Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian Tenaga Kerja Indonesia. Menurut

Pasal 1 bagian (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, TKI adalah setiap warga negara

Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja

untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. 1

Sedangkan menurut Pitoyo (2010), dalam buku Panduan Praktis Hukum

Ketenagakerjaan, tenaga kerja Indonesia adalah warga negara Indonesia baik laki-

laki maupun perempuan yang melakukan kegiatan dibidang perekonomian, sosial,

keilmuan, kesenian, dan olahraga profesional serta mengikuti pelatihan kerja di luar

negeri baik di darat, laut maupun udara dalam jangka waktu tertentu berdasarkan

perjanjian kerja yaitu suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan

atau tertulis baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat

syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Dengan adanya perjanjian kerja ini TKI

akan lebih terlindungi apabila nantinya dikemudian hari pihak majikan atau pihak

perusahaan tempat TKI bekerja “wanprestasi” maka TKI dapat menentukan sesuai

perjanjian kerja yang telah dibuat sebelumnya.2

1
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
di Luar Negeri.
2
Whimbo Pitoyo, Panduan Praktis Hukum Ketenagakerjaan (Jakarta:Visi Media, 2010) 10.

1
Sementara itu dalam Pasal 1 Kep. Manakertran RI No Kep 104A/Men/2002

tentang penempatan TKI keluar negeri disebutkan bahwa TKI adalah baik laki-laki

maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan

perjanjian kerja melalui prosedur penempatan TKI. Prosedur penempatan TKI ini harus

benar-benar diperhatikan oleh calon TKI yang ingin bekerja ke luar negeri tetapi

tidak melalui prosedur yang benar dan sah maka TKI tersebut nantinya akan

menghadapi masalah di negara tempat ia bekerja karena CTKI tersebut dikatakan TKI

ilegal karena datang ke negaRa tujuan tidak melalui prosedur penempatan TKI yang benar.3

Berdasarkan beberapa pengertian TKI tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa

TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di

luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur

penempatan TKI dengan menerima upah.

Tenaga Kerja Wanita (TKW) merupakan bagian dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Oleh karena itu, Tenaga Kerja Wanita (TKW) merupakan wanita Indonesia yang memenuhi

persyaratan untuk bekerja di luar negeri. Kehadiran tenaga kerja wanita benar-benar

mendapatkan sambutan welcome dari masyarakat. Ternyata keadaan ini telah menimbulkan

kecenderungan baru, yaitu makin banyaknya tenaga kerja wanita Indonesia yang mengadu

peruntungan di manca negara. Dari tahun ke tahun, jumlah tenaga kerja wanita meningkat

secara signifikan. Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Handayani (2012) jika pada periode

1996 terdapat 44 persen migran laki-laki dan 56 persen migran perempuan dari setiap 100

3
Manakertran, Kep. Manakertran RI No Kep 104A/Men/2002 tentang Penempatan TKI Keluar Negeri
(Jakarta: Manakertran, 2002).

2
persen tenaga kerja migran yang meninggalkan Indonesia, pada 2007 jumlah pekerja

migran perempuan meningkat menjadi 78 persen sementara pekerja laki-laki justru

menurun menjadi 22 persen. Tenaga Kerja Wanita (TKW) biasanya berasal dari sektor

informal dimana sebagian besar dari mereka tidak memiliki pendidikan yang tinggi.4

Menjadi seorang tenaga kerja tidaklah mudah, para calon TKW harus memenuhi

persyaratan yang diajukan oleh BP2TKI. Dalam artikel yang ditulis oleh Prima (2012)

terdapat beberapa persyaratan untuk menjadi seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

diantaranya berusia sekurang-kurangnya 18 tahun, kecuali bagi calon TKI yang

dipekerjakan pada pengguna perorangan atau rumah tangga sekurang-kurangnya 21 tahun,

sehat jasmani dan rohani, memiliki keterampilan, tidak dalam keadaan hamil,

berpendidikan minimal SMP, calon TKI terdaftar di Dinas Tenaga Kerja di daerah tempat

tinggalnya, mendapat izin dari suami atau istri atau orang tua atau wali dengan diketahui

oleh Desa atau Kelurahan, dan memiliki dokumen lengkap.5

Pekerjaan menjadi seorang tenaga kerja wanita di luar negeri selain

persyaratan yang tidak mudah, ancaman risiko yang harus dihadapi pun beraneka

ragam. Pekerjaan menjadi seorang tenaga kerja wanita bukanlah pekerjaan tanpa

risiko. Peningkatan jumlah pekerja perempuan yang saat ini mengalami peningkatan

signifikan tidak diimbangi dengan perlindungan yang optimal, padahal pekerja migran

perempuan termasuk kelompok pekerja migran yang paling berisiko. Risiko yang

4
Handayani, “Masalah yang dialami Anak TKW” (Januari/11, 2012) http://www.suaramerdeka.com, diakses
26 Mei 2019 jam 14.13 WIB.
5
PrimaSW, “Menjadi TKI Legal: Ini Syarat-syaratnya” (Juni/10, 2012),
https://buruhmigran.or.id/2012/06/10/menjadi-tki-legal-ini-syarat-syaratnya/ ( diakses 26 Mei 2019 pukul
14.27).

