1. TEORI DEMOKRASI
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani kuno, yang dicetuskan di Athena pada abad ke-5
sebelum Masehi. Demos berarti rakyat, dan Cratos/Kratien/Kratia artinya
kekuasaan/berkuasa/pemerintahan, sehingga demokrasi bisa diartikan sebagai pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Negara Yunani kuno menjadi contoh awal negara yang melaksanakan system hukum
demokrasi modern. Sistem demokrasi di negara kota (city state) Yunani kuno khususnya
Athena, merupakan demokrasi langsung (direct democracy), yaitu bentuk pemerintahan di
mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik yang dijalankan langsung oleh warga
negara tidak berdasarkan mayoritas.
Sifat langsung dari demokrasi Yunani kuno dapat dilaksanakan dengan efektif karena
berlangsung dalam kondisi sederhana, wilayahnya terbatas (terdiri dari kota dan daerah
sekitarnya), jumlah penduduknya sedikit (300 ribu penduduk dalam satu negara kota).
Ketentuan-ketentuan demokrasi tidak berlaku bagi mayoritas budak belian dan pedagang
asing.
Dalam sejarah awal perkembangannya demokrasi juga memakan korban. Socrates, filsuf
terkemuka negara Yunani kuno, sangat kritis membela pemikiran-pemikirannya, yaitu agar
kaum muda tidak mempercayai para dewa dan mengajari mereka untuk mencapai
kebijaksanaan sejati dengan berani bersikap mencintai kebenaran sehingga terhindar dari
kedangkalan berpikir.
1.Konsep Demokrasi
Menurut sudut bahasa (etimologis), demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu
demos yang berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan atau kekuasaan.
Jadi, secara bahasa, demos-cratein atau demos-cratos berarti pemerintahan rakyat atau
kekuasaan rakyat[1]. Secara teoritis, demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh
antara abad ke-4 SM abad ke-6 M. Demokrasi yang dipraktikkan pada waktu itu adalah
demokrasi langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-
keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh rakyat atau warga Negara. Hal itu
dapat dilakukan karena Yunani pada waktu itu berupa Negara kota (polis) yang penduduknya
teerbatas pada sebuah kota dan daerah sekitarnya yang berpenduduk sekitar 300.000 orang.
Tambahan lagi, meskipun ada keterlibatan seluruh warga, namun masih ada pembatasan,
misalnya para anak, wanita, dan para budak tidak berhak berpartisipasi dalam
pemerintahan[3].
Bila kita tinjau keadaan di Yunani pada saat itu, tampak bahwa rakyat ikut secara
langsung. Karena keikutsertaannya yang secara langsung maka pemerintahan pada waktu itu
Disebabkan adanya perkembangan zaman dan juga jumlah penduduk yang terus
bertambah maka keadaan seperti di atas mulai sulit dilaksanakan, dengan alasan sebagai
berikut[4] :
a. Tidak ada tempat yang menampung seluruh warga yang jumlahnya cukup banyak.
b. Untuk melaksanakan musyawarah dengan baik dengan jumlah yang banyak sulit
dilakukan.
c. Hasil persetujuan secara bulat mufakat sulit tercapai, karena sulitnya memungut suara
dari peserta yang hadir.
d. Masalah yang dihadapi Negara semakin kompleks dan rumit sehingga membutuhkan
orang-orang yang secara khusus berkecimpung dalam penyelesaian masalah tersebut.
Untuk menghindari kesulitan seperti di atas dan agar rakyat tetap memegang
kedaulatan tertinggi, dibentuklah badan perwakilan rakyat. Badan inilah yang menjalankan
demokrasi. Namun pada prinsipnya rakyat tetap merupakan pemegang kekuasaan tertinggi
a. Demokrasi langsung
Demokrasi langsung adalah paham demokrasi yang mengikutsertakan setiap warga negaranya
dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijakan umum dan undang-undang.
Demokrasi tidak langsung adalah paham demokrasi yang dilaksanakan melalui sistem
perwakilan. Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan biasanya dilaksanakan
melalui pemilihan umum.
