Anda di halaman 1dari 6

TOMAS RIANGGA

TEO.19.417
UTS OIKUMENIKA

JAWABAN UTS OIKUMENE

1. Oikumene adalah suatu usaha/gerakan untuk menyatukan seluruh gereja, dengan


mempunyai satu tata gereja, satu pengakuan iman, satu papan nama, satu kuasa
administratif. Pendek kata, menjadikan satu semuanya (uniformitas). Hal ini berarti
seluruh gereja, dengan berbagai latar belakang, berlainan suku, bahasa, kebudayaan dan
tradisi dileburkan menjadi satu. Akibatnya satu pihak, orang kecewa karena sampai
begitu jauh dan lama tidak ada tanda-tanda peleburan jadi satu gereja Kristen yang esa di
Indonesia. Pada pihak lain, ada orang yang kuatir dan menjadi takut jika seluruh gereja
harus meleburkan diri menjadi satu gereja. Hal ini akan berarti setiap gereja akan
kehilangan identitasnya. Maka ada, sebagian gereja mengambil jarak dalam mengikuti
gerakan Oikumene. Selama keputusan bersama menguntungkan, maka akan ditaati. Jika
tidak sesuai dengan selera dan pendapat, maka akan saling berjalan sendiri-sendiri.
Sebenarnya gerakan Oikumene bukanlah soal menguntungkan atau merugikan; bukan
pula suatu target tertentu, di mana gereja-gereja hanya bersikap memenuhi porsi
kewajiban masing-masing untuk memenuhi target itu. Tetapi Oikumene adalah suatu
sikap iman yang mendorong gereja-gereja untuk berjalan bersama-sama pada satu jalan
dan arah yang sama. Pada hakekatnya gereja itu sudah satu dalam Kristus yang adalah
kepala gereja. Dengan kesadaran ini mendorong gereja-gereja berjalan bersama-sama
pada satu jalan, menampakkan kesatuan gereja Yesus Kristus di dunia ini. Pemahaman
ini masih bersifat umum, untuk itu selanjutnya perlu penelahan lebih khusus dari
perspektif Alkitab.
Kata Oikumene dalam Alkitab dipergunakan beberapa kali. Dalam septuaginta, kata
Oikumene diterjemahkan dari bahasa Ibrani untuk kata dunia atau bumi. Sedangkan
dalam Perjanjian Baru sendiri setidaknya ada 15 kali dipergunakan. Kata Oikumene
kadang-kadang dipergunakan dalam arti politis penuh, artinya seluruh wilayah kekaisaran
Romawi (Lukas 2:1, bandingkan Kis. 11:28; 19:27; 24:5), tetapi ini asing dari pandangan
P.B. itu sendiri. Pada bagian lain kata Oikumene diartikan secara teologis penuh, yaitu
seluruh dunia yang akan ditaklukkan di bawah pemerintahan Kristus (Ibrani 2:5). Tetapi
pada dasarnya kata Oikumene berarti seluruh dunia yang didiami. Injil diberitakan di
seluruh dunia/oikumene (Mat. 24:14). Dunia/oikumene dihakimi oleh Yesus Kristus
(Yoh 3:17, band. Lukas 21:26). Kerajaan dunia/oikumene ditunjukkan kepada Yesus oleh
setan (Lukas 4:5). Demikian juga bagian-bagian lain (Kis. 17:6; Roma 10:18; Ibrani 1:6;
2:5; Wahyu 3:10; 12:9; 16:14) diulang, atau pengembangan dari arti di atas.15 Jadi
sebenarnya secara harfiah arti istilah Oikumene menurut Alkitab jelas berbeda dengan
yang diartikan oleh Gerakan Oikumene dewasa ini.

