Anda di halaman 1dari 21

soal:

1. Jelaskan pertumbuhan gereja dalam Alkitab


2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan gereja
3. Jelaskan bagaimana rencana2 strategi pertumbuhan gereja
4. Sebutkan contoh2 pertumbuhan gereja didunia
5. Sebutkan unsur2 pertumbuhan gereja diindonesia

1. Sekalipun Alkitab tidak secara khusus membicarakan pertumbuhan Gereja, prinsip


pertumbuhan Gereja dipahami dari perkataan Yesus, “Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam
maut tidak akan menguasainya” (Matius 16:18).

Paulus meneguhkan bahwa Gereja berdasar pada Yesus Kristus (1 Korintus 3:11). Yesus Kristus
juga adalah Kepala gereja (Efesus 1:18-23) dan hidup Gereja (Yohanes 10:10).

Setelah menyatakan demikian, patut diingat bahwa “pertumbuhan” adalah istilah yang relatif.
Ada berbagai macam pertumbuhan, dan beberapa di antaranya sama sekali tidak berhubungan
dengan angka.

Gereja bisa saja hidup dan bertumbuh sekalipun angka keanggotaan/kehadiran tidak berubah.
Kalau orang-orang dalam Gereja itu bertumbuh dalam kasih karunia dan pengenalan akan
Tuhan Yesus, tunduk pada kehendakNya dalam kehidupan mereka, baik secara pribadi maupun
bersama-sama, itulah Gereja yang mengalami pertumbuhan yang sejati.

Pada saat bersamaan, Gereja dapat terlihat sibuk dan ramai setiap minggu, memiliki jumlah
yang besar, tapi tetap mati secara rohani.

Semua jenis pertumbuhan mengikuti pola tertentu. Sebagaimana makhluk yang bertumbuh,
gereja setempat memiliki orang-orang yang menanamkan benih (penginjil) dan yang menyiram
(pendeta/pengajar), dan mereka yang menggunakan karunia-karunia rohani mereka bagi
pertumbuhan rohani mereka di gereja setempat. Tapi, Allah sendiri yang memberi pertumbuhan
(1 Korintus 3:7).

Mereka yang menanam dan mereka yang menyiram sama-sama akan mendapat pahala,
masing-masing menurut jerih lelah mereka (1 Korintus 3:8).

Harus ada keseimbangan antara menanam dan menyiram supaya gereja setempat dapat
bertumbuh, dan ini berarti bahwa dalam Gereja yang sehat setiap orang harus mengenali
karunia rohaninya sehingga dia dapat berfungsi sepenuhnya dalam tubuh Kristus.

Kalau menanam dan menyiram tidak lagi seimbang, Gereja tidak akan berhasil sesuai dengan
rencana Allah. Tentunya harus ada ketergantungan dan ketaatan pada Roh Kudus setiap hari
sehingga kuasaNya dapat disalurkan dalam diri mereka yang menanam dan menyiram sehingga
pertumbuhan dari Allah dapat terwujud.

Akhirnya, gambaran dari Gereja yang hidup dan bertumbuh ditemukan dalam Kisah Para Rasul
2:42-47 di mana dikatakan bahwa orang-orang percaya, “bertekun dalam pengajaran rasul-rasul
dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.”

Dikatakan pula bahwa mereka saling melayani satu dengan yang lainnya dan menjangkau
mereka yang perlu mengenal Allah, dan “tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan
orang yang diselamatkan.”

Ketika hal-hal mendasar ini ada, maka Gereja akan mengalami pertumbuhan rohani, tanpa
memperdulikan apakah mereka bertambah atau tidak secara kuantitas.

English

2PENTINGNYA PERENCANAAN
STRATEGIS DALAM
PERTUMBUHAN GEREJA
Diposkan pada April 27, 2012
Salah satu ciri organisme atau mahluk hidup adalah pertumbuhan,
pertumbuhan adalah salah satu ciri atau tanda dari kehidupan, tetapi bukan
saja organisme yang mengalami pertumbuhan, organisasi juga dalam hal ini
gereja Tuhan harus mengalami pertumbuhan, megapa ? karena ini adalah
tanda gereja Tuhan yang sehat.[1]
Beberapa arti pertumbuhan gereja:

1. Pertumbuhan gereja ialah segala sesuatu yang mencakup soal


membawa orang-orang yang tidak mempunyai hubungan pribadi
dengan Yesus Kristus ke dalam persekutuan dengan Dia dan
membawa mereka menjadi anggota gereja yang bertanggung
jawab. (C. Peter Wagner)
2. Pertumbuhan gereja ialah kenaikan yang seimbang dalam kualitas,
kuantitas dan kompleksitas organisasi gereja local. (Ron Jenson Dan
Jim Stevens)
3. Pertumbuhan gereja ialah berkurangnya penduduk Neraka dan
bertambahnya penduduk Surga.

Dalam pertumbuhan gereja ada tiga komponen pertumbuhan arah yang kita
harapkan dapat tercapai, yaitu Pertumbuhan secara Kuantitas,
Pertumbuhan secara Kualitatif dan Pertumbuhan secara Organisasi.[2]

1.      Pertumbuhan Kuantitatif.

Pertumbuhan Gereja secara kuantitaf atau jumlah adalah alkitabiah karena


disebut dalam Alkitab khususnya dalam kitab Kisah Para Rasul. Gereja mula-
mula bertumbuh secara kuantitatif:

–       Jumlah jemaat pemula 120 orang. (Kis 1:15);

–       Bertambah menjadi 3.120 orang (Kis 2:41);

–       Bertambah menjadi 5.000 orang  (Kis 4:4);

–       Bertambah terus menjadi puluhan ribu orang percaya (Kis 6:7; 11:21;
21:20)

2.      Pertumbuhan Kualitatif

Dalam Kisah Para Rasul 2:42-47; 4:32-37 dijelaskan tentang gereja mula-


mula yang mengalami pertumbuhan kualitatif baik dalam hubungan mereka
dengan Tuhan (vertikal) maupun dalam hubungan mereka dengan
sesama (horizontal). Pertumbuhan kualitatif itu nampak dalam hal:

  Adanya perubahan tingkah laku dan karakter, di mana mereka hidup


dalam ”ketakutan” (ayat 43), ”kesatuan” (ayat 44), dan ”kasih” (ayat 45).
 Adanya ketekunan dalam pengajaran Rasul-Rasul, dalam persekutuan,
dalam doa, dan dalam ibadah bersama (ayat 42,47).
 Adanya pengorbanan harta benda untuk keperluan sesama dan
pelayanan (ayat 45).
3.      Pertumbuhan Organik.

Pertumbuhan gereja secara organik dicerminkan dalam perkembangan


organisasi dan struktural.  Gereja adalah organisme yang kompleks yang
harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang berbeda.  Apabila kebutuhan itu
tidak terpenuhi, maka akan timbul berbagai masalah.  Akibatnya mungkin
gereja akan berhenti bertumbuh secara kualitatif karena gereja tidak
mengembangkan kepemimpinan yang cakap dan cukup untuk melayani
anggota jemaat. Semantara gereja bertumbuh secara kuantitatif dan kualitatif,
gereja harus bertumbuh juga secara organik. Dengan demikian akan dapat
mempertahankan pertumbuhanya.

Hal ini sangat jelas dalam gereja mula-mula dalam Kisah Para Rasul 6,
bahwa ketika jumlah murid makin bertambah, maka muncullah persungutan
diantara orang-orang Yahudi karena pembagian kepada janda-janda
diabaikan.  Hal itu terjadi karena jumlah anggota telah mencapai ribuan orang,
sedangkam yang melayani sangat kurang.  Dengan adanya masalah itu maka
para Rasul mulai mengembangkan kepemimpinan untuk melayani anggota
jemaat, dengan memilih tujuh orang dari antara mereka yang penuh iman dan
Roh Kudus untuk melayani. Dengan demikian, Firman Allah makin tersebar
dan jumalah murid bertambah banyak.

Jika kita ingin agar supaya ketiga komponen pertumbuhan tersebut


bertumbuh seimbang dan saling mendukung, maka gereja harus menjadi
suatu persekutuan (organisasi) yang sehat sehingga berdampak pada tingkat
pertumbuhan secara kualitatif maupun kuantitas. Untuk mewujudkan hal
tersebut gereja sebagai suatu persekutuan harus memiliki suatu perecanaan
jangka panjang untuk dapat menjawab pertanyaan dasar :

 “Siapakah kita?, “Kemana kita pergi?”, “Bagaimana kita ke sana?”, “Apa


makna (keberadaan) kita?”
 Membantu gereja mengungkapkan visinya dan mengidentifikasi
langkah-langkah menuju visi tersebut.
 Pendekatan yang berkelanjutan atas pemikiran strategis terhadap
pelayanan masa depan.
 Menciptakan fokus dan kemampuan gereja terhadap perubahan
internal-eksternal dalam perjalanannya.
 Suatu proses agar gereja melihat dirinya dan lingkungannya dan
berusaha mengoptimalkan “fungsi” dan keberadaannya bagi lingkungan
tersebut
Suatu studi baru-baru ini tentang hubungan antara proses perencanaan
jangka panjang dan keefektifan pelayanan yang dilakukan di tengah-tengah
para pendeta senior ditemukan bahwa[3] :

1. Gereja-gereja yang lebih besar (jemaatnya terdiri dari 2.500 orang atau
lebih) di Jakarta cenderung melakukan perencanaan jangka panjang
secara tertulis.
2. Kebanyakan gereja telah menggunakan perencanaan jangka panjang
selama kurang lebih tiga tahun dan telah mencapai peningkatan
pengunjung 100 persen, dua kali rata-rata tingkat pertumbuhan yang
dialami oleh gereja-gereja yang tidak menggunakan perencanaan
jangka panjang.
3. Keefektifan pelayanan ditingkatkan dengan rencana tahunan dan
rencana jangka panjang secara tertulis.
4. Kekurangan dalam perencanaan tertulis ( tahunan / jangka panjang )
merintangi kemampuan maupun efektivitas gereja / pendeta dalam
melayani jemaat ( masyarakat ).