Menyangkut pengertian dari istilah demokrasi tidak ditemukan keseragaman
pandangan di antara para pakar ilmu hukum, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya
perbedaan sudut pandang terhadap objek dari kajiannya itu. W. A. Bonger mendefinisikan
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan darisuatu kesatuan hidup yang memerintah diri
sendiri, dalam hal sebagian besar anggota-anggotanya turut mengambil bagian baik secara
langsung maupun tidak langsung, dan di mana terjamin kemerdekaan rohani dan persama
suatu rangkai politik dan sosial bagi suatu masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip kebebasan
dan persamaan hak bagi setiap orang. Selanjutnya Joseph A. Shcumpeter[9] memberi
pengertian Demokrasi sebagai suatu metode politik, suatu pola bangunan hukum untuk
sampai pada keputusan politik di mana individu mendapat kekuasaan untuk memutuskan
menurutnya sistem politik demokratis adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan
umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh
rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dalam hal mana mayoritas anggota dewasa dari
masyarakat politik ikut serta melalui cara perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah
perkataan, negara demokrasi didasari oleh sistem perwakilan yang menjamin kedaulatan
rakyat.
dapat dilihat menurut pengertian formal maupun pengertian materil. Demokrasi dalam
pengertian formal adalah demokrasi yang tampak menurut bentuknya, pemerintahan dalam
pengertian yang demikian pada dasarnya tidak terdapat perbedaan di antara negara- Negara
yang melaksanakannya, hanya saja dapat dijumpai berbagai variasi, demokrasi ini oleh
pengertian materil merupakan demokrasi yang mengacu kepada landasan suatu negara (staats
Dalam pandanngan Islam, demokrasi bukanlah hal baru. Karena secara esensial
Islam berbeda dengan demokrasi barat dan demokrasi komunis. Demokrasi menurut Islam
sebagai pemerintah dari rakyat, untuk rakyat dan oleh karena Tuhan[13].
(Shiyasah Al Akhlaq). Negara moral bukan Negara agama, tetapi suatu negara yang dipimpin
oleh manusia-manusia biasa yang mempunyai moral yang baik yang berlandaskan pada nilai-
nilai agama. Menerut beliau demokrasi baru terwujud dalam suatu negara moral, apabila
Tiga prinsip yang menjadi semangat dan ide utama dalam Revolusi Prancis sekitar
abad ke XIX, yakni liberte (kebebasan), egalite (persamaan) dan fraternite (persaudaraan),
yang terus dijadikan landasan untuk berdemokrasi sampai saat ini. Sebenarnya sudah
dipraktikkan Islam sejak dulu jauh sebelum itu. Adanya istilah al-hurriyah
demikian, dunia Islam telah memberikan sumbangan besar bagi dasar ilmu pengetahuan yang
(musyawarah). Istilah syura berasal dari kata kerja dalam bahasa Arab, yaitu: syuwara-
yusyawiru yang berarti menjelaskan, menyatakan atau mengajukan dan mengambil sesuatu.
Kata syura dapat dipahami dalam arti saling menjelaskan, merundingkan dan saling meminta
atau menukar pendapat mengenai suatu masalah. Pengertian seperti ini terdapat dalam Al
Quran, yaitu Surah Al-Baqarah Ayat 233, Surah Asy-Syura Ayat 38 dan Surah Ali Imran Ayat
159[16].
