OLEH KELOMPOK 3:
Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa dengan
segala rahmat dan kasihnya yang telah diberikan kepada kami, sehingga kami
dapat menyelsaikan makalah yang berjudul TUGAS PSIKOSOSIAL DAN
BUDAYA DALAM KEPERAWATAN “TRADISI SIFON SUKU ATOIN
METO DI NUSA TENGGARA TIMUR”
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, namun dengan
demikian kami sebagai penulis makalah berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi siapapun yang membaca.
Kami harapkan juga makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita
semua mengenai teori tentang keperawatan sebagai disiplin ilmu dan profesi.
Serta menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua. Amin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………….……………………………… ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang……………………………………………………… 1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………….. 3
1.3. Tujuan………………….……………………………………………. 3
BAB II TINJAUAN TEORI……………………………………………... 4
2.1. Sejarah……………………………………………………………….. 4
2.2. Lingkup Teori (Theory Scope)……………………………………… 5
2.3. Konteks Teori (Theory Context)……………………………….…… 7
2.4. Isi Teori (Theory Content)…………………………………….…….. 11
BAB III PENERAPAN TEORI DARI ANNE BOYKIN DAN SAVINA O.
SCHOENHOFER DALAM ASUHAN
KEPERAWATAN……………………………………………………….. 18
BAB IV KESIMPULAN………………………………………………… 19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
Setelah pengakuan dosa Ahelet akan mulai proses penyunatan pasien dengan
menggunakan sebilah sembilu atau pisau. Jika sudah disunat pasien akan
dikembalikan ke sungai untuk seterusnya melakukan pembersihan dan proses
penyembuhan. Dan ini dilakukan secara rutin dalam jangka waktu seminggu atau
bahkan lebih. Tetapi proses penyembuhan yang sesungguhnya adalah Sifon itu
sendiri. Yakni ketika dalam keadaan luka yang masih belum sembuh total, si
pasien harus melakukan hubungan badan dengan perempuan tertentu, yang telah
disediakan oleh Ahelet atau yang dipersiapkan sendiri oleh si pasien. Dengan
persyaratan bahwa setelah melakukan hubungan badan dengan perempuan yang
bersangkutan, si pasien tidak diperbolehkan untuk melakukan hubungan badan
dengannya sampai akhir hayat. Sementara untuk pria lain diperbolehkan oleh
Ahelet.
Pada era saat ini, dimana IPTEK sudah berkembang pesat, dan ilmu
pengetahuan sudah lebih rasional, maka budaya Sifon ini sangat dilarang. Hal
tersebut dikarenakan budaya tersebut tidaklah baik bagi kesehatan fisik maupun
mental masyarakat.
Akibat yang paling jelas dari tradisi itu yaitu penularan HIV atau AIDS.
Menurut penelitian negara Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita
HIV/AIDS yang tidaklah sedikit. Dari tradisi ini dapat menyebabkan penularan
penyakit HIV/AIDS yang lebih cepat dan lebih banyak.
Sedangkan pada tahun 1948, WHO menyebutkan bahwa diperolehnya
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah suatu hak yang fundamental
bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat
sosial ekonominya. Tentunya dalam hal kesehatan tidak dianjurkan untuk
melakukan hal demikian, karena dapat menyebabkan penularan penyakit.
5
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana proses pelaksanaan Sifon?
1.2.2. Bagaimana pandangan keperawatan tentang Sifon?
1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami
proses tradisi Sifon di salah satu suku di NTT.
1.3.2. Tujuan khusus
1. Menjelaskan tentang adat Sifon.
2. Mengaplikasikan asuhan keperawatan kepada adat Sifon
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
Sifon bertujuan untuk membersihkan diri dari berbagai macam penyakit, juga
membersihkan diri dari noda dosa dan pengaruh bala setan dan secara biologis
dimaksudkan untuk menambah kejantanan dan keperkasaan seorang pria dewasa.
Pada tradisi sifon ini, alat yang digunakan sebagai pemotong alat kelamin pria (penis)
adalah lsquo (pemotong ) dan rsquo (tradisional) yang sangatlah tidak higienis, yakni
berupa potongan bambu tipis atau pisau. Serta air hangat atau dingin yang di gunakan
untuk mengurangi rasa sakit.