3
dihadapi oleh pekerja migran perempuan tidak lain adalah berbagai tindak kejahatan

transnasional khususnya ancaman human trafficking dan berbagai ketidakadilan lainnya

seperti penindasan, penganiayaan, dan pemerkosaan lain sebagainya.

Banyak alasan yang melatarbelakangi mengapa banyak wanita memilih mengadu

nasib bekerja ke luar negeri sebagai TKW. Faktor terbesar adalah masalah ekonomi

keluarga, kemiskinan, pertengkaran dalam keluarga, kekurangan penghasilan dari suami

yang memaksa istri turut bekerja mencukupi kebutuhan sehari-hari, desakan kebutuhan

hidup, pandangan akan masa depan yang lebih baik, bujukan dari TKW yang sudah dari

bekerja dan pulang dengan berhasil, gaji yang menggiurkan di negara lain dan masih

banyak lagi.

Dorongan untuk bermigrasi menjadi tenaga kerja wanita selain tekanan kemiskinan

dan kelangkaan kesempatan kerja, juga dirangsang oleh keberhasilan para tenaga kerja

wanita yang pulang dari luar negeri. Sementara itu, menurut Supriyoko (1990) adapun

faktor-faktor yang menyebabkan para wanita Indonesia memilih manca negara sebagai

lahan pekerjaannya dapat diklasifikasikan menjadi faktor intriksik dan faktor ekstrinsik.

Keinginan untuk lebih memerankan dirinya dalam upaya mengangkat harkat martabat diri

beserta keluarga merupakan faktor intriksik. Menjadi tenaga kerja wanita lebih dipandang

sebagai upaya untuk meningkatkan status sosial ekonominya, dimana para tenaga kerja

wanita lebih berorientasi kepada upaya untuk meningkatkan gengsi status sosial. Dampak

menjadi tenaga kerja wanita untuk sebagian besar para tenaga kerja wanita telah menjadi

simbol fenomenal hadirnya kehidupan baru yang lebih baik dan kesuksesan. Hasil jerih

payah menjadi tenaga kerja wanita, sebagian besar diperuntukan untuk kebutuhan produktif

4
seperti modal untuk berdagang, membeli tanah, dan membeli motor untuk mengojek. Selain

itu, banyak dari mereka membelanjakan penghasilannya untuk kebutuhan konsumtif seperti

membeli perhiasan, pakaian, dan alat-alat rumah tangga. Para tenaga kerja wanita ini

memiliki kecenderungan untuk memamerkan kekayaan yang mereka peroleh dari hasil jerih

payah mereka bekerja di luar negeri. 6

Sempitnya lahan pekerjaan membuat jumlah pengangguran terus meningkat,

masyarakat tidak mampu untuk membuat usaha yang disebabkan dengan terbentur modal,

ketrampilan, dan terbatas akses pasar. Apabila peluang kerja semakin sempit maka

permasalahan kehidupan masyarakat akan bertambah. Namun, masyarakat tidak tinggal

diam, mereka berusaha untuk memecahkan masalah mereka dengan memilih menjadi

TKI/TKW sebagai solusi tercepat.

Sesungguhnya manfaat positif bagi TKW yang bekerja ke luar negeri juga banyak

yaitu untuk memperoleh pekerjaan, penghasilan, meningkatkan kesejahteraan dan

mengembangkan ketrampilan. Sementara bagi pemerintah program ini merupakan altematif

strategis mengurangi pengangguran di dalam negeri, memperluas kesempatan kerja dan

meningkatkan perolehan devisa negara. Selain dampak positif ada pula dampak negatif,

dengan kategori yang terbesar dan bahkan mungkin dihadapi oleh para TKW adalah

kecelakaan kerja hingga menyebabkan kematian.

Dampak-dampak positif maupun negatif dari menjadi TKW di luar negeri telah

diketahui masyarakat luas tetapi hal tersebut tidak menyurutkan keinginan mereka untuk

6
Supriyoko, Perjalanan Nasib TKI-TKW, Antara Rantai Kemiskinan dan Nasib Perempuan ( Jakarta: PT
Gramedia, 1990).

5
tetap menjadi TKW. Karena sesungguhnya mereka ingin mendapatkan penghasilan yang

lebih besar meski tingkat pendididikan mereka rendah. Banyak dari TKW tersebut yang

hanya memiliki pendidikan lulusan SD (sekolah dasar/ Madrasah Ibtidaiyah) ataupun SMP

(Sekolah Menengah Pertama) bahkan tidak sedikit dari mereka yang lulusan SMA (Sekolah

Menengah Atas). Dengan kata lain, dengan memiliki modal keterampilan dan pendidikan

terbatas mereka akan mendapatkan penghasilan yang tinggi tanpa menghiraukan dampak

negatif yang mungkin akan terjadi. Meski sesungguhnya dampak negatif yang mungkin

dapat mereka alami lebih besar daripada dampak positif akan mereka hadapi di lapangan

nantinya. Mereka rela meninggalkan sanak saudara demi mencari kehidupan yang menurut

mereka akan lebih baik.