Syura tidak hanya menjadi dasar kewajiban Rasulullah SAW, tetapi juga memiliki
pengertian bahwa seluruh generasi yang dating sepeninggalan beliau agar berjalan di atas
metode beliau dalam menetapkan prinsip syura sebagai mabda quraini dengan adanya nash
yang tegas. Dengan demikian, dasar hukum syura adalah wajib, karena Allah SWT telah
Islam dipandang sebagai suatu proses yang wajib dilaksanakan terhadap semua aspek
kehidupan, sedang hasil akhir sebagai tujuan adalah kehendak Allah. Dalam sistem
pengambilan keputusan suara mayoritas bukan selalu sebagai penentu, tetapi ada kalanya
suara minoritas bahkan suara individu dengan kata sepakat dapat menjadi penentu. Hal ini
merupakan pembeda dengan demokrasi Barat, yang memandang demokrasi sebagai suatu
tujuan akhir. Dengan kata lain demokrasi menurut Islam yang terpenting adalah prosesnya
dan suara mayoritas tidak selalu bersifat mutlak, sedangkan menurut Barat yang terpenting
Disamping itu, perkembangan demokrasi Barat menitik beratkan pada satu aspek saja,
yaitu aspek politik, aspek lain seperti ekonomi dan sosial mereka abaikan. Aspek ekonomi
dengan prinsip kapitalisme yang menekankan free fight liberalism yang menyerahkan semua
masalah ekonomi kepada kemauan dan kemampuan individu untuk bersaing di antara
sesame, sehingga dalam bidang ini rakyat justru harus bergantung kepada individu-individu
yang menguasai sektor ini. Hal ini oleh Bung Hatta dilihat sebagai perkembangan demokrasi
yang timpang dan tidak senonoh. Oleh karena itu, pemikiran Barat mencoba mengadakan
besar, yaitu[18]:
1. Demokrasi yang didasarkan kepada kemajuan di bidang sosial dan ekonomi; dan
2. Demokrasi yang didasarkan kepada kemerdekaan dan persamaan. Kemudian oleh Sri
Soemantri Martosoewignjo menambahkan atau kelompok lagi, yaitu:
Secara umum dapat dikatakan ada dua asas demokrasi penting yaitu persamaan dan
kebebasan. Dimaksud persamaan dalam konteks ini adalah setiap warga negara tanpa
membedakan suku, agama, asal-usul atau golongan serta warna kulit untuk mendapatkan
kesempatan yang sama bagi pengembangan dirinya, keluarganya bahkan masa depannya.
Sedangkan asas kebebasan dimaksud dimana setiap warga Negara memiliki kebebasan atau
melakukan unjuk rasa atau mogok. Akan tetapi kebebasan disini tidak boleh bersifat anarkis
Sejarah Demokrasi
Sebelum abad pertengahan berakhir, pada permulaan abad ke-16, di Eropa Barat
muncul negara-negara nasional (national state) dalam bentuk modern. Eropa
Barat mengalami perubahan sosial dan kultural. Kebebasan berpikir sangat
dihargai dan dapat memerdekakan diri dari kekuasaan kaum gereja yang
absolut.
Sejarah Perkembangan Demokrasi
Perkembangan Demokrasi
Pendobrakan terhadap kedudukan raja absolut didasari oleh teori rasionalis yang
dikenal dengan kontrak sosial atau social contract. Salah satu asas dari kontrak
sosial adalah dunia dikuasai oleh hukum alam (nature) yang mengandung
prinsip-prinsip keadilan universal. Artinya, hukum berlaku untuk seluruh
manusia, baik raja, bangsawan, maupun rakyat jelata. Hukum ini dinamakan
hukum alam (natural law) atau (ius naturale).
Teori kontrak sosial beranggapan bahwa hubungan antara raja dan rakyat
didasari oleh kontrak. Dalam kontrak tersebut terdapat ketentuan yang mengikat
kedua belah pihak. Kontrak sosial yang membuka sejarah perkembangan baru
demokrasi ini menegaskan bahwa raja diberi kekuasaan oleh rakyat untuk
menyelenggarakan penertiban menciptakan suasana aman, dan memenuhi hak
rakyat. Di sisi lain rakyat harus menaati pemerintahan raja.
