversi tentang apakah dasar rasional untuk menilai
bahwa demokrasi, yang kini telah menyebar luas, merupakan sistem pemerintahan yang
terbaik, meski demikian terdapat banyak dukungan dari argumen yang cukup kuat (Holden,
1993, dan Dahl, 1989). Akan tetapi, sekarang ini masih dipengaruhi relativisme dan
posmodernisme yang sering dikatakan bahwa tidak terdapat justifikasi rasional bagi
demokrasi (Dalam Carter dan Stokes, 1998). Walaupun seperti itu, jelas bahwa sekarang ini,
demokrasi dan terutama demokrasi liberal mendapat banyak dukungan dan penerimaan.

3. KAITAN DEMOKRASI

Rumuan kedaulatan ditangan Rakyat menunjuk kan bahwa kedudukan


rakyatlah yang tertinggi dan paling sentral. Rakyat adalah sebagai asal
mula kekuasaan Negara dan sebagai tujuan kekuasaan Negara. Oleh
karena itu rakyat adalah merupakan paradigm sentral kekuasaan
Negara. Adapun rincian structural ketentuan ketentuan yang berkaitan
dengan demokrasi sebagai terdapat dalam UUD 1945 sebagai berikut :

a. Konsep kekuasaanKonsep kekuasaan Negara menurut demokrasi


sebagai terdapat dalam UUD 1945 sebagai berikut :1. Kekuasaan ditangan
Rakyat.a. Pembukaan UUD 1945 alinia IVb. Pokok pikiran dalam
pembukaan UUD 1945c. Undang Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat
(1)d. Undang Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat (2)
2. Pembagian kekuasaan
3. Pembatasan Kekuasaan
b. Konsep Pengambilan KeputusanPengambilan keputusan menurut UUD
1945 dirinci sebagai berikut :
1. Penjelasan UUD 1945 tentang pokok pikiran ke III, yaitu ..Oleh karena
itu system negara yang terbentuk dalam UUD 1945, harus berdasar atas
kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan/perwakilan.
Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia
2. Putusan majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara
terbanyak, misalnya pasal 7B ayat 7Ketentuan-ketentuan tersebut diatas
mengandung pokok pikiran bahwa konsep pengambilan keputusan yang
dianut dalam hokum tata Negara Indonesia adalah berdasarkan:
a) Keputusan didasarkan pada suatu musyawarah sebagai azasnya,
artinya segala keputusan yang diambil sejauh mungkin diusahakan
dengan musyawarah untuk mencapai mufakat. b) Namun demikian,
jikalau mufakat itu tidak tercapai,maka dimungkinkan pengambilan
keputusan itu melalui suara terbanyak

c. Konsep pengawasanKonsep pengawasan menurut UUD 1945 ditentukan


sebagai berikut:
1) Pasal 1 ayat 2, Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan
menurut Undang-Undang Dasar.
2) Pasal 2 ayat 1, Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas DPR dan
anggota DPD. Berdaarkan ketentuan tersebut, maka menurut UUD 1945
hasil amandemen, MPR hanya dipilih melalui Pemilu.
3) Penjelasan UUD 1945 tentang kedudukan DPR disebut, kecuali itu
anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. Oleh karena itu, DPR
dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden.Berdasarkan
ketentuan tersebut di atas, maka konsep kekuasaan menurut demokrasi
Indonesia sebagai tercantum dalam UUD 1945 pada dasarnya adalah:
a) Dilakukan oleh seluruh warga Negara. Karena kekuasaan di dalam
system ketatanegaraan Indonesia adalah di tangan rakyat.
b) Secara formal ketatanegaraan pengawasan ada di tangan DPR

d. Konsep PartisipasiKonsep partisipasi menurut UUD 1945 adalah sebagai


berikut:
1) Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang dasar 1945 Segala warga Negara
bersamaan kedudukannya di dalam hokum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hokum dan pemerintahan itu dengan tiada kecualinya.
2) Pasal 28 UUD 1945 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan Undang-Undang
3) Pasal 30 ayat 1 UUD 1945Tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pembelaan Negara.

4. Demokrasi di Indonesia
Dalam membicarakan tentang demokrasi di Indonesia, tidak bisa dilepaskan
dari alur periodisasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan, Demokrasi
Parlementer, Pemerintahan Demokrasi Terpimpin (guided democracy), dan
Pemerintahan Orde Baru (Pancasila democracy).
A. Demokrasi Parlementer
Periode kedua pemerintahan negara Indonesia adalah tahun 1950-1959. Dengan
menggunakan UUD Sementara sebagai landasan konstitusionalnya. Periode ini
disebut pemerintahan parlementer. Masa ini merupakan masa kejayaan demokrasi di
Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi dapat ditemukan dalam kehidupan
politik di Indonesia.

