Anda di halaman 1dari 3

TUGAS

KEBUDYAAN MALUKU

Nama : Richard solissa


Nim : 2019-23-151
Fakultas : ilmu sosial dan ilmu politik
Kelas / prodi : A / ilmu pemerintahan (2019)
Mata kulia : kebudayaan maluku

Abstrak.

Dalam konteks manusia dan kebudayaan, orang Buru sebagai komunitas


masyarakat adat di Maluku memiliki adat istiadat yang dijadikan sebagai sebuah
identitas diri yaitu kai wait. Kai wait berasal dari Bahasa Buru, kai artinya kakak
dan wait artinya adik. Jadi kai wait artinya kakak adik. Konsep kai wait selalu dipakai
dalam berbagai dimensi hidup orang Buru. Sama halnya dengan konsep pela
gandong bagi orang Ambon Lease dan Seram, konsep Aini Ain bagi orang Kei,
konsep Fangnea Kidabela orang Tanimbar Maluku Tenggara Barat, konsep Inanara
Amalyali bagi orang Maluku Barat Daya.
 Kai wait : cerminan budaya orang buru
Dalam perjalanan sejarah sebagai orang Maluku, konflik social yang melanda
Maluku pada tahun 1999 silam meninggalkan luka mendalam bagi orang Maluku.
Karena kehilangan orang-orang yang dicintai, kehilangan tempat tinggal, putus
sekolah, dan sebagainya. Bahkan terkikisnya nilai-nilai hidup orang basudara yang
sudah tertanam sejak zaman para leluhur orang Maluku. Pulau Buru termasuk salah
satu wilayah konflik.
Ketika kerusuhan pecah, komunitas Kristen langsung berkumpul dan mengamankan
diri di Gereja dan lanjut menyelamatkan diri ke hutan. Pada waktu itu hubungan kai
wait sudah tidak lagi dipandang sebagai ikatan orang basudara, yang ada hanyalah
kemarahan dan kebencian karena pengaruh orang-orang yang tidak
bertanggungjawab.
Seiring berjalannya waktu, kondisi berangsur-angsur pulih, dengan upaya-upaya
damai yang dilakukan oleh berbagai pihak yaitu adat, gereja, dan pemerintah daerah
setempat dengan pendekatan budaya local “kai wait”.
 Kai wait dalam dinamika Sosial Budaya
Konsep kai wait atau hidup orang basudara menjadi sebuah dasar hidup orang Buru
yang melintasi agama, suku, dan ras. Sebagaimana konsep orang basudara di
Ambon Lease yang mengenal hubungan pela gandong, orang Kei mengenal ain ni
ain, sedangkan orang Maluku Barat Daya mengenal budaya kalwedo dan filosofi
Inanara Amalyali. Konsep hidup orang basudara ini dijadikan dasar dan nilai hidup
bersama sebagai sekelompok komunitas social.
Secara terminology kata kai wait dalam Bahasa Buru kai artinya kakak,
dan wait artinya adik, sehingga pengertiannya adalah kakak adik. Dalam konteks
social budaya konsep  kait wait atau hubungan kakak adik tidak hanya mencakup
hubungan sedarah dan sekandung tetapi lebih luas yang mencakup
hubungan wali (ipar) dawen (konyadu). Konsep kai wait mengacu pada tiga hal
yaitu:
a. secara garis keturunan.
b. asal usul.
c. secara perkawinan.

a. secara garis keturunan


hubungan kait wait tentu pada hubungan sedarah atau sekandung karena berasal
dari satu ayah dan ibu, dalam ikatan satu keluarga inti atau batih.
b. secara asal usul
hubungan kait wait didasarkan atas kesadaran dan keyakinan ersama berasal dari
satu leluhur. Orang Buru meyakini mereka berasal dari satu asal yaitu Danau Rana
dan Gunung Date (kaku Date). Kedua tempat ini merupakan tempat keramat orang
Buru yang sangat dijaga kesakralannya dari gangguan-gangguan dan atau
perlakuan tidak baik dari orang luar. Mereka percaya berasal dari satu sumber, dan
dari tempat keramat inilah lahir 24 suku di Buru yang tersebar di seluruh pulau Buru
dalam wilayah-wilayh adat mencakup Buru Selatan dan Buru (Utara) hingga
sekarang. Wilayah –wilayah adat dibagi berdasarkan petuanan adat atau tanah dati
maasing-masing yang dikenal dengan regenschap.