Persebaran TKW sangat menyeluruh ke semua provinsi, kota, kecamatan dan desa

di Indonesia, salah satu daerah yang memiliki warga yang banyak berkerja sebagai TKW

adalah di Kecamatan Gembong, Pati, Jawa Tengah. Gembong adalah sebuah kecamatan di

Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Indonesia. Satu-satunya kecamatan yang mempunyai dua

waduk sekaligus, yaitu waduk Gunung Rowo dan Waduk Seloromo, secara geografis,

kecamatan Gembong terdapat di lereng Gunung Muria, yang mempunyai kebun kopi yang

sangat luas, yaitu terdapat di desa Jolong. Selain itu Gembong juga menjadi penghasil

centra jeruk pamelo, yang menjadi central jeruk pamelo terletak di Desa Bageng kira kira

1,5 km dari pusat kota gembong. Gembong juga merupakan daerah penghasil home industri

antara lain tape dari ketela yang terkenal manis dan juga penghasil ceriping gadung dari

ketela.

6
Jumlah penduduk kecamatan Gembong sebanyak 40.780 jiwa (tahun 2006) dengan

komposisi 20.622 jiwa penduduk laki-laki dan 20.158 jiwa penduduk perempuan. Sebagian

besar penduduk kecamatan Gembong berprofesi sebagai petani dengan komoditas utama

padi, tanaman buah (rambutan, durian, jeruk) dan tanaman keras. Dalam bidang ekonomi,

masyarakat kecamatan Gembong memiliki sebuah pasar tradisional yang terletak di pusat

kota kecamatan. 7

Sebagian besar masyarakat Kecamatan Gembong bekerja sebagai petani maupun

beternak ikan di waduk. Namun banyak juga para wanita dan ibu-ibu yang bekerja menjadi

TKW di berbagai negara di luar negeri. Menurut Nurul (2017), berdasarkan hasil penelitian

yang telah dilakukan dinyatakan bahwa Kecamatan Sukolilo, Gembong, dan Gabus

merupakan kantong buruh migran perempuan di Kabupaten Pati. Pada tahun 2014, jumlah

buruh migran perempuan terbanyak ditemukan di Kecamatan Gembong mencapai 12,5%

dari total seluruh buruh migran di Kabupaten Pati diikuti Kecamatan Sukolilo dan Gabus

dengan persentase yaitu 10,91% dan 9,59. Pada tahun 2015, Kecamatan dengan persentase

pengiriman buruh migran perempuan tertinggi adalah Kecamatan Sukolilo (12,47%),

diikuti oleh Kecamatan Gembong dan Gabus dengan persentase 11,06% dan 8,95%. 8

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Gembong merupakan salah

satu pemasok terbesar TKW di Kabupaten Pati. Hal ini dikarenakan tingkat kemiskinan

yang tinggi, lapangan kerja yang minim, serta upah kerja yang jauh dibawah UMR

mengakibatkan banyaknya wanita bekerja sebagai TKW di Kecamatan Gembong. Dengan


7
Wikipedia, “Gembong, Pati” (September/11,2006) https://id.wikipedia.org/wiki/Gembong,_Pati (diakses 26
Mei 2019 pukul 15.34)
8
Nurul Aeni, “Eksistensi Buruh Migran Perempuan Dan Gambaran Kemiskinan Kabupaten Pati” (Jurnal
Litbang Vol. XIII, No. 2 Desember 2017), 139-148.

7
banyaknya TKW yang bekerja di luar negeri juga mengakibatkan jumlah eks TKW yang

sangat banyak di Kecamatan Gembong ini. Banyaknya eks TKW berdaampak pada

terbentuknya komunitas eks TKW di kecamatan Gembong. Penelitian ini bermaksud

mengetahui bagaimana terbentuknya komunitas eks TKW di Kecamatan Gembong, siapa

saja yang tergabung didalamnya dan apa fungsi dari komunitas tersebut.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah atas latar belakang diatas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah latarbelakang terbentuknya komunitas eks TKW di Kecamatan

Gembong?

2. Siapa sajakah pendiri dan anggota komunitas eks TKW di Kecamatan Gembong?

3. Apa saja yang melatarbelakangi banyaknya wanita di Kecamatan Gembong

memilih pekerjaan menjadi seorang TKW?

4. Bagaimana pengalaman-pengalaman hidup mereka saat menjadi TKW di luar

negeri?

5. Apa yang dilakukan para eks TKW setelah tidak lagi bekerja diluar negeri?

6. Apa saja kegiatan yang dilakukan oleh komunitas eks TKW di Kecamatan

Gembong?

