Anda di halaman 1dari 66

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Penggembalaan adalah tugas yang diberikan oleh Yesus Kristus kepada Gereja-Nya.

Hal ini amat penting dan sangat dibutuhkan oleh setiap manusia untuk mencapai kebahagiaan

dan kesesahteraan dalam segala bidang. Dengan demikian gereja mempunyai peranan penting

yaitu sebagai tempat membina manusia agar semakin beriman kepada Tuhan, karena melalui

penggembalaan manusia dibentuk agar benar-benar memiliki iman yang teguh. Sehingga

senantiasa dapat menjadi garam dan terang ditengah tengah masyarakat yang sedang

berkembang ini.

Pada masa sekarang ini semua manusia membutuhkan penggemabalaan, baik orang

tua, kaum muda dan anak-anak tanpa terkecuali. Oleh sebab itu sebagai gembala jemaat harus

sungguh-sungguh menghayati arti panggilan dan tanggungjawabnya di tengah-tengah dunia

ini, serta memperhatikan arah dan tujuan pelanannya. Karena Penggembalaan kepada jemaat

bukanlah persoalan yang sepele, akan tetapi merupakan persoalan yang sangat perlu

diperhatikan dan dikaji yang sedalam-dalamnya untuk mempersiapkan generasi muda

sekarang ini agar menjadi orang yang berpendidikan dan sungguh-sungguh beriman kepada

Tuhan. Dan sanggup meneruskan cita-cita gereja itu sendiri dimasa yang akan datang,

sekaligus. Untuk membentuk jemaat bersifat positif dan aktif terhadap kegiatan yang telah

diprogramkan oleh gereja masing-masing.

Alkitab sebagai firman Allah mengandung prinsip-prinsip dasar dalam melaksanakan

penggembalaan yang memberikan arah dan tujuan yang pasti dalam menyelenggarakan tugas

dan tanggungjawab sebagai gembala yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan lebih dari pada

yang lain dari mengaihi sahabat-sahabatnya atau domba-domba yang dipercayakan

kepadanya, sebagaimana yang tertulis dalma Yohanes 21 dimana Yesus sebelum naik ke

surga, Yesus menampakkan diri di Pantai Tiberias dan dalam pertemuan itu Yesus bertanya

pada Petrus : “Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari mereka “Gembalakanlah domba-
2

domba-Ku”. Dalam percakapan itu Yesus memberikan tugas atau suatu perintah kepada

Petrus untuk melanjutkan pekerjaan Yesus, yaitu menggembalakan domba-domba-Nya

dengan penuh kasih.

Pada situasi sekarang ini tugas pelayanan yang sama diserahkan kepada setiap

pengikut-pengikut-Nya. Karena dalam Yohanes 13:34-35 dimana Yesus memberikan perintah

baru kepada orang percaya agar saling mengasihi semua orang dalam arti bahwa Yesus

menasehati dan membangun mereka untuk saling menggembalakan : dalam hal saling

membantu, saling mendoakan, saling menasehati, saling menghibur, sebab semua orang

adalah umat kepunyaan Allah yang dipersiapkan untuk memberikan perbuatan yang besar

dari Dia (1 Petrus 2 : 9 )

Oleh sebab itu firman Tuhan sangatlah perlu diselidiki setiap saat agar dapat

diketahui dan diinterpretasikan rahasia-rahasia atau makna-makna yang terkandung di

dalamnya pada situasi dan kondisi dimana gembala berada inilah sisi penting dari tugas gereja

dalam panggilannya berbahagia di tengah-tengah kehidupan jemaat-Nya, Eka Darmaputra,

(1982 : 9) mengatakan bahwa :

Pada hakekatnya theologia tidak lain adalah upaya untuk mempertemukan secara

dialektis, kreatif serta eksistensial antara text dan kontek antara kerygma yang

universal dengan kenyataan hidup yang kontekstual. 1

1 Eka Darmaputra, menujju Theologia Konstektual di Indonesia dalam Konteks Bertheologia di Indonesia,
(Jakarta: BPK, 1982). Hal. 9.
3

Untuk mempertemukakn teks dengan konteks atau kenyataan hidup seperti yang

dikemukakan oleh Eka Darmaputra perlu upaya penyelidikan, sehingga dapat ditemukan

makna yang sangat azasi dalam teks tersebut dan cara menjelaskannya selama situasi tertentu,

maka Firman Tuhan itu tidak menimbulkan keraguan tetapi dapat dipahami dengan jelas.

Menurut Binawiratman (1988: 52) mengatakan bahwa :

Penghayatan iman Kristiani terjadi pada situasi lingkungan Injil Yesus Kristus selalu

terjadi pada situasi lingkungan konteks atau tata budaya tertentu yang konkret.

Firman Allah menyapa orang pada situasi konkret. Panggilan dan tugas pengutusan

selalu dihayati secara konkret. Oleh sebab itu refleksi atas penghayatan Firman Allah

yang mempunyai arti bagi penghayatan injil harus diperhitungkan kenyataan ini.2

Jadi gembala sebagai teladan bagi jemaat perlu bertheologia dalam melaksanakan

tugas penggembalaan, supaya firman Allah dapat dipahami oleh berbagai lapisan pada

situasinya masing-masing. Dan sekalius Firman yang hidup itu mendorong mereka

melaksanakan tugas pelayanannya dan panggilannya di tengah-tengah kehidupan jemaat dan

masyarakat pasal 21:15-17, untuk mengemukakan makna penggembalaan yang bagaimana

terkandung di dalamnya serta dapat menambah pemahaman gereja dalam melaksanakan tugas

penggembalaan gereja untuk melaksanakan tugas penggembalaan bagi Gereja Pentakosta

Indonesia Sidang Pinggol Toba.

2. Identifikasi Masalah

Menurut Winarno Surahkmad (1982 : 34) mengatakan bahwa :

Masalah adalah setiap kesulitan yang menggerakkan manusia untuk memecahkannya.

Masalah dapat dirasakan sebagai suatu rintangan yang mesti dilalui (dengan jalan)

mengatasinya apabila kita berjalan terus. Masalah menampakkan diri sebagai suatu

2 JR. binawiratman, Theologia Fungsional Konstekstual, dalam Konteks Bertheologia di Indonesia.


(Jakarta: BPK, 1982). Hal. 52.
4

tantangan, oleh sebab itu dapat pula dikatakan bahwa masalah yang benar-benar

masalah dapat dipermasalahkan dalam penyelidikan, perlu memiliki unsur yang dapat

menggerakkan kita untuk membahasnya, dan perlu nampak guna realistiknya, oleh

sebab itu mengenal masalah seharusnya disertai pandangan yang kritis dan selektif .3

Sehubungan dengan pendapatnya Winarno Surkhmad di atas memiliki unsur

pertanyaan, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut :

1. Apakah penggembalaan menurut Yohanes 21 : 15-17 mengandung prinsip-

prinsip penggembalaan yang dapat dipedomani oleh gembala khususnya di

Gereja Pentakosta Indonesia Sidang Pinggol Toba.

2. Apakah penggembalaan menurut Yohanes 21 : 15-17 dapat diaplikasikan bagi

pelayanan Gereja Pentakosta Indonesia Sidang Pinggol Toba.

3. Apakah yang menjadi tugas dan tanggungjawab gembala menurut Yohanes

21:15-17.

3. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah merupakan upaya untuk menetapkan batas-batas permasalahan

dengan jelas dan memungkinkan untuk menghindari pengertian yang menyimpang maka

diberikan batasan masalah sebagaimana yang dikatakan oleh Winarno (1982 : 43)

mengatakan bahwa :

3 Winarno, surakhmad. Pengantar Penelitian Ilmiah. Tarsito, ( Bandung: Kalam Hidup. 1982) hal.34
5

Sebab itu pembatasan masalah perlu memenuhi syarat dalam perumusan yang

terbatas. Pembatasan ini bukan untuk saja memudahkan atau menyederhanakan masalah bagi

penyelidikan tetapi juga untuk memecahnya: tenaga, kecekatan, ongkos, dll. Yang timbul dari

rancangan tersebut. 4

Untuk lebih jelasnya diketahui ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti dalam

perumusan masalah ini adalah sebagai berikut: Untuk mengemukakan prinsip-prinsip dasar

dan tanggungjawab setiap gembala dalam melaksanakan penggembalaan.

