PENDAHULUAN
Pasal 1 bagian (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, TKI adalah setiap warga negara
Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja
Ketenagakerjaan, tenaga kerja Indonesia adalah warga negara Indonesia baik laki-
keilmuan, kesenian, dan olahraga profesional serta mengikuti pelatihan kerja di luar
negeri baik di darat, laut maupun udara dalam jangka waktu tertentu berdasarkan
perjanjian kerja yaitu suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan
atau tertulis baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Dengan adanya perjanjian kerja ini TKI
akan lebih terlindungi apabila nantinya dikemudian hari pihak majikan atau pihak
perusahaan tempat TKI bekerja “wanprestasi” maka TKI dapat menentukan sesuai
1
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
di Luar Negeri.
2
Whimbo Pitoyo, Panduan Praktis Hukum Ketenagakerjaan (Jakarta:Visi Media, 2010) 10.
1
Sementara itu dalam Pasal 1 Kep. Manakertran RI No Kep 104A/Men/2002
tentang penempatan TKI keluar negeri disebutkan bahwa TKI adalah baik laki-laki
maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan
perjanjian kerja melalui prosedur penempatan TKI. Prosedur penempatan TKI ini harus
benar-benar diperhatikan oleh calon TKI yang ingin bekerja ke luar negeri tetapi
tidak melalui prosedur yang benar dan sah maka TKI tersebut nantinya akan
menghadapi masalah di negara tempat ia bekerja karena CTKI tersebut dikatakan TKI
ilegal karena datang ke negaRa tujuan tidak melalui prosedur penempatan TKI yang benar.3
TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di
luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur
Tenaga Kerja Wanita (TKW) merupakan bagian dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Oleh karena itu, Tenaga Kerja Wanita (TKW) merupakan wanita Indonesia yang memenuhi
persyaratan untuk bekerja di luar negeri. Kehadiran tenaga kerja wanita benar-benar
mendapatkan sambutan welcome dari masyarakat. Ternyata keadaan ini telah menimbulkan
kecenderungan baru, yaitu makin banyaknya tenaga kerja wanita Indonesia yang mengadu
peruntungan di manca negara. Dari tahun ke tahun, jumlah tenaga kerja wanita meningkat
secara signifikan. Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Handayani (2012) jika pada periode
1996 terdapat 44 persen migran laki-laki dan 56 persen migran perempuan dari setiap 100
3
Manakertran, Kep. Manakertran RI No Kep 104A/Men/2002 tentang Penempatan TKI Keluar Negeri
(Jakarta: Manakertran, 2002).
2
persen tenaga kerja migran yang meninggalkan Indonesia, pada 2007 jumlah pekerja
menurun menjadi 22 persen. Tenaga Kerja Wanita (TKW) biasanya berasal dari sektor
informal dimana sebagian besar dari mereka tidak memiliki pendidikan yang tinggi.4
Menjadi seorang tenaga kerja tidaklah mudah, para calon TKW harus memenuhi
persyaratan yang diajukan oleh BP2TKI. Dalam artikel yang ditulis oleh Prima (2012)
terdapat beberapa persyaratan untuk menjadi seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
sehat jasmani dan rohani, memiliki keterampilan, tidak dalam keadaan hamil,
berpendidikan minimal SMP, calon TKI terdaftar di Dinas Tenaga Kerja di daerah tempat
tinggalnya, mendapat izin dari suami atau istri atau orang tua atau wali dengan diketahui
persyaratan yang tidak mudah, ancaman risiko yang harus dihadapi pun beraneka
ragam. Pekerjaan menjadi seorang tenaga kerja wanita bukanlah pekerjaan tanpa
risiko. Peningkatan jumlah pekerja perempuan yang saat ini mengalami peningkatan
signifikan tidak diimbangi dengan perlindungan yang optimal, padahal pekerja migran
perempuan termasuk kelompok pekerja migran yang paling berisiko. Risiko yang
4
Handayani, “Masalah yang dialami Anak TKW” (Januari/11, 2012) http://www.suaramerdeka.com, diakses
26 Mei 2019 jam 14.13 WIB.
5
PrimaSW, “Menjadi TKI Legal: Ini Syarat-syaratnya” (Juni/10, 2012),
https://buruhmigran.or.id/2012/06/10/menjadi-tki-legal-ini-syarat-syaratnya/ ( diakses 26 Mei 2019 pukul
14.27).