2. Ada beberapa bagian Alkitab yang ada sangkut pautnya membicarakan mengenai keesaan
gereja. Salah satu di antaranya yaitu terdapat di dalam Yohanes 17:20-26. Bagian ini
menunjukkan perhatian Tuhan Yesus yang khusus untuk semua orang percaya/gereja
yang universal. Perhatian yang dominan dalam bagian ini adalah merupakan suatu
kesatuan dan kemuliaan Ilahi. Tetapi apa yang dimaksud kesatuan di sini? Kesatuan
orang percaya dibandingkan dengan kesatuan antara Bapa dan Anak (ay. 21a). Sifat
kesatuan ini bukan persamaan melainkan merupakan suatu analogi. Tetapi yang jelas
bahwa kesatuan antara orang percaya permulaannya hanya mungkin diperoleh dalam
hubungan Bapa dan Anak. Namun selanjutnya kesatuan yang dimaksud dalam doa Tuhan
Yesus ini dapat ditafsirkan dalam dua cara; yaitu:
1. Keberadaan kesatuan di antara orang percaya dan kesatuan antara Bapa dan Anak ada
dalam kekekalan. Keduanya ini jelas sifat dasar kesatuan antara Bapa dan Anak yang
rohani dapat bersatu menghadapi dunia ini. Ketika orang percaya bersatu dalam iman
mereka ini, maka mereka mempunyai kuasa dan pengaruh dalam menghadapi dunia.
2. Kesatuan yang diutarakan oleh Berkouwer, yaitu yang dimaksud dalam bagian ini
(Yoh. 17:21), bukan 'kesatuan yang mistik' atau kesatuan batiniah yang tidak kelihatan
tetapi kesatuan kebenaran, pengudusan dan kasih sebagai suatu realitas yang nampak,
yang dapat dilihat oleh tiap-tiap orang.
Kedua cara/pandangan di atas mempunyai hubungan satu dengan yang lain. Kesatuan di
antara orang percaya dalam realitas itu akan mungkin karena terlebih dahulu ada kesatuan
kepercayaan dalam Kristus. Sebaliknya kesatuan rohani antara orang percaya perlu suatu
perwujudan supaya dunia boleh melihat dan percaya. Hal keyakinan pada dasarnya
adalah rohani; dan kesatuan di antara orang percaya pada hakekatnya adalah rohani (I
Kor. 1:2,9; 12:12-13), tetapi juga perlu kenyataan/perwujudan dalam kehidupan
(band. Efesus 4:1-6).
Tuhan Yesus dalam doaNya mengungkapkan bahwa kesatuan itu pada dasarnya adalah
rohani, namun hendaknya kesatuan itu ada dalam realitas, dapat dilihat oleh tiap-tiap
orang. Pembahasan lebih lanjut akan menelaah mengenai kesatuan (kesatuan diartikan
sama dengan keesaan, hal ini diterima oleh kebanyakan tokoh gereja hingga saat ini) di
antara orang percaya.
Kesatuan di antara orang percaya hanya dimungkinkan karena kepercayaan kepada
Kristus (Yoh. 17:20). Kesatuan di antara orang percaya berhubungan dan berdasarkan
pada kesatuan Bapa dan Anak. Kesatuan di sini erat hubungannya dengan kebenaran,
kekudusan (ay. 17-19), kemuliaan (ay. 22,24) dan kasih (ay. 23,26), semuanya untuk
dapat dilihat orang (ay. 21,24).
Jikalau kesatuan orang percaya ada dalam kesatuan Bapa dan Anak (ay. 21), maka
kesatuan itu juga adalah dalam melakukan segala pekerjaan yang sesuai dengan Firman
Tuhan, atau melakukan segala pekerjaan seperti Kristus melakukan pekerjaan Allah.
Kesatuan di antara orang percaya/gereja akan terwujud jikalau orang percaya/gereja
melakukan pekerjaan Tuhan sesuai dengan yang difirmankan Tuhan, dengan demikian
barulah dapat membawa orang-orang untuk percaya kepada Kristus dan mengaku Kristus
sungguh diutus Allah, sebagai Juru Selamat (ay. 21,23). Berhubungan dengan kemuliaan,
jika orang-orang percaya menyatakan kemuliaan Kristus, maka ini akan menghasilkan
kesatuan asasi. Pemahaman tentang kesatuan di antara orang percaya/gereja di atas,
hampir sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Dr. Harun Hadiwijono yakni
bahwa kesatuan yang dirindukan oleh Kristus dalam doanya itu, adalah terletak dalam
berkata dan berbuat seperti yang difirmankan dan diperbuat oleh Bapa dan Anak:
Perkataan dan perbuatan mereka harus mendemonstrasikan Firman dan karya Kristus dan
Bapa. Di situlah mereka dipersatukan dengan Bapa dan Anak. Jikalau semua itu terjadi,
maka dunia akan percaya bahwa Allah Bapa benar-benar telah mengutus Kristus untuk
menyelamatkan dunia ini. Berdasarkan hal ini, maka tidak benar untuk menafsirkan doa
Tuhan Yesus dalam Yoh. 17:20, 21, sebagai amanat untuk mendirikan satu gereja yang
esa.

3. Tantangan oikumene di Indonesia


a. Faktor internal
Dari dalam gereja itu sendiri, masih banyak pejabat gereja yang melihat persoalan
oikoumene sekadar urusan antar-gereja. Dengan kata lain, ketika istilah
“oikumene” disebut, orang cenderung, dengan cepat, mereduksikannya sebagai
percakapan soal-soal teknis birokratis gerejawi, seperti jadwal pertukaran mimbar,
perjamuan kudus bersama, atestasi, pemberkatan nikah, dan sejenisnya. Suatu
percakapan teknis birokratis yang tercerabut sama sekali dari pemahaman tentang
makna kehadiran gereja sebagai paguyuban umat beriman yang sedang berarak di
dalam dunia, dan sekaligus tugas dan panggilannya.
b. Faktor eksternal
Tidak adanya mekanisme kerja yang memadai untuk mengolah dan mengelola
isu-isu bersama, baik isu antar-gereja maupun pergolakan dalam masyarakat luas.
Program-program yang dikerjakan di PGI masih cenderung terpilah-pilah
berdasarkan sumber donor, pembidangan, atau sekadar respon mendadak.
Sementara itu tidak ada mekanisme pengumpulan data, kompilasi dan analisa,
apalagi percakapan teologis mendalam yang melibatkan gereja-gereja anggota
selain persidangan tahunan yang rutin dan cenderung membosankan itu.
Serta tidak adanya kader-kader oikoumenis yang bukan saja memiliki
pengetahuan (knowledge), tetapi juga kecakapan (skills); kurangnya jejaring
kerja, khususnya dengan kelompok-kelompok di luar gereja; dan, akhirnya, tidak
adanya forum-forum dialog pada tataran lokal yang dapat mengelola percakapan
oikoumenis.