4. Rumusan Masalah

Menurut Thomas dan S. Nasution (1980 : 70) mengatakan bahwa :

Problema itu harus dirumuskan dan dibatasi secara spesifik, itu merupakan syarat

mutlak. Kalau tidak maka timbul bahaya. Mahasiswa itu tidak mengetahui dengan

keterangan atau data apakah sebenarnya ditimbulkan dari kesimpulan pada akhir

Thesisnya. 5

Dengan demikian yang menjadi pembahasan atau yang menjadi rumusan masalah

dari permasalahan itu adalah: Prinsip-prinsip penggembalaan yang bagaimanakah yang

terkandung dalam Yohanes 21 : 15-17, untuk dipedomani oleh setiap gembala dewasa ini

dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab dalam penggembalaan?

5. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan/pekerjaan tentu saja mempunyai tujuan dan tujuan tersebut adalah

merupakan cita-cita dari setiap orang yang melaksanakan pekerjaan itu sendiri. Dengan

demikian penelitian ini juga mempunyai tujuan, yaitu :

4Ibid, hal 43.


5Thomas S. Nasution. Penuntun Membuat Disertasi, Thesis, Skripsi, Report, Paper, (Bandung, Jammeres:1980).
Hal. 75.
6

Untuk mengetahui dan mengemukakan apakah prinsip-prinsip penggembalaan yang

terkandung dalam kitab injil Yohanes 21 : 15-17 telah diaplikasikan bagi pelayanan Gereja

Pentakosta Indonesia Sidang Pinggol Toba.

6. Kegunaan Penelitian

Segala usaha penelitian selalu memberikan manfaat yang berarti bagi peneliti, serta

dapat memberi gambaran yang sebenarnya tentang masalah yang dihadapi di tempat

penelitian. Dengan demikian segala masalah tersebut dapat diatasi dengan segala cara dan

usaha yang dilakukan. Jadi penelitian ini diharapkan dapat member manfaat antara lain :

1. Dengan mengetahui prinsip-prinsip penggembalaan yang terkandung dalam

Yohanes 21 : 15-17, maka penggembalaan yang Alkitabiah akan membawa

gembala/pendeta pada penghayatan akan tugas dan tanggungjawab yang

sebenarnya.

2. Melatih penulis dalam menganalisa masalah-masalah pastoral yang timbul dalam

jemaat serta mengahadapkannya pada teks Alkitab untuk mencapai penyelesaian.

3. Pengalaman dalam penelitian ini benar-benar memberikan arti yang sangat besar

bagi penulis untuk meningkatkan pengetahuan penulis.

4. Menjadi bahan masukan/bacaan bagi setiap orang yang berkecimpung dalam

pendidikan khusunya theologia.

7. Sistematik Penulisan

Untuk mempermudah penulisan skripsi ini maka penulis membaginya dalam

beberapa Bab antara lain:

Bab I : Merupakan Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi

masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan

sistematika penelitian.
7

Bab II : Bab ini merupakan penjelasan tentang kerangka teori yang mendasari penulis

serta memberi arah tercapainya tujuan penelitian. Dalam bab ini juga sudah

termasuk penjelasan tentang pribadi dan etika gembala sidang, keluarga gembala

sidang, tujuan penggembalaan, metode penggembalaan serta kerangka berpikir

tentang penggembalaan, metode penggembalaan, serta kerangka berpikir tentang

penggembalaan dan tanggungjawab gembala dalam pelayanan serta hipotesa

penelitian.

Bab III : Bab ini merupakan penjelasan singkat tentang metodologi penelitian, tempat dan

waktu penelitian.

Bab IV : Bab ini membahas tentang hasil penelitian, yang menjelaskan tentang

penggembalaan menurut Yohanes 21 : 15-17 serta aplikasinya bagi Gereja

Pentakosta Indonesia Sidang Pinggol Toba.

Bab V : Merupakan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran.


8

BAB II

KERANGKA TEORI, KERANGKA BERIKIR, HIPOTESA

A. Deskripsi Teoritis

1. Pengertian Penggembalaan

1.1 Pengertian Penggembalaan secara umum :

Istilah penggembalaan berasal dari kata dasar “Gembala” yang artinya penjaga atau

pemelihara binatang (ternak). Gembala juga diartikan sebagai penjaga keselamatan. Orang

banyak misalnya: memimpin kaum nasrani sedangkan kata menggembalakan berarti menjaga

dan memelihara binatang seperti halnya di padang rumput. (PW. J.S, Poerwadarminta, 1976 :

331)6

1.2 Pengertian Penggembalaan Menurut Perjanjian Lama

Istilah penggembalaan dalam perjanjian lama berasal dari kata gembala yang dalam

bahasa Ibrani disebut “ra’ah( )”, yang berarti merawat, menggembalakan. Istilah

“ra’ah( )”, dapat dipakai untuk beberapa pengertian. Secara harafiah ra’ah digunakan

untuk pengertian seorang gembala ternak yang sedang mengerjakan penggembalaan, yang

member minum dan membawa ke padang rumput yang segar (Kej: 29:7), juga dapat dipakai

sebagai kiasan menggembalakan pemimpin hukum yang memiliki relasi bawahannya (2

Samuel 5:2). Dan istilah ro’eh ( ) ditunjukkan kepada gembala yang Agung. Yang

memberi makan, minum, dan mencari domba-domba yang sesat (Mzr 23:14; Yes 4:11).

Dalam perjanjian lama bukan hanya Tuhan Allah sendiri yang melakukannya, akan

tetapi Ia megutus para Nabi yang di urapin-Nya sebagai wakil-Nya di bumi untuk

menggembalakan atau memimpin umat-Nya sebagai wakil-Nya di bumi untuk

menggembalakan atau memimpin umat-Nya (Bnd. Keluaran 3:10). Dalam perjanjian lama

Tuhan Allah sering dilukiskan sebagai Gembala Agung. J.D. Douglas (1994:330) mengatakan

bahwa :

6 P.W. J.S Poerwadarmita. Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976). Hal. 331
9

Perjanjian lama berulang-ulang melukiskan Allah sebagai gembala Israel (Kejadian

49:24), yang lemah lembut dalam pengasuhan-Nya (Yes :40:11). Kadang-kadang

membina kawanan domba-Nya dengan kemarahan-Nya, lalu dengan pengampunan

mengumpulkannya kembali (Yer 31:10).7

Dari kutipan di atas dapat dilihat penggembalaan itu ditujukan Allah yang

memanggil, yang memimpin, memberi makan, menyembuhkan dan mendukung umat-Nya.

Tuhan Allah sebagai gembala adalah penjaga yang tidak pernah terlelap dan tidak pernah

tertidur (Mzr 121:4) dari penjagaan, pemeliharaan-pemeliharaan yang dilakuan Allah

diserahkan-Nya kepada pemimpin umat-Nya (Kej 9:4). Dengan demikian dalam pelayanan

penggembalaan sangat diperlukan motivasi yang benar, yaitu memiliki kasih dan penghiburan

terhadap domba-domba-Nya.

Dalam perjanjian lama Allah mencela gembala-gembala yang mementingkan diri

sendiri (Yeheskiel 3:4). Gembala yang seharusnya mengobati yang sakit, menguatkan yang

lemah, tetapi mereka hanya menggembalakan dirinya sendiri, mereka hanya mengambil hal-

hal yang menguntungkan mereka sendiri, mereka hanya menggunakan tugas mereka yang

sebenarnya, maka yang luka tidak mereka balut, yang hilang tidak mereka cari, yang sesat

tidak dibawa kembali, maka Allah sendiri yang ambil alih untuk tugas gembala yang tidak

bertanggungjawab itu, yaitu mencari yang sesat dan membawanya ke padang rumput yang

segar untuk memberi makan, memelihara, memperhatikan.

1.3 Penggembalaan menurut Perjanjian Baru

Istilah penggembalaan berasal dari kata gembala dan dalam bahasa Yunaninya, yaitu

“poimen”( ) yang artinya seorang gembala (Yoh 10:2,11). Kata poimen (

) juga dipakai simbol-simbol akan hubungan Yesus dengan para murid-Nya dimana

Yesus sebagai kepala Gereja. Kata kerja “poimaino” ( ) yang artinya member

makan, memimpin dan memerintah, dan bagi pemilik jemaat disebut pastor.