3
dihadapi oleh pekerja migran perempuan tidak lain adalah berbagai tindak kejahatan
nasib bekerja ke luar negeri sebagai TKW. Faktor terbesar adalah masalah ekonomi
yang memaksa istri turut bekerja mencukupi kebutuhan sehari-hari, desakan kebutuhan
hidup, pandangan akan masa depan yang lebih baik, bujukan dari TKW yang sudah dari
bekerja dan pulang dengan berhasil, gaji yang menggiurkan di negara lain dan masih
banyak lagi.
Dorongan untuk bermigrasi menjadi tenaga kerja wanita selain tekanan kemiskinan
dan kelangkaan kesempatan kerja, juga dirangsang oleh keberhasilan para tenaga kerja
wanita yang pulang dari luar negeri. Sementara itu, menurut Supriyoko (1990) adapun
faktor-faktor yang menyebabkan para wanita Indonesia memilih manca negara sebagai
lahan pekerjaannya dapat diklasifikasikan menjadi faktor intriksik dan faktor ekstrinsik.
Keinginan untuk lebih memerankan dirinya dalam upaya mengangkat harkat martabat diri
beserta keluarga merupakan faktor intriksik. Menjadi tenaga kerja wanita lebih dipandang
sebagai upaya untuk meningkatkan status sosial ekonominya, dimana para tenaga kerja
wanita lebih berorientasi kepada upaya untuk meningkatkan gengsi status sosial. Dampak
menjadi tenaga kerja wanita untuk sebagian besar para tenaga kerja wanita telah menjadi
simbol fenomenal hadirnya kehidupan baru yang lebih baik dan kesuksesan. Hasil jerih
payah menjadi tenaga kerja wanita, sebagian besar diperuntukan untuk kebutuhan produktif
4
seperti modal untuk berdagang, membeli tanah, dan membeli motor untuk mengojek. Selain
itu, banyak dari mereka membelanjakan penghasilannya untuk kebutuhan konsumtif seperti
membeli perhiasan, pakaian, dan alat-alat rumah tangga. Para tenaga kerja wanita ini
memiliki kecenderungan untuk memamerkan kekayaan yang mereka peroleh dari hasil jerih
masyarakat tidak mampu untuk membuat usaha yang disebabkan dengan terbentur modal,
ketrampilan, dan terbatas akses pasar. Apabila peluang kerja semakin sempit maka
diam, mereka berusaha untuk memecahkan masalah mereka dengan memilih menjadi
Sesungguhnya manfaat positif bagi TKW yang bekerja ke luar negeri juga banyak
meningkatkan perolehan devisa negara. Selain dampak positif ada pula dampak negatif,
dengan kategori yang terbesar dan bahkan mungkin dihadapi oleh para TKW adalah
Dampak-dampak positif maupun negatif dari menjadi TKW di luar negeri telah
diketahui masyarakat luas tetapi hal tersebut tidak menyurutkan keinginan mereka untuk
6
Supriyoko, Perjalanan Nasib TKI-TKW, Antara Rantai Kemiskinan dan Nasib Perempuan ( Jakarta: PT
Gramedia, 1990).