Yang dimaksud sifon sendiri yakni ketika alat kelamin pria masih dalam keadaan
luka yang masih belum sembuh total, pasien harus melakukan hubungan badan
dengan perempuan tertentu, yang telah disediakan oleh Ahelet atau yang dipersiapkan
sendiri oleh pasien. Dengan persyaratan bahwa setelah melakukan hubungan badan
dengan perempuan yang bersangkutan, si pasien tidak diperbolehkan untuk
melakukan hubungan badan dengannya sampai akhir hayat. Sementara untuk pria lain
diperbolehkan melakukan hubungan badan oleh Ahelet.
Perempuan yang menjadi media Sifon, haruslah perempuan yang sudah terbiasa
melakukan hubungan seksual dan pernah melahirkan. Pada umumnya,
perempuan media Sifon adalah janda, istri orang lain, atau perempuan yang biasa
diminta menerima ajakan hubungan seksual oleh lelaki yang melakukan Sifon.
Perempuan-perempuan media Sifon tersebut ada yang disediakan oleh Ahelet, sebagai
bagian dari tanggung jawabnya melakukan ritual Sifon dan ada yang dicari sendiri
oleh lelaki pelaku ritual Sifon. Setelah melakukan Sifon, perempuan media Sifon
diberi imbalan berupa uang sebesar kurang lebih Rp. 250.000,- (Duat Ratus Lima
Puluh Ribu Rupiah) atau binatang ternak, berupa ayam.
Ada tiga tahapan penyembuhan luka khitan dalam Tradisi Sifon, yang harus
dilakukan oleh lelaki pelaku ritual Sifon, sebagaimana dipaparkan dalam tabel
berikut:
8
Kriteria
Perempuan
Jenis Kondisi Status Tujuan Hubungan Media
Hubungan Luka Khitan Hubungan Seksual Praktek
No. Keterangan
Seksual Seksual Hubungan
Seksual
1 Sifon ; Luka khitan Wajib Membuang panas Perempuan Berakibat
Sufun ; belum tubuh, yang sudah fatal, jika tidak
Polen sembuh mengembalikan pernah dilaksanakan.
Maputu (sekeliling fungsi organ melahirkan.
luka khitan seksual,
baru mulai meningkatkan status
mengering) sosial.
2 Saeb Aof ; Luka khitan Tidak wajib, Membersihkan Perempuan Tidak
Oe'kane . baru sembuh. bersifat penis dari selaput berusia lebih berdampak fatal
anjuran kasar bekas luka, muda dan jika tidak
memulihkan sudah pernah dilakukan, tetapi
kebugaran dan melakukan ada
memperkuat hubungan beberapa
penis seksual. Ahelet yang
mewajibkan
3 Haekit ; Luka khitan Tidak wajib, Membersihkan Perempuan Tidak
Taknino ; sudah bersifat selaput kasar berusia lebih berdampak fatal
Waekane ; sembuh anjuran pada penis bekas muda dan jika tidak
Haukena ; luka khitan sudah dilakukan,
Hainikit pernah tetapi ada
melakukan beberapa
hubungan Ahelet yang
seksual. mewajibkan
9
Persepsi perempuan Suku Atoni Pah Meto terhadap Tradisi Sifon dibangun
berdasarkan pengalaman hidupnya sebagai bagian integral dari masyarakat Suku
Atoni Pah Meto, serta pengaruh dari sistem nilai budaya masyarakat Suku Atoni Pah
Meto. Meskipun perempuan Suku Atoni Pah Meto mempunyai akses untuk
mendapatkan pengetahuan tentang Tradisi Sifon, namun ternyata pengetahuan
perempuan Suku Atoni Pah Meto tentang Tradisi Sifon sangat terbatas. Perempuan
Suku Atoni Pah Meto hanya mampu menjelaskan tujuan dan manfaat sifon saja,
tetapi tidak mampu menjelaskan tentang proses pengkhitanan dan Sifon secara teknis.
Perempuan Suku Atoni Pah Meto mempunyai sikap yang positif terhadap
Tradisi Sifon. Mereka memberikan dukungan moril dan materiil kepada para suami
atau lelaki yang akan melaksanakan Tradisi Sifon. Dukungan moril yang diberikan
oleh perempuan Suku Atoni Pah Meto kepada suaminya berbentuk doa-doa agar
prosesi Sifon yang dilaksanakan oleh suaminya berjalan lancar. Adapun bentuk
dukungan materiilnya adalah turut serta mencarikan uang untuk membiayai
pelaksanaan Tradisi Sifon.