7 J.D. Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. (Jakarta: Bina Kasih, 1994) Hala. 330.
10

Dalam zaman Perjanjian Baru tugas penggembalaan dimulai dari Tuhan Yesus

sendiri sebagai gembala yang baik, yang mau memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-

Nya. Yohanes 10. Yesus sebagai gembala yang baik datang untuk mencari dan

menyelamatkan yang hilang (Lukas 19 : 10). Yesus sebagai gembala bukan hanya

melindungi, dan menjaga domba-domba yang digembalakan-Nya Dia akui sebagai sahabat-

Nya( Yoh 15:14-15). Menurut pendapat Abineno (1993:11) mengatakan bahwa:

Tuhan Yesus sebagai gembala dalam perjanjian baru tidak menyangkut diri-Nya atas

manusia di dalam pergaulan. Ia duduk bersama-sama dan mengerti akan mereka. Ia tidak

menghakimi, tetapi bersifat solidaritas dengan orang-orang berdosa dalam rupa-rupa situasi,

sampai kematian-Nya di kayu salib.8

Dari kutipan diatas jelas bahwa Yesus dalam pelayanannya tidak mencari muka

(Markus 12:14), jujur dan Dia adalah utusan Allah untuk menyelamatkan umat-Nya.

Dengan demikian seorang gembala adalah seorang yang diangkat dan ditetapkan

untuk memerintah, memelihara, melindungi, menjaga, dan menyediakan makanan dan

kebutuhan rohani bagi umat Tuhan. Dan juga seorang gembala mempunyai peranan yang

sangat penting, yaitu mencari mereka yang tersesat, memperoleh perbaikan kehidupan bagi

mereka yang jatuh ke dalam dosa, menguatkan yang lemah, memelihara orang Kristen dengan

sehat dan kuat dan mendorong mereka untuk maju ke arah kebaikan.9

1.4 Penggembalaan Menurut Injil Yohanes

Dalam Injil Yohanes ada berbagai bentuk pengembalaan yang jelas Yesus lakukan

salah satu bentuk penggembalaan yaitu bentuk konseling antara Nikodemus dengan Tuhan

Yesus. Hal ini dapat dilihat memulihkan hubungan dengan Tuhan, sebab seorang tidak akan

memiliki hubungan yang baik dengan dirinya sendiri juga dengan sesama. Sebelum ia

mengalami pemeliharaan dengan Tuhan dengan demikian Kristus berusaha membawa orang

bertobat kepada Allah. Ketika Nikodemus datang kepada Tuhan Yesus, dimana diantara

8
J.L. Ch. Abinem, Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral. (Jakarta: BPK, 1993) hal. 11
9
Bruce Larson. Pelayanan Pengembalaan yang Ideal. (Malang: Gandum Mas, 1996), Hal. 66.
11

percakapan mereka Yesus berkata sesungguhnya jika seseorang tidak dilahirkan kembali, ia

tidak dapat melihat kerajaan Allah (Yoh 3:3). Jadi yang ditekankan ialah kelahiran kembali.

Yesus memanggil dan memilih murid-murid-Nya untuk mengikuti dia dan melatih

serta mengutus mereka untuk memberitakan injil (Yoh 1:43). Pelayanan Yesus kepada murid-

murid-Nya dilakukan secara langsung agar para murid-murid-Nya Yesus Terlatih.

Setelah nantinya mereka akan melanjutkan pekerjaan yang Yesus lakukan selama

hidup-Nya. Dan Yesus mengutus para murid-murid-Nya ke dalam pelayanan dan mengatakan

“ Damai sejahtera bagi kamu, sama seperti Bapa mengutus Aku, Demikian juga sekarang aku

mengutus kamu”(Yoh 20:6).

2. Pribadi Gembala

2.1. Beriman

Iman merupakan hal yang utama atau yang paling pokok yang harus dimiliki oleh

seorang gembala, melihat bahwa pekerjaan penggembalaan adalah tugas yang menuntut

kepada iman dan hanya berjalan dengan baik, bila dilaksanakan oleh gembala yang sungguh-

sungguh beriman. Ralph Riggs (1984 : 28) mengatkan bahwa: Iman kepada Tuhan dianggap

sebagai kebutuhan yang pokok, hal ini disebabkan karena semua pekerjaan gembala sidang

adalah pekerjaan rohani. Karena itu Roh Allah akan bekerja sesuai dengan dorongan utama

melaksanakan Pekerjaan pengembalan itu (Ibrani 11:6).10

Gereja pasti mengalami pertumbuhan yang pesat baik secara kualitas dan kuantitas

apabila pemimpin jemaat yang sungguh-sungguh hidup dalam iman, sebab iman yang

dimiliki gembala akan menentukan dalam setiap rencana dan tindakan dalam pelayanan.

Karena gembala yang melayani dengan baik beroleh kedudukan yang baik sehingga dalam

iman kepada Kristus Yesus dapat bersaksi dengan luluasa (1 Timotius 3:13).

2.2 Menjadi Teladan

Ciri keteladanan seseorang gembala jemaat pertama harus Nampak dari hubungannya

dengan Tuhan. Hubungan seorang gembala dengan Tuhan akan Nampak dalam pikiran,

10
Ralph M. Riggs, ibid, hal. 28.
12

ucapan dan tindakan yang memancar keluar. Ralph, Riggs (1984:23) mengatakan bahwa “

Firman Allah menasehatkan gembala siding untuk menjadi teladan bagi kawanan domba-Nya

setiap saat”.11

Memberikan teladan bagi kawanan domba merupakan tuntutan yang utama bagi

gembala, sebab dari keteladanannyalah Nampak kesetiannya kepada Tuhan untung

mengemban tugas yang dipercayakan kepadanya. Dan juga menjadi teladan dalam berbuat

baik dan dalam pengajaran Titus 2:7-8. Lebih jauh Bruce. (1996: 66) menjelaskan bahwa:

Keteladanan adalah metode yang paling efektif maka seorang gembala yang harus
berusaha keras memberikan teladan dengan orang-orang lain. Maka seorang gembala
harus menghendaki jemaat memberikan persepuluhan, maka gembala harus memberikan
persepuluhan, kalau gembala menghendaki gereja yang berdoa, maka gembala harus
berdoa.12

Dari kutipan diatas dapat dilihat bahwa seorang gembala harus menjadi teladan,

sehingga jemaat akan meneladani gembalanya sama dengan seorang gembala harus mengikuti

teladan gembala yang Agung. Karena keberhasilan seorang gembala tidak hanya faktor

kemampuan dalam hal menyampaikan firman Tuhan melainkan teladan yang diberikan

gembala kepada anggota jemaat.

2.3 Rendah Hati

Seorang gembala haruslah rendah hati, seperti Yesus Kristus yang adalah rendah hati.

Yang walaupun dalam rupa Allah tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai

milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan

mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Dalam keadaan manusia

Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati bahkan sampai mati di kayu salib.

Kerendahaan hati-Nya Nampak melalui :

a. Sekalipun kaya, rela dilahirkan di kandang, karena tidak ada tempat penginapan (Lukas
2:7)

b. Sekalipun kaya rela menjadi manusia.

11
Ibid. hal. 23.
12
Op.cit. hal. 66.
13

c. Sekalipun kaya rela mengambil rupa seorang hamba.

d. Sekalipun kaya tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya Luk 9:58

Oleh sebab itu seorang gambala perlu rendah hati terhadap domba-domba yang

dilayaninya, seorang gembala harus siap ditegur, dikoreksi oleh orang lain. Kerendahan hati

harus Nampak dalam pengambilan keputusan dan juga dalam menyeleaikan masalah dengan

orang lain dan jemaat sekalipun gembala ada di pihak yang benar Alexander(1992:25)

mengatakan bahwa:

Kerendahan hari dan kehambaan merupakan sifat kepemimpinan yang penting sekali,

sebab hal tersebut menyatakan pikiran dan karakter putra Allah Yesus Kristus. Paulus

menekankan agar orang-orang percaya juga memiliki sifat-sifat yang sama dengan yang

dimiliki oleh Yesus, yaitu tidak mementingkan diri sendiri tetapi menganggap orang lain lebih

utama (Filipi 2:3-5).13

2.4 Berani Bersukacita

Gembala yang baik harus orang yang berani bertindak dengan tegas melaksanakan

tugas dan bertanggungjawab dalam penggembalaan. Tidak ragu-ragu menentang dosa yang

ada dalam jemaat, serta berani bersaksi (1 Timotius 3:13) kepada setiap lapisan masyarakat

tanpa memandang keberadaan orang tersebut, apakah orang itu miskin, atau orang kaya

sebagaimana Paulus tidak ragu-ragu menegur Petrus ketika kelakuannya tidak sesuai dengan

Injil yang diberitakannya (Gakatia 2:14). Oleh sebab itu keberanian perlu dimiliki setiap para

gembala untuk memperbaiki cara-cara pengembalaan dewasa ini, dengan hikmat yang benar-

benar dapat membangun kehidupan orang percaya.