Sejak Indonesia merdeka dan menjadi negara pada tanggal 17 Agustus 1945,
dalam UUD 1945 menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
menganut paham demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada
ditangan Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR), atau tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi
Perwakilan.
perkembangan+demokrasi+di+indonesia
Tahun 1945 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin
kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan
dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal
kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4
Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk
menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh
KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang
absolut pemerintah mengeluarkan :
Pada tahun 1950-1959 bisa disebut sebagai masa demokrasi liberal yang
parlementer, dimana presiden sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala
eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat
tinggi dan berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik
demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli
1959 :
Bubarkan konstituante
Dominasi Presiden
Makna kata demokrasi adalah kekuasaan oleh rakyat istilah ini pertama kali digunakan
pada abad kelima SM oleh sejarawan Yunani kuno Herodontus dengan memadukan kata
demos yang berarti rakyat dan kratein yang berarti berkuasa. Definisi demokrasi yang cukup
terkenal berasal dari Abraham Lincoln yang berpendapat bahwa demokrasi adalah
pemerintahan untuk rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Dalam demokrasi, lantaran hak rakyat untuk melakukannya itulah maka mereka dapat
membuat keputusan; hak ini berasal dari sistem aturan dasar seperti konstitusi
Ide tentang rakyat yang membuat keputusan menimbulkan persoalan mengenai berada
banyak keputusan individu yang berbeda beda dapat dikombinasikan menjadi satu keputusan
kolektif. Jawabannya umumnya adalah demokrasi dianggap sebagai kekuasaan mayoritas.
Disini idenya adalah bahwa jika kurang ada keseragaman, maka apa apa yang dipilih oleh
sebagian besar orang adalah yang dipilih. Semakin banyak jumlah nya maka akan semakin
dekat dengan keseluruhan: keputusan mayoritas harus dianggap sebagai keputusan seluruh
rakyat. Akan tetapi ada banyak kesulitan dalam ide ini. Keputusan oleh seluruh rakyat sama
artinya dengan sesuatu yang diputuskan oleh mayoritas dan pasti melibatkan kompromi dan
konsensus; dan demokrasi tidak dapat disamakan dengan kekuasaan mayoritas (Holden,
1993).
Makna utama dari demokrasi telah ditunjukkan tetapi ada juga makna sekunder yang berasal
dari kedekatan hubungan antara ide demokrasi dan setaraan.
Ada hubungan antara demokrasi dan kesetaraan ini disebabkan oleh ide tentang seluruh orang
membuat keputusan mengandung gagasan bahwa setiap individu memiliki hak untuk
bersuara terutama tentang setiap orang punya satu suara, terlepas dari segala sesuatu yang
lain. Tanpa hal tersebut hanya akan ada keputusan oleh beberapa orang, bukan seluruh orang.
Tetapi, karena begitu dekatnya hubungan antara demokrasi dan kesetaran sehingga terkadang
dianggap sebagai aspek sentral bagi makna dasar demokrasi: Ini memberi kita arti sekunder
dimana demokrasi berarti secara garis besar, sebuah masyarakat dimana ada kesetaraan.
Makna demokrasi ini tampak jelas, akan tetapi fakta ini cenderung menjadi kabur disebabkan
adanya keragaman sistem yang disebut demokrasi. Memang terkadang, terlihat bahwa satu
ciri umum dalam diversitas itu adalah ekspresi persetujuan. Penerimaan atau pengakuaan
terhadap demokrasi kini telah hampir universal, setidaknya dalam terlihat dalam penggunaan
istilah demokrasi, meski apa persisnya demokrasi yang diterima itu masih belum jelas. Bagi
beberapa pihak terlihat bahwa demokrasi tak lebih dari sekedar kata seru hidup yang
kosong dari kandungan deksriptif, kata yang sekedar berarti Hidup sistem politik anu!.
Akan tetapi, perbedaan dan kekacauan tersebut dapat dihindari menggunakan perbedaan
antara makna demokrasi yang disepakati yaitu kekuasaan oleh rakyat, dengan penilaian yang
berbeda tentang apa yang dibutuhkan agar kekuasaan tersebut eksis, dan karenanya sistem
politik mana yang benar benar demokratis. Jadi, ketidaksepakatan antara dimana ada aturan
oleh rakyat- dalam kenyataannya tidak mengimplikasikan bahwa kata itu kekurangan makna
dan hanya menunjukkan penerimaan.
