DEFINISI
Menurut (Heriana, 2014) Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana
manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda kesehatan
adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja.
Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan
musculoskeletal.
Aktivitas maupun latihan didefinisikan sebagai suatu aksi energetik atau keadaan
bergerak. Kehilangan kemampuan bergerak walaupun pada waktu yang singkat memerlukan
tindakan-tindakan tertentu yang tepat baik oleh klien maupun perawat. (Priharjo, 1993 : 1 ).
Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) dini menurut Carpenito tahun 2000 adalah suatu
upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita
untuk mempertahankan fungsi fisiologis.
B. ETIOLOGI
1
seperti trauma langsung oleh benda tajam yang merusak kontinuitas otot. Kerusakan tendon
atau ligament, radang dan lainnya.
2. Gangguan pada skelet
Rangka yang menjadi penopang sekaligus poros pergerakan dapat terganggu pada
kondisi tertentu hingga mengganggu pergerakan atau mobilisasi. Beberapa penyakit dapat
mengganggu bentuk, ukuran maupun fungsi dari sistem rangka diantaranya adalah fraktur,
radang sendi, kekakuan sendi dan lain sebagainya.
3. Gangguan pada sistem persyarafan
Syaraf berperan penting dalam menyampaikan impuls dari dank e otak. Impuls tersebut
merupakan perintah dan koordinasi antara otak dan anggota gerak. Jadi, jika syaraf terganggu
maka akan terjadi gangguan penyampaian impuls dari dank e organ target. Dengan tidak
sampainya impuls maka akan mengakibatkan gangguan mobilisasi.
Mekanisme kusal terjadinya penyakit yaitu dari suatu ateroma (endapan lemak) bisa
terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran
darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan
normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari
dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat
karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu
katupnya. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh
darah di otak dan menyebabkan Stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang
pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini
terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau
pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot
dan spastisitas kontralateral serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral
presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi ocular(deviation conjugee)”
(akibat kerusakan area motorik penglihatan), hemianopsia (radiasi optikus), gangguan bicara
motorik dan sensorik (area bicara broca dan wernicke dari hemisfer dominan), gangguan
persepsi spasial, apraksia, hemineglect (lobus parietalis).
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral (akibat kehilangan girus presentralis dan postsentralis bagian medial), kesulitan
berbicara (akibat kerusakan area motorik tambahan) serta apraksia pada lengan kiri jika korpus
2
kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu.
Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari
sistem limbic. Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral
parsial (korteks parsial primer) dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan
terjadi kehilangan memori (lobus temporalis bagian bawah).Penyumbatan arteri karotis atau
basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan
anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna
(hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena (Gigbregs, 2007) .
Nilai Aktivitas dan Latihan
1) Kategori tingkat kemampuan aktivitas
Tingkat Kategori
Aktivitas/Aktivitas
0 Mampu merawat sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan
3
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan 80-90
dari posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 70-90
arah belakang sejauh mungkin
Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke 0-20
sisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke 30-50
arah kelingking telapak tangan
menghadap ke atas.
Tangan dan Fleksi: buat kepalan tangan 90
jari Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 30
belakang sejauh mungkin
Abduksi: kembangkan jari tangan 20
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari 20
posisi abduksi
4
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh
HY (tindakan penanganan)
- Fisiotheraphy
- Latihan mobilisasi ringan seperti; miring kanan - miring kiri
5
6
E. KOMPLIKASI
Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur
Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol/hipotensi orthostatic
Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dan dangkal
Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan
Status emosi stabil (Rosidawati, dkk 2008)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Diagnostik
a) Foto Rontgen (Untuk menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan
perubahan hubungan tulang).
b) CT Scan tulang (mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah
yang sulit untuk dievaluasi)
c) MRI (untuk melihat abnormalitas : tumor, penyempitan jalur jaringan lunak melalui
tulang)
2. Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah dan urine
b) Pemeriksaan Hb
G. PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsung sepanjang kehidupan dan
episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang khidupan, mobilitas dan aktivitas
tergantung pada system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses
episodic pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat timbul
akibat imobilitas atau ketidakaktifan.
7
penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemliharaan fungsi dan pencegahan
komplikasi. (Tarwoto & Wartonah, 2006)
3. Penatalaksanaan terapeutik
8
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI
Pengkajian pada masalah pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan adalah sebagai
berikut:
1. Riwayat keperawatan sekarang
Pengkajian ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadi gangguan kebutuhan aktivitas
dan latihan.
2. Riwayat keperawatan penyakit yang pernah diderita
Pengkajian ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan aktivitas.
3. Kemampuan fungsi motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan dan kaki baik kanan dan kiri untuk menilai
ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastic.
4. Kemampuan aktivitas
Pengkajian ini untuk menilai kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan
berpindah tanpa bantuan.
5. Kemampuan rentang gerak
Pengkajian ini dilakukan pada daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki.
6. Perubahan intoleransi aktivitas
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan pada system pernafasan,
antara lain: suara nafas, analisa gas darah, gerakan dinding thorak, adanya mukus, batuk yang
produktif diikuti panas, dan nyeri saat respirasi. Sedangkan yang berhubungan dengan
perubahan system kardiovaskuler, seperti nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer,
adanya thrombus, serta perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan
posisi.
7. Kekuatan otot dan gangguan koordinasi
Kekuatan otot dapat dikaji secara bilateral atau tidak.