C. Maksud dan Tujuan

1. Maksud dari pembuatan makalah ini yaitu:

   Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metode Penulisan.

8
  Untuk menambah wawasan mengenai Komunitas Eks TKW yang ada di

Kecamatan Gembong, Pati, Jawa Tengah.

2. Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuannya adalah :

   Untuk mengetahui latarbelakang terbentuknya komunitas eks TKW di Kecamatan

Gembong.

   Untuk mengetahui siapa sajakah pendiri dan anggota komunitas eks TKW di

Kecamatan Gembong.

   Untuk mengetahui apa saja yang melatarbelakangi banyaknya wanita di

Kecamatan Gembong memilih pekerjaan menjadi seorang TKW.

   Untuk mengetahui pengalaman-pengalaman hidup mereka saat menjadi TKW di

luar negeri

   Untuk mengetahui apa kegiatan yang dilakukan para eks TKW setelah tidak lagi

bekerja diluar negeri.

   Untuk mengetahui pa saja kegiatan yang dilakukan oleh komunitas eks TKW di

Kecamatan Gembong dan pengaruhnya bagi para TKW yang masih bekerja.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Gembong, Pati, Jawa Tengah dengan subjek

penelitian adalah komunitas eks TKW yang ada di Gembong. Penelitian dilakukan pada

9
hari Selasa, 7 Mei 2019 dengan cara wawancara dan tukar pengalaman dan cerita juga

bersama komunitas eks TKW tersebut. Penelitian dilakukan disalah satu rumah anggota eks

TKW dengan keadaan sukacita damai dan suasana kekeluargaan.

BAB II

PEMBAHASAN

10
A. Latar Belakang Berdirinya Komunitas Eks TKW di Gembong

Karena jumlah TKW yang sangat banyak di Kecamatan Gembong berdampak juga

kepada banyaknya ibu-ibu eks TKW disana. Pada awalnya Para eks TKW di Gembong

mengadakan acara berkumpul bersama, bertemu bertukar pengalaman, cerita hidup, cerita

keluarga dan menjaga jalinan kekeluargaan yang sudah terjalin di luar negeri saat menjadi

TKW. Dalam pembicaraan obrolan terbesit sebuah pemikiran bagaimana kalau dibentuk

sebuah perkumpulan/ komunitas eks TKW khusus di Kecamatan Gembong, dimana di

dalam komunitas itu saling membantu dalam usaha/ bisnis, saling menguatkan jika ada

yang mengalami masalah, dan sebagai wadah berkumpulnya eks-eks TKW di Gembong.

Lalu diusulkan oleh salah satu jemaat ke GITJ Gembong karena sebagian besar eks

TKW merupakan jemaat gereja. Hal tersebut direspon dengan baik oleh majelis dan

pendeta, karena dipandang sangat baik untuk pertumbuhan rohani dan wadah kekeluargaan

eks-eks TKW di Gembong. Hal ini juga didukung oleh para misionaris TKW yang sudah

memiliki lembaga resmi untuk memberikan bekal rohani maupun usaha/ bisnis bagi

komunitas tersebut. Komunitas ini mulai berdiri tahun........... hingga sekarang ini.

Mengapa lembaga-lembaga misionaris mau mendukung komunitas ini, ternyata

karena dari sekian TKI yang sudah pulang ke Indonesia punya potensi dalam pelayanan.

Banyaknya jemaat gereja yang bekerja sebagai TKI membuat komunitas ini dapat

digunakan sebagai sumber PI. Diluar negeri setiap hari minggu libur, dan sebagian dari

para TKW yang beragama Kristen memanfaatkan waktu untuk belajar melayani. Bahkan

banyak TKI yg dimenangkan (mengenal Tuhan Yesus) oleh para misionaris diluar negeri,

11
sehingga saat pulang ke Indonesia mengalami permasalahan dalam keluarga karena sudah

memeluk agama Kristen.

Gereja lokal tidak mengetahui apakah dia jiwa baru yang dimenangkan di

wilayahnya, karena semua itu pasti disembunyikan dari orang lain. Salah satu cara yang

paling efektif adalah sesama TKI yang bergama Kristen datang berkunjung, menguatkan,

memperhatikan,tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak lain. Seandainya yang datang

adalah seorang pendeta atau majelis gereja lokal itu akan menjadi masalah karena kritis nya

agama di Indonesia.

Dengan persetujuan dari pihak gereja dan Pendeta dari GITJ Gembong dan

didukung oleh Misionaris maka terbentuklah sebuah komunitas yang diberi nama "

Returnee ministry Indonesia ". Komunitas ini sangat membantu dalam pertumbuhan rohani

para TKW baik yg sudah pulang di Indonesia maupun yang masih diluar negeri. Mereka

saling menguatkan dan saling membangun satu sama lain. Bahkan setiap satu bulan sekali

diadakan pertemuan rutin untuk membahas firman Tuhan saling berbagi pengalaman dan

kesaksian.

Selain itu diadakan juga pelatihan dalam berbisnis, memasak maupun merias wajah.