5
tetap menjadi TKW. Karena sesungguhnya mereka ingin mendapatkan penghasilan yang
lebih besar meski tingkat pendididikan mereka rendah. Banyak dari TKW tersebut yang
hanya memiliki pendidikan lulusan SD (sekolah dasar/ Madrasah Ibtidaiyah) ataupun SMP
(Sekolah Menengah Pertama) bahkan tidak sedikit dari mereka yang lulusan SMA (Sekolah
Menengah Atas). Dengan kata lain, dengan memiliki modal keterampilan dan pendidikan
terbatas mereka akan mendapatkan penghasilan yang tinggi tanpa menghiraukan dampak
negatif yang mungkin akan terjadi. Meski sesungguhnya dampak negatif yang mungkin
dapat mereka alami lebih besar daripada dampak positif akan mereka hadapi di lapangan
nantinya. Mereka rela meninggalkan sanak saudara demi mencari kehidupan yang menurut
Persebaran TKW sangat menyeluruh ke semua provinsi, kota, kecamatan dan desa
di Indonesia, salah satu daerah yang memiliki warga yang banyak berkerja sebagai TKW
adalah di Kecamatan Gembong, Pati, Jawa Tengah. Gembong adalah sebuah kecamatan di
Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Indonesia. Satu-satunya kecamatan yang mempunyai dua
waduk sekaligus, yaitu waduk Gunung Rowo dan Waduk Seloromo, secara geografis,
kecamatan Gembong terdapat di lereng Gunung Muria, yang mempunyai kebun kopi yang
sangat luas, yaitu terdapat di desa Jolong. Selain itu Gembong juga menjadi penghasil
centra jeruk pamelo, yang menjadi central jeruk pamelo terletak di Desa Bageng kira kira
1,5 km dari pusat kota gembong. Gembong juga merupakan daerah penghasil home industri
antara lain tape dari ketela yang terkenal manis dan juga penghasil ceriping gadung dari
ketela.
6
Jumlah penduduk kecamatan Gembong sebanyak 40.780 jiwa (tahun 2006) dengan
komposisi 20.622 jiwa penduduk laki-laki dan 20.158 jiwa penduduk perempuan. Sebagian
besar penduduk kecamatan Gembong berprofesi sebagai petani dengan komoditas utama
padi, tanaman buah (rambutan, durian, jeruk) dan tanaman keras. Dalam bidang ekonomi,
masyarakat kecamatan Gembong memiliki sebuah pasar tradisional yang terletak di pusat
kota kecamatan. 7
beternak ikan di waduk. Namun banyak juga para wanita dan ibu-ibu yang bekerja menjadi
TKW di berbagai negara di luar negeri. Menurut Nurul (2017), berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan dinyatakan bahwa Kecamatan Sukolilo, Gembong, dan Gabus
merupakan kantong buruh migran perempuan di Kabupaten Pati. Pada tahun 2014, jumlah
dari total seluruh buruh migran di Kabupaten Pati diikuti Kecamatan Sukolilo dan Gabus
dengan persentase yaitu 10,91% dan 9,59. Pada tahun 2015, Kecamatan dengan persentase
diikuti oleh Kecamatan Gembong dan Gabus dengan persentase 11,06% dan 8,95%. 8
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Gembong merupakan salah
satu pemasok terbesar TKW di Kabupaten Pati. Hal ini dikarenakan tingkat kemiskinan
yang tinggi, lapangan kerja yang minim, serta upah kerja yang jauh dibawah UMR
7
banyaknya TKW yang bekerja di luar negeri juga mengakibatkan jumlah eks TKW yang
sangat banyak di Kecamatan Gembong ini. Banyaknya eks TKW berdaampak pada
saja yang tergabung didalamnya dan apa fungsi dari komunitas tersebut.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah atas latar belakang diatas adalah sebagai berikut:
Gembong?
2. Siapa sajakah pendiri dan anggota komunitas eks TKW di Kecamatan Gembong?
negeri?
5. Apa yang dilakukan para eks TKW setelah tidak lagi bekerja diluar negeri?
6. Apa saja kegiatan yang dilakukan oleh komunitas eks TKW di Kecamatan
Gembong?
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metode Penulisan.
8
Untuk menambah wawasan mengenai Komunitas Eks TKW yang ada di
2. Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuannya adalah :
Gembong.