Selain gembala harus menjadi orang yang berani dalam melaksanakan tugasnya

dimanapun mereka berada harus dapat memancarkan sukacita, atau kegirangan karena sifat

ini sangat mempengaruhi kehidupan jemaat, Filipi 4:4. Bersukacitalah senantiasa di dalam

Tuhan.

13
Alexander, Manakah yang Alkitabiah Kepemimpinan atau Kependetaan. ( Yogyakarta: Yayasan Andi,
1992). Hal. 25.
14

2.5 Sabar dan Lemah Lembut

Kesabaran dan kelemahlembutan merupakan sifat yang harus dimiliki gembala, hal

ini sangat penting untuk mengemban tugas dan tanggungjwabnya terhadap dompa yang

dipeliharanya. Ralph M. Riggs dalam bukunya gembala siding yang berhasil menyatakan:

Kesabaran adalah hal yang sangat utama dalam kehidupan gembala, seperti seorang petani

dengan sabar enunggu rasa panennya, demikian juga gembala harus sabar menunggu

tumbuhnya firman Tuhan yang disebarkannya. Sekaligus setiap ucapan dan tindakan harus

bersifat lemah lembut, penuh simpati dan penuh belas kasihan terhadap semua orang.14

Sehubungan dengan kutipan di atas bahwa seseorang gembala harus dengan penuh

kesabaran dan lemah lembut dalam menghadapi sifat, tindakan dan perbuatan domba yang

dilayaninya, dan gembala itu tidak boleh sombong, angkuh (1 Timotius 3:6). Namun

sebaliknua harus ramah, baik, hormat dan berbudi manis terhadap semua orang (bnd. Fil 2:1-

11).

Jadi gembala yang sabar dan lemah lembut adalah gembala yang rendah hati baik

dalam sikap, perkataan, perbuatan, (1 Timotius 4:12). Sekaligus harus sadar akan tugasnya

sebagai gembala yang tidak boleh membeda bedakan kasih terhadap domba-domba yang telah

Tuhan percayakan kepadanya. Dengan demikian gembala harus aktif dan agresif mengambil

inisiatif dalam memberikan pertolongan.

2.6 Mengasihi

Hubungan antar gembala dengan domba harus berdasar dari kasih. kasihlah yang

menggerakkan hati seseorang untuk melayani domba-domba milik Kristus, sebab domba-

domba perlu perawatan yang intensif. Nehemia(1985:40) mengatakan bahwa

Kalau gembala tidak memiliki kasih Kristus tidak mungkin dapat merawat domba dengan

sabar dan dengan baik, hal ini terlihat dalam diri Petrus sendiri. Tuhan baru serahkan domba

14
Ralph M Riggs. Gembala Sidang yang Berhasil.(Malang: Gandung Mas, 1984), hal. 25.
15

kecil milik-Nya kepada penggembalaan Petrus sesudah Tuhan mengetahui bahwa Petrus

memiliki hati gembala.15

Dari kutipan dia atas dapat dilihat bahwa gembala yang berhasil adalah yang

mengenal dan menerapkan kasih, oleh karna ia mengasihi Tuhan, maka ia dapat mengasihi

domba-dombannya, sehingga apapun yang dikerjakannya ia layani dengan setia: Sebab kasih

gembala yang baik terhadap domba-dombanya tidak dipisahkan oleh apapun (Roma 8:37-39),

atau harus mengasihi orang orang lain (2 Korintus 2:8). Sebab Tuhan Yesus memerintahkan

supaya saling mengasihi karena Tuhan Yesus terlebih dahulu mengasihi umat-Nya(Yohanes

13:34).

2.7 Bekerja Keras

Seorang Gembala yang baik haruslah belajar dari teladan Yesus, yaitu bekerja keras

dalam menggembalakan jemaat, menjaga jemaat, membangun jemaat, dan melengkapi

jemaat, contoh : pagi-pagi Yesus sudah mengajar (Yoh 8:12) menjelang malam Yesus

melayani banyak orang yang kerasukan setan dan menyembuhkan orang-orang sakit (Mat

2:16). Pada waktu malam Yesus mengajar Nikodemus (Yoh 3:2). Demikian juga Yesus

berkeliling ke semua kota dan desa, Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadah dan

memberitakan Injil kerajaan surga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan (Mat

9:35).

Dari firman Tuhan tersebut di atas dapat dilihat bahwa : masalah waktu dan tempat

tidak menjadi masalah bagi Yesus dalam melayani orang-orang yang membutuhkan kasih dan

pelayanannya. Oleh sebab itu seorang gembala harus bekerja keras baik, pagi-pagi, siang,dan

malam tetap menggembalakan jemaat, membangun jemaat, serta melengkapi mereka untuk

bertumbuh. Karena gembala siding tidak mempunyai jam kerja seluruh hidup dan waktunya

adalah jam kerja.

15
Behemiah. Rahasia Tentang Penggembalaan Jemaat. (Jabar: Mimery Press, 1985). Hal. 40.
16

2.8 Rajin dan Bijaksana

Disamping gembala itu seorang bekerja keras ia harus juga pandai menggunakan

kesempatan walaupun hanya sebentar saja, dalam hal ini kerajinan dan kebijaksanaan tidak

dapat dipisahkan karena, gembala yang rajin sudah tentu bijaksana dalam segala situasi dan

kondisi untuk mengatur waktunya. Dengan demikian kerajinan dan kebijaksanaan tidak boleh

lepas dari kehidupan seorang gembala. dan seorang gembala tidak boleh sombong Atas

karunia Tuhan pecayakan kepadanya dalam menggembalakan kawanan domba yang

digembalakannya, sebab kerajinan dan kebijaksanaan akan jadi sia-sia kalau digunakan untuk

menyombongkan diri dan merendahkan orang lain. (bnd 1 Raja-raja 3:16-28). Dimana raja

Salomo bijaksana pada waktu memberikan keputusan kepada kedua perempuan sundal yang

menghadap kepadnya. Jelas terlihat bahwa salomo tidak sombong karena kemegahannya dan

kebijaksanaan/hikmat yang dimilikinya. Sebab ia sadar itu semua berasal dari Allah.

2.9 Penguasaan Diri

Seorang gembala harus sanggup menguasai dirinya (Titus 1:8) dalam menghadapi

segala sifat, tingkah laku dan tindakan kawanan domba yang digembalakan, sebab seorang

gembala harus mengahadapi banyak tantangan dan godaan-godaan yang datangnya dari

jemaat bahkan dari luar. Namun gembala harus bisa sebagai contoh bagi jemaat dan

masyarakat serta dapat menahan diri dalam segala hal (1 Timotius 3:11). Seorang gembala

sedapat mungkin harus dapat menguasai diri atau mengontrol dirinya terhadap perkara-

perkara duniawi seperti hamba uang (1 Timotius 3:2-3), ingin dihormati yang berlebihan,

ingin mendapatkan pujian dari orang lain. Sebab hal itu akan membawa gembala kepada

kegagalan, sehingga akan terjadi keputusan dan bahkan akan meninggalkan tugas dan

tanggungjawabnya sebagai gembala. Karna mengganggap dirinya tidak sanggup atau Tuhan

tidak lagi memperhatikan dia.

3. Etika Gembala Sidang


17

Seorang hamba Tuhan sangat dituntut memiliki sifat-sifat dan perilaku dalam

kehidupan pribadi dan pelayananya. Soep Soegiarjo (2000:16) menyimpulkan beberapa etika

hamba Tuhan yaitu :

1. Dapat dipercaya

2. Menjaga nama baik

3. Sopan dalam tutur kata dan perilaku

4. Pendamai

5. Peramah. Bukan pemarah

6. Tanpa cacat dalam kehidupan moral

7. Bukan hamba uang

8. Kepala keluarga yang baik

9. Menjadi teladan dalam iman

10. Memegang rahasia jabatan

11. Memiliki keberanian

12. Disiplin/tepat waktu

13. Setia dalam pelayanan

14. Suka mendengarkan khotbah yang lain

15. Tidak sombong dan angkuh

16. Menjadi teladan

17. Murah hati

18. Memiliki kemampuan berkomunikasi

19. Menjauhkan diri dari kebiasaan-kebiasaan buruk

20. Kemampuan membina team kerja dalam pelayanan

21. Tidak menghasut atau menjadi penyebab perpecahan jemaat lain

22. Suka bekerja sama dengan baik dalam pelayanan dengan hamba-hamba Tuhan

lainnya

23. Terhadap anggota jemaat yang mengeluh jangan cepat beraksi

24. Tidak berusaha mencuri atau mempengaruhi domba-domba jemaat lainnya supaya

pindah ke jemaatnya
18

25. Menghormati gembala pendahulu dengan tulus hati

26. Jangan menerima tawaran untuk menjadi gembala sidang sebelum gembala terdahulu

meletakkan jabatannya

27. Jika ada pendeta tamu hadir kebaktian, sebaiknya disambut dengan duduk di mimbar

dan diberi kesempatan untuk memimpin doa dan memberikan kesaksian beberapa

menit

28. Jangan menyalahgunakan kedudukan Gembala Sidang untuk menjual barang-barang

kepada anggota jemaat atau orang lain. Oleh sebab itu seorang gembala haruslah

memiliki etika, karena etika adalah kehidupan moral yang sangat tinggi bagi tingkah

laku gembala terhadap yang lain, karena tingkah laku Gembala Sidang sangatlah

mempengaruhi jemaat dan bahkan masyarakat.16

4. Gembala dan Keluarganya

seorang gembala, harus menginginkan supaya pelayanannya berhasil dan ini tidak

lepas dari peranan istri dan anak-anak. Sebab istri adalah penolong yang sejati dalam

pelayanan suaminya, Istilah gembala harus mempunyai kasih dan kesetiaan dan

bertanggungjawab atas tugas dari pekerjaan suami dan anak-anak. S.J Sutijono (2000:14)

mengatakan bahwa :