Apakah Perencanaan itu ?

Perencanaan dapat didefenisikan sebagai “Suatu aktivitas manajerial yang


mencakup menganalisa lingkungan, menetapkan tujuan, menentukan
tindakan yang khas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, dan juga untuk
memberikan umpan balik atas hasil yang dicapai”.[4]

Ada beberapa Type Perencanaan, tetapi kebanyakan dapat dikategorikan


dalam 2 (dua) type Strategis atau Taktis.

 Rencana-rencana yang strategis meliputi suatu periode waktu yang


panjang dan dapat disebut Rencana Jangka Panjang. Rencana-
rencana jangka panjang mempunyai cakupan yang luas dan pada
dasarnya menjawab pertanyaan bagaimana suatu organisasi harus
menggunakan sumber dayanya selama lima hingga sepuluh tahun
berikutnya. Rencana-rencana strategis tersebut tidak terlalu sering
diubah demi merefleksikan perubahan-perubahan dalam lingkungan
atau keseluruhan arah pelayanan.
 Rencana-rencana taktis meliputi suatu periode waktu yang pendek,
biasanya setahun atau kurang dari setahun. Rencana taktis disebut
juga Rencana Jangka Pendek atau Rencana Operasional. Rencana-
rencana ini menentukan apa yang harus dikerjakan pada satu tahun
tertentu untuk menggerakkan organisasi menuju tujuan jangka panjang.
Dengan kata lain, apa yang kita kerjakan tahun ini (jangka pendek)
perlu dihubungkan dengan kemana kita hendak berada dalam lima
tahun sampai sepuluh tahun mendatang (jangka panjang)

 KONDISI PERENCANAAN GEREJA MASA KINI

Kenyataannya kebanyakan gereja dan pelayanan yang telah terlibat dalam


perencanaan lebih berfokus pada jangka pendek dari pada jangka panjang,
yang berarti bahwa setiap rencana tahunan tersebut tidak berhubungan
dengan segala sesuatu yang sifatnya jangka panjang dan biasanya gagal
dalam menggerakkan organisasi ke arah yang diinginkan pada masa depan.

Lebih lanjut  Alvin J. Lindgren mengamati bahwa : “Kebanyakan gereja tidak


terlibat dalam perencanaan jangka panjang yang sistematis. Barangkali inilah
alasan mengapa gereja belum mampu menjangkau masyarakat dan
mengubah masyarkat dengan lebih efektif. Banyak gereja yang beroperasi
berdasarkan perencanaan yang payah (parah). Mereka mempertimbangkan
berbagai masalah yang mendesak dalam setiap pertemuan pengurus tanpa
menempatkan maalah-masalah itu dalam perspektif yang tepat dalam
kaitannya dengan masa lampau maupun masa depan”.

Lebih lanjut untuk menganalisa apakah gereja kita telah memiliki


perencanaan yang strategis (jangka panjang) pertimbangkanlah pertanyaan-
pertanyaan berikut ini :

 Apakah anda tahu kemana anda pergi dan bagaimana Anda bisa
sampai kesana?
 Apakah setiap orang tahu apa yang sedang Anda coba capai? apakah
setiap orang yang terlibat mengetahui apa yang diharapkan?

Jika jawaban salah satu pertanyaan adalah tidak, gereja Anda atau


pelayanan Anda perlu mengembangkan suatu rencana jangka panjang
dengan melibatkan sebanyak mungkin orang.
Ada tiga alasan mengapa Perencanaan tidak dilaksanakan dalam gereja dan
pelayanan saat ini, yakni[5] :

A.    Kurangnya Pelatihan Manajemen

Kebanyakan pendeta mempunyai pendidikan dan pengalaman manajemen


yang kurang memadai sebelum memasuki kegiatan pelayanan dan mereka
menghabiskan waktu melakukan fungsi pastoral karena dalam bidang itulah
mereka terlatih. Selanjutnya, sedikit gereja yang dapat mengumpulkan
sekelompok warga jemaat yang berpendidikan atau memiliki keterampilan
menajemen. Dengan demikian, perencanaan, penetapan tujuan (sasaran),
dan Fungsi manajemen lainnya sebagaian besar justru diabaikan.

B.     Perencanaan Dianggap Tidak Alkitabiah

Penerapan dan penetapan tujuan dari tipe strategis sebagian besar dengan
sengaja diabaikan atau dihindari oleh gereja-gereja. Keengganan
menerapkan perencanaan bertitik tolak dari kenyataan bahwa banyak orang
memandang penerapan perencanaan yang strategis ini tidak tepat dan tidak
rohani (Van Auken dan Johnson, 1984). sebagian merasa gereja bukanlah
perusahaan bisnis, mereka seharusnya tidak diatur sedemikian rupa.

Suatu studi yang cermat tentang Alkitab menunjukkan bahwa orang-orang


percaya patut dan harus melakukan perencanaan untuk urusan-urusan
mereka sehari-hari. Apakah yang dikatakan oleh Alkitab tentang
perencanaan? Kita percaya bahwa Roh Kudus menolong kita untuk
mengetahui kehendak dan tindakan Allah. Kita melakukan yang terbaik,
kemudian meminta Allah memberikan yang terbaik. Roh kita dikuatkan ketika
rencana yang benar berada dalam kehendak Allah. Pertimbangkanlah ayat-
ayat ini :

 Mazmur 20 : 5     : “Kiranya diberikan-Nya kepadamu apa yang kau


kehendaki dan dijadikanNya berhasil apa yang kau rancangkan”.
 Mazmur 127:1     :     “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah,
sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN
yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga”.
 Amsal 15 : 22 :    “Rancangan gagal kalau tidak ada pertimbangan,
tetapi terlaksana kalau penasihat banyak”
 Amsal 16 : 3   :    “Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka
terlaksanalah segala rencanamu”.
 Amsal 16 : 9   : “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi
TUHANlah yang menentukan arah langkahnya”.
 Amsal 20 : 18 :    “Rancangan terlaksana oleh pertimbangan, sebab itu
berperanglah dengan siasat”.
 Lukas 14 : 28  :    “Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau
mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran
biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan
itu ?”
 Kolose 3 : 23 :    “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan
segenap hatimu seperti untuk Tuhan bukan untuk manusia”.

Tokoh – tokoh Alkitab yang mengunakan perencanaan adalah [6]:

MUSA

Kita dapat melihat dengan jelas dalam Injil bahwa Musa adalah seseorang
yang strategis — atau setidaknya ia belajar menjadi seseorang yang strategis.
Musa berjuang sebagai pemimpin setelah ia memimpin bangsa Israel keluar
dari Mesir. Ayah mertuanya, Yitro, datang menemuinya setelah mendengar
perkara besar yang Tuhan lakukan. Yitro melihat bahwa Musa dipenuhi
dengan beban kepemimpinan dan memberikan rencana pemberian Tuhan —
sebuah strategi — untuk menghadapi masalah yang dialaminya. Yitro
mengajar Musa bagaimana menetapkan rencana strategis dengan
mendelegasikan tugas sehingga ia tidak menanggung beban seorang diri.
Hasilnya, tenaga manusia yang ada saat itu digunakan dengan lebih efektif
dan tujuannya tercapai. Musa juga berpikir strategis saat dia mengirim mata-
mata ke tanah Kanaan.

YOSUA

Yosua, anak didik Musa, juga menampilkan kepemimpinan yang strategis.


Dalam Yosua 6, Tuhan memberi Yosua sedikit pelajaran tentang pemikiran
yang strategis. Yosua akan membawa bangsa Israel ke Tanah Perjanjian,
mereka menghadapi musuh pertama di Tanah Perjanjian itu. Mereka
menghadapi yang namanya tembok Yerikho. Tuhan memberi Yosua sebuah
strategi. Ia bisa saja turun dari surga dan memorak-porandakan kota Yerikho,
namun Tuhan memilih untuk bekerja melalui sebuah strategi yang melibatkan
umat-Nya. Tuhan terus bekerja melalui anak-anak-Nya sampai sekarang.

NEHEMIA
Nehemia adalah seorang pemimpin yang ditunjuk Allah yang menggunakan
strategi dalam memimpin. Saat Tuhan memberinya tugas kepemimpinan
untuk membangun kembali tembok Yerusalem, Nehemia mulai menetapkan
dan kemudian bekerja melalui strategi yang direncanakan dengan baik untuk
mencapai visi yang Tuhan berikan. Ia menilai kerusakannya. Ia
mengamankan sumber-sumber yang ada. Ia memilih pemimpin-pemimpin dan
memberi mereka tugas. Semua orang yang pernah membuat sebuah
bangunan, dari sebuah rumah anjing sampai rumah tiga kamar, akan
mengakui pemikiran strategis Nehemia — membangun terlebih dulu tembok
kota Yerusalem.