Untuk mengetahui siapa sajakah pendiri dan anggota komunitas eks TKW di
Kecamatan Gembong.
luar negeri
Untuk mengetahui apa kegiatan yang dilakukan para eks TKW setelah tidak lagi
Untuk mengetahui pa saja kegiatan yang dilakukan oleh komunitas eks TKW di
Kecamatan Gembong dan pengaruhnya bagi para TKW yang masih bekerja.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Gembong, Pati, Jawa Tengah dengan subjek
penelitian adalah komunitas eks TKW yang ada di Gembong. Penelitian dilakukan pada
9
hari Selasa, 7 Mei 2019 dengan cara wawancara dan tukar pengalaman dan cerita juga
bersama komunitas eks TKW tersebut. Penelitian dilakukan disalah satu rumah anggota eks
BAB II
PEMBAHASAN
10
A. Latar Belakang Berdirinya Komunitas Eks TKW di Gembong
Karena jumlah TKW yang sangat banyak di Kecamatan Gembong berdampak juga
kepada banyaknya ibu-ibu eks TKW disana. Pada awalnya Para eks TKW di Gembong
mengadakan acara berkumpul bersama, bertemu bertukar pengalaman, cerita hidup, cerita
keluarga dan menjaga jalinan kekeluargaan yang sudah terjalin di luar negeri saat menjadi
TKW. Dalam pembicaraan obrolan terbesit sebuah pemikiran bagaimana kalau dibentuk
dalam komunitas itu saling membantu dalam usaha/ bisnis, saling menguatkan jika ada
yang mengalami masalah, dan sebagai wadah berkumpulnya eks-eks TKW di Gembong.
Lalu diusulkan oleh salah satu jemaat ke GITJ Gembong karena sebagian besar eks
TKW merupakan jemaat gereja. Hal tersebut direspon dengan baik oleh majelis dan
pendeta, karena dipandang sangat baik untuk pertumbuhan rohani dan wadah kekeluargaan
eks-eks TKW di Gembong. Hal ini juga didukung oleh para misionaris TKW yang sudah
memiliki lembaga resmi untuk memberikan bekal rohani maupun usaha/ bisnis bagi
komunitas tersebut. Komunitas ini mulai berdiri tahun........... hingga sekarang ini.
karena dari sekian TKI yang sudah pulang ke Indonesia punya potensi dalam pelayanan.
Banyaknya jemaat gereja yang bekerja sebagai TKI membuat komunitas ini dapat
digunakan sebagai sumber PI. Diluar negeri setiap hari minggu libur, dan sebagian dari
para TKW yang beragama Kristen memanfaatkan waktu untuk belajar melayani. Bahkan
banyak TKI yg dimenangkan (mengenal Tuhan Yesus) oleh para misionaris diluar negeri,
11
sehingga saat pulang ke Indonesia mengalami permasalahan dalam keluarga karena sudah
Gereja lokal tidak mengetahui apakah dia jiwa baru yang dimenangkan di
wilayahnya, karena semua itu pasti disembunyikan dari orang lain. Salah satu cara yang
paling efektif adalah sesama TKI yang bergama Kristen datang berkunjung, menguatkan,
adalah seorang pendeta atau majelis gereja lokal itu akan menjadi masalah karena kritis nya
agama di Indonesia.
Dengan persetujuan dari pihak gereja dan Pendeta dari GITJ Gembong dan
didukung oleh Misionaris maka terbentuklah sebuah komunitas yang diberi nama "
Returnee ministry Indonesia ". Komunitas ini sangat membantu dalam pertumbuhan rohani
para TKW baik yg sudah pulang di Indonesia maupun yang masih diluar negeri. Mereka
saling menguatkan dan saling membangun satu sama lain. Bahkan setiap satu bulan sekali
diadakan pertemuan rutin untuk membahas firman Tuhan saling berbagi pengalaman dan
kesaksian.
Selain itu diadakan juga pelatihan dalam berbisnis, memasak maupun merias wajah.