Penerimaan yang nyaris universal ini merupakan ciri yang paling kentara dari demokrasi
sekarang ini. Ciri utama yang lain dari demokrasi adalah demokrasi modern merupakan
demokrasi tak langsung atau representatif, bukan demokrasi langsung. Demokrasi modern
juga saat ini didominasi oleh demokrasi liberal. Tetapi hal ini merupakan perkembangan baru,
sebelumnya terjadi perselisihan penting yang berhubungan dengan sistem politik yang
digunakan saat ini berbeda beda contohnya saja sistem politik parlementer, sistem politik
monarki, dan sistem politik presidensial.
Lalu apa demokrasi itu penting dalam kehidupan sekarang dan lampau. Sekarang ini,
demokrasi memiliki kedudukan yang penting. Akan tetapi, secara historis bila kita melihat ke
belakang, demokrasi relatif tidak penting. Selama beberapa abad demokrasi dapat dikatakan
tidak eksis. Hal ini diakui oleh Dahl (1989) bahwa baik itu sebagai ide dan sebagai praktik,
seluruh catatan sejarah umumnya menunjukkan kekuasaan hierarkis, sedangkan demokrasi
adalah perkecualian belaka. Walaupun keadaan saat ini terjadi sebaliknya.
Sejarah Demokrasi dan Demokrasi Liberal
Dalam sejarah, demokrasi pernah diagung agungkan pada masa Yunani pada abad keempat
dan kelima SM akan tetapi kemudian pudar dan kembali lagi penting ketika abad ke-18 dan
ke-19 dan barulah demokrasi menjadi mapan pada abad ke-20 ini. Penerimaan terhadap
demokrasi diawali secara besar besaran setelah perang dunia pertama.
Lalu bagaimana demokrasi pada awalnya? Demokrasi yang berlangsung pada awal
demokrasi adalah demokrasi langsung. Pengertian demokrasi langsung menurut Held (1996)
dan Sinclair (1988) adalah rakyat memerintah dengan melakukan pertemuan bersama dan
langsung membuat keputusan politik.
Demokrasi langsung merupakan bentuk demokrasi yang relatif sulit dilaksanakan untuk
wilayah dengan jumlah penduduk yang besar dan tersebar luas. Akan sangat sulit untuk
mengumpulkan seluruh penduduk dalam satu tempat untuk ber demokrasi. Memang kota
Yunani contohnya polis dapat melakukan demokrasi langsung karena jumlah warganya yang
sedikit dan luas daerah yang kecil.
Oleh karena itu, dimulai abad ke-18, demokrasi langsung mulai bergeser ke demokrasi tidak
langsung akibat ketidak mampuan dalam mengumpulkan seluruh warga yang memiliki suara
dalam keputusan tersebut. Maka terciptalah demokrasi tidak langsung.
Dalam demokrasi tidak langsung dijelaskan bahwa rakyat tidak membuat banyak keputusan,
hanya pada keputusan tertentu seperti memiliki wakil mereka. Selanjutnya wakil atau
representatif mereka yang akan melanjutkan dan berbicara atas nama mereka sebagai
konstituen. Walaupun terdapat ide dan pendapat yang berbeda beda tentang bagaimana
seharusnya seorang wakil dalam demokrasi langsung bertindak serta sifat dan peran yang
dimilikinya. Akan tetapi, pada dasarnya wakil rakyat harusnya membuat keputusan atas,
untuk rakyat yang memilih mereka.
Dijelaskan dalam partisipasi politik, bahwa dibutuhkan voting dalam pemilu sehingga semua
warga dalam suatu negara dapat memiliki hak suara sehingga dapat dikatakan bahwa sistem
politik yang mereka anut adalah demokrasi.
Dikatakan sebelumnya bahwa sekarang ini demokrasi di dominasi oleh demokrasi liberal.
