KEBUDYAAN MALUKU
Abstrak.
c. secara perkawinan
hubungan kai wait didasarkan atas ikatan wali dawen atau ipar konyadu, orang luar
Buru yang kawin dengan orang Buru asli, akan dianggap
keluarga kai maupun wait dalam konteks ipar konyadu atau wali dawen oleh
keluarga orang Buru asli tersebut.
Jadi hubungan orang basudara di Buru tercermin dalam hubungan saudara
kakak adik. Menurut salah satu sumber, bahwa konon pernah terjadi keretakan
hubungan saudara adik dan kakak karena masalah pemilikan tanah. Mereka ribut
karena pemilikan tanah dengan tidak memandang hubungan dan status mereka
sebagai saudara. Sejak saat itu mereka berjanji dan mengambil sumpah untuk hidup
sebagai saudara dalam ikatan kakak dan adik yang berasal dari satu asal, satu ibu
dan bapak.
Hubungan ini melintasi ikatan perkawinan bahkan keturunan, yang mencakup ipar
dan konyadu. Mereka yang bukan berasal dari Buru namun telah ada dalam ikatan
perkawinan akan menjadi bagian dari kai wait. Dalam interaksi social antar individu
dalam masyarakat dengan sapaan kai atau wait, atau wali dan dawen.
Kondisi masyarakat di Pulau Buru yang heterogen, dimana masyarakat terbagi
dalam orang asli Buru yang disebut Geba Bupolo dan orang pendatang yang disebut
Geba Misnit. Tentu terdapat beragam suku pendatang yang ada akibat perkawinan
campur, para transmigran bekas tahanan politik era orde baru yang dibuang ke
pulau Buru tepatnya di desa Savanajaya, para pedagang luar, dan para pegawai /
pekerja yang bertugas di Buru tentu telah menjadi bagian dari orang Buru.
Kondisi heterogenitas ini makin maraknya dengan adanya fenomena tambang emas
beberapa tahun lalu. Para penambang luar dari berbagai suku di Indonesia
berdatangan untuk menambang emas, mungkin saja dengan alasan-alasan lain.
Fenomena ini tentu berdampak pula pada ketahanan budaya dan identitas diri orang
Buru karena masuknya berbagai pengaruh luar. Ditambah lagi dengan
perkembangan teknologi dan modernitas yang kini melaju pesat.
Falsafah hidup kai wait menjadi dasar hidup orang Buru yang sarat nilai dan
manfaat bagi kehidupan social budaya di Pulau Buru. Filosofi kai wait yang melewati
batas hubungan genealogis, agama, dan suku, yang memiliki perbedaan namun
tetap satu dalam bingkai hidup orang basudara kai wait.
Walaupun di zaman sekarang dengan kecanggihan teknologi yang menawarkan
berbagai kemudahan dan produk-produk yang membuat hidup ini mudah, seiring
dengan itu juga masuknya pengaruh-pengaruh negative bagi masyarakat. Ditambah
lagi dengan fakta sejarah yang melanda Maluku pada tahun 1999 silam yang
mengakibatkan segregasi social, agama, dan budaya, namun dengan pendekatan
budaya lokal dan penyelesaian secara kekeluargaan dengan konsep Kai wait dan
pela gandong, konflik dapat diselesaikan. Dan hingga sekarang kedamaian itu dapat
dirasakan. Tugas kita sekarang adalah bagaimana mengisi pembangunan dengan
melestarikan kebudayaan dan kearifan lokal yang sarat nilai-nilai hidup.