0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
583 tayangan6 halaman
Dokumen tersebut membahas pendekatan-pendekatan strategi pembangunan masyarakat kepulauan di Maluku. Beberapa pendekatan yang disebutkan antara lain pendekatan etnis, kebudayaan dominan, gugus pulau, tipologi sosial, mata pencaharian, produk pertanian, negeri/oho/fena, wilayah adat, dan laut sebagai satu kesatuan dengan pulau. Pendekatan-pendekatan ini mempertimbangkan keragaman sosial budaya m
Dokumen tersebut membahas pendekatan-pendekatan strategi pembangunan masyarakat kepulauan di Maluku. Beberapa pendekatan yang disebutkan antara lain pendekatan etnis, kebudayaan dominan, gugus pulau, tipologi sosial, mata pencaharian, produk pertanian, negeri/oho/fena, wilayah adat, dan laut sebagai satu kesatuan dengan pulau. Pendekatan-pendekatan ini mempertimbangkan keragaman sosial budaya m
Dokumen tersebut membahas pendekatan-pendekatan strategi pembangunan masyarakat kepulauan di Maluku. Beberapa pendekatan yang disebutkan antara lain pendekatan etnis, kebudayaan dominan, gugus pulau, tipologi sosial, mata pencaharian, produk pertanian, negeri/oho/fena, wilayah adat, dan laut sebagai satu kesatuan dengan pulau. Pendekatan-pendekatan ini mempertimbangkan keragaman sosial budaya m
Dalam rangka memahami konsep pulau dalam rangka pembangunan masyarakat
kepulauan, maka sejenak kita melihat tentang peta gugus pulau yang ada di Propinsi Maluku, hal ini penting untuk mengetahui peta pembangunan yang dibuat dalam rangka pembangunan masyarakat Kepulauan. Dalam hubungannya dengan pembangunan masyarakat kepulauan, maka image- image yang diucapkan tersebut tentunya akan sangat berpengaruh terhadap pengambilan ataupun penyusunan suatu program dalam pembangunan masyarakat kepulauan. Sesungguhnya kalau kita kaji lebih mendalam secara filosofi maka konsep pulau bukan hanya mengandung makna yang pro realistis akan tetapi secara hakiki mengandung makna yang pro eksisitensi yaitu suatu pandangan yang memihak pada keberadaan diri ( pribadi dan masyarakat ), yang bukan saja secara realistis, tetapi suatu kepatutan hidup yang memiliki hak keberadaan atau hak hidup yang harus dijamin keberadaannya dan kelangsungannya dalam tanggung jawab; memelihara, memperjuangkan membela dan mengembangkan atau mengtransformasikan secara utuh dan memadai, demikian kata Aholiab Watloly (2007:1). Pengakuan diri sebagai Negara Kepulauan ataupun Propinsi Kepulauan bukan sekedar pernyataan ritual ( deklaratif ) atau peryataan diri apa adanya (indikatif) Pengakuan mana mengandung konsep diri ( true self ) yang bermakna perint ( imperatif) dan harus dilaksanakan melalui kebijakan pembanmgunan nasional dalam rangka pemgembangan pembangunan nasional dalam masyarakat yang otonom, emansipatif dan berkesejahteraan ataupun dengan kata lain tidak sekedar mengejar proporsi Dana Alokasi Umum (DAU) ataupun otoritas kekuasaan, namun secara substantive lebih terarah kepada apa yang dinamakan dengan livehood sustainable masyarakat kepulauan.
