Anda di halaman 1dari 20

TUGAS PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN

“TRADISI SIFON SUKU ATOIN METO DI NUSA TENGGARA TIMUR”

OLEH KELOMPOK 3:

1. EUNIKE FEBRIANI 1811008


2. KARLINA ARDI W 1811017
3. SUHARTININGSIH 1811027
4. TRI INDRIAWATI 1811029

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN JALUR NON REGULER
2018/ 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa dengan
segala rahmat dan kasihnya yang telah diberikan kepada kami, sehingga kami
dapat menyelsaikan makalah yang berjudul TUGAS PSIKOSOSIAL DAN
BUDAYA DALAM KEPERAWATAN “TRADISI SIFON SUKU ATOIN
METO DI NUSA TENGGARA TIMUR”
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, namun dengan
demikian kami sebagai penulis makalah berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi siapapun yang membaca.
Kami harapkan juga makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita
semua mengenai teori tentang keperawatan sebagai disiplin ilmu dan profesi.
Serta menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua. Amin.

Surabaya, Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………….……………………………… ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1
1. Latar Belakang………………………………………………………
1
2. Rumusan Masalah…………………………………………………..
3
3. Tujuan………………….…………………………………………….
3
BAB II PEMBAHASAN……………………………………….....……... 4
2.1. Pengertian Budaya dan Kesehatan………………………….…….. 4
2.2. Pengertian Sifon .....................……………………………………… 4
2.3. Tujuan dari Sifon ......................……………………………….…… 7
2.4. Prosesi dari Pelaksanaan Sifon ……………………..............…….. 7
2.5. Dampak-dampak yang ditimbulkan dari Sifon .............................. 9
BAB III TINJAUAN KASUS……………………….....……………….. 10
3.1. Pengkajian Transkultural Nursing ................................................. 10
3.2. Diagnosis Keperawatan Lintas Budaya .......................................... 12
3.3. Perencanaan Keperawatan Lintas Budaya .................................... 12
3.4. Pendekatan atau Teknik Transkultural Nursing .......................... 17
BAB IV PENUTUP……………………………………........…………… 20
4.1. Kesimpulan ........................................................................................ 20
4.2. Saran ................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 21

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia terkenal dengan budayanya yang beraneka ragam. Budaya
tersebut merupakan pewarisan dari nenek moyang yang lahir jauh sebelum
kita ada. Terkadang banyak budaya di Indonesia yang belum hilang dan
tidak kita ketahui, contonya sepert Sifon.
Tradisi ritual Sifon adalah tradisi sunatan untuk laki-laki dewasa
(biasanya untuk mereka yang sudah beristri dan punya anak) yang dalam
proses penyembuhannya harus melakukan hubungan badan dengan
perempuan tertentu yang bukan istri atau anggota keluarga dekat. Mereka
menolak proses penyunatan sejak masa kanak-kanak, karena diyakini tidak
sehat dan bisa menyebabkan impoten. Tradisi ritual ini muncul dan
berkembang sampai sekarang (kendatipun sudah hampir punah dan
dilakukan dengan sembunyi-sembunyi) di daerah Timor Barat terutama di
suku Atoni Meto dan Dawan Timur Tengah Selatan (TTS), suku Malaka di
Timur Tengah Utara dan beberapa daerah di kabupaten Belu. Beberapa
tempat ini termasuk bagian wilayah dari propinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT) Ritual sifon ini biasanya dilakukan pada setiap musim panen.
Tujuannya adalah untuk membersihkan diri dari berbagai macam
penyakit, juga membersihkan diri dari noda dosa dan pengaruh bala setan
dan secara biologis dimaksudkan untuk menambah kejantanan dan
keperkasaan seorang pria dewasa. Proses ritual ini berupa prosesi, yang
diawali dengan penyerahan mahar berupa ayam, pernak-pernik dan
sejumlah uang kepada dukun sunat atau Ahelet. Selanjutnya pasien akan
dihantar ke sungai untuk melakukan pengakuan dosa atau Naketi. Laki-
laki yang layak disunat adalah mereka yang mengakui dengan jujur kepada
Ahelet bahwa dalam kehidupan sehari-hari telah sering melakukan
hubungan badan dengan beberapa wanita. Sementara yang belum pernah
1
akan ditolak Ahelet.
Setelah pengakuan dosa Ahelet akan mulai proses penyunatan pasien
dengan menggunakan sebilah sembilu atau pisau. Jika sudah disunat
pasien akan dikembalikan ke sungai untuk seterusnya melakukan
pembersihan dan proses penyembuhan. Dan ini dilakukan secara rutin
dalam jangka waktu seminggu atau bahkan lebih. Tetapi proses
penyembuhan yang sesungguhnya adalah Sifon itu sendiri. Yakni ketika
dalam keadaan luka yang masih belum sembuh total, si pasien harus
melakukan hubungan badan dengan perempuan tertentu, yang telah
disediakan oleh Ahelet atau yang dipersiapkan sendiri oleh si pasien.
Dengan persyaratan bahwa setelah melakukan hubungan badan dengan
perempuan yang bersangkutan, si pasien tidak diperbolehkan untuk
melakukan hubungan badan dengannya sampai akhir hayat. Sementara
untuk pria lain diperbolehkan oleh Ahelet.
Pada era saat ini, dimana IPTEK sudah berkembang pesat, dan ilmu
pengetahuan sudah lebih rasional, maka budaya Sifon ini sangat dilarang.
Hal tersebut dikarenakan budaya tersebut tidaklah baik bagi kesehatan
fisik maupun mental masyarakat.
Akibat yang paling jelas dari tradisi itu yaitu penularan HIV atau
AIDS. Menurut penelitian negara Indonesia merupakan negara dengan
jumlah penderita HIV/AIDS yang tidaklah sedikit. Dari tradisi ini dapat
menyebabkan penularan penyakit HIV/AIDS yang lebih cepat dan lebih
banyak.
Sedangkan pada tahun 1948, WHO menyebutkan bahwa diperolehnya
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah suatu hak yang
fundamental bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang
dianut dan tingkat sosial ekonominya. Tentunya dalam hal kesehatan tidak
dianjurkan untuk melakukan hal demikian, karena dapat menyebabkan
penularan penyakit.

