Anda di halaman 1dari 6

REVIEW ARTIKEL KEBUDAYAAN

“SIFON: MENGUNGKAPKAN PHALLUSENTRIS DALAM TRADISI SUKU ATONI


METO”
Oleh: Yunia Rahma Hendisha

Kelompok 6:
1. Puri Puspita Loka (21/479234/SA/21057)
2. M. Rafif Naufal Haryanto (21/480891/SA/21153)
3. Hakam Tsaqib Hanafia (21/477732/SA/20984)
4. Tiara Arni Maitsaa (21/474692/SA/20829)
5. Mikha Kurniawati (21/481101/SA/21169)
6. Gisella Keilsa Purwono P (21/482140/SA/21234)

Artikel berjudul “Sifon: Mengungkap Phallusentris dalam Tradisi Suku Atoni Meto” yang
ditulis oleh Merah Muda Memudar merupakan sebuah artikel yang mengangkat salah satu tradisi
dari Suku Nusa Tenggara Timur yaitu ritual sifon. Ritual sifon merupakan sebuah tradisi sunat
turun temurun yang dilakukan saat musim panen tiba dan diberlakukan untuk anak laki-laki yang
telah menginjak usia 18 tahun. Proses ritual sifon sendiri merupakan ritual hubungan seksual yang
dilakukan atas dasar kepercayaan dengan tujuan akan menyembuhkan luka sunat, membuang
penyakit, serta kesialan. Namun, di dalam ritual sifon, hubungan seksual dilakukan tidak dengan
istri maupun calon istri, melainkan dengan perempuan lain yang tidak terikat dengan laki-laki
tersebut. Bahkan, pihak laki-laki diberi kebebasan dalam memilih perempuan yang ingin dijadikan
seorang sifon yang mana pihak perempuan tidak boleh menolak ajakan tersebut. Melihat fenomena
ini, penulis mencoba mengungkapkan Phallusentris di dalam ritual sifon. Phallusentris merupakan
sebuah asumsi dimana alat kelamin laki-laki ditempatkan sebagai pusat dari perkembangan
seksualitas sehingga laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi di dalam struktur tatanan
masyarakat tersebut.
Hal yang menarik dari artikel ini, penulis mencoba mengkritisi tradisi sifon dengan
menggunakan paradigma kajian poskolonial khususnya subaltern yang merupakan sebuah
pemikiran dari seorang filsuf Italia, Antonio Gramsci. Subaltern menjelaskan mengenai adanya
kelompok inferior yang ada di dalam masyarakat yang mana masyarakat tersebut tidak memiliki

1
kekuasaan terhadap hegemoni kelompok yang berkuasa dan hanya menjadi subjek yang tertekan.
Di dalam artikel ini, penulis menjelaskan bahwa dalam tradisi sifon, kedudukan subaltern dialami
oleh wanita Nusa Tenggara Timur dan menjadi sebuah subjek yang tertekan di mana esensi tubuh
wanita hanyalah sebagai sebuah komoditas yang dapat dipertukarkan dan dipakai begitu saja. Hal
ini diperburuk dengan fakta bahwa perempuan-perempuan tersebut biasanya tidak menyadari
bahwa pihaknya lah yang dirugikan. Perempuan Nusa Tenggara Timur melihat sifon sebagai
tradisi yang memberikan keuntungan dan merasa perlu dilakukan sebagai bentuk patuh terhadap
hukum adat yang berjalan. Meskipun dirugikan secara mental dan fisik, perempuan-perempuan
tersebut tidak mampu berbicara maupun memberikan pembelaan atas keberadaanya. Tidak hanya
tradisi sifon, tetapi pada kenyataanya masih banyak tradisi-tradisi diluar sana yang menempatkan
perempuan sebagai objek dengan dalih tetap menjalankan tradisi dan harus dilestarikan tanpa
melihat kembali hak-hak yang dimiliki oleh perempuan. Oleh karena itu, artikel ini menarik untuk
dibahas.
Suku bangsa Atoni Meto atau suku bangsa Dawan merupakan suku yang tinggal di Nusa
Tenggara Timur. Suku Atoni Meto memiliki ritual yang disebut sifon. Ritual ini adalah bagian dari
ritual sunat tradisional yang masih berlangsung secara turun-temurun. Ritual ini dilakukan pada
laki-laki dewasa, berusia 18 tahun dan memiliki istri dan anak, pada musim panen dan berlangsung
selama tiga minggu sampai sebulan. Ritual sifon merupakan ritual berhubungan seksual dengan
tujuan menyembuhkan luka sunat dan membuang sial dan penyakit. Perempuan yang terlibat
dalam ritual sifon haruslah orang yang tidak akan berhubungan badan lagi dengan laki-laki yang
disunat, biasanya seorang janda atau perempuan yang sudah tua. Perempuan yang melakukan sifon
akan mendapat bayaran sebanyak satu perak.
Tradisi ini berawal dari ritual pengorbanan manusia, tetapi berubah seiring berjalannya
waktu. tradisi sifon merupakan ritual yang penting bagi suku Atoni Meto karena berkaitan dengan
permintaan masyarakat akan kesuburan alam dan kelancaran panen. Selain itu, penis dianggap
sebagai alat vital pencipta kehidupan.
Proses penyunatan dan ritual sifon dilakukan ketika dewasa karena suku Atoni Meto
percaya bahwa penyunatan di masa kanak-kanak akan berdampak buruk dan akan bermanfaat bila
dilakukan ketika dewasa. Ritual sunat ini hanya boleh dilakukan oleh seorang ahelet. Ia adalah
tukang sunat yang bertugas memastikan seluruh proses sunat, termasuk sifon, berjalan sesuai
aturan adat.

