Anda di halaman 1dari 3

Orang Kristen yang cerdas dan beriman selalu diakui, dan akan menjadi pemimpin di

kalangan masyarakat. Orang Kristen beriman mampu berbuat sesuatu yang baik
dilingkungannya, sehingga dia dikenal dan diakui sebagai manusia yang patut ditiru oleh
berbagai pihak. Bukan hanya dikalangan umat Kristen, tetapi juga dikenal oleh umat
beragama lain karena cakupan ruang lingkup pekerjaannya tidak terbatas hanya dikalangan
umat Kristen saja. Orang Kristen yang bijak mampu berbuat sesuatu yang baik
dilingkungannya. Ada 4 pokok tugas orang Kristen ditengah pluralism agama. Keempat
pokok tugas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menghargai orang yang beragama lain
Kita wajib meniru sikap Yesus menghargai agama lain, bahkan secara bijak
menggunakan ajaran agama lain untuk menegur orang yang beragama lain. Misalnya, jika
FPI membakar atau menutup gereja, maka kita pakai ayat al Quran surat al-Ankabut ayat 46
yang mengatakan: “ jangan berselisih dengan orang Nasrani dan Yahudi…’ Orang lain tidak
mungkin dapat kita salahkan berdasarkan ajaran agama kita sendiri. Tetapi mereka kita
salahkan berdasarkan ajaran agama mereka.
2. Memahami ajaran agama lain
Sama seperti Yesus selalu menggunakan ajaran agama lain untuk menegur orang yang
bersangkutan. Menegur orang Yahudi, dengan menggunakan ajaran agama Yahudi. Untuk itu
Yesus telah lebih dahulu memahami ajaran agama masyarakat sekitar. Seandainya agama
Islam ada pada zaman Yesus, dan orang Isalam ada disekitarnya, tentu Yesus akan memakai
ajaran Isalam untuk menegur orang Isalam. Orang Kristen yang bijak pada masa kini wajib
memahami ajaran agama masyarakat sekitarnya. Bagaimana bisa orang Kristen mengatakan
ajaran Kristen yang benar kalau dia sendiri tidak tahu ajaran agama lain? Dengan
mempelajari agama lain, maka iman kita akan semakin diperkuat. Seorang pemuda Kristen
akan diperkaya dalam pemahaman ajaran agamanya, jika dia memahami ajaran agama lain.
Dan pemuda akan dimampukan memberitakan Injil kepada orang lain. Dan pemuda akan
dimampukan dan memberitakan Injil kepada orang lain, jika mereka memahami ajaran agama
orang yang bersangkutan.
3. Mengusahakan, agar agama kristen dipahami oleh orang yang beragama lain.
Tugas utama semua orang Kristen termasuk pendeta adalah untuk mengusahakan agar
orang beragama lain memahami ajaran agama Kristen. Bagaimana caranya/ tentu merupakan
hal yang tidak mungkin jika kita memahami lebih dahulu ajaran agama lain. Untuk
memperkenalkan Kristus kepada orang Islam, kita lebih dahulu membicarakan bagaimana al-
Qur’an berbicara tentang Kristus. Apapun yang mau didiskusikan bersaa orang yang
beragama lain, mulailah dari ajaran ahamanya, dari keyakinannya, dan bukan dari agama kita
sendiri.
4. Mengusahakan kerukunan umat beragama
Mewujudkan kerukunan adalah merupakan tugas semua orang beragama. Setiap orang
tidak bisa bekerja dengan baik kalau kondisi kerukunan masyarakat terganggu. Dan orang
Kristen tidak akan ampu memberitakan Injil, jika kerukunan dengan umat beragama lain
terganggu.