Pembekalan ini sangat berguna bagi para Eks TKW untuk mengembangkan diri mereka
dalam berbisnis supaya tidak kembali ke luar negeri. Selain itu dari berbagai pihak juga
maksimal. Misalnya jika jeruk pamelo di desa harganya 1 biji Rp. 15.000 maka dengan
bantuan komunitas ini dapat dijual di kota dengan harga mencapai RP. 20.000/ biji, itu
sangat membantu para eks TKW yang bekerja sebagai petani dan juga pedagang dalam
12
perekonomiannya. Selain dibekali kerohanian juga dibekali kemampuan berwirausaha
sehingga komunitas ini bisa menarik para eks TKW untuk bergabung bersekutu dan
berkembang bersama. Para eks TKW bertumbuh bersama dalam kasih dan persahabatan
Pendiri komunitas eks TKW di Gembong adalah beberapa eks TKW yang sering
kekeluargaan. Hingga akhirnya tercetus ide untuk membuat sebuah komunitas sebagai
wadah berkumpulnya para eks TKW. Akhirnya komunitas ini terbentuk dengan dukungan
Anggota komunitas eks TKW ini adalah eks-eks TKW yang sudah pulang ke
Indonesia maupun yang masih bekerja disana. Tercatat sekitar 40 orang tergabung ke dalam
komunitas eks TKW ini. Tidak hanya ibu-ibu saja terdapat beberapa anggota pria yang juga
Setelah kami melakukan pertemuan dan wawancara dengan komunitas eks TKW di
Gembong ini, terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi mengapa mereka memilih
1. Faktor Ekonomi
13
Faktor ekonomi keluarga menjadi salah satu faktor untuk mengadu nasib sebagai
TKW. Ada yang orangtuanya memang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan, sehingga
para TKW ini bertekad untuk bekerja ke luar negeri, ada juga karena sang suami yang
2. Faktor Keluarga
Ada beberapa eks TKW yang memang di motivasi oleh kedua orangtuanya untuk
bekerja di negara tetangga. Orangtua pun tidak pernah memikirkan resiko apa yang akan
terjadi pada anak mereka. Ada juga yang ingin untuk memperjuangkan nasib keluarganya
dengan kata lain untuk mengangkat derajat keluarganya dengan cara bekerja hingga belasan
tahun hanya untuk menambah aset keluarga. Ada juga karena yang rela pergi karena ingin
3. Faktor Lingkungan
Dari hasil observasi kami di Gembong, faktor lingkungan juga mempengaruhi, ada
tetangga yang mengajak untuk bekerja di sana. Ada juga karena tetangga sukses secara
materi dengan banyak bukti yaitu salah satunya bisa membeli tanah, bisa untuk
membangun rumah dsb. Dari sinilah mereka tergiur untuk bisa sama antara tetangga satu
dengan tetangga yang lainnya, walaupun hanya bekerja sebagai asisten rumah tangga
4. Faktor Upah/Gaji
Faktor upah yang besar jika dirupiahkan, maka kebanyakan mereka tertarik untuk
bekerja disana, tanpa berfikir lagi berat/ringannya pekerjaan yang akan mereka kerjakan,
dan juga tanpa berfikir anak mereka yang akan di tinggalkan padahal anak-anak mereka
14
masih membutuhkan kasih sayang dari sang ibu, dan rata2 ketika mereka meninggalkan
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa motivasi para TKW bekerja ke
luar negeri adalah faktor ekonomi, sehingga mereka harus rela meninggalkan keluarga dan
orang-orang yang mereka cintai untuk bekerja di negara lain. Hal ini menimbulkan satu
kondisi psikis yang berat bagi mereka, ada dilema dalam hati antara ingin tetap bersama