DAUD

Sejak kecil, Daud adalah seorang pemikir yang strategis. Ia tidak


mengalahkan Goliat dengan kekuatannya atau kehebatan senjata yang
dimilikinya. Dia mengalahkan Goliat dengan menggunakan strategi yang
diberikan Tuhan kepada-Nya yang menunjukkan kelemahan lawannya.
Kemudian, sebagai pemimpin pasukan, Daud menggunakan strategi dalam
berperang. Daud memerlukan orang-orang yang dapat memikirkan dan
merencanakan segala sesuatu dengan strategis, dan Tuhan memberikannya
bani Isakhar (1 Taw. 12:32).

YESUS

Perjanjian Lama dipenuhi dengan teladan-teladan pemimpin yang


menetapkan rencana strategis dan melaksanakannya. Bagaimana dengan
Perjanjian Baru? Kita dapat melihat Yesus sebagai teladan yang luar biasa
dalam hal penerapan strategi. Ia memulai misi-Nya dengan memilih murid-
murid, mengembangkan mereka, kemudian mengirim mereka “sampai ke
ujung bumi” (Kis. 1:8). Strateginya meliputi beberapa pengajaran di hadapan
publik dan mukjizat. Akhirnya, strategi-Nya membawanya sampai kepada
salib, kubur, dan kebangkitan. Yesus Kristus mengerti benar rencana untuk
menebus semua manusia jauh sebelum Ia meninggalkan surga untuk
kemudian menjalankan rencana-Nya tersebut.

PAULUS

Rasul Paulus, pemain kunci yang mendirikan gereja mula-mula, memiliki


strategi. Jelas sekali jika kita baca perjalanan pelayanannya, Paulus memilih
kota-kota penting untuk mendirikan pangkalan pelayanannya. Ia memilih kota-
kota di mana kemungkinan ia dapat memberi dampak besar kepada
sebanyak mungkin orang. Efesus, misalnya, adalah pintu gerbang menuju
Asia kecil.

C.    Masalah Pelaksanaan

Alasan penolakan yang sering dikemukakan ialah bahwa perencanaan tidak


berguna dan kerap kali berhubungan dengan operasi (kegiatan) sehari-hari
yang tidak penting dari gereja. Namun, pandangan ini hanyalah sekilas lalu
jika dikaitkan dengan keberhasilan jangka panjang pada masa depan yang
akan datang.

Dalam pikiran sebagaian pengguna perencanaan terdapat kesan


bahwa perencaanaan kadang-kadang menjadi tujuan akhir. Hal ini secara
khusus benar jika perencanaan hanyalah tanggung jawab dari suatu
kepanitiaan dalam gereja. Team work dapat memfasilitasi proses
perencanaan strategis, tetapi proses itu tidak akan mendarah daging secara
dinamis dalam kegiatan organisasi tanpa keterlibatan yang terus-menerus
dari Pendeta dan Penatua / Diaken, ada satu ucapan presiden Eisenhower
yang sering dikuti berbunyi ,” Rencana tidak ada apa-apanya, tetapi
perencanaan adalah segalanya”. Keyakinan yang ia ungkapkan adalah
bahwa rencana aktual itu sendiri bukanlah tujuan akhir, tetapi proses
perencanaan-pengembangan skenario masa depan, menilai lingkungan dan
persaingan, menilai kekuatan dan kemampuan internal, merevisi tujuan dan
taktik-adalah dialog organisai yang terpenting. Hasil akhirnya adalah
pelaksanaan pelayanan yang lebih efektif dan efisien oleh karena
itu Perencanaan tidak hanya patut dikerjakan, tetapi harus dikerjakan.

 Keuntungan Perencanaan dalam gereja dan pelayanan

Pada dasarnya ada dua alasan membuat perencanaan yaitu :

1. Manfaat protektif, yakni berkurangnya kemungkinan membuat


kesalahan dalam pengambilan keputusan dan
2. Manfaat positif, yaitu bertambahnya keberhasilan dalam mencapai
sasaran pelayanan.

Lebih penting lagi perencanaan jangka panjang dapat menjadi sebuah sarana
pembaruan dalam kehidupan jemaat jika hal-hal berikut diperhatikan :
1. Kesatuan jemaat dapat dicapai hanya jika semua segi kehidupan gereja
melihat dirinya sendiri sebagai bagian dari suatu keseluruhan yang lebih
besar dengan satu sasaran tunggal;
2. Jika perencanaan kurang hati-hati, maka sering terjadi persaingan
antara kelompok-kelompok dalam gereja dan meniru pekerjaan antara
yang satu dengan yang lain.
3. Tanpa perencanaan yang terorganisasi, kelompok-kelompok dalam
gereja dapat merasa dirinya sebagai suatu tujuan pada dirinya sendiri
dan kehilangan perspektif dalam hubungannya terhadap gereja
4. Perencanaan jangka panjang dibutuhkan karena besarnya tugas gereja
(Lingren,1965)

Gereja dapat memperoleh keuntungan dari proses perencanaan ini karena


proses yang sistematis dan berkelanjutan ini memungkinkan kita untuk :

1. Menganalisa posisi gereja, yaitu dengan cara  analisis SWOT


(singkatan dari Strengths, weaknesses, Opportunities, Threats) yang
menilai kekuatan, kelemahan internal gereja serta kesempatan atau
peluang dan ancaman dari eksternal gereja. Tanpa perencanaan yang
jelas dan berkelanjutan mustahil unsur ini diketahui.
2. Menentukan Tujuan, sasaran, priorotas, dan strategi yang dilengkapi
dalam periode tertentu. Perencanaan akan memampukan gereja untuk
menilai sasaran yang telah ditetapkan dan akan menolong memotivasi
Majelis Jemaat dan Anggota Jemaat untuk bekerja bersama-sama guna
mencapai tujuan bersama.
3. Mencapai komitmen dan kerjasama yang lebih besar dari para
Penatua / Diaken dan anggota jemaat yang diarahkan untuk
menghadapi tantangan dan menanggulangi masalah yang ditimbulkan
oleh kondidi-kondisi yang berubah-ubah,
4. Mengarahkan sumber dayanya untuk menghadapi perubahan-
perubahan tersebut melalui antisipasi dan perisiapan. “Menyesuaikan
diri atau mati” adalah suatu peringatan yang sangat tepat

Bagaimana dengan gereja kita? Apakah ketiga komponen pertumbuhan


gereja itu telah berjalan seimbang?  Ingat, kehidupan bergereja tidak cukup
hanya dengan ‘4-D’ (Datang, Duduk, Diam-dengar firman Tuhan-, dan Duit-
persembahan).  Sangatlah baik Jemaatnya dapat menjadi berkat bagi orang
lain, baik lewat kesaksian secara verbal yang mereka beritakan tentang
Yesus kepada sesama maupun lewat kehidupan nyata mereka sehari-hari,
serta akan lebih baik kehadiran  gereja dan pelayanan dapat membawa
dampak yang baik bagi masyarakat.
 

Kesimpulan

Tulisan ini berupaya untuk membangun keyakinan kita bahwa :

 Metode yang sukses digunakan dalam industri dapat juga diterapkan


dalam gereja dan pelayanan yaitu perlunya perencanaan strategis
(jangka panjang) dalam gereja dan pelayanan.
 Ada tempat bagi perencanaan dan manajemen yang lebih baik agar
gereja dan pelayanan kita berdampak pada lingkungan.
 Banyak pendeta dan pengurus gereja benar –benar meyakini perlunya
perencanaan.
 Kita tidak dapat saling menyalahkan atas banyaknya kegagalan yang
kita alami dalam gereja dan pelayanan .

Di atas semua itu, Alkitab mendukung pemahaman yang terus berkembang


tentKitab Perjanjian Lama memakai dua istilah untuk menunjuk gereja, yaitu: “qahal” yang artinya
“memanggil” dan “edhah” yang artinya “memilih atau menunjuk atau bertemu bersama-sama disatu
tempat yang telah ditunjuk.”  Sedangkan Perjanjian Baru memakai istilah “ekklesia” yang artinya
“memanggil keluar”, dan ini sering digunakan untuk  berkumpul beribadah secara umum.  Kata “ekklesia”
juga ditafsirkan dari penggunaan kata “ek” berarti: keluar dari sekumpulan orang-orang.” [1]  Jadi, gereja
yang didasarkan kepada istilah “ekklesia” adalah pertemuan orang-orang yang dipanggil keluar dari
sebuah kumpulan kepada kumpulan yang baru untuk mencapai tujuan bersama ditempat yang telah
ditentukan.