2
1.2Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana proses pelaksanaan Sifon?
1.2.2. Bagaimana pandangan keperawatan tentang Sifon?

1.3Tujuan
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami
proses tradisi Sifon di salah satu suku di NTT.

2. Tujuan khusus
1. Menjelaskan tentang adat Sifon.
2. Mengaplikasikan asuhan keperawatan kepada adat Sifon
1.4

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Budaya dan Kesehatan


Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi(budi atau akal) diartikan sebagai hal-
hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah
atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur”
dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat
kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan
perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi
banyak kegiatan sosial manusia.
Kesehatan menurut UU.23 tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan
bahwa, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial
yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam
pengertian tersebut, maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan
yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial yang didalamnya
kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.

2.2 Pengertian Sifon


Sifon merupakan suatu tradisi yang berkembang di daerah timor barat
terutama di suku atoni meto dan Dawan Timur Tengah Selatan, suku
Malaka ditimur tengah Utara dan nusa Tenggara Timur ( NTT ) dan
beberapa daerah di Kabupaten Belu . Tradisi ritual sifon adalah tradisi
sunatan yang berlaku bagi laki-laki dewasa ( biasanya bagi mereka yang
sudah memiliki istri dan juga anak ) yang dalam proses penyembuhannya
harus melakukan hubungan badan dengan perempuan yang bukan istri atau
4
anggota keluarga dekat. Mereka melakukan sunat saat dewasa karena
menolak proses penyunatan pada masa kanak- kanak, mereka meyakini
jika proses penyunatan dilakukan pada masa kanak- kanak akan
menyebabkan impoten.
Sifon bertujuan untuk membersihkan diri dari berbagai macam
penyakit, juga membersihkan diri dari noda dosa dan pengaruh bala setan
dan secara biologis dimaksudkan untuk menambah kejantanan dan
keperkasaan seorang pria dewasa.
Pada tradisi sifon ini, alat yang digunakan sebagai pemotong alat
kelamin pria (penis) adalah lsquo (pemotong ) dan rsquo (tradisional) yang
sangatlah tidak higienis, yakni berupa potongan bambu tipis atau pisau.
Serta air hangat atau dingin yang di gunakan untuk mengurangi rasa sakit.
Yang dimaksud sifon sendiri yakni ketika alat kelamin pria masih
dalam keadaan luka yang masih belum sembuh total, pasien harus
melakukan hubungan badan dengan perempuan tertentu, yang telah
disediakan oleh Ahelet atau yang dipersiapkan sendiri oleh pasien. Dengan
persyaratan bahwa setelah melakukan hubungan badan dengan perempuan
yang bersangkutan, si pasien tidak diperbolehkan untuk melakukan
hubungan badan dengannya sampai akhir hayat. Sementara untuk pria lain
diperbolehkan melakukan hubungan badan oleh Ahelet.