keluarga dan orang-orang tercinta namun mengalami kondisi ekonomi yang berat, atau
menguatkan tekad untuk meninggalkan orang-orang tercinta demi masa depan yanglebih
baik namun harus menjalani hari-hari yang berat tinggal di negara asing, bersama dengan
orang-orang yang tidak mereka kenal sebelumnya. Hal dilematis ini sangat berdampak bagi
Hal lain yang sangat berpengaruh bagi kehidupan mereka adalah kondisi sosial
budaya negara tempat mereka bekerja dan karakter majikan tempat mereka tinggal. Hidup
dan bekerja di negara yang memiliki budaya yang berbeda dengan budaya negeri sendiri
menuntut kemampuan adaptasi yang tinggi. Bagi para eks TKW, tentunya ini bukan
perkara mudah, apalagi seperti yang sudah kami sebutkan diatas, bahwa sejak dari awal
mereka berangkat sudah membawa beban psikis yaitu harus meninggalkan orang-orang
yang mereka cintai. Kombinasi dua hal tersebutlah yang sangat mempengaruhi bagaimana
15
Dalam observasi yang kami lakukan, kami berhasil mewawancarai beberapa eks
TKW dari empat negara yaitu Malaysia, Singapura, Hongkong, dan Arab Saudi. Berikut ini
adalah pengalaman hidup mereka selama bekerja di ke empat negara tersebut. Untuk alasan
a. Malaysia
Ibu Mawar menuturkan pengalaman hidupnya kepada kami selama dia bekerja di
Malaysia. Di usia yang masih muda, dan minim pengalaman, dia mengalami hal yang
ilegal, maka dia harus sembunyi-sembunyi untuk menghindari pihak pemerintah Malaysia.
Pada waktu itu dia merasa beruntung karena menemukan majikan yang baik, yang
memperkerjakan dia sebagai pelayan di sebuah restaurant lokal. Namun, seiring waktu dia
menyadari bahwa ternyata majikan ini tidak sebaik yang dia kira sebelumnya, karena
selama dia bekerja dia tidak menerima gaji sepeserpun, dan dia tidak dapat berbuat apa –
apa untuk mendapatkan haknya karena posisi dia sebagai TKW ilegal, hanya berharap akan
belas kasihan dan niat baik sang majikan. Namun rupanya, sang majikan tersebut pun tidak
memiliki niat baik. Menjelang akhir kontrak dimana majikan ini harus membayar semua
gaji ibu Mawar, majikan ini justru melakukan suatu fitnah dan tuduhan palsu bahwa ibu
Mawar telah mencuri uangnya. Hal ini mengakibatkan ibu Mawar tidak hanya kehilangan
gaji selama 2 tahun, bahkan dia harus menjalani hari-hari di dalam penjara selama 2 bulan.
Dalam penuturannya, penjara tempat dia ditahan sangatlah tidak manusiawi. Dia
menceritakan bahwa para tahanan ini tinggal di dalam ruangan yang sangat besar dengan
kapasitas 300 orang, laki-laki dan perempuan. Pemisah antar ruang hanya berupa tirai yang
16
sangat tidak memadai. Ruangan dengan penghuni sebanyak itu hanya disediakan 2 kamar
mandi. Belum lagi dengan kondisi tempat tidur yang hanya papan keras yang jaraknya
hanya beberapa centimeter dari tanah, dan karena ruangan yang sangat kotor, maka ada
banyak sekali serangga yaitu tikus dan kecoa yang bebas berkeliaran. Makanan yang
Hal yang lebih menakutkan adalah bagaimana nasib para tahanan ini. Berdasarkan
pengalaman teman-teman dalam penjara, dikatakan bahwa pada akhirnya para tahanan ini
tidak akan pernah di sidang, namun mereka akan dibuang, yang pada akhirnya mereka akan
menjadi korban woman trafficking. Yang muda dijadikan wanita penghibur dan yang tua
dijadikan budak.