Kini diyakini secara luas bahwa demokrasi liberal adalah satu satunya jenis demokrasi yang
paling mungkin; tetapi belakangan muncul pandangan bahwa ada bentuk bentuk lain. Kata
liberal sendiri dalam demokrasi diartikan sebagai sistem pemerintahan yang diatur sehingga
terjadi kepedulian dalam melindungi kebebasan individual dengan membatasi kekuasaan
pemerintah (Baca pengertian liberalisme).
Ide utama dari demokrasi liberal adalah kekuasaan pemerintah harus dibatasi dengan
menggunakan aturan konstitusi ataupun undang undang hak asasi contohnya HAM. Maka,
dalam demokrasi liberal, pemerintah terpilih mengekspresikan kehendak rakyat tetapi
kekuasaan pemerintah terbatas. Karenanya, pada level tertentu, ini adalah bentuk demokrasi
yang sah dimana kekuasaan rakyat sebagaimana diekspresikan oleh pemerintah merea
dibatasi. Tetapi, pada saat yang sama, kebebasan liberal utama adalah keniscayaan bagi
demokrasi. Tanpa kebebasan berbicara, berkumpul dan sebagainya, rakyat tak dapat memberi
pilihan saat pemilu yang memampukan mereka untuk membuat keputusan politik.
Ringkasnya, pemilu yang bebas dianggap sebagai syarat yang diperlukan untuk demokrasi.
Dan demokrasi liberal dianggap sebagai satu satunya bentuk demokrasi yang mungkin
diterapkan.
Gagasan demokrasi liberal umumnya diasosiasikan dengan gagasan penting tentang jenis
struktur politik dan proses politik lain yang dibutuhkan untuk membatasi kekuasaan
pemerintah dan memberi pilihan elektoral. Hal yang mencolok diantara konsep sistem
multipartai dan iden tentang partai yang berfungsi untuk menentang pemerintah. Hal tersebut
dapat dilihat sebagai bagian atau komponen dari pluralisme. Ia berpusat pada konsep
pluralitas kelompok politik, dan partai, sebagai aspek penting baik itu untuk membatasi
kekuatan pemerintah dan menjadi sumber kekuatan alternatif serta untuk menciptakan pilihan
bagi elektorat.
Sebelum jatuhnya komunisme pada tahun 1989-90, demokrasi liberal dilawan oleh tipe
sistem lain yang oleh pendukungnya dikatakan memiliki kelebihan untuk menjadi bentuk
demokrasi. Tidak lain dan tidak bukan merupakan sistem komunis satu partai dan sistem yang
dapat kita lihat di banyak negara dunia ketiga.
Sistem komunis sering dikatakan sebagai demokrasi rakyat dan pada level tertentu
bertindak sebagai model untuk sistem komunis yang banyak dianut di negara negara dunia
ketiga.
Banyak dari mereka mengklaim bahwa sistem komunis hal yang demokratis yang didasarkan
pada pendapat para penguasa yang mengatakan mengekspresikan kehendak riil rakyat atau
mengedepankan kepentingan rakyat. Hal ini kemudian runtuh ketika tahun 1989-90 yang
dimulai dari hancurnya sistem komunis di Eropa Timur yang kemudian terjadinya penolakan
terhadap politik sistem satu partai dan kemudian bertambahnya dukungan kepada sistem
demokrasi liberal. Walaupun, sekarang ini, masih ada beberapa negara yang menggunakan
sistem politik satu partai contohnya Cina.
Dalam demokrasi konvensional, rakyat memiliki peran pasif dan hanya memilih secara
negatif dari apa apa yang ditawarkan kandidat. Dan kemudian, wakil yang telah terpilih
mempunyai keleluasaan, walau mereka pada dasarnya tunduk pada pemilih jika ingin
bertahan pada pemilu selanjutnya. Teoritis yang paling penting dalam hal tersebut adalah
James Madison (1751-1836) dan John Stuart Mill (1806-1873) di Inggris. Dalam teori
demokrasi radikal, rakyat memiliki peran positif dan aktif an kandidat merespons pada
kebijakan yang diusulkan oleh rakyat. Wakil politik tak diharapkan memanfaat keleluasaan
mereka tetapi sekedar menjalankan perintah dari pemilih mereka, dengan kata lain mereka
adalah delegasi.