Gereja atau “ekklesia” yang juga sering disebut sebagai jemaat tidak mengandung arti bahwa
perkumpulan yang dilakukan adalah atas dasar keinginan sendiri untuk berkumpul, tetapi Kristuslah yang
dengan perantaraan Firman dan Roh mengumpulkan bagi-Nya jemaat.” [2]  Dengan demikian, gereja
atau “ekklesia” mengalami pengertian yang lebih spesifik yang mengarah kepada kumpulan yang khusus
yang disebut Kristen, yaitu kumpulan orang-orang yang dipanggil oleh Kristus yang telah mati di kayu
salib keluar dari kegelapan karena dosa kepada terang Kristus yang ajaib melalui firman dengan
pertolongan Roh Kudus.  
Jadi, gereja bukanlah menunjuk kepada gedung sebagaimana yang didefinisikan oleh sebagian
orang.  Gereja adalah individu yang juga disebut “organisme yang hidup” [3], yaitu setiap orang yang
percaya kepada Injil yaitu Yesus, yang berhimpun bersama untuk bersekutu disuatu tempat yang telah
ditentukan bersama dengan melakukan upacara keagamaan yaitu upacara persekutuan dengan Allah.
1.        Pengertian Pertumbuhan Gereja
Pertumbuhan gereja adalah “perkembangan dan perluasan tubuh Kristus baik dalam kuantitas maupun
kualitas, dalam bentuk yang nampak maupun isinya yang tidak tampak.” [4]  Gereja sebagai organisme
yaitu kumpulan dari orang-orang percaya, diibaratkan seperti tanaman yang membutuhkan pertumbuhan
melalui sari-sari makanan yang diperoleh dari air dan mineral dari dalam tanah yang cukup.  Firman
Tuhan sebagai bahan makanan rohani yang memberikan pertumbuhan yang sehat bagi gereja.  Gereja
yang sehat menghasilkan pertumbuhan yang seimbang yaitu baik kuantitas maupun kualitas. 
Pertumbuhan kuantitas yang dimaksud adalah pertambahan jumlah anggota gereja.  Pertambahan
jumlah anggota gereja secara umum dapat bersumber dari tiga faktor, yaitu: pertama, pertumbuhan dari
hasil biologis yaitu pertambahan jumlah anggota dari hasil perkawinan anggota gereja, yang bertumbuh
menjadi dewasa dan dilayani oleh gereja untuk dibawa mengenal Kristus, sebagai bentuk persiapan
untuk menjadi anggota gereja yang bertanggung jawab.  Kedua, pertambahan dari perpindahan gereja,
yaitu: pertambahan jumlah dari hasil anggota gereja yang berpindah kepada gereja yang lain, disebabkan
karena perpindahan penduduk atau karena faktor lain.  Dan ketiga, pertambahan dari hasil pemberitaan
Injil, yaitu: pertambahan jumlah pertobatan jiwa-jiwa baru.
Pertumbuhan gereja secara kualitas merupakan pertumbuhan yang dihasilkan berdasarkan hubungan
pribadi dengan Roh Kudus.  Pertumbuhan kualitas berlangsung maju ke arah yang semakin baik, yang
dapat dilihat dari sikap kasih yang dimiliki di dalam persekutuan.  Penekanan pertumbuhan kualitas
adalah kedewasaan rohani yang dibuktikan dari perbuatan, perkataan dan tindakan yang berdasarkan
karakter Kristus dan mewujudkan tugas panggilan yang diamanatkan oleh Yesus sebagai kepala gereja,
yaitu melayani, bersekutu, dan bersaksi.  Contoh pertumbuhan kualitas dinyatakan dalam kehidupan
orang percaya yang mula-mula yaitu: ketekunan dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan,
dalam doa dan pujian sambil memecahkan roti yang sering dilakukan di dalam Bait Allah dan di rumah
masing-masing dengan tulus hati, dan kasih persaudaraan.
2.        Dasar Pertumbuhan Gereja
Gereja bertumbuh bukan didasarkan kepada kebutuhan dan keinginan manusia.  Dasar pertumbuhan
gereja adalah karena kehendak Allah, pekerjaan Roh Kudus, dan pertumbuhan kehidupan kerohanian
orang Kristen secara pribadi.

2.1   Kehendak Allah
Allah menghendaki manusia selamat.  Tindakan Allah yang tidak menghendaki manusia binasa karena
dosa merupakan kebenaran yang hakiki dalam Alkitab, yang terlihat pertama sekali bagaimana Allah
mencari manusia yaitu Adam dan Hawa yang telah jatuh ke dalam dosa (Kej. 3).  Allah dengan aktif terus
mencari orang-orang yang terpisah dari pada-Nya oleh dosa.  Keseriusan Allah terlihat bagaimana
akhirnya Allah bertindak di dalam dunia dengan menjadi seperti manusia yaitu Yesus Kristus, supaya
setiap orang yang percaya kepada Allah dalam Yesus Kristus tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal (Yoh. 3:16). 
Jadi, Yesus Kristus merupakan sarana yang telah menjadi pusat Injil, yang disediakan Allah untuk
membawa kembali manusia yang terhilang.  Wagner mengatakan bahwa “Persediaan yang Allah telah
adakan untuk membawa manusia terhilang kepada diri-Nya sendiri adalah Injil.” [5]  Dasar dari kehendak
Allah yang tidak menginginkan seorang pun binasa yaitu barang siapa yang percaya kepada Yesus
sebagai jalan keselamatan yang disediakan Allah, merupakan kebenaran yang memperjelaskan bahwa
“gereja bukan suatu lembaga atau organisasi buatan manusia melainkan jemaat Allah.” [6] 
Allah sendiri yang memprakarsai pertumbuhan gereja oleh kehendak-Nya sehingga gereja disebut umat
Allah yaitu milik Allah.  Yesus berkata “di atas batu karang ini, Aku akan mendirikan jemaat-Ku” (Mat.
16:18), “bukan sekedar bermaksud mengatakan “akan membawa sekumpulan orang bersama-sama”
melainkan Dia memakai istilah terkenal yang menggambarkan umat Allah.” [7]  Jemaat yang didirikan
yang menjadi umat Allah adalah semua orang, baik laki-laki dan perempuan, yang tua atau yang muda,
yang telah dipanggil oleh Allah menjadi milik-Nya untuk bersekutu.  Wagner mengatakan “Tuhan
menghendaki agar pria dan wanita yang terhilang ditemukan dan diselamatkan.” [8]  “Aku akan
mendirikan jemaat-Ku” adalah merupakan sebuah pernyataan yang memperjelaskan bahwa Allah
sebagai dasar dari pertumbuhan gereja, dan sebagai pendiri maka Allah sendiri yang memegang hak
milik atas gereja.  Peters berpendapat bahwa “oleh karena gereja adalah kepunyaan Allah, Dia sendiri
yang merencanakan, membentuk, mengadakan dan menentukan.”[9]  Berarti, dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan gereja adalah atas dasar kehendak Allah dan pekerjaan Allah, yaitu Allah sebagai sumber
utama pertumbuhan gereja, oleh karena Allah menghendaki agar tidak seorangpun manusia binasa.
2.2   Karya Roh Kudus
“Roh Kudus adalah utusan Allah untuk memperkenalkan, mengawasi atau mengendalikan, memberikan
kemampuan, dan mewujudkan tujuan Allah dalam program untuk mendirikan gereja atau jemaat.  Pada
hari pentakosta, Roh Kudus menciptakan sebuah badan bagi Dia sendiri, yaitu gereja Yesus
Kristus.”[10]  Roh Kudus adalah Utusan Allah bukan berarti bahwa Roh Kudus lebih rendah dari
Allah.  Utusan hanyalah sebatas menjelaskan sistem tugas, sedangkan hakikat dan keberadaan Roh
Kudus adalah sama dengan Bapa dan Anak yaitu Yesus.  Secara ringkas dapat digambarkan dalam
hubungan dengan keselamatan yaitu: Bapa yang menjanjikan keselamatan dan janji itu didapat dan
dilaksanakan oleh Anak yaitu kematian-Nya disalib (Yoh. 3:16-17).  Anak yaitu Yesus sebagai penyedia
keselamatan yang telah selesai dikerjakan terangkat, Roh Kudus diutus sebagai pelaksana yaitu yang
melanjutkan keselamatan kepada semua orang.
Roh Kudus memainkan peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan gereja yang ditandai pada hari
pentakosta.  Kehadiran Roh Kudus pada hari pentakosta adalah untuk mewujudkan rencana yang
dikehendaki Allah supaya jangan ada seorangpun binasa, berkarya melalui manusia dan di dalam
manusia.  Yang dimaksud berkarya di dalam manusia adalah bahwa Roh Kudus mengerjakan
pertumbuhan secara pribadi di dalam orang-orang yang telah percaya kepada Injil dan oleh karya Roh
Kudus yang telah menyatukan ke dalam sebuah persekutuan yang baru yang disebut umat Allah atau
gereja yaitu tubuh Kristus.  Sedangkan yang dimaksud berkarya melalui manusia adalah bahwa Roh
Kudus mengerjakan pertumbuhan ke luar yaitu untuk pertambahan jumlah melalui kesaksian orang-orang
yang telah bertumbuh kerohanian secara pribadi oleh karya Roh Kudus.  “Tuhan memberikan kepada
umat-Nya tanggung jawab untuk mencari jiwa-jiwa yang sesat, dan Roh Kudus akan bekerja melalui
mereka untuk menyelesaikan tugas itu.”[11]  Jadi, peranan manusia merupakan salah satu faktor
tertentu yang menjadi pertumbuhan gereja, tetapi “tentu dalam beberapa hal Roh Kudus memang
merupakan dasar pertumbuhan gereja.”[12]
2.3   Pertumbuhan Hidup Rohani Orang Kristen Secara Pribadi
Peter Wongso mengatakan salah satu dasar pertumbuhan gereja adalah“pertumbuhan dan kedewasaan
hidup rohani orang Kristen secara pribadi.”[13]  Pertumbuhan hidup rohani orang Kristen secara pribadi
merupakan perkembangan pengenalan akan kepercayaan yang diyakini dan dipegang teguh kearah
kedewasaan yaitu kepenuhan Kristus, yang diperoleh dari beberapa faktor, yaitu: pertama masukan dari
pengajaran firman Tuhan yang dilaksanakan di dalam persekutuan, dari alat-alat multi media yaitu
televisi, radio, jasa internet atau melalui majalah-majalah rohani, dan pembacaan Alkitab yang telah
dijadwalkan secara pribadi.  Kedua dari persekutuan yang diadakan bersama-sama di dalam bait suci
atau di rumah masing-masing, yaitu di dalam doa dan pujian, di dalam mengikuti sakramen perjamuan
Tuhan (perjamuan kudus) untuk mengingat pengorbanan Yesus di kayu salib, dan sakramen baptisan
sebagai sikap seorang percaya dalam memproklamasikan iman yang diyakini, dan di dalam memecah
roti secara bersama-sama yaitu perjamuan kasih.