Dalam kondisi yang sangat sulit tersebut, ibu Mawar berusaha tetap kuat dan terus
memiliki pengharapan bahwa pertolongan Tuhan selalu ada. Dia terus berdoa dan berusaha
menguatkan teman-teman yang dijumpainya dalam penjara. Tepat setelah 2 bulan, ada
mujizat. Tuhan seolah-olah mengirimkan malaikat penolong baginya, yang bukan saja
membebaskan dia dari penjara namun juga akhirnya menjadi pasangan hidupnya. Dan
melalui pengalaman hidup yang berat selama di Malaysia karakter ibu Mawar semakin
b. Singapura
Ibu Melati, bekerja sebagai asisten rumah tangga di Singapura. Warga negara di
Singapura ini memperlakukan para TKW dengan sangat baik, memberikan hak-hak mereka
dan memperhatikan segala kebutuhannya. Ibu Melati mengatakan bahwa dia merasa
dianggap sebagai keluarga sendiri. Pengalaman buruk ibu Mawar tidak terjadi di sini. Ibu
17
Melati mendapat gaji rutin, berada pada keluarga yang baik dan bahkan tidak membatasi
dia untuk beribadah. Kebetulan keluarga ini pun memiliki anggota keluarga yang semua
sehat sehingga tidak membutuhkan perlakuan khusus, dan anak-anak sudah mandiri, bukan
bayi lagi. Tugas rumah tangga yang harus dikerjakan hanya mengurus rumah dna
Satu-satunya masalah yang dihadapi ibu Melati hanya soal bagaimana dia harus
menahan diri dari rasa jenuh dan kangen kepada keluarganya di Indonesia, selain hal
c. Hongkong
sangat menghormati hak-hak para TKW. Memang ada satu atau beberapa majikan yang
kurang baik, misalnya tidak mengijinkan asisten rumah tangganya beribadah, namun
Ibu Kenanga cukup lama bekerja di sini, sekitar 7 tahun. Karena itu dia memiliki
ikatan emosional yang kuat sekali dengan keluarga majikannya, betul-betul sudah merasa
menjadi bagian dari anggota keluarga mereka. Menurut penuturannya, saat dia akan
memutuskan untuk kembali ke Indonesia, dia menghadapi pergumulan yang snagat berat
karena sudah terlanjur menyayangi keluarga majikannya. Namun disisi lain, dia kuga
kembali ke Indonesia namun hingga sekarang dia tetap menjaga komunikasi dengan
18
Jadi, bekerja di Hongkong, segala pengalaman buruk para TKW tidak pernah
dialami oleh ibu Kenanga. Dia berangkat secara legal, me dapat gaji sesuai standar,
mendapat majikan yang baik. Masalah yang dihadapi hanya seputar kejenuhan di tempat
kerja, bilamana dia merasa tidak nyaman dengan apa yg diinginkan oleh majikan, namun
d. Arab Saudi
Ibu Kamboja, bekerja sebagai TKW di Arab Saudi. Berbeda dengan pengalaman
ibu Melati dan Ibu Kenanga yang bekerja di Singapura dan Hongkong, pengalaman ibu
Kamboja cukup menegangkan meskipun tidak seburuk Ibu Mawar yang harus sampai
masuk penjara.
Jika di negara Singapura dan Hongkong menganggap dna memperlakukan TKW secara
manusiawi, maka di Arab Saudi secara tersirat TKW dianggap sebagai budak yang sudah
dibeli sesuai jangka waktu kontrak, sehingga majikan berhak memperlakukan para TKW
ini sesuai keinginan dna kemauan. Makanya banyak cerita nyata bahwa di sana banyak
Memang ibu Kamboja tidak mengalami peristiwa tragis tersebut, namun dia
menceritakan bahwa bekerja di Arab Saudi sangat berat karena tiap keluarga memiliki
jumlah anggota keluarga yang sangat banyak, akibat budaya poligami. Dia bercerita bahwa
setiap hari dia bisa beristirahat pada setelah pukul 1 dini hari, karena begitu banyaknya hal
yang harus dia kerjakan. Kendala lain yang harus dihadapi adalah kendala bahasa. Karena
pada umumnya para TKW kurang menguasai bahasa Arab, maka seringkali terjadi
kesalahpahaman yang berujung pada kemarahan majikan. Tapi, menurut ibu Kenanga hal
19
ini masih dapat dia hindari sehingga dia mampu bertahan cukup lama di sana, sekitar 5
tahun.