B. Demokrasi Terpimpin
Sejak berakhirnya Pemilu 1955, Presiden Soekarno sudah menunjukkan gejala
ketidak senangannya kepada partai-partai politik. Hal ini terjadi karena partai politik
sangat berorientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan kurang memperhatikan
kepentingan politik nasional secara menyeluruh. Demokrasi terpimpin merupakan
pernbalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi parlementer.
Apa yang disebut dengan demokrasi, tidak lain merupakan perwujudan kehendak
presiden dalam rangka menempatkan dirinya sebagai satu-satunya institusi yang
paling berkuasa di Indonesia.

C. Demokrasi dalam Pemerinlahan Orde Baru


Rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hampir tidak pemah terjadi. Kecuali yang
terdapat pada jajaran yang lebih rendah, seperti gubernur, bupati/walikota, camat dan
kepala desa. Kalaupun ada perubahan, selama Orde Baru hanya terjadi pada jabatan
wakil presiden, sementara pemerintahan secara esensial masih tetap sama.
Rekruitmen politik tertutup. Dalam negara demokratis, semua warga negara yang
mampu dan mernenuhi syarat mempunyai peluang yang sama untuk mengisi jabatan
politik tersebut. Akan tetapi, di Indonesia, sistem rekruitmen tersebut bersifat tertutup,
kecuali anggota DPR yang berjumlah 400 orang. Pengisian jabatan di lembaga tinggi
negara, seperti MA, BPK, DPA, dan jabatan-jabatan dalam birokrasi, dikontrol
sepenuhnya oleh lembaga kepresidenan. Pemilihan Umum. Pemilu pada masa Orde
Baru telah dilangsungkan sebanyak enam kali, dengan frekuensi yang teratur, yaitu
setiap lima tahun sekali. Tetapi kalau kita mengamati kualitas penyekenggaraannya,
masih jauh dari semangat demokrasi. Pemilu sejak tahun 1971, dibuat sedemikian
rupa sehingga Golkar memenangkan pemilihan dengan mayoritas mutlak.

Macam-macam demokrasi ditinjau dari penyaluran kehendak rakyat

1. Demokrasi Langsung: Demokrasi langsung adalah sistem demokrasi


yang melibatkan seluruh rakyat secara langsung dalam membicarakan
atau menentukan urusan negara. Terjadi pada zaman Yunani kuno karena
penduduknya masih sedikit.
2. Demokrasi Tidak Langsung: Demokrasi tidak langsung/perwakilan
adalah sistem demokrasi yang untuk menyalurkan kehendaknya, rakyat
memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam parlemen. Aspirasi rakyat
disampaikan melalui wakil-wakilnya di parlemen.

Macam-macam demokrasi ditinjau dari hubungan antar-alat


kelengkapan Negara:

A. Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum adalah rakyat


memilih para wakilnya untuk duduk di parlemen, tetapi dikontrol oleh
pengaruh rakyat dengan sistem referendum.

B. Demokrasi perwakilan dengan sistem parlementer adalah adanya


hubungan yang erat antara badan eksekutif dan legislatif. Para menteri
yang menjalankan kekuasaan eksekutif diangkat atas usul legislatif,
sehingga bertanggung jawab kepada parlemen. Kedudukan presiden atau
raja sebagai kepala negara yang tidak menjalankan pemerintahan.
Eksekutif dalam menjalankan tugasnya harus sesuai dengan pedoman
atau program kerja yang telah disetujul oleh parlemen. Selama eksekutif
menjalankan tugasnya sesuai dengan program tersebut, kedudukan
eksekutif akan stabil dan mendapat dukungan dan parlemen. Jika eksekutif
melakukan penyimpangan, parlemen bisa menjatuhkan kabinet dengan
mengajukan mosi tidak percaya, yang berarti para menteri harus
meletakkan jabatannya. Kedudukan eksekutif berada di bawah parlemen
dan sangat bergantung pada dukungan parlemen.

C. Demokrasi perwakilan dengan sistem pemisahan kekuasaan merupakan


kedudukan legislatif terpisah dari eksekutif, sehingga kedua badan
tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam demokrasi
parlementer. Menteri-menteri diangkat oleh presiden dan berkedudukan
sebagai pembantu presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
Kedudukan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Jabatan presiden dan para menteri tidak tergantung pada dukungan
parlemen dan tidak dapat diberhentikan oleh parlemen.

D. Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum dan inisiatif rakyat


merupakan gabungan antara demokrasi perwakilan dan demokrasi
langsung. Badan perwakilan tetap ada, tetapi dikontrol oleh rakyat, baik
melalui referendum yang bersifat obligator maupun fakultatif.

Macam-macam demokrasi yang didasarkan oleh prinsip ideologi:

- Demokrasi Liberal: Demokrasi liberal menekankan kepada kebebasan


individu dengan mengabaikan kepentingan umum.
- Demokrasi Rakyat: Demokrasi rakyat didasari dan dijiwai oleh paham
sosialisme/komunisme yang mengutamakan kepentingan negara atau
kepentingan umum.
- Demokrasi Pancasila: Demokrasi Pancasila berlaku di Indonesia yang
bersumber dan tata nilai sosial dan budaya bangsa Indonesia serta
berasaskan musyawarah untuk mufakat dengan mengutamakan
keseimbangan kepentingan.

Anda mungkin juga menyukai