3.   Strategi Pertumbuhan Gereja


Strategi adalah “garis-garis besar pendekatan yang harus digunakan untuk mencapai
tujuan.”[14]  Pernyataan untuk mencapai tujuan adalah mengindikasikan bahwa sebelum terbentuk
strategi, tujuan terlebih dahulu telah ditetapkan.  Jadi, gereja dapat menentukan strategi pertumbuhan
apabila telah didasarkan kepada pengenalan dan pengetahuan apa yang menjadi tujuan gereja.  Ada
lima tujuan gereja menurut Rick Warren, yaitu: “mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, mengasihi
sesama manusia seperti diri sendiri (pelayanan), pergi dan menjadikan murid (penginjilan), membaptis
(persekutuan), dan mengajar untuk taat (pengajaran/pemuridan).” [15]  Dengan sederhana dapat
disimpulkan bahwa tujuan gereja adalah melayani, bersekutu, dan bersaksi.  Keberhasilan strategi untuk
mencapai tujuan, terletak kepada tujuan yang jelas, dapat diukur dan dapat dicapai.
Strategi pertumbuhan gereja adalah suatu langkah-langkah pendekatan untuk dapat mencapai tujuan
yang telah ditetapkan berupa perkembangan dan perluasan tubuh Kristus baik dalam kuantitas maupun
kualitas, dalam bentuk yang nampak maupun isinya yang tidak tampak.  Strategi pertumbuhan gereja
sangat penting dan mengandung konsep alkitabiah.  Salah satu dasar Alkitab yang menunjukan
kepentingan strategi bagi pertumbuhan gereja adalah pernyataan Yesus yang mengatakan “Lihat, Aku
mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular
dan tulus seperti merpati (Mat. 10:16).”
Gereja sebagai sedang jemaat yang beribadah adalah sebuah komunitas yang hidup di dalam dunia
yang semakin berubah, baik dalam segi moral, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berbagai aspek
yang lain.  Oleh karena gereja berada dalam dunia yang semakin berubah, maka gereja harus berusaha
untuk tetap mempertahankan eksistensi gereja sebagai tubuh Kristus, dengan berkontekstual sesuai
dengan keadaan dunia tanpa harus melupakan prioritas utama panggilan gereja, yaitu bersaksi,melayani
dan bersekutu; dengan cara gereja harus mempunyai strategi berupa membentuk perencanaan,
pemberdayaan sumber daya manusia dalam gereja, dan membentuk kelompok sel.  Agar dapat
mencapai tujuan berdasarkan strategi, gereja harus tetap bersandar kepada Roh Kudus oleh karena
gereja berada dalam dunia yang semakin berubah, yang dapat menghasilkan kelelahan dan
keputusasaan bagi gereja dalam menjalankan strategi.  Robert dan Evelyn Bolton mengatakan “pada
waktu jemaat menyerah kepada pekerjaan Roh Kudus, Ia menyegarkan dengan hidup baru dan
kegembiraan.”[16]
3.1   Membentuk Perencanaan
Perencanaan merupakan salah satu hal yang terpenting dalam pertumbuhan gereja.  Perencanaan
adalah “cara berpikir mengenai persoalan-persoalan sosial dan ekonomi, terutama berorientasi pada
masa datang, berkembang dengan hubungan antara tujuan dan keputusan-keputusan kolektif dan
mengusahakan kebijakan dan program.”[17]  Perencanaan merupakan proses awal untuk membuka
peluang-peluang keberhasilan dalam memecahkan setiap persoalan sehubungan dengan keberadaan
pada masa yang akan datang.  
Perencanaan dapat berfungsi sebagai kompas yang menentukan langkah-langkah yang harus ditempuh
untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan keputusan-keputusan kolektif atau
individu, yang telah disusun dalam sebuah anggaran pembukuan rumah tangga masing-masing
organisasi, instansi, ataupun perseorangan.  Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang disusun
secara sederhana, dapat dijangkau, masuk akal dan nyata, sesuai dengan arah tujuan yang akan
dicapai.
Gereja yang bertumbuh dan mampu mempertahankan keeksistensian adalah gereja yang membentuk
perencanaan dan mengkomunikasikan perencanaan kepada semua anggota gereja, dengan
berorientasikan pada tujuan yang akan dicapai.  Membentuk perencanaan dapat mengfasilitasi gereja
untuk dapat meminimalisir kefatalan yang dapat merugikan gereja, karena membentuk perencanaan
berarti menginterpretasikan dan menginventarisasikan kekuatan gereja kepada semua anggota gereja.
3.2   Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Dalam Gereja
Pemberdayaan merupakan sebuah kegiatan untuk mengolah, merawat, dan memanfaatkan agar
keberlangsungan eksistensi terus terpelihara dan semakin berkembang.  Pemberdayaan sumber daya
manusia sebuah usaha untuk mengolah segala potensi yang ada dalam diri manusia melalui pelatihan-
pelatihan yang bersifat formal atau non formal agar berkembang ke arah yang lebih maju, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan manusia itu sendiri dan kepentingan umum.  Pemberdayaan sumber
daya manusia juga sebagai usaha untuk memanusiakan manusia.  George W. Peters berkata: “Gereja
sebagai kelompok orang percaya yang berhimpun pada waktu tertentu bersama Tuhan untuk
memproklamasikan firman Allah, untuk bersekutu, meneguhkan, beribadah, menaati ketentuan-ketentuan
Alkitab, melaksanakan fungsi-fungsi, dan kewajiban-kewajiban spesifik kepada satu sama lain dan
kepada dunia.”[18]  Gereja sebagai kelompok orang-orang percaya, berarti bahwa gereja terdiri dari
beberapa orang atau sejumlah orang percaya yang memiliki karakter yang berbeda-beda, kemampuan
yang berbeda-beda, dan juga karunia yang berbeda-beda yang dianugrahkan oleh Roh Kudus.  Oleh
karena gereja terdiri dari sejumlah orang percaya, maka gereja memiliki tanggung jawab untuk
mengembangkan sumber daya manusia dalam gereja untuk mampu mempertahankan keeksistensian
gereja di tengah-tengah dunia yang semakin berubah.
Sumber daya manusia dalam gereja adalah merupakan modal atau potensi bagi gereja untuk dapat
bertumbuh kearah tugas panggilan yang telah diamanatkan oleh kepala Agung gereja yaitu Yesus
Kristus, untuk pergi menjadikan semua bangsa menjadi murid, membaptis, dan mengajar, dengan kata
lain adalah untuk bersaksi, bersekutu, dan melayani.  Makmur Halim berpendapat:
Gereja tidak akan berperan dengan baik atau mengantisipasi perubahan-perubahan yang radikal
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, apabila gereja tidak merasa bertanggungjawab
untuk mengembangkan sumber daya manusia.  Kontribusi gereja dalam mengembangkan sumber
daya manusia akan menguntungkan gereja itu sendiri, karena gereja kelak dapat menggunakan
hasil-hasil pengembangan sumber daya manusia untuk kepentingan pelayanan.  Dengan
mempertahankan keseimbangan antara intelektual dan iman jemaat, gereja akan bertumbuh
secara wajar di tengah-tengah masyarakat ilmu pengetahuan.  Gereja juga akan mampu mencapai
para professional yang ada di tengah-tengah masyarakat untuk kerajaan surga.[19] 
Pemberdayaan sumber daya manusia dalam gereja dapat berbentuk pelatihan, yaitu:
dengan mendidik pemimpin-pemimpin melalui pengajaran-pengajaran dalam gereja agar
memiliki tanggungjawab untuk menjangkau orang lain di luar gereja.”[20]  Pelatihan untuk
menghasilkan pemimpin-pemimpin dalam gereja adalah sebuah bentuk pelatihan yang
disesuaikan berdasarkan kemampuan dan karunia jemaat.  Prinsip latihan adalah penting bagi
pertumbuhan gereja dan kesehatan gereja karena dapat mempengaruhi perkembangan kualitas
dan kuantitas.”[21]  Pemberdayaan sumber daya manusia dalam gereja diukur dari keterlibatan
semua anggota gereja dalam pelayanan berdasarkan potensi masing-masing untuk dapat merawat
dan terlibat di dalam pertumbuhan gereja, seperti penginjilan, pemuridan melalui kegiatan
kelompok sel, pelayanan mimbar berupa memimpin pujian dan penyembahan, musik, dan
berbagai bentuk pelayanan yang ada di dalam gereja.