Teoritisi utama dari Demokrasi liberal adalah John Paine (1737-1809) dan Thomas Jefferson
(1743-1826) dan utilitarian Inggris Jeremy Bentham (1748-1832) dan James Mill (1773-
1836). Rousseau juga memiliki peran penting, meski dia lebih merupakan teoritisi teori
demokrasi kontinental ketimbang teori demokrasi liberal utama.
Di paruh terkakhir abad ke-20 dipercayai bahwa teori tradisional harus diganti oleh teori
demokrasi modern yang lebih realistis, yang mengakui kompleksitas sistem politik modern
dan kapasitas politik terbatas yang memiliki oleh rakyat. Di sini yang menonjol adalah teori
demokrasi elitis.
Akan tetapi, teoritisi demokrasi elitis dikritik oleh teoritisi demokrasi partisipatoris, yang
berpendapat bahwa teori demokrasi elite sama sekali bukan teori demokrasi dan bahwa apa
yang dibutuhkan agar demokrasi tetap eksis adalah partisipasi luas yang oleh seluruh rakyat.
Partisipasi semacam itu harus juga melibatkan industrial demokrasi dan lebih luas melampai
sistem politik tersebut hingga ke lingkungan kerja dan sistem perekonomian pada umumnya.
Perkembangan terbaru dalam teori demokrasi modern adalah munculnya kritik feminis
terhadap sifat dari representasi dalam demokrasi liberal (Carter dan Stokes) dan teori
demokrasi deliberatif yang fokus pada pertimbangan rasional sebagai proses pengambilan
keputusan kolektif (Carter dan Stokes, 1998). Dalam perkembangan baru lainnya yang lebih
mengejutkan adalah munculnya perhatian pada gagasan dan kemungkinan demokrasi global
(Holden, 2000).
Walaupun begitu, masih terdapat kontroversi tentang apakah dasar rasional untuk menilai
bahwa demokrasi, yang kini telah menyebar luas, merupakan sistem pemerintahan yang
terbaik, meski demikian terdapat banyak dukungan dari argumen yang cukup kuat (Holden,
1993, dan Dahl, 1989). Akan tetapi, sekarang ini masih dipengaruhi relativisme dan
posmodernisme yang sering dikatakan bahwa tidak terdapat justifikasi rasional bagi
demokrasi (Dalam Carter dan Stokes, 1998). Walaupun seperti itu, jelas bahwa sekarang ini,
demokrasi dan terutama demokrasi liberal mendapat banyak dukungan dan penerimaan.
3. KAITAN DEMOKRASI
4. Demokrasi di Indonesia
Dalam membicarakan tentang demokrasi di Indonesia, tidak bisa dilepaskan
dari alur periodisasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan, Demokrasi
Parlementer, Pemerintahan Demokrasi Terpimpin (guided democracy), dan
Pemerintahan Orde Baru (Pancasila democracy).
A. Demokrasi Parlementer
Periode kedua pemerintahan negara Indonesia adalah tahun 1950-1959. Dengan
menggunakan UUD Sementara sebagai landasan konstitusionalnya. Periode ini
disebut pemerintahan parlementer. Masa ini merupakan masa kejayaan demokrasi di
Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi dapat ditemukan dalam kehidupan
politik di Indonesia.
B. Demokrasi Terpimpin
Sejak berakhirnya Pemilu 1955, Presiden Soekarno sudah menunjukkan gejala
ketidak senangannya kepada partai-partai politik. Hal ini terjadi karena partai politik
sangat berorientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan kurang memperhatikan
kepentingan politik nasional secara menyeluruh. Demokrasi terpimpin merupakan
pernbalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi parlementer.
Apa yang disebut dengan demokrasi, tidak lain merupakan perwujudan kehendak
presiden dalam rangka menempatkan dirinya sebagai satu-satunya institusi yang
paling berkuasa di Indonesia.