4. Faktor penyebab munculnya banyak aliran gereja dalam protestan di Indonesia.


a. Gereja-gereja berbeda nama karena sejarah kedatangan Dengan pandangan
sederhana bahwa Agama Kristen dan Gereja-gereja hadir di Indonesia
mempunyai kaitan dengan kedatangan bangsa-bangsa Eropa, maka hal itupun
memunculkan adanya perbedaan Gereja-gereja. Pada waktu yang cukup lama
hanya sedikit organisai Gereja di Nusantara. Akan tetapi, ketika pemerintah
kolonial, dengan berbagai alasan,memberi izin kepada pelbagai badan pekabaran
Injil, misi, zending dari negara Eropa bekerja di Nusantara. Dan sejak itu, banyak
badan pekabaran Injil melakukan pelayanan dan kesaksian kepada masyarakat
Nusantara di berbagai tempat.
b. Gereja-gereja berbeda karena perbedaan penafsiran teks Kitab Suci Hampir
semua gereja di Indonesia mengakui bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang
tertulis; serta dijadikan sebagai satu-satunya sumber ajaran iman. Akan tetapi,
ketika pendeta-pendetanya memahami teks-teks atau ayat-ayat tertentu dalam
Alkitab, terjadi perbedaan pemahaman dan pengertian.
c. Gereja-gereja berbeda karena krisis kepemimpinan Pada umumnya, struktur
kepemimpinan organisasi gereja di Indonesia merupakan paduan rohaniawan dan
kaum awam yang mempunyai jabatan gerejawi, seperti sintua, penatua, tua-tua,
syamas atau diaken. Hierarki kepemimpinan ditingkat pusat, misalnya Pucuk
Pimpinan, Majelis Pusat, Majelis Sinode; sedangkan di tingkat wilayah dan lokal,
bernama Majelis Wilayah, Musyawarah Pelayanan, Dewan Pimpinan Wilayah,
Distrik, ataupun Majelis Jemaat, Majelis Gereja, Pengurus Gereja.
d. Gereja-gereja berbeda karena alasan kesukuan Banyak gereja di Indonesia
[terutama gereja-gereja Protestan] mempunyai nama sesuai dengan mayoritas
suku yang menjadi penganutnya. Misalnya, GBKP [Gereja Batak Karo Protestan],
GKPS [Gereja Kristen Protestan Simalungun], GMIT [Gereja Masehi Injili di
Timor], GMIST [Gereja Masehi Sangir-Talaud], GMIM [Gereja Masehi Injili
Minahasa], dan lain-lain
e. Gereja-gereja terpisah dan berbeda karena adanya perebutan aset. Inilah yang
paling memalukan, namun sering terjadi. Pemisahan ini bisa terjadi di tingkat
lokal, wilayah, dan pusat atau nasional. Para pemimpin gereja melihat aset gereja
yang seharusnya difungsikan agar mempelancar kesaksian dan pelayanan,sebagai
kekayaan untuk memperkaya diri sendiri. Dengan demikian, ia melakukan
berbagai penyimpangan untuk mempertahankan ataupun merebutnya. Dan hal itu
melahirkan konflik yang berdampak perpecahan. Pada perkembangan kemudian
mereka yang kalah maupun menang, masing-masing dengan alasan legalitas,
membentuk dan membangun organisasi gereja dengan nama yang baru.

5. Analisis oikumene menurut saya adalah suatu paham dimana adanya usaha untuk
menyatukan gereja-gereja di dunia yang banyak sekali menjadi satu kesatuan yang sama.
Menurut saya hal ini mustahil untuk dilakukan karena dasar-dasar yang ada di setiap
gereja pasti berbeda dan tidak mungkin dapat disatukan, baik itu doktrin, ajaran, liturgy
dll akan sangat sulit dan mustahil untuk dibuat sama menjadi satu. Hal yang paling
reallistis menurut saya di oikumene adalah membuat semua gereja memiliki satu
pandangan bahwa semua gereja adalah satu didalam Yesus Kristus dimana walaupun
terdapat banyak aliran dan denominasi namun semua menjadi satu kesatuan didalam
Tuhan, tidak ada yyang benar dan yang salah. Untuk relevansi oikumene di gereja saya
adalah mengganggap semua gereja sama dan bagian dari tubuh kristus serta tergabung
dalam kesatuan gereja-gereja yang ada di Kota Juwana. Bersatu padu saling menghormati
dan bekerjasama membuat Kota Juwana menjadi lading-ladang Kristus yang siap untuk
dituai.

Anda mungkin juga menyukai