3.3   Membentuk Kelompok Sel


Gereja sel adalah bentuk kehidupan gereja non tradisional dimana kelompok-kelompok kecil orang-orang
kristen (sel) bertemu di rumah-rumah masing-masing untuk saling membangun dalam Kristus dan untuk
menginjili orang-orang yang belum selamat.”[22]  Menghadirkan kelompok sel dalam gereja adalah salah
satu usaha dalam mendidik umat untuk memiliki tanggung jawab terhadap pertumbuhan gereja.  Melalui
kelompok sel, setiap potensi dan karunia yang ada dalam diri masing-masing umat dapat tersalurkan,
dan juga sebagai salah satu bentuk pelatihan bagi jemaat untuk memimpin, karena jumlah anggota
dalam kelompok sel tidaklah banyak sehingga sangat memudahkan untuk mengerahkan semua anggota
mengambil bagian masing-masing dalam pelayanan, yang dapat menghasilkan pertumbuhan
gereja.  Peters mengatakan: “Sebuah gereja bertumbuh maksimal, jika seluruh anggota dari badan itu
dikerahan dan diajar ikut melayani secara berkelanjutan, baik dalam hal berdoa, membagi-bagikan
sesuatu, bersaksi, dan memberitakan Injil.”[23]
Kelompok sel bukan merupakan kegiatan yang baru dalam gereja.  Sejarah terbentuk kelompok sel telah
dimulai oleh gereja mula-mula yaitu “berkumpul di rumah masing-masing secara bergilir sambil
memecahkan roti (perjamuan kasih) dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati,
sambil memuji Allah (Kis. 2:46-47).”  Kelompok sel menjadi salah satu strategi dalam pertumbuhan gereja
karena kasih yang mengikat semua anggota di dalam persekutuan sel dapat merangsang kepercayaan
orang lain bertumbuh.  Gereja mula-mula dikatakan disukai banyak orang dan tiap-tiap hari pertambahan
jumlah orang percaya terus meningkat (Kis. 2:47).

 ang konsep perencanaan

4PERTUMBUHAN GEREJA

Pertumbuhan Gereja
Kitab Perjanjian Lama memakai dua istilah untuk menunjuk gereja, yaitu: “qahal” yang artinya
“memanggil” dan “edhah” yang artinya “memilih atau menunjuk atau bertemu bersama-sama disatu
tempat yang telah ditunjuk.”  Sedangkan Perjanjian Baru memakai istilah “ekklesia” yang artinya
“memanggil keluar”, dan ini sering digunakan untuk  berkumpul beribadah secara umum.  Kata “ekklesia”
juga ditafsirkan dari penggunaan kata “ek” berarti: keluar dari sekumpulan orang-orang.” [1]  Jadi, gereja
yang didasarkan kepada istilah “ekklesia” adalah pertemuan orang-orang yang dipanggil keluar dari
sebuah kumpulan kepada kumpulan yang baru untuk mencapai tujuan bersama ditempat yang telah
ditentukan.
Gereja atau “ekklesia” yang juga sering disebut sebagai jemaat tidak mengandung arti bahwa
perkumpulan yang dilakukan adalah atas dasar keinginan sendiri untuk berkumpul, tetapi Kristuslah yang
dengan perantaraan Firman dan Roh mengumpulkan bagi-Nya jemaat.” [2]  Dengan demikian, gereja
atau “ekklesia” mengalami pengertian yang lebih spesifik yang mengarah kepada kumpulan yang khusus
yang disebut Kristen, yaitu kumpulan orang-orang yang dipanggil oleh Kristus yang telah mati di kayu
salib keluar dari kegelapan karena dosa kepada terang Kristus yang ajaib melalui firman dengan
pertolongan Roh Kudus.  
Jadi, gereja bukanlah menunjuk kepada gedung sebagaimana yang didefinisikan oleh sebagian
orang.  Gereja adalah individu yang juga disebut “organisme yang hidup” [3], yaitu setiap orang yang
percaya kepada Injil yaitu Yesus, yang berhimpun bersama untuk bersekutu disuatu tempat yang telah
ditentukan bersama dengan melakukan upacara keagamaan yaitu upacara persekutuan dengan Allah.
1.        Pengertian Pertumbuhan Gereja
Pertumbuhan gereja adalah “perkembangan dan perluasan tubuh Kristus baik dalam kuantitas maupun
kualitas, dalam bentuk yang nampak maupun isinya yang tidak tampak.” [4]  Gereja sebagai organisme
yaitu kumpulan dari orang-orang percaya, diibaratkan seperti tanaman yang membutuhkan pertumbuhan
melalui sari-sari makanan yang diperoleh dari air dan mineral dari dalam tanah yang cukup.  Firman
Tuhan sebagai bahan makanan rohani yang memberikan pertumbuhan yang sehat bagi gereja.  Gereja
yang sehat menghasilkan pertumbuhan yang seimbang yaitu baik kuantitas maupun kualitas. 
Pertumbuhan kuantitas yang dimaksud adalah pertambahan jumlah anggota gereja.  Pertambahan
jumlah anggota gereja secara umum dapat bersumber dari tiga faktor, yaitu: pertama, pertumbuhan dari
hasil biologis yaitu pertambahan jumlah anggota dari hasil perkawinan anggota gereja, yang bertumbuh
menjadi dewasa dan dilayani oleh gereja untuk dibawa mengenal Kristus, sebagai bentuk persiapan
untuk menjadi anggota gereja yang bertanggung jawab.  Kedua, pertambahan dari perpindahan gereja,
yaitu: pertambahan jumlah dari hasil anggota gereja yang berpindah kepada gereja yang lain, disebabkan
karena perpindahan penduduk atau karena faktor lain.  Dan ketiga, pertambahan dari hasil pemberitaan
Injil, yaitu: pertambahan jumlah pertobatan jiwa-jiwa baru.
Pertumbuhan gereja secara kualitas merupakan pertumbuhan yang dihasilkan berdasarkan hubungan
pribadi dengan Roh Kudus.  Pertumbuhan kualitas berlangsung maju ke arah yang semakin baik, yang
dapat dilihat dari sikap kasih yang dimiliki di dalam persekutuan.  Penekanan pertumbuhan kualitas
adalah kedewasaan rohani yang dibuktikan dari perbuatan, perkataan dan tindakan yang berdasarkan
karakter Kristus dan mewujudkan tugas panggilan yang diamanatkan oleh Yesus sebagai kepala gereja,
yaitu melayani, bersekutu, dan bersaksi.  Contoh pertumbuhan kualitas dinyatakan dalam kehidupan
orang percaya yang mula-mula yaitu: ketekunan dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan,
dalam doa dan pujian sambil memecahkan roti yang sering dilakukan di dalam Bait Allah dan di rumah
masing-masing dengan tulus hati, dan kasih persaudaraan.
2.        Dasar Pertumbuhan Gereja
Gereja bertumbuh bukan didasarkan kepada kebutuhan dan keinginan manusia.  Dasar pertumbuhan
gereja adalah karena kehendak Allah, pekerjaan Roh Kudus, dan pertumbuhan kehidupan kerohanian
orang Kristen secara pribadi.