Perempuan yang menjadi media Sifon, haruslah perempuan yang
sudah terbiasa melakukan hubungan seksual dan pernah melahirkan.
Pada umumnya, perempuan media Sifon adalah janda, istri orang lain,
atau perempuan yang biasa diminta menerima ajakan hubungan seksual
oleh lelaki yang melakukan Sifon. Perempuan-perempuan media Sifon
tersebut ada yang disediakan oleh Ahelet, sebagai bagian dari tanggung
jawabnya melakukan ritual Sifon dan ada yang dicari sendiri oleh lelaki
pelaku ritual Sifon. Setelah melakukan Sifon, perempuan media Sifon
diberi imbalan berupa uang sebesar kurang lebih Rp. 250.000,- (Duat
Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) atau binatang ternak, berupa ayam.
Ada tiga tahapan penyembuhan luka khitan dalam Tradisi Sifon, yang
harus dilakukan oleh lelaki pelaku ritual Sifon, sebagaimana dipaparkan
5
dalam tabel berikut:
Kriteria
Perempuan
Jenis Kondisi Status Tujuan Media Praktek
Hubungan Luka Hubungan Hubungan Hubungan
No. Keterangan
Seksual Khitan Seksual Seksual Seksual
1 Sifon ; Luka khitan Wajib Membuang panas Perempuan yang Berakibat
Sufun ; belum tubuh, sudah pernah fatal, jika tidak
Polen sembuh mengembalikan melahirkan. dilaksanakan.
Maputu (sekeliling fungsi organ
luka khitan seksual,
baru mulai meningkatkan
mengering) status sosial.
2 Saeb Aof ; Luka khitan Tidak wajib, Membersihkan Perempuan Tidak
Oe'kane . baru sembuh. bersifat penis dari selaput berusia lebih berdampak
anjuran kasar bekas luka, muda dan fatal jika tidak
memulihkan sudah pernah dilakukan,
kebugaran dan melakukan tetapi ada
memperkuat hubungan beberapa
penis seksual. Ahelet yang
mewajibkan
3 Haekit ; Luka khitan Tidak wajib, Membersihkan Perempuan Tidak
Taknino ; sudah bersifat selaput kasar berusia lebih berdampak
Waekane ; sembuh anjuran pada penis bekas muda dan fatal jika tidak
Haukena ; luka khitan sudah dilakukan,
Hainikit pernah tetapi ada
melakukan beberapa
hubungan Ahelet yang
seksual. mewajibkan

6
Persepsi perempuan Suku Atoni Pah Meto terhadap Tradisi Sifon
dibangun berdasarkan pengalaman hidupnya sebagai bagian integral dari
masyarakat Suku Atoni Pah Meto, serta pengaruh dari sistem nilai budaya
masyarakat Suku Atoni Pah Meto. Meskipun perempuan Suku Atoni
Pah Meto mempunyai akses untuk mendapatkan pengetahuan tentang
Tradisi Sifon, namun ternyata pengetahuan perempuan Suku Atoni Pah
Meto tentang Tradisi Sifon sangat terbatas. Perempuan Suku Atoni Pah
Meto hanya mampu menjelaskan tujuan dan manfaat sifon saja, tetapi
tidak mampu menjelaskan tentang proses pengkhitanan dan Sifon secara
teknis.
Perempuan Suku Atoni Pah Meto mempunyai sikap yang positif
terhadap Tradisi Sifon. Mereka memberikan dukungan moril dan materiil
kepada para suami atau lelaki yang akan melaksanakan Tradisi Sifon.
Dukungan moril yang diberikan oleh perempuan Suku Atoni Pah Meto
kepada suaminya berbentuk doa-doa agar prosesi Sifon yang
dilaksanakan oleh suaminya berjalan lancar. Adapun bentuk dukungan
materiilnya adalah turut serta mencarikan uang untuk membiayai
pelaksanaan Tradisi Sifon.