c. secara perkawinan
hubungan kai wait didasarkan atas ikatan wali dawen atau ipar konyadu, orang luar
Buru yang kawin dengan orang Buru asli, akan dianggap
keluarga kai maupun wait dalam konteks ipar konyadu atau wali dawen oleh
keluarga orang Buru asli tersebut.
Jadi hubungan orang basudara di Buru tercermin dalam hubungan saudara
kakak adik. Menurut salah satu sumber, bahwa konon pernah terjadi keretakan
hubungan saudara adik dan kakak karena masalah pemilikan tanah. Mereka ribut
karena pemilikan tanah dengan tidak memandang hubungan dan status mereka
sebagai saudara. Sejak saat itu mereka berjanji dan mengambil sumpah untuk hidup
sebagai saudara dalam ikatan kakak dan adik yang berasal dari satu asal, satu ibu
dan bapak.
Hubungan ini melintasi ikatan perkawinan bahkan keturunan, yang mencakup ipar
dan konyadu. Mereka yang bukan berasal dari Buru namun telah ada dalam ikatan
perkawinan akan menjadi bagian dari kai wait. Dalam interaksi social antar individu
dalam masyarakat dengan sapaan kai atau wait, atau wali dan dawen.
Kondisi masyarakat di Pulau Buru yang heterogen, dimana masyarakat terbagi
dalam orang asli Buru yang disebut Geba Bupolo dan orang pendatang yang disebut
Geba Misnit. Tentu terdapat beragam suku pendatang yang ada akibat perkawinan
campur, para transmigran bekas tahanan politik era orde baru yang dibuang ke
pulau Buru tepatnya di desa Savanajaya, para pedagang luar, dan para pegawai /
pekerja yang bertugas di Buru tentu telah menjadi bagian dari orang Buru.
Kondisi heterogenitas ini makin maraknya dengan adanya fenomena tambang emas
beberapa tahun lalu. Para penambang luar dari berbagai suku di Indonesia
berdatangan untuk menambang emas, mungkin saja dengan alasan-alasan lain.
Fenomena ini tentu berdampak pula pada ketahanan budaya dan identitas diri orang
Buru karena masuknya berbagai pengaruh luar. Ditambah lagi dengan
perkembangan teknologi dan modernitas yang kini melaju pesat.
Falsafah hidup kai wait menjadi dasar hidup orang Buru yang sarat nilai dan
manfaat bagi kehidupan social budaya di Pulau Buru. Filosofi kai wait yang melewati
batas hubungan genealogis, agama, dan suku, yang memiliki perbedaan namun
tetap satu dalam bingkai hidup orang basudara kai wait.
Walaupun di zaman sekarang dengan kecanggihan teknologi yang menawarkan
berbagai kemudahan dan produk-produk yang membuat hidup ini mudah, seiring
dengan itu juga masuknya pengaruh-pengaruh negative bagi masyarakat. Ditambah
lagi dengan fakta sejarah yang melanda Maluku pada tahun 1999 silam yang
mengakibatkan segregasi social, agama, dan budaya, namun dengan pendekatan
budaya lokal dan penyelesaian secara kekeluargaan dengan konsep Kai wait dan
pela gandong, konflik dapat diselesaikan. Dan hingga sekarang kedamaian itu dapat
dirasakan. Tugas kita sekarang adalah bagaimana mengisi pembangunan dengan
melestarikan kebudayaan dan kearifan lokal yang sarat nilai-nilai hidup.

Anda mungkin juga menyukai