2.1   Kehendak Allah
Allah menghendaki manusia selamat.  Tindakan Allah yang tidak menghendaki manusia binasa karena
dosa merupakan kebenaran yang hakiki dalam Alkitab, yang terlihat pertama sekali bagaimana Allah
mencari manusia yaitu Adam dan Hawa yang telah jatuh ke dalam dosa (Kej. 3).  Allah dengan aktif terus
mencari orang-orang yang terpisah dari pada-Nya oleh dosa.  Keseriusan Allah terlihat bagaimana
akhirnya Allah bertindak di dalam dunia dengan menjadi seperti manusia yaitu Yesus Kristus, supaya
setiap orang yang percaya kepada Allah dalam Yesus Kristus tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal (Yoh. 3:16). 
Jadi, Yesus Kristus merupakan sarana yang telah menjadi pusat Injil, yang disediakan Allah untuk
membawa kembali manusia yang terhilang.  Wagner mengatakan bahwa “Persediaan yang Allah telah
adakan untuk membawa manusia terhilang kepada diri-Nya sendiri adalah Injil.” [5]  Dasar dari kehendak
Allah yang tidak menginginkan seorang pun binasa yaitu barang siapa yang percaya kepada Yesus
sebagai jalan keselamatan yang disediakan Allah, merupakan kebenaran yang memperjelaskan bahwa
“gereja bukan suatu lembaga atau organisasi buatan manusia melainkan jemaat Allah.” [6] 
Allah sendiri yang memprakarsai pertumbuhan gereja oleh kehendak-Nya sehingga gereja disebut umat
Allah yaitu milik Allah.  Yesus berkata “di atas batu karang ini, Aku akan mendirikan jemaat-Ku” (Mat.
16:18), “bukan sekedar bermaksud mengatakan “akan membawa sekumpulan orang bersama-sama”
melainkan Dia memakai istilah terkenal yang menggambarkan umat Allah.” [7]  Jemaat yang didirikan
yang menjadi umat Allah adalah semua orang, baik laki-laki dan perempuan, yang tua atau yang muda,
yang telah dipanggil oleh Allah menjadi milik-Nya untuk bersekutu.  Wagner mengatakan “Tuhan
menghendaki agar pria dan wanita yang terhilang ditemukan dan diselamatkan.” [8]  “Aku akan
mendirikan jemaat-Ku” adalah merupakan sebuah pernyataan yang memperjelaskan bahwa Allah
sebagai dasar dari pertumbuhan gereja, dan sebagai pendiri maka Allah sendiri yang memegang hak
milik atas gereja.  Peters berpendapat bahwa “oleh karena gereja adalah kepunyaan Allah, Dia sendiri
yang merencanakan, membentuk, mengadakan dan menentukan.”[9]  Berarti, dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan gereja adalah atas dasar kehendak Allah dan pekerjaan Allah, yaitu Allah sebagai sumber
utama pertumbuhan gereja, oleh karena Allah menghendaki agar tidak seorangpun manusia binasa.
2.2   Karya Roh Kudus
“Roh Kudus adalah utusan Allah untuk memperkenalkan, mengawasi atau mengendalikan, memberikan
kemampuan, dan mewujudkan tujuan Allah dalam program untuk mendirikan gereja atau jemaat.  Pada
hari pentakosta, Roh Kudus menciptakan sebuah badan bagi Dia sendiri, yaitu gereja Yesus
Kristus.”[10]  Roh Kudus adalah Utusan Allah bukan berarti bahwa Roh Kudus lebih rendah dari
Allah.  Utusan hanyalah sebatas menjelaskan sistem tugas, sedangkan hakikat dan keberadaan Roh
Kudus adalah sama dengan Bapa dan Anak yaitu Yesus.  Secara ringkas dapat digambarkan dalam
hubungan dengan keselamatan yaitu: Bapa yang menjanjikan keselamatan dan janji itu didapat dan
dilaksanakan oleh Anak yaitu kematian-Nya disalib (Yoh. 3:16-17).  Anak yaitu Yesus sebagai penyedia
keselamatan yang telah selesai dikerjakan terangkat, Roh Kudus diutus sebagai pelaksana yaitu yang
melanjutkan keselamatan kepada semua orang.
Roh Kudus memainkan peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan gereja yang ditandai pada hari
pentakosta.  Kehadiran Roh Kudus pada hari pentakosta adalah untuk mewujudkan rencana yang
dikehendaki Allah supaya jangan ada seorangpun binasa, berkarya melalui manusia dan di dalam
manusia.  Yang dimaksud berkarya di dalam manusia adalah bahwa Roh Kudus mengerjakan
pertumbuhan secara pribadi di dalam orang-orang yang telah percaya kepada Injil dan oleh karya Roh
Kudus yang telah menyatukan ke dalam sebuah persekutuan yang baru yang disebut umat Allah atau
gereja yaitu tubuh Kristus.  Sedangkan yang dimaksud berkarya melalui manusia adalah bahwa Roh
Kudus mengerjakan pertumbuhan ke luar yaitu untuk pertambahan jumlah melalui kesaksian orang-orang
yang telah bertumbuh kerohanian secara pribadi oleh karya Roh Kudus.  “Tuhan memberikan kepada
umat-Nya tanggung jawab untuk mencari jiwa-jiwa yang sesat, dan Roh Kudus akan bekerja melalui
mereka untuk menyelesaikan tugas itu.”[11]  Jadi, peranan manusia merupakan salah satu faktor
tertentu yang menjadi pertumbuhan gereja, tetapi “tentu dalam beberapa hal Roh Kudus memang
merupakan dasar pertumbuhan gereja.”[12]
2.3   Pertumbuhan Hidup Rohani Orang Kristen Secara Pribadi
Peter Wongso mengatakan salah satu dasar pertumbuhan gereja adalah“pertumbuhan dan kedewasaan
hidup rohani orang Kristen secara pribadi.”[13]  Pertumbuhan hidup rohani orang Kristen secara pribadi
merupakan perkembangan pengenalan akan kepercayaan yang diyakini dan dipegang teguh kearah
kedewasaan yaitu kepenuhan Kristus, yang diperoleh dari beberapa faktor, yaitu: pertama masukan dari
pengajaran firman Tuhan yang dilaksanakan di dalam persekutuan, dari alat-alat multi media yaitu
televisi, radio, jasa internet atau melalui majalah-majalah rohani, dan pembacaan Alkitab yang telah
dijadwalkan secara pribadi.  Kedua dari persekutuan yang diadakan bersama-sama di dalam bait suci
atau di rumah masing-masing, yaitu di dalam doa dan pujian, di dalam mengikuti sakramen perjamuan
Tuhan (perjamuan kudus) untuk mengingat pengorbanan Yesus di kayu salib, dan sakramen baptisan
sebagai sikap seorang percaya dalam memproklamasikan iman yang diyakini, dan di dalam memecah
roti secara bersama-sama yaitu perjamuan kasih.
3.   Strategi Pertumbuhan Gereja
Strategi adalah “garis-garis besar pendekatan yang harus digunakan untuk mencapai
tujuan.”[14]  Pernyataan untuk mencapai tujuan adalah mengindikasikan bahwa sebelum terbentuk
strategi, tujuan terlebih dahulu telah ditetapkan.  Jadi, gereja dapat menentukan strategi pertumbuhan
apabila telah didasarkan kepada pengenalan dan pengetahuan apa yang menjadi tujuan gereja.  Ada
lima tujuan gereja menurut Rick Warren, yaitu: “mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, mengasihi
sesama manusia seperti diri sendiri (pelayanan), pergi dan menjadikan murid (penginjilan), membaptis
(persekutuan), dan mengajar untuk taat (pengajaran/pemuridan).” [15]  Dengan sederhana dapat
disimpulkan bahwa tujuan gereja adalah melayani, bersekutu, dan bersaksi.  Keberhasilan strategi untuk
mencapai tujuan, terletak kepada tujuan yang jelas, dapat diukur dan dapat dicapai.
Strategi pertumbuhan gereja adalah suatu langkah-langkah pendekatan untuk dapat mencapai tujuan
yang telah ditetapkan berupa perkembangan dan perluasan tubuh Kristus baik dalam kuantitas maupun
kualitas, dalam bentuk yang nampak maupun isinya yang tidak tampak.  Strategi pertumbuhan gereja
sangat penting dan mengandung konsep alkitabiah.  Salah satu dasar Alkitab yang menunjukan
kepentingan strategi bagi pertumbuhan gereja adalah pernyataan Yesus yang mengatakan “Lihat, Aku
mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular
dan tulus seperti merpati (Mat. 10:16).”
Gereja sebagai sedang jemaat yang beribadah adalah sebuah komunitas yang hidup di dalam dunia
yang semakin berubah, baik dalam segi moral, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berbagai aspek
yang lain.  Oleh karena gereja berada dalam dunia yang semakin berubah, maka gereja harus berusaha
untuk tetap mempertahankan eksistensi gereja sebagai tubuh Kristus, dengan berkontekstual sesuai
dengan keadaan dunia tanpa harus melupakan prioritas utama panggilan gereja, yaitu bersaksi,melayani
dan bersekutu; dengan cara gereja harus mempunyai strategi berupa membentuk perencanaan,
pemberdayaan sumber daya manusia dalam gereja, dan membentuk kelompok sel.  Agar dapat
mencapai tujuan berdasarkan strategi, gereja harus tetap bersandar kepada Roh Kudus oleh karena
gereja berada dalam dunia yang semakin berubah, yang dapat menghasilkan kelelahan dan
keputusasaan bagi gereja dalam menjalankan strategi.  Robert dan Evelyn Bolton mengatakan “pada
waktu jemaat menyerah kepada pekerjaan Roh Kudus, Ia menyegarkan dengan hidup baru dan
kegembiraan.”[16]
3.1   Membentuk Perencanaan
Perencanaan merupakan salah satu hal yang terpenting dalam pertumbuhan gereja.  Perencanaan
adalah “cara berpikir mengenai persoalan-persoalan sosial dan ekonomi, terutama berorientasi pada
masa datang, berkembang dengan hubungan antara tujuan dan keputusan-keputusan kolektif dan
mengusahakan kebijakan dan program.”[17]  Perencanaan merupakan proses awal untuk membuka
peluang-peluang keberhasilan dalam memecahkan setiap persoalan sehubungan dengan keberadaan
pada masa yang akan datang.  
Perencanaan dapat berfungsi sebagai kompas yang menentukan langkah-langkah yang harus ditempuh
untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan keputusan-keputusan kolektif atau
individu, yang telah disusun dalam sebuah anggaran pembukuan rumah tangga masing-masing
organisasi, instansi, ataupun perseorangan.  Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang disusun
secara sederhana, dapat dijangkau, masuk akal dan nyata, sesuai dengan arah tujuan yang akan
dicapai.
Gereja yang bertumbuh dan mampu mempertahankan keeksistensian adalah gereja yang membentuk
perencanaan dan mengkomunikasikan perencanaan kepada semua anggota gereja, dengan
berorientasikan pada tujuan yang akan dicapai.  Membentuk perencanaan dapat mengfasilitasi gereja
untuk dapat meminimalisir kefatalan yang dapat merugikan gereja, karena membentuk perencanaan
berarti menginterpretasikan dan menginventarisasikan kekuatan gereja kepada semua anggota gereja.
3.2   Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Dalam Gereja
Pemberdayaan merupakan sebuah kegiatan untuk mengolah, merawat, dan memanfaatkan agar
keberlangsungan eksistensi terus terpelihara dan semakin berkembang.  Pemberdayaan sumber daya
manusia sebuah usaha untuk mengolah segala potensi yang ada dalam diri manusia melalui pelatihan-
pelatihan yang bersifat formal atau non formal agar berkembang ke arah yang lebih maju, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan manusia itu sendiri dan kepentingan umum.  Pemberdayaan sumber
daya manusia juga sebagai usaha untuk memanusiakan manusia.  George W. Peters berkata: “Gereja
sebagai kelompok orang percaya yang berhimpun pada waktu tertentu bersama Tuhan untuk
memproklamasikan firman Allah, untuk bersekutu, meneguhkan, beribadah, menaati ketentuan-ketentuan
Alkitab, melaksanakan fungsi-fungsi, dan kewajiban-kewajiban spesifik kepada satu sama lain dan
kepada dunia.”[18]  Gereja sebagai kelompok orang-orang percaya, berarti bahwa gereja terdiri dari
beberapa orang atau sejumlah orang percaya yang memiliki karakter yang berbeda-beda, kemampuan
yang berbeda-beda, dan juga karunia yang berbeda-beda yang dianugrahkan oleh Roh Kudus.  Oleh
karena gereja terdiri dari sejumlah orang percaya, maka gereja memiliki tanggung jawab untuk
mengembangkan sumber daya manusia dalam gereja untuk mampu mempertahankan keeksistensian
gereja di tengah-tengah dunia yang semakin berubah.
Sumber daya manusia dalam gereja adalah merupakan modal atau potensi bagi gereja untuk dapat
bertumbuh kearah tugas panggilan yang telah diamanatkan oleh kepala Agung gereja yaitu Yesus
Kristus, untuk pergi menjadikan semua bangsa menjadi murid, membaptis, dan mengajar, dengan kata
lain adalah untuk bersaksi, bersekutu, dan melayani.  Makmur Halim berpendapat:
Gereja tidak akan berperan dengan baik atau mengantisipasi perubahan-perubahan yang radikal
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, apabila gereja tidak merasa bertanggungjawab
untuk mengembangkan sumber daya manusia.  Kontribusi gereja dalam mengembangkan sumber
daya manusia akan menguntungkan gereja itu sendiri, karena gereja kelak dapat menggunakan
hasil-hasil pengembangan sumber daya manusia untuk kepentingan pelayanan.  Dengan
mempertahankan keseimbangan antara intelektual dan iman jemaat, gereja akan bertumbuh
secara wajar di tengah-tengah masyarakat ilmu pengetahuan.  Gereja juga akan mampu mencapai
para professional yang ada di tengah-tengah masyarakat untuk kerajaan surga.[19] 
Pemberdayaan sumber daya manusia dalam gereja dapat berbentuk pelatihan, yaitu:
dengan mendidik pemimpin-pemimpin melalui pengajaran-pengajaran dalam gereja agar
memiliki tanggungjawab untuk menjangkau orang lain di luar gereja.”[20]  Pelatihan untuk
menghasilkan pemimpin-pemimpin dalam gereja adalah sebuah bentuk pelatihan yang
disesuaikan berdasarkan kemampuan dan karunia jemaat.  Prinsip latihan adalah penting bagi
pertumbuhan gereja dan kesehatan gereja karena dapat mempengaruhi perkembangan kualitas
dan kuantitas.”[21]  Pemberdayaan sumber daya manusia dalam gereja diukur dari keterlibatan
semua anggota gereja dalam pelayanan berdasarkan potensi masing-masing untuk dapat merawat
dan terlibat di dalam pertumbuhan gereja, seperti penginjilan, pemuridan melalui kegiatan
kelompok sel, pelayanan mimbar berupa memimpin pujian dan penyembahan, musik, dan
berbagai bentuk pelayanan yang ada di dalam gereja.