Keberhasilan seorang hamba Tuhan tidak terlepas dari bantuan istri yang tidak mengenal
lelah. Seorang istri hamba Tuhan haruslah berpakaian yang rapi dan wajar, masyarakat
dan jemaat sangat mengharapkan istri hamba Tuhan itu memainkan peranan khusus,
sebab mereka suka melihat pendeta dan istrinya sebagai orang Kudus, orang beriman dan
tidak sebagai orang biasa, keluarga hamba Tuhan harus menjadi teladan.17

Dari kutipan diatas dapat dilihat bahwa rumah tangga gembala menjadi sorotan

jemaat. Oleh sebab itu rumah tangga gembala diharapkan menjadi kesaksian yang baik,

sehingga menjadi berkat dan nama Tuhan dimuliakan. Gembala sidang haruslah juga

memberi waktu dan perhatian yang cukup untuk isti dam anak serta seisi rumahnya, dan

16
Ibid. hal. 16.
17
S.J Sutijono. Penggembalaan. Diktat, 2000. Hal. 14.
19

jangan hanya sibuk menggembalakan domba-domba keluarga gembala dan hendaklah

keluarga gembala memiliki itra keluarga sebagaimana yang dikatakan oleh Soegiartjo sebagai

berikut:

a. Ada kedamaian dalam keluarga (peace in the family).

- Saling memikul beban (bear ye one another’ budens).

- Sabar satu dengan yang lain dalam kasih (for bearing one another in love)

b. Keluarga yang saleh (family religion)

c. keluarga yang berdoa (family prayer)

d. Keluarga yang beribadah (family worship)

e. Ada sukacita dalam dalam keluarga (joy in the family)18

5. Tujuan Penggembalaan

Dalam amanat agung Yesus Kristus mengatakan demikian: Karena itu pergilah

jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan babtislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan,

Roh Kudus dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan

kepadamu dan ketahuilah Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman (Mat 28:19-

20)

Dari makna pengutusan tersebut perlu diperhatikan apa yang dimaksud dari tugas

pengutusan itu, yakni Tuhan Yesus menghendaki agar semua bangsa murid-Nya dan dibabtis

dalam nama Bapak, Anak dan Roh Kudus dan juga untuk melakukan kehendak-Nya. Untuk

memenuhi panggilan itu Roh Kudus memenuhi mereka pada hari pentakosta, untuk

memampukan mereka melakukannya sampai akhir zaman. Abineno (1986:31-32) :

Karena dunia dimana Gereja hidup dan menjelaskan pelayanan pada waktu itu, jauh

berbeda dengan dunia sesudah perang, Ia sudah berubah dan perubahan itu terus

berlangsung sehingga bidang pelayanan pastoral gereja makin maju, Karena gereja adalah

tempat Allah bertemu di dunia.19

18
Ibid. hal. 18.
19
J.L Ch. Abineno. Sekitar Theologia Praktika. (Jakarta: BPK, 1986), hal. 31-32.
20

Sehingga dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pada

penggembalaan itu bukan di suatu tempat saja akan tetapi gereja itu juga harus bergerak maju

agar semua bangsa dapat dijadikan murid Tuhan karena melalui dinamika perobahan yang

terjadi dalam kehidupan kemasyarakatan, maka gereja perlu menghayati kembali dari

panggilannya. Supaya benar-benar penggembalaan itu bergerak bukan hanya di tempat

tertentu saja. Lebih lanjut M. Bons-Storm(1993:26) mengatakan bahwa :

Tujuan penggembalaan itu bukan hanya supaya gereja itu menjadi penuh, akan tetapi

tujian akhir dari penggembalaan itu adalah supaya jemaat Yesus Kristus dibangun. Kalau

dalam jemaat tiap-tiap supaya jemaat yang hidup, jemaat Yesus Kristus dibangun. Kalau

dalam jemaat, tiap-tiap anggota menjadi suatu jemaat yang akan bersinar seperti lampu di

atas gunung akan dapat dilihat oleh semua orang.20

Berdasarkan pandangan di atas jemaat diajak agar yang satu bertanggungjawab

terhadap yang lain (Roma 15:1-7) dalam arti mereka saling menolong, saling mengasihi dan

saling melayani satu dengan yang lainnya dalam segala situasi yang dihadapi masing-masing.

Karena tugas keimanan telah dipercayakan kepada nya dan haruslah tugas itu dilakukan

dengan sebaik-baiknya.

6. Metode Penggembalaan

Istilah “metode” digunakan untuk memperlancar atau mempermudah cara dalam

melaksanakan sesuatu hal. Istilah ini lebih mengacu pada sifat dasar dari tugas yang harus

dilaksanakan lonergan (Tjaar H. Hommes dan E. Gerit Singgih ; (1982:64) mengatakan

bahwa: “Sesuatu metode adalah pola normatif dari operasi-operasi yang berulang-ulang dan

berkaitan dan menghasilkan suatu hasil yang normatif dan progresif.”21

Sehubungan dengan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa metode sangat penting

dalam melaksanakan suatu tugas, oleh sebab itu metode dalam tugas penggembalaan harus

20
M. Bons Strom. Apakah Penggembalaan itu?. (Jakarta: BPK, 1993), Hal. 26.
21
Tjaard G. Hommes dan E. Gerrit Singgih. Theologiadan Praktis dan Pastoral. (Jakarta: BPK, 1992),
hal. 64
21

diperhatikan untuk memenuhi amanat Yesus Kristus. Mengingat bermacam-macam sifat yang

harus dihadapi gembala dalam melaksanakan tugas penggembalaan, maka sebagai gembala

yang baik harus banyak mengetahui metode yang cocok digunakan dalam pelayanannya.

Karena gembala bukan hanya melayani melalui pelayanan mimbar saja oleh sebab itu berikut

akan dikemukakan dua metode penggembalaan sebagai berikut :

6.1. Metode Perkunjungan dan Percakapan Pastoral

Metode perkunjungan yang direncanakan dengan baik sangat besar manfaatnya bagi

tugas penggembalaannya, karena disamping gembala memperhatikan pertumbuhan iman

jemaat, sekaligus jemaat itu merasa dihargai dan diperhatikan oleh gembalanya. Aabineno

(1996:56) dalam bukunya menjelaskan :

Perkunjungan rumah tangga yang mempunyai segi-segi yang menguntungkan sekali bagi

pekerjaan pastor. Oleh perkunjungan ini ia mengenal jemaatnya dari dekat. Dengan itu ia

juga mengetahui hal-hal yang memenuhi hati dan pikiran mereka, kesenangan mereka,

kedudukan mereka dan kelemahan mereka.22

Melalui pandangan di atas dapat disimpulakan bahwa betapa pentingnya

perkunjungan rumah tangga, karena melalui kunjungan inilah gembala mempunyai hubungan

yang erat dengan jemaatnya. Dengan demikian perkunjungan rumah tangga membawa

dampak positif bagi keluarga yang dikunjunginya. Perkunjungan dan pastoral tidak dapat

dipisahkan oleh karena melalui perkunjungan inilah para gembala mengadakan percakapan

seperti Abineno (1992:90-91) mengatakan bahwa :

Dalam mengadakan percakapan pastoral harus menciptakan relasi yang baik dengan

anggota jemaat yang memusatkan perhatian pada persoalan yang dihadapi jemaat sendiri,

supaya dapat juga mengungkapkan isi hatinya dengan baik.23

22
J.L Ch. Abineno. Penggembalaan. (Jakarta: BPK) 1963, hal 42.
23
Ibid. hal 90-91
22

Dari kutipan diatas dapat dilihat bahwa percakapan sangat penting, bukan hanya

dalam hal hubungan antara gembalan dan jemaat semakin dekat, akan tetapi membantu

jemaat dalam penyelesaian masalahnya melalui percakapan tentang firman Tuhan, berdoa dan

mengajak mereka senantisa menggumuli persoalan yang dihadapi di dalam terang Firman

Tuhan.