10
Laki-laki yang layak disunat adalah mereka yang mengakui dengan jujur kepada
Ahalet bahwa dalam kehidupan sehari-hari telah sering melakukan hubungan badan
dengan beberapa wanita. Sementara yang belum pernah akan ditolak ahalet. Prosesi
sifon dilakukan di sungai guna mencegah pemuda tersebut k ehilangan
banyak darah setelah disunat. Pasalnya, ahelet akan melakukan sunat pakai
bambu yang diruncingkan bukannya pakai laser atau pisau bedah steril.
Sunatan akan diawali dengan menjepit kulit kulup pakai bambu. Setelahnya,
luka di penis akan dibalut dengan daun kom dengan tujuan mengurangi
perdarahan. Untuk mengganti darah yang keluar, ahelet akan meminta sang
pemuda untuk meminum darah ayam dicampur dengan air kelapa.
Ritual kemudian ditutup dengan hubungan seksual dengan tujuan
menyembuhkan luka sunat dan membuang kesialan. Hubungan seksual
dilakukan dengan perempuan asing yang tidak ada hubungan keluarga
maupun kerabat dengan lelaki tersebut. Ini dikarenakan perempuan tersebut
dipercaya akan menerima “panas” dari sang lelaki yang disunat, sehingga
tidak boleh berhubungan lagi dengan lelaki yang sama.
Selain untuk mengusir penyakit dan membawa sial, istilah “panas” juga
merujuk pada pembaruan jiwa menjadi suci seperti kali pertama dilahirkan,
sekaligus meminta berkah kesuburan alam. Hubungan seksual dengan
perempuan yang tidak dikenalnya juga dipercaya dapat mempercepat proses
penyembuhan luka sunat.
Biasanya ritual sifon ini dilakukan pada setiap musim panen. Tradisi yang sama juga
dikenal di beberapa daerah di Papua Nugini dan Vanuatu.
11
dapat menimbulkan infeksi pada luka penyunatan . Begitu juga dengan yang terjadi
pada prosesi Sifon karena tidak baik dalam kesehatan. Dengan melakukan hubungan
badan dengan orang yang bukan pasangannya secara bergonta-ganti dan dalam
keadaan alat kelamin pria yang belum sembuh total dapat menimbulkan penyakit-
penyakit kelamin berbahaya seperti HIV/ AIDS, gonore, sifilis dan penyakit kelamin
lainnya.
12
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tradisi Sifon di NTT merupakan budaya yang memiliki pengaruh besar tehadap
kesehatan Karena dalam pelaksanaannya, prosesi ini dapat menjadi jalan menularnya
penyakit menular seksual secara cepat selain itu juga dapat menyebabkan timbulnya
infeksi pada luka sunat karena alat yang digunakan tidak steril menggunakan bambu.
Penyakit menular itu seperti Gonorrhea & Chlamydia, Herpes, Infeksi Jamur,
Syphilis, Kutu Kelamin, Kutu Di Bawah Kulit, AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome)/HIV Disease dan penyakit kelamin lainnya.
4.2 Saran
Budaya masayarakat yang sudah terjadi seperti penjelasan diatas sebaiknya
dihentikan atau tidak ada pengawasan dari medis untuk tindakan tersebut agar apabila
terjadi suatu kesalahan yang bisa mengakibatkan kecacatan atau kematian medis
dapat bertindak secepat mungkin untuk memperkecil kemungkinan tersebut. Karena
budaya susah untuk dihilangkan, tapi bisa diperbaharui.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ngongo, Theresia Tresa Christina, 2010, Persepsi Masyarakat Mengenai Tradisi Sifon
(Studi Kasus Komunikasi Budaya pada Masyarakat Desa Noenoni Kecamatan Oenino
Kabupaten Timor Tengah Selatan). Manual. Faculty of Social and Politic Science :
Department of Communication Science, Kupang
Purnawan, Sigit dkk, 2007, Kajian Hubungan Budaya Sifon (Ritual Hubungan Sex
Pasca Sunat Tradisional Pada Beberapa Etnis Timor) Dengan Hak Wanita Dan
Pertumbuhan Penyakit Kelamin, MKM Vol. 02 №01 Juni 2007
14