E. Yang Dilakukan Para Eks TKW Setelah Tidak Lagi Menjadi TKW
Hasil wawancara yang kami dapatkan dengan komunitas eks TKW, banyak dari
mereka yang berhasil setelah bekerja menjadi TKW. Setelah mereka sukses banyak yang
bahkan karena banyaknya modal yang mereka dapatkan, mereka dapat menciptakan
Misalnya banyak yang memiliki usaha seperti laundry, lalu mempunyai usaha ruko,
serta mengajari orang yang mungkin ingin menjadi TKW dengan cara mendirikan PJTKI,
untuk membantu orang-orang lain yang juga ingin menjadi TKW seperti mereka. Dan bisa
juga menjadi pembela TKI/TKW, membela para TKI dan TKW dalam memperjuangkan
hak-hak mereka.
Selain itu banyak dari mereka juga memilih kembali bekerja menjadi petani,
maupun peternak ikan di Waduk Gembong. Banyak juga yang memilih mengikuti kegiatan
kerohanian menjadi misionaris di luar negeri untuk memenangkan jiwa-jiwa disana. Tidak
sedikit pula yang memilih menjadi pedagang buah-buahan asli Gembong dengan dijual di
Beberapa juga masih memilih kembali menjadi pekerja PRT walaupun tidak lagi ke
luar negeri, kebanyakan bekerja di Batam. Hal ini karena bagi mereka gaji bekerja di
20
Gembong sangat sedikit, sehingga kebutuhannya tidak terpenuhi, dan harus kembali
2. Pelatihan Kerja
Bekerja sama dengan beberapa lembaga misionaris, komunitas eks TKW beberapa
kali melakukan pelatihan kerja bagi para eks TKW. Pelatihan ini dilakukan agar
para eks TKW memiliki bekal ilmu untuk digunakan setelah tidak bekerja sebagai
3. Misionaris
Selain itu juga dilakukan pelatihan bagi para eks TKI yang memiliki hati untuk
melayani untuk dibekali dengan kemampuan pelayanan dan PI. Mereka disiapkan
21
untuk dapat menjadi misionaris untuk memenangkan jiwa-jiwa diluar negeri. Selain
itu mereka juga banyak yang terlibat menjadi pelayan di GITJ Gembong, baik
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
eks TKW di Gembong adalah demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan lebih
layak banyak ibu-ibu di daerah Gembong rela menjadi TKW keluar negeri. Hal ini
dilakukan karena masih kurangnya lapangan pekerjaan dan kebutuhan hidup yang
mendesak mereka untuk bekerja sebagai TKW. Dengan banyaknya ibu-ibu yang menjadi
TKW berdampak pada banyaknya eks TKW di Gembong. Dengan dibentuknya kominutas
eks TKW ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi para eks TKW dapat berkumpul
berbagi suka duka, pengalaman hidup, dan menjadi tempat untuk melatih mereka siap
B. Saran
Penulis hanya bisa menyarankan semoga para pembaca setelah membaca makalah
ini memiliki pengetahuan baru akan adanya komunitas eks TKW di Gembong serta
23
DAFTAR PUSTAKA
Aeni, Nurul. “Eksistensi Buruh Migran Perempuan Dan Gambaran Kemiskinan Kabupaten
Pati.” Jurnal Litbang Vol. XIII, No. 2 Desember 2017, 139-148.
Handayani, “Masalah yang dialami Anak TKW.” Suara Merdeka (Januari/11, 2012)
:http://www.suaramerdeka.com, diakses 26 Mei 2019 jam 14.13 WIB.
Pitoyo, Whimbo. Panduan Praktis Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta: Visi Media, 2010.
Supriyoko, Perjalanan Nasib TKI-TKW, Antara Rantai Kemiskinan dan Nasib Perempuan.
Jakarta: PT Gramedia, 1990.
24
LAMPIRAN
25