Pembekalan ini sangat berguna bagi para Eks TKW untuk mengembangkan diri mereka

dalam berbisnis supaya tidak kembali ke luar negeri. Selain itu dari berbagai pihak juga

saling membantu memasarkan barang dagangan mereka, untuk mencapai harga yg

maksimal. Misalnya jika jeruk pamelo di desa harganya 1 biji Rp. 15.000 maka dengan

bantuan komunitas ini dapat dijual di kota dengan harga mencapai RP. 20.000/ biji, itu

sangat membantu para eks TKW yang bekerja sebagai petani dan juga pedagang dalam

12
perekonomiannya. Selain dibekali kerohanian juga dibekali kemampuan berwirausaha

sehingga komunitas ini bisa menarik para eks TKW untuk bergabung bersekutu dan

berkembang bersama. Para eks TKW bertumbuh bersama dalam kasih dan persahabatan

didalam komunitas ini.

B. Pendiri dan Anggota Komunitas Eks TKW di Gembong

Pendiri komunitas eks TKW di Gembong adalah beberapa eks TKW yang sering

berkumpul meskipun hanya sekedar mengobrol dan menyambung silaturahmi

kekeluargaan. Hingga akhirnya tercetus ide untuk membuat sebuah komunitas sebagai

wadah berkumpulnya para eks TKW. Akhirnya komunitas ini terbentuk dengan dukungan

dari GITJ Gembong dan beberapa lembaga misionaris.

Anggota komunitas eks TKW ini adalah eks-eks TKW yang sudah pulang ke

Indonesia maupun yang masih bekerja disana. Tercatat sekitar 40 orang tergabung ke dalam

komunitas eks TKW ini. Tidak hanya ibu-ibu saja terdapat beberapa anggota pria yang juga

merupakan mantan TKI di luar negeri.

C. Latar Belakang Banyaknya Wanita di Gembong Menjadi TKW

Setelah kami melakukan pertemuan dan wawancara dengan komunitas eks TKW di

Gembong ini, terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi mengapa mereka memilih

menjadi TKW diluar negeri yaitu sebagai berikut:

1. Faktor Ekonomi

13
Faktor ekonomi keluarga menjadi salah satu faktor untuk mengadu nasib sebagai

TKW. Ada yang orangtuanya memang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan, sehingga

para TKW ini bertekad untuk bekerja ke luar negeri, ada juga karena sang suami yang

pengangguran, ada juga yang suaminya tidak mempunyai pekerjaan tetap.

2. Faktor Keluarga

Ada beberapa eks TKW yang memang di motivasi oleh kedua orangtuanya untuk

bekerja di negara tetangga. Orangtua pun tidak pernah memikirkan resiko apa yang akan

terjadi pada anak mereka. Ada juga yang ingin untuk memperjuangkan nasib keluarganya

dengan kata lain untuk mengangkat derajat keluarganya dengan cara bekerja hingga belasan

tahun hanya untuk menambah aset keluarga. Ada juga karena yang rela pergi karena ingin

masa depan anaknya terjamin secara materi.

3. Faktor Lingkungan

Dari hasil observasi kami di Gembong, faktor lingkungan juga mempengaruhi, ada

tetangga yang mengajak untuk bekerja di sana. Ada juga karena tetangga sukses secara

materi dengan banyak bukti yaitu salah satunya bisa membeli tanah, bisa untuk

membangun rumah dsb. Dari sinilah mereka tergiur untuk bisa sama antara tetangga satu

dengan tetangga yang lainnya, walaupun hanya bekerja sebagai asisten rumah tangga

(kebanyakkan eks TKW).

4. Faktor Upah/Gaji

Faktor upah yang besar jika dirupiahkan, maka kebanyakan mereka tertarik untuk

bekerja disana, tanpa berfikir lagi berat/ringannya pekerjaan yang akan mereka kerjakan,

dan juga tanpa berfikir anak mereka yang akan di tinggalkan padahal anak-anak mereka

14
masih membutuhkan kasih sayang dari sang ibu, dan rata2 ketika mereka meninggalkan

anak-anak mereka masih dibawah 5 tahun.

D. Pengalaman- Pengalaman Para Eks TKW saat Bekerja Diluar Negeri

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa motivasi para TKW bekerja ke

luar negeri adalah faktor ekonomi, sehingga mereka harus rela meninggalkan keluarga dan

orang-orang yang mereka cintai untuk bekerja di negara lain. Hal ini menimbulkan satu

kondisi psikis yang berat bagi mereka, ada dilema dalam hati antara ingin tetap bersama

keluarga dan orang-orang tercinta namun mengalami kondisi ekonomi yang berat, atau

menguatkan tekad untuk meninggalkan orang-orang tercinta demi masa depan yanglebih

baik namun harus menjalani hari-hari yang berat tinggal di negara asing, bersama dengan

orang-orang yang tidak mereka kenal sebelumnya. Hal dilematis ini sangat berdampak bagi

mereka saat mereka bekerja nantinya.