2.3 Tujuan dari Sifon


Tradisi Sifon sendiri memiliki beberapa maksud bagi sejumlah masyarakat
suku tertentu dalam pelaksanaanya, antara lain adalah :
1) Untuk membersihkan diri dari berbagai macam penyakit.
2) Untuk membersihkan diri dari noda dosa .
3) Untuk menjauhkan dari bala setan .
4) Secara biologis dimaksudkan untuk menambah kejantanan dan keperkasaan
seorang pria dewasa.

2.4 Prosesi dari Pelaksanaan Sifon


Sifon sendiri memiliki tahap-tahap khusus dalam pelaksanaannya.
Diawali dengan penyerahan mahar berupa ayam, pernak-pernik dan
sejumlah uang kepada dukun sunat atau Ahalet. Selanjutnya pasien akan
7
dhantar ke sungai untuk melakukan pengakuan dosa atau Naketi.
Laki-laki yang layak disunat adalah mereka yang mengakui dengan
jujur kepada Ahalet bahwa dalam kehidupan sehari-hari telah sering
melakukan hubungan badan dengan beberapa wanita. Sementara yang
belum pernah akan ditolak ahalet. Prosesi sifon dilakukan di sungai
guna mencegah pemuda tersebut kehilangan banyak darah setelah
disunat. Pasalnya, ahelet akan melakukan sunat pakai bambu yang
diruncingkan bukannya pakai laser atau pisau bedah steril.
Sunatan akan diawali dengan menjepit kulit kulup pakai
bambu. Setelahnya, luka di penis akan dibalut dengan daun kom
dengan tujuan mengurangi perdarahan. Untuk mengganti darah
yang keluar, ahelet akan meminta sang pemuda untuk meminum
darah ayam dicampur dengan air kelapa.
Ritual kemudian ditutup dengan hubungan seksual dengan
tujuan menyembuhkan luka sunat dan membuang kesialan.
Hubungan seksual dilakukan dengan perempuan asing yang tidak
ada hubungan keluarga maupun kerabat dengan lelaki tersebut. Ini
dikarenakan perempuan tersebut dipercaya akan menerima
“panas” dari sang lelaki yang disunat, sehingga tidak boleh
berhubungan lagi dengan lelaki yang sama.
Selain untuk mengusir penyakit dan membawa sial, istilah
“panas” juga merujuk pada pembaruan jiwa menjadi suci seperti
kali pertama dilahirkan, sekaligus meminta berkah kesuburan
alam. Hubungan seksual dengan perempuan yang tidak dikenalnya
juga dipercaya dapat mempercepat proses penyembuhan luka
sunat.
Biasanya ritual sifon ini dilakukan pada setiap musim panen. Tradisi
yang sama juga dikenal di beberapa daerah di Papua Nugini dan Vanuatu.

2.5 Dampak-dampak yang ditimbulkan dari Sifon


Berhubungan seks dengan gonta-ganti pasangan dan ketidaktahuan
dalam menjaga kesehatan alat kelamin hingga tidak mengerti mengenai
melakukan hubungan seks yang aman adalah faktor yang utama penyebab
terjadinya penyakit kelamin, dan juga penggunaan alat yang tidak steril
yaitu babu dalam melakukan penyunatan sehingga dapat menimbulkan
infeksi pada luka penyunatan . Begitu juga dengan yang terjadi pada
prosesi Sifon karena tidak baik dalam kesehatan. Dengan melakukan
hubungan badan dengan orang yang bukan pasangannya secara bergonta-
ganti dan dalam keadaan alat kelamin pria yang belum sembuh total dapat
menimbulkan penyakit-penyakit kelamin berbahaya seperti HIV/ AIDS,
gonore, sifilis dan penyakit kelamin lainnya.

9
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.5. Pengkajian Transkultural Nursing


Pengkajian budaya Sifon berdasarkan teori “Sunrise Model” antara
lain sebagai berikut.