6.2. Peranan Diakonia

Dalam pemeliharaan domba-domba Kristus, pelayanan Diakonia/ sosial bukanlah

suatu tugas sampingan, namun sebaliknya bahwa diakonia merupakan tugas yang sangat

penting. Pelayanan diakonia termasuk salah satu tugas gereja yang sangat penting. Tidak

cukup kalau hanya majelis jemaat yang menjalankan penggembalaan dengan percakapan dan

perkunjungan tidak cukup kalau mereka kita anggap rumah rohani dari anggota-anggotanya.

Disamping itu juga berusaha supaya jemaat-jemaat kita benar-benar menjalankan fungsinya

yaitu sebagai persekutuan pelayanan bagi mereka yang lapar, yang dahaga, yang telanjang,

yang sakit dan tebelenggu.24

Jadi tugas pelayanan perlu dilaksanakan oleh gembala untuk mendidik supaya jemaat

juga dapat jadi pelayan. Hal ini Nampak dengan jelas dalam kehidupan jemaat mula-mula

(Kisah para Rasul 2). Dimana tugas diakonia mempunyai tempat yang sentral, sehingga

diakonia adalah suatu aspek yang hakiki dari pada hidup jemaat mula-mula itu. Pelayanan itu

dilaksanakan untuk memelihara tubuh Kristus dalam suatu persekutuan. Dalam kehidupan

jemaat mula-mula gembala sangat memperhatikan kehidupan jemaatnya, sehingga dapat

bertumbuh cepat.

B. Kerangka Berpikir

1. Penggembalaan di Gereja Pentakosta Indonesia Sidang Pinggol Toba

Mengingat pentingnya tugas penggembalaan dalam perkembangan jemaat-jemaat

Tuhan dewasa ini, maka setiap gereja perlu meningkatkan cara-cara penggembalaan yang

24
Ibid, hal. 95.
23

diselenggarakannya. Sebab tanpa ada kemajuan kepada yang lebih baik, maka tidak mungkin

gereja itu dapat mencapai tujuan yang sebenarnya.

Di Gereja Penrakosta Indonesia Sidang Pinggol Toba, bahwa penggembalaan

menyangkit usaha pendekatan dalam rangka pendewasaan iman warga jemaat, dalam arti

bahwa kegiatan penggembalaan suatu tugas yang terorganisir dan terencana dan teratur.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan di Geraja Pentakosta Indonesia Sidang

Pinggol Toba, berbagai bentuk penggembalaan dilakukan antara lain :

1.1 Ibadah Minggu

Ibadah minggu di Gereja Pentakosta Indonesia Sidang Pinggol Toba dilakukan.

Sekali kebaktian yang telah disusun dengan baik oleh hamba-hamba Tuhan. Penyampaian

firman Tuhan bukan hanya gembala sidang akan tetapi juga pelayan Tuhan yang telah

dipersiapkan.

1.2 Ibadah Keluarga

Kebaktian keluarga ini dilakukan dua kali dalam satu minggu dengan per sektor. Dan

metode penyampaian firman juga dalam bentuk diskusi-diskusi ini di adakan setelah selesaiya

khotbah. Hal ini bertujuan agar jemaat benar-benar mengerti akan firman Tuhan yang sudah

didengarnya, sehingga iman jemaat bertumbuh.

1.3 Doa Malam Jemaat

Dalam doa jemaat ini diadakan setiap hari kamis untuk pembinaan yang terbeban

dalam pelayanan. Juga berdoa untuk daerah-daerah yang belum mengenal Tuhan yang dari

Gereja Pentakosta Indonesia Sidang Pinggol Toba. Acara kebaktian ini dilaksanakan di rumah

anggota jemaat secara bergiliran.

2. Tugas dan Tanggungjawab Gembala Dalam Pelayanan

Penggembalaan terhadap seluruh warga jemaat bukanlah hanya merupakan tugas dan

tanggungjawab para pendeta atau gembala sidang dan para pengurus gereja saja, akan tetapi

peran mereka lebih atau demiian penting supaya gereja itu dapat memenuhi tugasnya seperti
24

yang telah diamanatkan Yesus Kristus, sehingga gembala jemaat bertanggungjawab untuk

membina atau mempersiapkan serta memotivasi anggota jemaat untuk turut terlibat dalam

pelayanan atau setidaknya mendukung dalam dana, doa, waktu dan perhatian.

Gembala jemaat harus melibatkan seluruh jemaat sehingga mereka semua merasa

dibutukan dan demikian akan timbul rasa tanggungjawab yang tinggi dari jemaat. Namun

sebelumnya mereka perlu mendapatkan pembinaan atau pengajaran sama seperti Yesus

membina murid-murid-Nya, demikianlah kiranya pelayan Tuhan. Dalam pembinaan ini dapat

berupa pemuridan, seminar-seminar, latihan khusus bagaimana menggembalakan dan

memenangkan jiwa.

Dengan demikian gambala jemaat juga harus memperhatikan metode-metode dan

program yang kesemuanya itu harus disampaikan dan dibahas di tengah-tengah jemaat

bersama para majelis.

3. Hipotesa Penelitian

Pada bab satu telah dikemukakan bagaimana tujuan dari pada penelitian ini adalah

untuk mengetahui, mengemukakan apakah prinsip-prinsip penggembalaan yang terkandung

dalam kitab injil Yohanes 21:15-17 telah diaplikasikan bagi pelayanan di Gereja Pentakosta

Indonesia Sidang Pinggol Toba, maka sebagai jawabnya :

Injil Yohanes 21:15-17 mengandung prinsip-prinsip penggembalaan yang Alkitabiah

telah diaplikasikan bagi pelaksanaan tugas dan tanggungjawab gembala dan warga jemaat

Gereja Pentakosta Indonesia Sidang Pinggol Toba.


25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1. Tujuan Penilitian

Penelitian merupakan suatu proses dari langkah-langkah yang dilakukan secara

terencana dan sistimatis, guna mendapatkan pemecahan masalah dan mendapatkan jawaban

dari pernyataan-pernyataan tertentu. Menurut Poerwadarminto, WJS (1985: 715) menjelaskan

bawah : “ Penelitian berarti pemeriksaan yang teliti, penyelidikan “.25 Juga menurut W.P

Napitupulu (1969 : 7) menjelaskan bahwa tujuan penelitian (research) adalah mencari jawaban

masalah yang dihadapi dengan menggunakan prosedur-prosedur ilmiah”.26

Dengan demikian jelas bahwa penelitian merupakan arah kegiatan yang dilakukan dan

merupakan alat ukur untuk memperoleh hasil yang ingin dicapai. Dalam penulisan prinsip

penggembalaan yang bagaimana terkandung dalam kitab Injil Yohanes 21 : 15-17 dan apakah

penggembalaan tersebut dapat diaplikasikan bagi pelayanan Gereja Pentakosta Indonesia

Sidang Pinggol Toba dalam situasi masa kini.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab-bab yang terdahulu bahwa jenis penelitian yang

dilakukan dalam penyusunan skripsi ini merupakan penelitian perpustakaan (Library research).

Dengan demikian mengingat Perpustakaan Sekolah Tinggi Theologia Renatus (STTR) belum

lengkap, sehingga penulis memilih perpustakaan milik pemda sumatera utara dan toko-toko

buku Kristen dan

Gramedia sebagai tempat untuk membaca buku-buku yang sesuai dengan skripsi serta

penulis mengupayakan buku-buku yang sesuai dengan skripsi ini. Adapun waktu dalam

pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan Nopember 2009 sampai dengan Maret 2010.

25
Ibid. hal. 715
26
W.P Napitupulu. Dimensi-dimensi Pendidikan. (Jakarta: BPK,1969).
26

3. Metode Penelitian

Metode merupakan suatu cara yang dilakukan seseorang peneliti dengan tujuan

mendapatkan yang diperlukan dalam melengkapi penulisan suatu judul. Dengan demikian

penulis menggunakan metode :

1. Studi Kepustakaan

Dalam penelitian ini metode yang penulis lakukan yaitu metode penelitian kepustakaan

yaitu dengan membaca buku-buku yang berhubungan dengan judul skripsi ini.