Konflik telah menghasilkan trauma, dan trauma tercetak dalam bentuk struktur atau
pola sosial masyarakat, yang bisa jadi akan terulang lagi di masa yang akan datang. Renate
Jost memberikan pengertian trauma sebagai luka jiwa dan fisik yang jika tidak diolah dan
diatasi dapat menuntun pada sebuah fiksasi yang dapat menganggu hidup manusia sebagian
atau seluruhnya. Sementara Judith Herman Ketika trauma timbul, lepas dari apakah sebab
utama masih ada atau tidak, efek dari trauma tersebut akan terus ada untuk waktu yang sangat
lama. Selama korban dan pelaku masih hidup, trauma juga akan tetap hidup, walaupun
tampak meredup bersembunyi di dalam ketidaksadaran.1
Renate Jost, “Debora in Der Neuen Welt, Trauma, Heilung Und Die Bibel,” in Dem
Tod Nicht Glauben, Sozialgeschichte Der Bibel, ed. Frank Crüsmann (Güterslah: Gütersloher
mengartikannya sebagai trauma psikis yang berhubungan dengan ketakutan yang intensif,
ketidakberdayaan, kehilangan kontrol dan ancaman. Trauma menjangkiti mental dari korban,
dan bukan fisiknya. Akan tetapi, trauma tersebut bisa disebabkan oleh luka fisik, atau tindak
kekerasan langsung kepada fisik korban. Dengan demikian trauma melukai pikiran orang,
mempengaruhi emosinya secara negatif, dan menyiksa secara berkelanjutan, karena itu proses
penyembuhannya juga membutuhkan waktu yang lama. Trauma memiliki dampak yang
bersifat kognitif, emosional, fisik, maupun perilaku terhadap orang yang mengalaminya.

1
Renate Jost, “Debora in Der Neuen Welt, Trauma, Heilung Und Die Bibel,” in Dem Tod Nicht Glauben,
Sozialgeschichte Der Bibel, ed. Frank Crüsmann (Güterslah: Güterslohe
Proses konseling traumatik adalah tatalaksana peristiwa yang tengah berlangsung dan
memberi makna pada klien yang mengalami trauma dan memberi makna pula kepada
kaunselor yang membantu mengatasi kliennya. Cavanagh (1982) menyatakan secara umum
proses kaunseling traumatik yang 132 Trauma dan Pemulihannya dibagi ke dalam tiga
tahapan, yaitu: Pertama, tahap awal kaunseling yang terdiri dari introduction, invitation and
environmental support. Dalam tahapan ini kaunselor membangun hubungan dengan klien
yang disebut dengan a working realationship iaitu hubungan yang berfungsi, bermakna dan
berguna sehingga klien akan mampu mempercayai, dan mengeluarkan semua isi hati,
perasaan dan harapan sehubungan dengan trauma yang dialami. Memperjelas dan
mendefinisikan trauma kepada klien dengan gejala-gejala yang dialami, sehingga klien faham
betul apa yang sedang ia alami dan kaunselor membatu sepenuhnya. Selain itu juga kauselor
dengan klien menyepakati masa untuk melakukan sesi kaunseling. Kedua, tahap pertengahan
(tahap kerja): disini kaunselor menfokuskan kepada penjelajahan trauma yang di alami klien,
melalui pengamatan kemudian diberi penilaian sesuai dengan yang dijelajahi. Muhibbin Syah
(2006) menyatakan pengamatan adalah proses menerima, menafsirkan dan memberi arti
rangsangan yang masuk melalui panca idera seperti mata dan telinga kemudian dicerna secara
objektif sehingga mencapai pengertian. Tahap ini juga dikatakan tahap action . Tujuan tahap
ini adalah untuk menjelajahi dan mengekplorasi trauma, serta kepedulian klien atau tindakan
dan lingkungan dalam mengatasi trauma tersebut. Dalam tahap ini kaunselor juga menjaga
hubungan yang berkesan dengan menampilkan keramahan, empati, kejujuran, keikhlasan
dalam membantu klien.137 Ketiga, tahap akhir kaunseling atau tahap termination 137
Muhibbin Syah (2006) Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja
Rodakarya 133 Dr. Kusmawati Hatta, M.Pd yang di tandai dengan beberapa aspek yaitu:
menurunnya kecemasan traumatik klien, adanya perubahan perilaku klien ke arah yang lebih
positif, sehat dan dinamik, adanya tujuan hidup yang jelas dalam masa yang akan datang, dan
terjadi perubahan sikap yang positif terhadap trauma yang dihadapi, seperti pada masa trauma
dia takut kepada laut karena teringat akan tsunami, tetapi setelah penangan mulai datang dan
melihat laut tersebut.

Anda mungkin juga menyukai