3.1.1. Faktor teknologi


Pada tahun-tahun sebelum 2002 hubungan dari wilayah Kapan ke kota
Kupang atau SoE belum begitu lancar jalan-jalan di desa belum
diaspal sehingga para pria di desa melakukan sifon dengan wanita di desa
bukan dengan PSK, di Kupang, namun setelah tahun 2002, jalan aspal
antara Kapan ke Eban selesai seluruhnya dibangun maka trandportasi dari
desa-desa di wilayah Kapan ke Eban menjadi lancar, diduga mulai banyak
pria yang melakukan sifon dengan PSK di lokalisasi di Kupang.

3.1.2. Faktor agama dan falsafah hidup


Penduduk Kecamatan Molo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan
(TTS), Pulau Timor – Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mayoritas
beragama Kristen Protestan.

3.1.3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga


Berdasarkan wawancara dengan beberapa Kepala Desa, umumnya
mereka menyatakan “sifon” bukan merupakan masalah, sehingga belum
merasa perlu melakukan pelarangan terhadap pelaksanaan sifon. Sifon
yang dilakukan oleh pria beristri juga dilakukan atas dasar persetujuan
istri.

3.1.4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup


Responden menyatakan tidak keberatan terhadap pelaksanaan sifon
10
baik responden wanita maupun laki-laki, dengan sarat bahwa sifon
tersebut dilakukan dengan wanita yang jelas-jelas tidak menjadi istri
seseorang. Jika sifon dilakukan dengan istri orang, secara adat telah
melanggar hukum adat yakni menggauli istri orang dengan hukuman
membayar denda atau dibunuh (dipotong). Jadi secara budaya perbuatan
sifon dianggap tidak melanggar adat dan budaya mereka.

3.1.5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku


Dalam jurnal dijelaskan berdasarkan wawancara dengan istri para pria
yang melakukan sifon, istrinya mengaku sama sekali tidak keberatan
ketika suaminya melakukan sifon, dan pada umumnya para istri mengaku
memang menghendaki agar suaminya melakukan sunat dan secara tidak
langsung menghendaki suaminya tersebut melakukan sifon dengan
alasan karena sunat itu dilakukan untuk kepentingan mereka sendiri,
dengan kata lain kalau fungsi “alat” suami baik, istri juga ikut
menikmati. Maka atas dasar kenyataan ini maka pasal 284 KUHP tersebut
di atas tidak dapat diterapkan pada sifon, dengan kata lain Sifon tidak
melanggar KUHP, karena pihak istri memang menghendaki suaminya
melakukan sunat dan sifon.

3.1.6. Faktor Ekonomi


Kecamatan Molo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS),
Pulau Timor – Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Jarak dari Kapan ke
Kota SoE (Ibukota TTS) + 25 km, daerahnya bertopografi tidak rata,
berbukit-bukit dan merupakan daerah penghasil buah-buahan (jeruk dan
alpukad) di TTS. Mata pencaharian utama adalah petani.

3.1.7. Faktor pendidikan


Sunat dan ritual sifon umumnya dilakukan oleh pria yang sudah
beristri maupun belum beristri dan kebanyakan pria Atoin Meto di
Kapan melaksanakan sunat pada usia setelah lulus Sekolah
Dasar yang tidak mampu melanjutkan sekolahnya.
11
3.2. Diagnosis Keperawatan Lintas Budaya
Diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan kasus budaya yang
ada pada suku Atoni Meto di Timur Tengah Selatan (TTS) propinsi Nusa
Tenggara Timur yaitu sebagai berikut.
1. Ketidakefektifan koping komunitas suku Atoni Meto berhubungan
dengansosial budaya masyarakat terhadap tradisi sifon (ritual hubungan
seks pasca sunat tradisional pada beberapa etnis timor).
2. Resiko infeksi penyakit menular seksual berhubungan dengan perilaku
budaya tradisi sifon.
3. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi pasca sunat tradisional.
4. Harga diri rendah kronis maleuk (perempuan korban ritual sifon)
berhubungan dengan persepsi ketidaksesuaian antara norma budaya dan
diri, persepsi kurang dihargai oleh orang lain.