Hal lain yang sangat berpengaruh bagi kehidupan mereka adalah kondisi sosial

budaya negara tempat mereka bekerja dan karakter majikan tempat mereka tinggal. Hidup

dan bekerja di negara yang memiliki budaya yang berbeda dengan budaya negeri sendiri

menuntut kemampuan adaptasi yang tinggi. Bagi para eks TKW, tentunya ini bukan

perkara mudah, apalagi seperti yang sudah kami sebutkan diatas, bahwa sejak dari awal

mereka berangkat sudah membawa beban psikis yaitu harus meninggalkan orang-orang

yang mereka cintai. Kombinasi dua hal tersebutlah yang sangat mempengaruhi bagaimana

mereka menjalani kehidupan mereka selama bekerja di luar negeri.

15
Dalam observasi yang kami lakukan, kami berhasil mewawancarai beberapa eks

TKW dari empat negara yaitu Malaysia, Singapura, Hongkong, dan Arab Saudi. Berikut ini

adalah pengalaman hidup mereka selama bekerja di ke empat negara tersebut. Untuk alasan

tertentu, kami sengaja tidak menyebutkan nama asli.

a. Malaysia

Ibu Mawar menuturkan pengalaman hidupnya kepada kami selama dia bekerja di

Malaysia. Di usia yang masih muda, dan minim pengalaman, dia mengalami hal yang

sangat menyedihkan ketika bekerja di sana. Karena keberangkatannya dilakukan secara

ilegal, maka dia harus sembunyi-sembunyi untuk menghindari pihak pemerintah Malaysia.

Pada waktu itu dia merasa beruntung karena menemukan majikan yang baik, yang

memperkerjakan dia sebagai pelayan di sebuah restaurant lokal. Namun, seiring waktu dia

menyadari bahwa ternyata majikan ini tidak sebaik yang dia kira sebelumnya, karena

selama dia bekerja dia tidak menerima gaji sepeserpun, dan dia tidak dapat berbuat apa –

apa untuk mendapatkan haknya karena posisi dia sebagai TKW ilegal, hanya berharap akan

belas kasihan dan niat baik sang majikan. Namun rupanya, sang majikan tersebut pun tidak

memiliki niat baik. Menjelang akhir kontrak dimana majikan ini harus membayar semua

gaji ibu Mawar, majikan ini justru melakukan suatu fitnah dan tuduhan palsu bahwa ibu

Mawar telah mencuri uangnya. Hal ini mengakibatkan ibu Mawar tidak hanya kehilangan

gaji selama 2 tahun, bahkan dia harus menjalani hari-hari di dalam penjara selama 2 bulan.

Dalam penuturannya, penjara tempat dia ditahan sangatlah tidak manusiawi. Dia

menceritakan bahwa para tahanan ini tinggal di dalam ruangan yang sangat besar dengan

kapasitas 300 orang, laki-laki dan perempuan. Pemisah antar ruang hanya berupa tirai yang

16
sangat tidak memadai. Ruangan dengan penghuni sebanyak itu hanya disediakan 2 kamar

mandi. Belum lagi dengan kondisi tempat tidur yang hanya papan keras yang jaraknya

hanya beberapa centimeter dari tanah, dan karena ruangan yang sangat kotor, maka ada

banyak sekali serangga yaitu tikus dan kecoa yang bebas berkeliaran. Makanan yang

disediakan pun sangat tidak layak, baik kualitas maupun rasa.

Hal yang lebih menakutkan adalah bagaimana nasib para tahanan ini. Berdasarkan

pengalaman teman-teman dalam penjara, dikatakan bahwa pada akhirnya para tahanan ini

tidak akan pernah di sidang, namun mereka akan dibuang, yang pada akhirnya mereka akan

menjadi korban woman trafficking. Yang muda dijadikan wanita penghibur dan yang tua

dijadikan budak.

Dalam kondisi yang sangat sulit tersebut, ibu Mawar berusaha tetap kuat dan terus

memiliki pengharapan bahwa pertolongan Tuhan selalu ada. Dia terus berdoa dan berusaha

menguatkan teman-teman yang dijumpainya dalam penjara. Tepat setelah 2 bulan, ada

mujizat. Tuhan seolah-olah mengirimkan malaikat penolong baginya, yang bukan saja

membebaskan dia dari penjara namun juga akhirnya menjadi pasangan hidupnya. Dan

melalui pengalaman hidup yang berat selama di Malaysia karakter ibu Mawar semakin

terasah menjadi pribadi yang kuat dna tidka mudah menyerah.

b. Singapura

Ibu Melati, bekerja sebagai asisten rumah tangga di Singapura. Warga negara di

Singapura ini memperlakukan para TKW dengan sangat baik, memberikan hak-hak mereka

dan memperhatikan segala kebutuhannya. Ibu Melati mengatakan bahwa dia merasa

dianggap sebagai keluarga sendiri. Pengalaman buruk ibu Mawar tidak terjadi di sini. Ibu

17
Melati mendapat gaji rutin, berada pada keluarga yang baik dan bahkan tidak membatasi

dia untuk beribadah. Kebetulan keluarga ini pun memiliki anggota keluarga yang semua

sehat sehingga tidak membutuhkan perlakuan khusus, dan anak-anak sudah mandiri, bukan

bayi lagi. Tugas rumah tangga yang harus dikerjakan hanya mengurus rumah dna

mengantar jemput anak sekolah.