2. Penelitian Lapangan

Setelah penulis mengadakan penelitian kepustakaan, penulis perlu juga mengadakan

penelitian lapangan dengan cara penelitian di Gereja Pentakosta Indonesia Sidang Pinggol

Toba. Dalam hal ini penulis menggunakan metode wawancara langsung dengan gembala

sidang Gereja Pentakosta Indonesia Sidang Pinggol Toba juga mengambil data-data: data-

data kepengurusan pusat Sinode yang sekarang, data-data kepengurusan Gereja Pentakosta

Indonesia serta sejarah berdirinya Gereja Pentakosta Indonesia Sidang Pinggol Toba.
27

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

1. Latar Belakang Injil Yohanes

1.1. Penulis Injil Yohanes

Kitab Injil Yohanes merupakan Injil yang melengkapi Injil Sinoptis (Matius, Markus,

Lukas). Penulis Injil ini adalah Rasul Yohanes sendiri. “Rasul Yohanes anak Jebedeus ini tidak

pernah disebut dengan tegas dalam Injil, bahwa Yohanes rendah hati untuk menyembunyikan

diri”.27 Ia adalah salah seorang yang sejak mula-mula mengikuti Yesus (Yohanes 1 :35-41) ia

juga murid yang berdiri dekat salib Yesus dan menerima Maria ibu Yesus dalam rumah-Nya

(Yoh 19 : 29b). Ia adalah seorang murid yang dikasihi Yesus (Yoh 21 : 20-24). Ia berasal dari

tanah Yahudi (Yoh 2:26) dan bahasa Yunaninya dipengaruhi oleh bahasa semit, dengan kuat

menunjukkan seorang Yahudi yang berbahasa Aram dan dahulu tinggal di Palestina. Sebelum

menetap di Efesus. Yohanes adalah seorang pemberani, penuh semangat, setia, peka terhadap

hal-hal kerohanian, penuh kasih, dan rendah hati. Kasih adalah tema surat-suratnya tentang hal

ini Merril Tenny (1996: 11 -12) menyatakan bahwa :

Sebagaimana Kristus menjinakkan keinginannya dan menyucikan diri dari kekerasan


yang terkendalikan demikian pula Yohanes menjadi rasul yang penuh kasih, yang
kesetiaannya melebihi penulis manapun dalam perjanjian baru (bnd 1 Yoh 4 : 7).28

1.2. Tahun dan Tempat Penulisan

Tahun terakhir dalam kehidupan Yohanes dilewatkan di Efesus, kota utama di Asia

kecil. Gaya bahasa penulisan Injil lebih maju menunjukkan fakta dari ketiga Injil yang lain

yang sudah ditulis dan satu periode waktu berlalu.

Setelah penulisan Injil ketiga (Matius, Markus, Lukas). Pada saat itu jemaat

membutuhkan satu uraian baru mengenai riwayat Kristus. Yohanes menulis Injil ini menjelang

akhir abad pertama atau sekitar tahun 85 sesudah Masehi pada waktu ia melayani Efesus.

1.3. Alamat /Penerima

27
M.E. Duyuverman. Pembimbing ke Depan dalam Perjanjian Baru. (Jakarta: BPK,1966), hal.60.
28
Merril Tenny. Injil Yohanes. (Malang, Gandum Mas, 1958), hal. 11-12.
28

Pada saat Yohanes menulis Injil ini jemaat Yahudi sudah cukup matang dalam masa

peralihannya dari sikap yang memisahkan diri (bnd KPR 10) kepada sikap yang menjangkau

semua bangsa. Dan Injil Yohanes ini ditujukan kepada semua bangsa. Inilah sebabnya Yohanes

menterjemahkan kata-kata Ibrani dan Aram.

1.4. Tujuan Penulisan

Yang menjadi tujuan Injil Yohanes menurut Robert Kysar (1995,95) adalah sebagai

berikut :

1. Untuk menolong pembaca percaya bahwa Yesus tidak lain adalah apa yang ditegaskan

sebagai Mesias dan Anak Allah. Apakah iman pembaca sebaru dan sesegar cerita itu

sendiri, atau iman mengisi seluruh waktu hidup sehingga iman dikuatkan dan terpelihara.

2. Untuk membantu mengembangkan iman tersebut yaitu kehidupan sejati dan ia

menyebutkannya berbagai nama : kehidupan kekal, kehidupan yang melimpah, kebenaran,

terang.

3. Bahwa kita sendiri dapat percaya dan akibatnya hidup29

Tujuan Injil menurut Yohanes : Yohanes hendak menyaksikan bagi para pendengar dan

pembaca bahwa kabar sukacita Allah yang pada mulanya telah mengutus anakNya ke dalam

dunia untuk menyelamatkan diri dan menjadi manusia, maka Allah sendri di dalam Yesus

sendiri tetap Allah, Mesias, Anak Allah yang hidup. Barang siapa yang menerimanya

memperoleh hidup yang kekal (Yohanes 24,0; 30-31).

2. Penggembalaan Dalam Yohanes 21 : 15 – 17

Sebelum Yesus naik ke surga Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya,

dimana murid-murid tersebut sedang menangkap ikan di danau Tiberias. Sesudah sarapan pagi

Yesus berkata kepada Petrus Simon Anak Yohanes Apakah engkau mengasihi (Agave) Aku

lebih dari mereka ini? (ayat 15a). “Pertanyaan Yesus kepada Petrus menunjukkan,

kepeduliannya terhadap Petrus orang memelihara domba-dombanya” 30Pertanyaan itu menusuk

dan jawaban Petrus menunjukkan kebimbangan dan jawabnya benar Tuhan, Engkau tahu

29
Robert Kysar. Injil Yohanes Sebagai Cerita. Hal.59.
30
Wiliam Barclay. Pemahaman Alkitab Setiap hari Injil Yohanes. BPK; Jakart, 1968. hal.444.
29

bahwa aku mengasihi (phileo) Engkau. barangkali setelah menyangkal Yesus sebanyak tiga

kali, Petrus menjadi kurang percaya atau kurang berani menyatakan bahwa ia mengasihi Yesus

tanpa syarat. Yesus menanggapi dengan suatu perintah” “Gembalakanlah domba-dombaKu”.

Dan lagi Yesus beranya kepadanya, apakah engkau sungguh-sungguh mengasihi (Agave) Aku

Petrus juga kembali mengulangi jawabannya. Untuk ketiga kalinya Yesus menanyakan kasih

Petrus, apakah engkau mengasihi (philio) Aku. Ayat (17). Petrus mengakui kasihnya dengan

memohon pengetahuan sempurna dari diri Yesus sendiri. Tuhan Engkau tahu segala sesuatu,

Engkau tahu, bahwa aku sungguh mengasihi (phileo) Engkau. Yesus mengulangi perintah-Nya

“Gembalakanlah domba-dombaKu”).

Menurut Jhon Hunter (1994 : 54) mengatakan : Ketika Yesus berbicara kepada Petrus,

Dia berfokus pada dua bentuk kasih : kasih moral/sosial (agave) dan afeksi persahabatan

(philio).31 Arti yang dimaksud Yesus dalam kata agave ia yang dipakai mencakup defenisi

lengkap mengenai agave yang ditulis oleh Rasul Paulus dalam 1 Korintus 13. Kesabaran,

kebaikan, tidak mencari kepentingan sendiri, tidak bersukacita karena ketidakadilan dan

percaya segala sesuatu semuanya merupakan unsur kasih yang Yesus inginkan untuk Petrus

miliki. Pertanyaan yang dilontarkan Yesus kepada Petrus merupakan pertanyaan yang sangat

penting sebelum ia meninggalkan Petrus untuk dipertimbangkan dengan hati-hati. Dan

pertanyaan inilah yang membakar hatinya, sehingga Petrus sungguh-sungguh dalam

memelihara domba-domba yang Tuhan percayakan kepadanya.

3. Prinsip-prinsip Penggembalaan Dalam Yohanes 21 : 15 - 17

Dalam kamus bahasa Indonesia, “prinsip berarti azas atau kebenaran yang menjadi

pokok dasar bagi seseorang untuk berpikir atau bertindak”.32 Dalam hal ini Injil Yohanes 21:15

– 17, dimana Yohanes ingin menceritakan tentang pemulihan diri Petrus dengan Yesus. Dimana

Petrus merupakan murid Yesus yang telah ditetapkan Yesus untuk melanjutkan visi Yesus,

yaitu menggembalakan domba-domba.