PENDEKATAN STRATEGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT KEPULAUAN
Membangun suatu masyarakat kepulauan bukanlah suatu hal yang mudah hal ini disebabkan karena masyarakat kepulauan yang hidup di pulau-pulau kecil dengan cirri kesosialannya dalam berbagai multi seperti multi subetnik, multi bahasa, karakter, tradisi, dan budaya. Kondisi ini tentunya memerlukan suatu pendekatanyang secara filosofis menunjuk pada basis-basis ontologism masyarakat kepulauan. sehubungan dengan hal tersebut di atas menurut Aholiab Watloly (2010 : 14-17) pendekatan pembangunan masyarakat kepulauan antara lain: 1) Pendekatan etnis. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam masyarakat yang hidup di kepulauan Maluku, ada terdapat 117 (seratus tujuh belas) kelompok etnis yang menyebar pada 812 (delapan ratus dua belas) pulau-pulau kecil serta 117 (seratus tujuh belas) ragam bahasa etnik. Misalnya rumpun etnis masyarakat Kepulauan Kei dan Aru, Rumpun Etnis dari Masyarakat Alune, Wemale yang dijumpai pada Pulau Seram, serta rumpun etnis Masyarakat Selatan Daya, yang terdiri dari Masyarakat Pulau Kisar, Wetar, Babar, Luang, Sermatang, Lakor, Domer, Romang, Leti, dan Moa. Disamping Rumpun Etnis dan Subetnis Lokal, terdapat juga berbagai Etnis lain yang turut berbaur serta memperkaya khasanah kehidupan masyarakat kepulauan di Maluku. 2) Pendekatan kebudayaan dominan. Dalam pendekatan ini, sesuai dengan hasil pemetaan nasyarakat kepulauan Maluku maka dijumpai 3 (tiga) wilayah kepulauan dominan atau tiga rumpun kebudayaan dominan yang mewarnai konfigurasi budaya masyarakat kepulauan yaitu: a. Masyarakat Adat Maluku Tengah yang didominasi oleh kebudayaan Negeri. b. Masyarakat Adat Malukku Tenggara yang sebagian besar didominasi oleh kebudayaan Strata atau Stratifikasi Sosial. c. Masyarakat Adat Maluku Utara yang didominasi oleh kebudayaan Kesultanan. 3) Pendekatan gugus pulau Dalam pendekatan Gugus Pulau, penataan tata ruang wilayah Maluku secara konferhensif dikelompokan dalam 6 (enam) Gugus Pulau (bandingkan dengan Pembangunan Daerah Kepulauan Dan Visi Maluku 2030). Keenam Gugus Pulau itu meliputi: a. Gugus Pertama, meliputi masyarakat pulau-pulau Buru, Seram, Ambon, Kepulauan Lease, Geser, Gorom, Banda, Manwako, dan Kepulauan Teon, Nila, Serua. b. Gugus kedua, meliputi kepulauan Kei dan Kesui. c. Gugus Ketiga, meliputi Masyarakat Kepulauan Aru. d. Gugus Keempat, Meliputi Kepulauan Tanimbar, Larat, Waliaru, Selaru, Selu, Sera, dan Molu. e. Gugus Kelima, meliputi Masyarakat Kepulauan Selatan Daya yaitu: Pulau Babar, Luang, dan Sermata. f. Gugus Keenam, Meliputi sebagian Masyarakat Kepulauan Selatan Daya, yaitu Pulau Damer, Romang, Kisar, Wetar, Leti, dan Moa. Disisi lain dari pendekatan ini, terlihat pola pemetaan Gugus Pulau yang lebih banyak didasarkan pada pola pendekatan wilayah perekonomian, karena itu kedepan diharapkan adanya sebuah pola penataan yang lebih menyentuh aspek pendekatan sosial budaya dengan ciri sosial budayanya yang hakiki sebagai masyarakat kepulauan. melalui pendekatan ini akan kita dapatkan suatu pemaknaan sebagai satu kesatuan kosmologi. Pendekatan sosial budaya kepulauan Maluku itu sendiri adalah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian hidup masyarakat kepulauan secara merata di seluruh wilayah kepulauan Maluku dalam kontes kepribadian sosial budayanya yang nyata. 4) Pendekatan tipologi sosial. Untuk melihat pengaruh besar kecilnya pulau terhadap karakter budaya masyarakat kepulauan digunakanlah pendekatan Tipologi Sosial. Dapat dijelaskan bahwa 90% masyarakat kepulauan adalah tipe masyarakat pulau-pulau kecil yang memiliki ciri sosial yaitu: a. Hidup terpencil dan terisolir dari habitat pulau induknya. b. Memiliki keragaman tipikal yang tinggi serta sistim sosial budaya yang cukup beraneka ragam. c. Memiliki sistim mata pencaharian dan tradisi kehidupan yang berbeda-beda. d. Menempati wilayah yang berada pada kawasan perbatasan dengan jaringan-jaringan sosial kekerabatan serta tradisi adatnya yang bersifat trans Negara. e. Rentan terhadap gangguan dan pengaruh luar. 5) Pendekatan sistim mata pencaharian Kita mengetahui bahwa Maluku memiliki ketersediaan sumber daya alam serta potensi keanekaragaman hayati darat dan perairan sekitar pulau-pulau (kecil) yang relatif beragam sekaligus mempengaruhi sistem mata pencaharian masyarakat kepulauan, misalnya saja masyarakat Garogos di Seram Timur yang bermata pencaharian sebagai nelayan atau pun masyarakat Kepulauan Selatan Daya yang ada di Pulau Luang, dan Lirang yang berprofesi sebagai nelayan, sementara sebagiannya di pulau Leti, Moa, Kisar, Damer, dan Babar mempunyai matapencaharian campuran antara petani dan nelayan. Gambaran tentang jenis mata pencaharian masyarakat kepulauan, memiliki orienrasi filosofis yang berbeda namun tertata dalam sebuah kesatuan paham kosmologi, misalnya kita kenal sistem pengorganisasian yang disebut Rurehe dalam masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan ataupun sisitim Masohi dan Hamaren sebagai bentuk kerja sama dalam membuka atau menanam lahan baru.