Satu-satunya masalah yang dihadapi ibu Melati hanya soal bagaimana dia harus

menahan diri dari rasa jenuh dan kangen kepada keluarganya di Indonesia, selain hal

tersebut dia tidak mengalami Kesulitan apapun.

c. Hongkong

Ibu Kenanga, bekerja di Hongkong. Sama seperti di Singapura, negara Hongkong

sangat menghormati hak-hak para TKW. Memang ada satu atau beberapa majikan yang

kurang baik, misalnya tidak mengijinkan asisten rumah tangganya beribadah, namun

beruntungnya ibu Kenanga tidak mendapatkan majikan yang seperti itu.

Ibu Kenanga cukup lama bekerja di sini, sekitar 7 tahun. Karena itu dia memiliki

ikatan emosional yang kuat sekali dengan keluarga majikannya, betul-betul sudah merasa

menjadi bagian dari anggota keluarga mereka. Menurut penuturannya, saat dia akan

memutuskan untuk kembali ke Indonesia, dia menghadapi pergumulan yang snagat berat

karena sudah terlanjur menyayangi keluarga majikannya. Namun disisi lain, dia kuga

merindukan keluarganya yang di Indonesia. Pada akhirnya dia memang memutuskan

kembali ke Indonesia namun hingga sekarang dia tetap menjaga komunikasi dengan

keluarga mantan majikannya di Hongkong.

18
Jadi, bekerja di Hongkong, segala pengalaman buruk para TKW tidak pernah

dialami oleh ibu Kenanga. Dia berangkat secara legal, me dapat gaji sesuai standar,

mendapat majikan yang baik. Masalah yang dihadapi hanya seputar kejenuhan di tempat

kerja, bilamana dia merasa tidak nyaman dengan apa yg diinginkan oleh majikan, namun

akhirnya dia pun bisa menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut.

d. Arab Saudi

Ibu Kamboja, bekerja sebagai TKW di Arab Saudi. Berbeda dengan pengalaman

ibu Melati dan Ibu Kenanga yang bekerja di Singapura dan Hongkong, pengalaman ibu

Kamboja cukup menegangkan meskipun tidak seburuk Ibu Mawar yang harus sampai

masuk penjara.

Jika di negara Singapura dan Hongkong menganggap dna memperlakukan TKW secara

manusiawi, maka di Arab Saudi secara tersirat TKW dianggap sebagai budak yang sudah

dibeli sesuai jangka waktu kontrak, sehingga majikan berhak memperlakukan para TKW

ini sesuai keinginan dna kemauan. Makanya banyak cerita nyata bahwa di sana banyak

TKW yang menjadi korban penyiksaan, pemerkosaan, dan bahkan pembunuhan.

Memang ibu Kamboja tidak mengalami peristiwa tragis tersebut, namun dia

menceritakan bahwa bekerja di Arab Saudi sangat berat karena tiap keluarga memiliki

jumlah anggota keluarga yang sangat banyak, akibat budaya poligami. Dia bercerita bahwa

setiap hari dia bisa beristirahat pada setelah pukul 1 dini hari, karena begitu banyaknya hal

yang harus dia kerjakan. Kendala lain yang harus dihadapi adalah kendala bahasa. Karena

pada umumnya para TKW kurang menguasai bahasa Arab, maka seringkali terjadi

kesalahpahaman yang berujung pada kemarahan majikan. Tapi, menurut ibu Kenanga hal

19
ini masih dapat dia hindari sehingga dia mampu bertahan cukup lama di sana, sekitar 5

tahun.

E. Yang Dilakukan Para Eks TKW Setelah Tidak Lagi Menjadi TKW

Hasil wawancara yang kami dapatkan dengan komunitas eks TKW, banyak dari

mereka yang berhasil setelah bekerja menjadi TKW. Setelah mereka sukses banyak yang

memilih pulang dan mengembangkan usahanya di rumah bersama dengan keluarganya,

bahkan karena banyaknya modal yang mereka dapatkan, mereka dapat menciptakan

lapangan pekerjaan sendiri.

Misalnya banyak yang memiliki usaha seperti laundry, lalu mempunyai usaha ruko,

serta mengajari orang yang mungkin ingin menjadi TKW dengan cara mendirikan PJTKI,

untuk membantu orang-orang lain yang juga ingin menjadi TKW seperti mereka. Dan bisa

juga menjadi pembela TKI/TKW, membela para TKI dan TKW dalam memperjuangkan

hak-hak mereka.