3.3. Perencanaan Keperawatan Lintas Budaya


Perencanaan keperawatan untuk masyarakat suku Atoni Meto yaitu
dengan melakukan cultural care repartening atau rekonstruksi yaitu
merubah budaya klien karena bertentangan dengan kesehatan, karena
tradisi sifon ini dilakukan pada saat luka sunat belum sembuh sempurna
dan masih terdapat bengkak berair yang apabila dimanipulasi atau
dilakukan hubungan seksual maka bengkak tersebut pecah sehingga
menimbulkan resiko invasi kuman penyakit terutama penyakit menular
seksual, terlebih lagi pada saat ini wanita yang menjadi korban sifon
merupakan pekerja seks komersial (PSK). Selain itu, budaya ini
bertentangan dengan agama dan kesehatan sehingga akan lebih baik
apabila budaya ini ditiadakan. Beberapa perencanaan keperawatan yang
dapat dilakukan yaitu sebagai berikut.

12
Tujuan dan kriteria
No Diagnose keperawatan Intervensi
hasil
1. Ketidakefektifan koping Tujuan: 1. Berikan informasi
komunitas suku atoni meto Setelah dilakukan kepada masyarakat
berhubungan dengan sosial tindakan atau komunitas
budaya masyarakat terhadap keperawatan suku atoni meto
tradisi sifon (ritual hubungan diharapkan tentang sirkumsisi
seks pasca sunat tradisional pada masyarakat dapat berdasakan
beberapa etnis timor) menyadari bahwa perspektif
ritual sifon kesehatan
Data subjektif: menimbulkan 2. Berikan informasi
1. Masyarakat berkeyakinan dampak buruk bagi kepada klien
bahwa tradisi sifon ini kesehatan tentang pelayanan
bermanfaat bagi vitalitas Kriteria hasil: kesehatan
seorang pria 1. Masyarakat 3. Berikan
2. Masyarakat menyatakan tidak melakukan kesempatan klien
apabila sifon tidak tradisi sifon untuk melihat dan
dilakukan dapat kembali memahami
mengakibatkan timbulnya 2. Masyarakat perbedaan budaya
“masalah fungsi” dari alat pergi ke petugas antara masyarakat
kelamin pria misalnya kesehatan untuk dan kesehatan
lemah syahwat atau melakukan 4. Berikan
impotensi. sirkumsisi kesempatan
3. Masyarakat masyarakat untuk
Data objektif: dapat mengidentifikasi
1. Tidak ada satupun melakukan dampak dari
masyarakat yang perawatan luka budaya sifon yang
menyatakan keberatan sirkumsisi selama ini
terhadap pelaksanaan sifon secara mandiri dilakukan
baik responden wanita dengan baik
maupun laki-laki
2. Dari tahun ke tahun
prevalensi penyakit menular
seksual mengalami
13
peningkatan namun
masyarakat tetap melakukan
budaya ini
2. Resiko infeksi penyakit menular Tujuan: 1. Jelaskan pada klien
seksual berhubungan dengan Setelah dilakukan tentang penyakit
perilaku budaya tradisi sifon tindakan menular seksual
keperawatan 2. Jelaskan pada klien
3.4. Pendekatan atau Teknik Transkultural Nursing
Pendekatan atau teknik yang digunakan dalam transkultural nursing
dalam budaya sifon yaitu restrukturisasi budaya karena tradisi ini memiliki
banyak dampak negatif pada masyarakat suku Meto seperti resiko infeksi,
nyeri, dan resiko penularan penyakit menular seksual (PMS). Dalam upaya
merestrukturisasi budaya ini dapat dilakukan beberapa teknik pendekatan
pada masyarakat suku Meto antara lain dengan pendekatan melalui
komunikasi, strata sosial, dan lokasi.

3.4.1. Komunikasi
Dalam melakukan pendekatan pada masyarakat suku Atoni Meto
dapat digunakan teknik komunikasi. Teknik komunikasi disini dapat
dilakukan dengan menggunakan bahasa yang sama dengan suku Atoni
Meto yaitu bahasa Uab Meto dalam memberikan asuhan keperawatan
tentang gambaran umum tentang tradisi sifon, manfaat, dampak negatif,
dan sebagainya pada suku Atoni Meto. Apabila perawat tidak menguasai
bahasa Uab Meto, perawat dapat menggunakan seorang penerjemah yang
mengerti bahasa Indonesia dan bahasa Atoni Meto dalam menyampaikan
asuhan keperawatan yang akan diberikan.