2
Tradisi ini menuai perdebatan. Tradisi sifon dianggap menularkan penyakit seksual,
terutama dengan terlibatnya pekerja seks komersial (PSK). tradisi ini juga menimbulkan beberapa
masalah: anggapan bahwa perempuan sifon sebagai objek pembuangan hal-hal buruk dari laki-
laki, alasan untuk berhubungan badan diluar nikah, pemberian imbalan kepada perempuan sifon
yang menjadikan perempuan sebagai “komoditas” yang dapat digantikan, serta menjadi media
penularan penyakit menular seksual (PMS).
Anggapan bahwa perempuan sebagai medium untuk meletakkan “hawa panas”,
menunjukan adayana phallusentris dalam kepercayaan suku Atoni Meto. Phallusentris adalah
anggapan bahwa penis adalah pusat dari perkembangan seksualitas. Istilah subaltern menjadi
gambaran bagi kasus perempuan dalam tradisi sifon. Kelas subaltern adalah penduduk yang tidak
mempunyai akses terhadap kaum elite dan cenderung diabaikan.
Subaltern, menurut Spivak, adalah subyek yang tertekan, tidak dapat memahami
keberadaannya, dan tidak mampu menyuarakan kepentingannya. Subaltern juga tidak memiliki
ruang untuk menyuarakan aspirasinya. Publik tidak menaruh perhatian terhadap “cerita” subaltern.
Istri dari pelaku sifon dan perempuan pelaku sifon adalah kaum subaltern. Mereka tidak menyadari
bahwa mereka menjadi pihak yang dirugikan oleh ritual sifon. Para laki-laki melakukan sifon
untuk menjaga maskulinitasnya, sedangkan perempuan melihatnya untuk menaati tradisi.
Seorang pemuda asal Atoni Meto yang bernama Megahari Nenohai berkata bahwa ia tidak
benar-benar mengetahui tradisi ini dan menurutnya tradisi ini sepenuhnya dilarang. Namun,
menurutnya masih ada yang melakukan tradisi ini secara sembunyi-sembunyi. Jika kita lihat,
praktek sunat tradisional di Masyarakat Atoni Meto berhasil dikurangi dengan usaha dari
pendidikan, gereja, dan pemerintah.
Artikel ini memiliki beberapa keunggulan dari berbagai aspek. Seperti dilihat dari struktur
artikel tersusun rapi sehingga memudahkan pembaca untuk memahami keseluruhan isi artikel.
Judul artikel yang digunakan memiliki keunikkan sehingga menarik perhatian pembaca untuk
membaca artikel lebih lanjut. Artikel juga mudah dipahami karena kalimat dalam artikel sudah
efektif meskipun masih terdapat beberapa kalimat yang kurang efektif. Artikel dituliskan
berdasarkan sumber dan informasi yang jelas asal usulnya. Isi artikel sangat bermanfaat untuk
diketahui karena dapat meningkatkan wawasan kita tentang tradisi yang ada. Di dalam artikel
terdapat penjelasan yang mudah dimengerti pada setiap bagian sehingga memudahkan pembaca
untuk memahami. Selain itu, terdapat dua sudut pandang yang digunakan dalam membahas