6) Pendekatan produk pertanian kepulauan
Dalam pendekatan produk pertanian kepulauan kita akan menjumpai aneka sistem pertanian dan produk unggulan pertanian rakyat. Misalnya saja masyarakat kepulauan Tanimbar dengan kacang tanah ataupun masyarakat kepulauan Kei dengan embal dan masyarakat Buru dengan hotong. Selain kita mengetahui produk unggulan dari setiap masyarakat kepulauan, kita mengenal juga kecerdasan budaya dalam menjamin kelangsungan persediaan pangan unggulan, seperti misalnya, etika lumbung pangan di masyarakat Kepulauan Selatan Daya yang dibuat baik di atas tanam (bangunan) maupun didalam tanah untuk mengantisipasi datangnya musim kering atau musim kelaparan. Etika lumbung pangan juga memberi arti kepentingan penyediaan lumbung bibit demi regulasi pertaniannya. Jadi, dari etika lumbung pangan ini kita melihat ada nilai-nilai seperti hemat, menahan diri, kedisiplinan, kerja keras, dan orientasi kemasa depan. 7) Pendekatan Negeri/Ohoi/Fena/Vanua/Leta Masyarakat kepulauan, selalu mengidentikan diri dengan Negeri/ Ohoi/Fena/Vanua/Leta sebagai basis sosial yang otonom. Basis sosial otonom ini meberikan suatu pencitraan sosial yang hakiki terhadap jaminan hak public dalam perjumpaan atau pergaulan secara luas. Oleh sebab itu, sering kali kita jumpai masyarakat kepulauan yang ada di rantau namun mempunyai keterikatan subjektif dengan basis sosial Negerinya karena di sana terdapat Rumah Tua, Tete Nene Moyang, Dusun, ataupun Status sosial sebagai pusat jaringan kekerabatan yang mengikatnya secara subjektif. 8) Pendekatan wilayah adat Dalam pendekatan wilayah adat di Maluku, kita mengenal beberapa pengelompokan wilayah adat seperti: a. Pata atau Uli, Siwa dan Pata Atau Uli Lima di Maluku Tengah. b. Adat Urlima dan Ursiwa yang dikenal dalam wilayah adat masyarakat kepulauan Aru, serta, c. Adat Lorlim dan Ursiuw, serta Lorlabai (Kelompok Netral) pada masyarakat Kepulauan Kei. Secara filosofis, sistim pengelompokan wilayah ini dinampakan dalam berbagai tanda atau symbol adat bagi masyarakat Kepulauan Maluku yang menunjukan keunikan atau kekhasan makna bagi kelompok penganutnya. 9) Pendekatan laut-laut (darat) sebagai satu kesatuan Dalam Deklarasi Juanda tahun 1957 telah menetapkan adanya laut sebagai satu kesatuan. Dengan demikian, laut bukanlah pemisah tetapi penghubung atau pemersatu antar pulau. Bagi masyarakat kepulauan Maluku, laut lebih merupakan satu kesatuan kosmologis dalam totalitas makna keberadaannya, bahkan dari posisi strategis antar pulau, laut menjadi pusat aktifitas publik yang sangat tinggi dan tidak dapat dipisahkan dari daratan. Disisi lain, kita melihat juga bahwa laut memiliki dimensi sosiokultural dalam filosofi masyarakat kepulauan Maluku. Oleh sebab itu, dengan memahami laut dan pulau sebagai satu kesatuan konteks kehidupan masyarakat kepulauan menunjukan struktur epistemologi masyarakat kepulauan yang selalu mengalur dan terbuka pada komunikasi antar pulau dan lintas pulau, serta terbuka pada tuntutan perubahan kemajuan dan pembaharuan hidup. Mengacu pada 9 (Sembilan) uraian pendekatan pembangunan terhadap masyarakat kepulauan, mengindikasikan bahwa pendekatan pembangunan dari laut ke darat adalah merupakan pendekatan pembangunan yang sesuai dengan karakteristik wilayah kepulauan. Hal ini pula sesuai dengan Pembangunan Daerah Kepulauan Provinsi Maluku Visi 2030 yang ingin menjadikan Maluku Sebagai Daerah Industri Berbasis Sumberdaya Kelautan Paling Kompetitif di Indoneesia. Sebagai tindak lanjut dari Visi 2030, maka perencanaan pembangunan Bottom Up terhadap pengembangan model pengelolaan pulau-pulau kecil dilakukan dengan: a. Pengelolaan yang lebih tepat dan diserahkan kepada masyarakat dan pemerintah daerah karena merekalah yang lebih tauhu isu dan permasalahan pembangunan yang dihadapi. b. Peningkatan kemmampuan kelembagaan dalam memfasilitasi munculnya tanggung jawab dari pengguna sumberdaya. c. Pengurangan konflik pemanfaatan sumberdaya antar penggunaan., (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku, 2007:3) TUGAS SOSIOLOGI KEPULAUAN
Oleh: Nama : Jery. Manuhuttu Kelas : Reguler II Prodi : Keperawatan