3.4.2. Strata sosial


Pendekatan pada masyarakat suku Atoni Meto juga dapat dilakukan
melalui strata sosial. Perawat dapat melakukan pendekatan kepada pemuka
agama, kepala desa, kepala suku, atau seseorang yang disegani oleh
penduduk suku Atoni Meto. Sebelum melakukan asuhan keperawatan pada
penduduk Atoni Meto, akan lebih baik apabila rencana asuhan
keperawatan tersebut telah didukung oleh orang-orang yang dianggap
penting dalam suku tersebut.

14
3.4.3. Ruang
Dalam memberikan intervensi keperawatan pada suku Atoni Meto,
perawat harus pandai mengambil peluang yang dapat digunakan untuk
memberikan intervensi keperawatan tersebut. Peluang biasanya akan
muncul ketika telah tercipta hubungan saling percaya antara perawat dan
masyarakat suku Atoni Meto. Dengan adanya peluang tersebut, perawat
dapat masuk dalam suku tersebut dan akan tercipta suatu hubungan timbal
balik antara perawat dan masyarakat suku Atoni Meto.

3.4.4. Waktu
Perawat harus dapat mengidentifikasi waktu yang tepat dalam
memberikan asuhan keperawatan yang telah direncanakannya kepada
masyarakat Atoni Meto. Perawat tidak boleh langsung menjastifikasi
kebudayaan yang dimiliki oleh suku Atoni Meto tersebut. Perawat harus
melakukan pendekatan secara perlahan-lahan kepada masyarakat untuk
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat suku tersebut.

15
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Tradisi Sifon di NTT merupakan budaya yang memiliki pengaruh
besar tehadap kesehatan Karena dalam pelaksanaannya, prosesi ini dapat
menjadi jalan menularnya penyakit menular seksual secara cepat selain itu
juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada luka sunat karena alat
yang digunakan tidak steril menggunakan bambu.
Penyakit menular itu seperti Gonorrhea & Chlamydia, Herpes, Infeksi
Jamur, Syphilis, Kutu Kelamin, Kutu Di Bawah Kulit, AIDS (Acquired
Immune Deficiency Syndrome)/HIV Disease dan penyakit kelamin
lainnya.

4.2. Saran
Budaya masayarakat yang sudah terjadi seperti penjelasan diatas
sebaiknya dihentikan atau tidak ada pengawasan dari medis untuk tindakan
tersebut agar apabila terjadi suatu kesalahan yang bisa mengakibatkan
kecacatan atau kematian medis dapat bertindak secepat mungkin untuk
memperkecil kemungkinan tersebut. Karena budaya susah untuk
dihilangkan, tapi bisa diperbaharui.

16
DAFTAR PUSTAKA

Media Indonesia, 6 November 2010, Tradisi Sifon Suku Atoni Meto

Ngongo, Theresia Tresa Christina, 2010, Persepsi Masyarakat Mengenai Tradisi


Sifon (Studi Kasus Komunikasi Budaya pada Masyarakat Desa
Noenoni Kecamatan Oenino Kabupaten Timor Tengah
Selatan). Manual. Faculty of Social and Politic Science : Department of
Communication Science, Kupang

Purnawan, Sigit dkk, 2007, Kajian Hubungan Budaya Sifon (Ritual Hubungan
Sex Pasca Sunat Tradisional Pada Beberapa Etnis Timor) Dengan Hak
Wanita Dan Pertumbuhan Penyakit Kelamin, MKM Vol. 02 №01 Juni
2007

Tradisi Sunat Sifon di Timor Tengahhttp://www.kanal.web.id/2016/01/tradisi-


sunat-sifon-di-timor-tengah.html

, 2008, Sunat Ritual: Religiositas, dan Identitas Kultural Orang


Dawan di NTT, Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Depdiknas.

Andrew . M & Boyle. J.S. 1995. Transcultural Concepts in Nursing Care. 2nd
Ed. Philadelphia: JB Lippincot Compan

Leininger. M & McFarland. M.R. 2002. Transcultural Nursing: Concepts,


Theories, Research and Pra ctice, 3rd Ed. USA: Mc-Graw Hill
Companies
17

Anda mungkin juga menyukai