3
kebudayaan tardisi sifon yaitu sudut pandang dari masyarakat suku Atoni Meto dan sudut pandang
dari gereja dan pemerintah daerah yang berusaha meminimalisir praktik tradisi sifon ini, hal ini
membantu pembaca untuk dapat lebih objektif dalam membaca artikel ini. Penulis memiliki
keberanian dan kepedulian dalam membahas tradisi yang dinilai tidak baik untuk diteruskan
karena merugikan kaum perempuan.
Meskipun memiliki beberapa kelebihan, masih ada beberapa kekurangan dalam artikel
yang ditulis oleh Merah Muda Memudar ini yaitu masih terdapat kata-kata yang kurang dapat
dipahami oleh pembaca awam seperti kata “Panas” dalam artikel tersebut tidak dijelaskan maksud
kata panas bagi perempuan. Terdapat kesalahan penulisan kata seperti kata didopsi yang belum
jelas artinya atau salah penulisan kata. Penulis juga tidak memberikan isi tulisan respon dari
masyarakat tentang hasil dari penelitian tersebut. tidak ada saran untuk penelitian tentang Tradisi
Ritual Sifon. Selain itu, terdapat beberapa kata di dalam yang tidak sesuai dengan EYD. Penulis
tidak menjelaskan arti dari penulisan istilah-istilah asing. Penulis tidak memberitahukan deskripsi
secara lengkap yang disertai gambar tentang Tradisi Ritual Sifon. Informasi yang disampaikan
kurang jelas dan mendetail.
Dari beberapa kekurangan tersebut, penulis perlu menambahkan beberapa informasi untuk
melengkapi informasi yang sudah dijelaskan dalam artikel tersebut namun masih belum lengkap
atau belum mendetail, seperti tidak dijelaskannya alasan mengapa ritual sifon dijadikan sebagai
pengganti dari ritual pengorbanan. Hal tersebut perlu untuk dijelaskan agar pembaca mengetahui
keberadaan ritual sifon dalam masyarakat suku bangsa Atoni Meto jika dihubungkan dengan
keberadaan tradisi sebelumnya atau tradisi pengorbanan. Sebaiknya pula penulis menambahkan
informasi mengapa kejantanan laki-laki dipresentasikan sebagai permohonan masyarakat akan
kesuburan dan kelancaran panen, hubungan apa yang mendasari kedua hal yang berbeda tersebut
seperti kemungkinan adanya unsur magis dalam ritual tersebut. Dengan begitu, pembaca dapat
mendapatkan pemahaman tentang ritual sifon secara lengkap tanpa menimbulkan pertanyaan
lainnya. Serta sebagai tambahan, penulis harus lebih memperhatikan ejaan penulisan sebelum
mengunggah artikel tersebut untuk mengindari ejaan yang tidak sesuai.
Dari berbagai pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa tradisi ini menimbulkan
berbagai perdebatan karena penempatan perempuan sebagai pihak yang dirugikan karena
menempatkan perempuan sebagai objek di mana konsep tubuh bukan lagi berada di ranah privat
seperti seharusnya, melainkan ditempatkan di ranah publik. Selain itu penularan penyakit menular

4
seksual (PMS) yang bisa membahayakan masyarakat suku Atoni Meto. Karena banyaknya pro
dan kontra ritual ini mulai ditentang oleh pemerintah sekitar, seperti gereja dan pemerintah daerah
berusaha untuk menghapus tradisi ini dari tatanan masyarakat Atoni Meto, namun diketahui tradisi
ini masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan rahasia.

5
Artikel:

Hendisha, Yunia. 2017. Sifon: Mengungkap Phallusentris dalam Tradisi Suku Atonu Meto.
Diakses pada 1 September 2021, dari https://medium.com/merah-muda-memudar/sifon-
mengungkap-phallusentris-dalam-tradisi-suku-atoni-meto-98f8d4d0756e

Anda mungkin juga menyukai