3.3   Membentuk Kelompok Sel


Gereja sel adalah bentuk kehidupan gereja non tradisional dimana kelompok-kelompok kecil orang-orang
kristen (sel) bertemu di rumah-rumah masing-masing untuk saling membangun dalam Kristus dan untuk
menginjili orang-orang yang belum selamat.”[22]  Menghadirkan kelompok sel dalam gereja adalah salah
satu usaha dalam mendidik umat untuk memiliki tanggung jawab terhadap pertumbuhan gereja.  Melalui
kelompok sel, setiap potensi dan karunia yang ada dalam diri masing-masing umat dapat tersalurkan,
dan juga sebagai salah satu bentuk pelatihan bagi jemaat untuk memimpin, karena jumlah anggota
dalam kelompok sel tidaklah banyak sehingga sangat memudahkan untuk mengerahkan semua anggota
mengambil bagian masing-masing dalam pelayanan, yang dapat menghasilkan pertumbuhan
gereja.  Peters mengatakan: “Sebuah gereja bertumbuh maksimal, jika seluruh anggota dari badan itu
dikerahan dan diajar ikut melayani secara berkelanjutan, baik dalam hal berdoa, membagi-bagikan
sesuatu, bersaksi, dan memberitakan Injil.”[23]
Kelompok sel bukan merupakan kegiatan yang baru dalam gereja.  Sejarah terbentuk kelompok sel telah
dimulai oleh gereja mula-mula yaitu “berkumpul di rumah masing-masing secara bergilir sambil
memecahkan roti (perjamuan kasih) dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati,
sambil memuji Allah (Kis. 2:46-47).”  Kelompok sel menjadi salah satu strategi dalam pertumbuhan gereja
karena kasih yang mengikat semua anggota di dalam persekutuan sel dapat merangsang kepercayaan
orang lain bertumbuh.  Gereja mula-mula dikatakan disukai banyak orang dan tiap-tiap hari pertambahan
jumlah orang percaya terus meningkat (Kis. 2:47).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Gereja Wagner menyatakan bahwa tanda-tanda dari
gereja yang sehat dan bertumbuh antara lain: 1. Kepemimpinan Gembala Sidang yang dinamis. Tanda
penting nomor satu dari gereja yang sehat dan bertumbuh adalah seorang gembala sidang yang
menganut cara berpikir serba mungkin dan yang kepemimpinan dinamisnya digunakan untuk
mempengaruhi seluruh gereja supaya bekerja bagi pertumbuhan. 2. Bebaskan kaum awam. Tanda
penting yang kedua adalah kaum awam yang dikerahkan dengan baik. Gereja memperoleh anggota-
anggota baru melalui tiga macam cara. Pertumbuhan gereja bisa terjadi secara biologis, melalui
perpindahan anggota gereja maupun karena pertobatan jiwa-jiwa baru. Pertumbuhan secara biologis
terjadi dari anak-anak dari keluargakeluarga Kristen yang tumbuh menjadi dewasa, dilayani oleh gereja,
dibawa kepada Kristus dan dipersiapkan untuk menjadi anggota gereja yang bertanggung jawab.
Pertumbuhan karena perpindahan anggota gereja terjadi ketika orang-orang yang telah menjadi percaya
meninggalkan keanggotaan mereka pada suatu gereja dan beralih ke gereja lainnya. Pertumbuhan
karena pertobatan jiwa-jiwa baru merupakan hasil pemberitaan Injil kepada “orang-orang yang belum
21 Pontas Pardede, Kepemimpinan dan Pertumbuhan Gereja, Sebuah Bunga Rampai Pertumbuhan
Gereja (Yogyakarta: Andi, 1994), 28-29. Pertumbuhan dan Penginjilan... (Kejar Hidup Laia) …(Petrus
Yunianto) 295 masuk gereja” sehingga mereka dapat dibawa kepada Kristus dan menjadi anggota
gereja. 3. Jangkauan Pelayanan. Gereja menyediakan jangkauan pelayanan yang memenuhi kebutuhan
dan harapan para anggotanya. 4. Keseimbangan. Adanya keseimbangan yang tepat dari hubungan yang
dinamis antara perayaan (celebration), jemaat, dan kelompok sel. 5. Homogenitas. Keanggotaan yang
diambil terutama dari satu unit homogen, namun tetap terbuka untuk semua orang. 6. Penginjilan dan
Pemuridan. Menggunakan metode-metode penginjilan yang telah diuji untuk memuridkan. 7. Prioritas.
Menyusun prioritas pelayanan menurut urutan Alkitabiah, yaitu: tanggung jawab kepada Kristus
(Penginjilan), tanggung jawab kepada Tubuh Kristus (keterlibatan sosial), tanggung jawab kepada
pekerjaan Kristus di dalam dunia (pelayanan sosial dan aksi sosial). Delapan karakteristik kualitas gereja
yang bertumbuh secara alamiah

Anda mungkin juga menyukai