Selain itu banyak dari mereka juga memilih kembali bekerja menjadi petani,

maupun peternak ikan di Waduk Gembong. Banyak juga yang memilih mengikuti kegiatan

kerohanian menjadi misionaris di luar negeri untuk memenangkan jiwa-jiwa disana. Tidak

sedikit pula yang memilih menjadi pedagang buah-buahan asli Gembong dengan dijual di

kota dengan bantuan dari komunitas eks TKW tersebut.

Beberapa juga masih memilih kembali menjadi pekerja PRT walaupun tidak lagi ke

luar negeri, kebanyakan bekerja di Batam. Hal ini karena bagi mereka gaji bekerja di

20
Gembong sangat sedikit, sehingga kebutuhannya tidak terpenuhi, dan harus kembali

menjadi PRT walaupun tidak diluar negeri.

F. Kegiatan – Kegiatan Komunitas Eks TKW di Gembong

Setelah komunitas ini terbentuk, mulai banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan

oleh komunitas ini antara lain adalah:

1. Persekutuan Doa Sebulan Sekali

Komunitas ini mengadakan pertemuan dengan jadwal waktu sebulan sekali

biasanya dilakukan di minggu terakhir. Pertemuan ini digunakan sebagai tempat

bertukar cerita masalah kehidupan sehari-hari, maupun digunakan sebagai

persekutuan doa untuk belajar sama-sama tentang alkitab. Pertemuan biasanya

dilakukan dirumah-rumah anggota maupun di GITJ Gembong yang didampingi oleh

pendeta dan beberapa misionaris TKW.

2. Pelatihan Kerja

Bekerja sama dengan beberapa lembaga misionaris, komunitas eks TKW beberapa

kali melakukan pelatihan kerja bagi para eks TKW. Pelatihan ini dilakukan agar

para eks TKW memiliki bekal ilmu untuk digunakan setelah tidak bekerja sebagai

TKW lagi. Pelatihan yang dilakukan diantaranya memasak, membuat kerajinan

barang bekas, bertani, berdagang dan lain-lain.

3. Misionaris

Selain itu juga dilakukan pelatihan bagi para eks TKI yang memiliki hati untuk

melayani untuk dibekali dengan kemampuan pelayanan dan PI. Mereka disiapkan

21
untuk dapat menjadi misionaris untuk memenangkan jiwa-jiwa diluar negeri. Selain

itu mereka juga banyak yang terlibat menjadi pelayan di GITJ Gembong, baik

menjadi majelis, pelayan pemuda maupun sekolah minggu.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapatt kami peroleh setelah melakukan penelitian di Komunitas

eks TKW di Gembong adalah demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan lebih

layak banyak ibu-ibu di daerah Gembong rela menjadi TKW keluar negeri. Hal ini

dilakukan karena masih kurangnya lapangan pekerjaan dan kebutuhan hidup yang

mendesak mereka untuk bekerja sebagai TKW. Dengan banyaknya ibu-ibu yang menjadi

TKW berdampak pada banyaknya eks TKW di Gembong. Dengan dibentuknya kominutas

eks TKW ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi para eks TKW dapat berkumpul

berbagi suka duka, pengalaman hidup, dan menjadi tempat untuk melatih mereka siap

untuk melanjutkan hidup setelah tidak lagi menjadi TKW.

B. Saran

Penulis hanya bisa menyarankan semoga para pembaca setelah membaca makalah

ini memiliki pengetahuan baru akan adanya komunitas eks TKW di Gembong serta

pengalaman-pengalaman hidup yang didapat oleh para eks TKW.

23
DAFTAR PUSTAKA

Aeni, Nurul. “Eksistensi Buruh Migran Perempuan Dan Gambaran Kemiskinan Kabupaten
Pati.” Jurnal Litbang Vol. XIII, No. 2 Desember 2017, 139-148.

Handayani, “Masalah yang dialami Anak TKW.” Suara Merdeka (Januari/11, 2012)
:http://www.suaramerdeka.com, diakses 26 Mei 2019 jam 14.13 WIB.

Manakertran, Kep. Manakertran RI No Kep 104A/Men/2002 tentang Penempatan TKI


Keluar Negeri. Jakarta: Manakertran, 2002.

Pitoyo, Whimbo. Panduan Praktis Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta: Visi Media, 2010.

Prima, SW, “Menjadi TKI Legal: Ini Syarat-syaratnya.” (Juni/10, 2012),


https://buruhmigran.or.id/2012/06/10/menjadi-tki-legal-ini-syarat-syaratnya/.
diakses 26 Mei 2019 pukul 14.27.

Supriyoko, Perjalanan Nasib TKI-TKW, Antara Rantai Kemiskinan dan Nasib Perempuan.
Jakarta: PT Gramedia, 1990.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga


Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Wikipedia,“Gembong,Pati” Wikipedia (September/11,2006)


:https://id.wikipedia.org/wiki/Gembong,_Pati, diakses 26 Mei 2019 pukul 15.34.

24
LAMPIRAN

25

Anda mungkin juga menyukai