8. Perubahan fisiologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan aktivitas dan
iaktivitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme
koping, dan lain-lain.
9
Diagnosa 1 : Resiko intoleransi aktivits
1. Definisi
Risiko untuk mengalami ketidakcukupan energy secara fisiologis atau psikologis dalam
memenuhi aktivitas sehari hari yang dibutuhkan atau diperlukan.
2. Batasan Karakteristik / faktor resiko
Tidak berpengalaman dalam beraktivitas
Terdapat masalah sirkulasi / respirasi
Riwayat intoleransi
3. Faktor – Faktor yang Berhubungan
Gangguan kardiovaskular
10
Pengobatan
Terapi pembatasan gerak
Kurang pengetahuan mengenai manfaat pergerakan fisik
IMT diatas 75 % sesuai dengan usia
Kerusakan sensori persepsi
Nyeri, tidak nyaman
Kerusakan musculoskeletal dan neuromuscular
Intoleransi aktivitas
Depresi mood atau cemas
Kerusakan kognitif
Penurunan kekuatan otot, control, dan massa
Keengganan untuk memulai gerak
Gaya hidup menetap, tidak fit
Malnutrisi umum atau spesifik
Kehilangan integritas struktur tulang
Keterlambatan perkembangan
Kekakuan sendi atau kontraktur
Keterbatasan daya tahan kardiovaskuler
Berhubungan dengan metabolisme seluler
Keterbatasan dukungan lingkungan fisik atau social
Kepercayaaan terhadap budaya berhubungan dengan aktivitas yang tepat disesuaikan dengan
umur
c. Perencanaan
Dx. 1
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah teratasi
Kriteria Hasil :
berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan/diperlukan
melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang diukur
menunjukan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
Intervensi Rasional
1. kaji respon klien terhadap aktivitas, 1. Membantu dalam respon fisiologi
perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 terhadap stress aktivitas dan, bila ada
kali per menit diatas frekuensi istirahat ; merupakan indicator dari kelebihan
peningkatan TD yang nyata kerja yang berkaitan dengan tingkat
selama/sesudah aktivitas (tekanan aktivitas.
sistolik meningkat 40 mmHg atau
tekanan diastolic meningkat 20 mmHg)
; dispnea atu nyeri dada ; keletihan dan
kelemahan yang berlebihan ; diaphoresis
; pusing/pingsan.
11
3. Berikan dorongan untuk melakukan
aktivitas / perawatan diri bertahap jika
3. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah
dapat ditoleransi. Berikan bantuan peningkatan kerja jantung tiba-tiba.
sesuai kebutuhan. Memberikan bantuan hanya sebatas
kebutuhan akan mendorong
kemandirian dalam melakukan aktivitas
Dx. 2
Tujuan :
setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah teratasi
Kriteria Hasil :
berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan/diperlukan
melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang diukur
menunjukan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
Intervensi Rasional
1. kaji respon klien terhadap aktivitas, 1. Membantu dalam respon fisiologi
perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 terhadap stress aktivitas dan, bila ada
kali per menit diatas frekuensi istirahat merupakan indicator dari kelebihan
; peningkatan TD yang nyata kerja yang berkaitan dengan tingkat
selama/sesudah aktivitas (tekanan aktivitas.
sistolik meningkat 40 mmHg atau
tekanan diastolic meningkat 20 mmHg)
; dispnea atu nyeri dada ; keletihan dan
kelemahan yang berlebihan ;
diaphoresis ; pusing/pingsan.
12
Dx. 3
Tujuan :
Setelah dilakukan asuha keperawatan selama 4 x 24 jam masalah teratasi
Kriteria Hasil :
Klien akan mengungkapkan bertambahnya kekuatan dan daya tahan ekstremitaskatkan
Mampu mengidentifikasi beberapa alternatif untuk membantu mempertahankan tingkat
aktivitas saat sekarang
Berpartisipasi dalam program rehabilitasi untuk meningkatkan kemampuan untuk beraktivitas
Intervensi Rasional
1. Identifikasi factor-faktor yang 1. Memberikan kesempatan untuk
mempengaruhi kemampuan untuk memecahkan masalah untuk
aktif, seperti temperature yang sangat mempertahankan atau meningkatkan
tinggi, insomnia, pemasukan makanan mobilitas.
yang tidak adekuat.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Alimul H, A Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep &
Proses Keperawatan,buku 1. Jakarta: Salemba Medika
2. Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 3.
Jakarta: EGC.
3. Johnson, Marion, Maas, Meridean, and Moorhead, Sue. 2000. Nursing Outcomes
Classification (NOC) second edition. USA: Mosby.
4. McCloskey, Joanne and Bulecheck, Gloria M. 1996. Nursing Intervention
Classification second edition. USA: Mosby.
5. North American Nursing Diagnosis Association. NANDA nursing diagnoses:
definitions and classification 2007-2008. Philadelphia: The association.
6. Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik edisi 4 volume 1. Jakarta: EGC.
7. Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik edisi 4 volume 2. Jakarta: EGC.
8. Long, C. Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan IAPK
9. Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : EGC.
10. Priharjo, Robert. 1993. Perwatan nyeri Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien. Jakarta :
EGC
11. NANDA 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan.
12. Mubarak, Wahit Iqbal ; Nurul Cahyati. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia
Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : EGC
13. Doenges, E. Marilynn.1999.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
14
15