31
Jhon Hunter. Kristen yang Sukses ( Bandung, Kalam Hidup, 1994). Hal 54.
32
Ibid. hal. 768
30

Oleh sebab itu Yesus menginginkan Petrus harus memiliki pokok yang sangat

mendasar dalam pelaksanaan penggembalaan. Adapun pokok-pokok dasar tersebut yaitu

sebagai berikut :

3.1. Memiliki Kasih yang Mengorbankan Diri

Petrus diperintahkan untuk menunjukkan kasih Agave kepada Tuhan ayat 15-17. Petrus

mengetahui dengan tepat bahwa kasih sejati itu ada pada Bapa. Setelah menyangkal Yesus tiga

kali Petrus tidak mempunyai dasar seperti itu, satu-satunya pengetahuan yang benar tentang

kasih itu adalah penampakan kehidupan Yesus. Dalam kematian-Nya, Yesus memberikan

makna kasih yang mengorbankan diri.

Bahkan pada waktu Yesus meramalkan penyangkalan Petrus, Yesus berkata : Aku

memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti

Aku telah mengasihi kamu. Demikian pula kamu saling mengasihi. Dengan demikian semua

orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku. Yaitu jika kamu saling mengasihi (Yoh

13:34-35).

Pada waktu Petrus mengatakan bahwa ia akan menyerahkan nyawanya untuk Yesus.

Tanpa kasih agave semuanya tidak ada yang berarti sehingga Yesus mengoreksi diri Petrus

apakah dia memiliki kasih yang seperti itu. Kasih kepada gembala mengharuskan pemelihara

domba melakukan perintah-perintah-Nya.

Athur Fink Homes (2000: 121) menyatakan :

Iman adalah akar dimana ketaatan adalah bungan dan buah yang indah. Hal ini hanya

terjadi jika iman itu telah dinyatakan dalam ketaatan, yaitu ketaatan yang tidak berarti

ketika jalannya kasar dan gelap. Suatu ketaatan yang penuh sukacita memikul salib dan

rasa malu, dengan demikian janji tertinggi Injil digenapi. Jika kasih kepada Juruselamat

yang Kudus, memimpin kita kepada ketaatan yang segera yang tidak terlambat-terlambat,

ketaatan yang jelas dan tidak bimbang memimpin kita untuk mengatakan dalam roh yang

sepenuhnya menundukkan diri dan mengorbankan diri (kehendak-Mu, bukan kehendakku,

jadilah maka ada ucapan selamat jalan kepada keraguan dan kegelapan, kepada kesepian

dan penderitaan. Dan kita tidak lagi menggerutu saat Allah sepertinya tidak ada. Kita akan
31

berjalan seakan kita melihat Dia yang tidak kelihatan, mengatasi segala kekuatan, menang

terhadap semua musuh.33 Kasih agave adalah kompas yang menunjukkan jalan bagi

Petrus yang akan dimiliki dalam memelihara kawanan domba yang Tuhan percayakan

kepadanya.

3.2. Kasih Diantara Sahabat-Sahabat

Pada pertanyaan ketiga ayat 17, Yesus bertanya kepada Petrus apakah Engkau memiliki

afeksi terhadap-Ku? Menurut Jhon Hunter mengatakan bahwa : “Pertanyaan itu menentang

ketulusan pertanyaan Petrus tentang kasih. Petrus mengetahui bahwa penyangkalannya

terhadap Yesus bukanlah sebagai sahabat, tetapi ia mengasihi Yesus”.34 Yesus tidak

mengatakan Dia mengetahui kasih Petrus, tetapi dengan penuh kuasa mengakuinya dengan

perintah “Gembalakanlah domba-dombaKu”. (Feed my sheep).

Sebelumnya Yesus telah menyatakan persahabatan dengan para pengikut-Nya. Dalam

Yoh 15 : 14-15 Dia berkata Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu apa

yang diperbuat oleh tuannya, akan tetapi Aku menyebut kamu sebagai sahabat, karena Aku

telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah kudengar dari BapaKU”. Yesus

memperluas persahabatan kepada semua orang yang menunjukkan kasih pemberian Allah, yang

mengorbankan diri kepada orang lain.

Motivasi untuk memelihara kawanan domba berasal dari kasih pemimpin terhadap

gembala. Kasih pemimpin memberikan dorongan untuk terus bertahan ketika kelelahan

menggerogoti jiwa. Kasih memberi kekuatan untuk memberi makan domba ketika pemimpin

rindu untuk, dirawat. Kasih itu memberikan dukungan yang penuh kasih bahkan untuk mereka

yang nista. Kasih itu memberikan hati ketika kekuatan datang. Pdt. Nehemiah (1985: 109)

mengatakan bahwa :

Kasih persaudaraan atau persahabatan dari Kristus bukanlah sesuatu untuk terus

diucapkan hanya dengan mulut saja, baik mulut gembala maupun mulut para pengerja.

Karena ada tubuh Kristus maka dengan sendirinya dalam tubuh itu harus ada kasih

33
Atur Fink Holmes. Segala Kebenaran Adalah Kebenaran Allah. (Surabaya: momentum 2000)
34
Op.cit.hal,56.
32

persaudaraan dalam Kristus. Kita ketahui bahwa kasih itu selalu mencari objek untuk

menyalurkan dan menyatakan kasih itu.35

3.3. Hubungan Doa

Ketika Yesus mempersiapkan murid-murid-Nya untuk kepemimpinan gereja. Dia

mengajar mereka berdoa baik dengan perkataan maupun dengan contoh. Dia mengajar mereka

berdoa dengan penghormatan dan pujian kepada Allah Mat 6 : 9 mengucap syukur kepada

Allah untuk segala yang telah Ia lakukan dan akan dilakukan (Yoh 11:41), berdoa untuk

domba-domba Allah (Yoh 17 : 1 – 26) untuk mengajukan permohonan mereka kepada Allah

Bapa (Mat 7 : 7-11). Dia mengajar mereka untuk berdoa sendirian (Luk 5 : 16) dan berdoa

dengan orang lain.

Doa merupakan bagian yang sangat penting dari kehidupan Kristus. Dalam kehidupan

doanya Dia memberikan teladan ketundukan. Dalam Lukas 22 : 42 Yesus berdoa “Ya Bapaku,

jikalau Engkau mau ambillah cawan ini dari padaKu, tetapu bukanlah kehendakKu, melainkan

kehendak-Mulah yang terjadi. Dalam doa ini Yesus mengajarkan tentang keterbukaan dan

ketundukan dalam doa. Sebagai murid, Petrus sangat dekat sekali hubungannya dengan Yesus

dan bahkan Petrus adalah salah satu murid yang dikasihi Yesus. Dari keakraban tersebut Yesus

menugaskan atau memberikan suatu tugas yang harus dilakukan Petrus. Setelah Yesus naik ke

surga yaitu memelihara kawanan domba yang semasa hidup-Nya Dia layani sehingga domba-

domba-Nya tidak terlantar tercerai berai melainkan mereka merasa aman dan tentram atas

pemeliharaan seorang gembala yang telah Tuhan berikan kepadanya.

Dari hubungan yang akrab dengan Tuhan, akan timbul juga hubungan yang dekat

dengan domba-dombaNya, sehingga para domba-domba mendengarkan suara pemeliharaannya

atau gembalanya (Yoh 10:3). Dan dari doalah juga mendorong para pemelihara domba

melakukan pekerjaanya dengan setia serta penuh kasih. Sebab komunikasi adalah jalan bagi

semua hubungan yang bermakna dan karena itu pemelihara domba harus mempunyai hubungan

doa yang terus-menerus dengan Allah. Sebab dari hubungan Petrus dengan Allah sungguh-

sungguh baik sehingga tugasnya pasti akan Petrus lakukan dengan sungguh-sungguh dan

35
Ibid.hal. 109
33

dengan penuh kasih dan lemah lembut. Karena kepemimpinan yang ada pada Petrus berasal

dari Allah sendiri sehingga harus dipergunakan dengan baik.

4. Tugas dan Tanggung Jawab Dalam Memelihara Domba

Dalam percakapan Yesus dengan Petrus, Dia memberikan perintah atau memberikan

tugas yang harus dilaksanakan oleh Petrus, Dimana Yesus akan meninggalkan dunia ini dan

mengutus Roh Kudus untuk memampukan Petrus untuk melakukan segala pekerjaan yang

Tuhan berikan kepadanya.”Perintah Yesus kepada Petrus yaitu Gembalakanlah domba-domba-

Ku atau peliharakanlah domba-domba-Ku ! (take care my) dari pendengaran akan Firman Allah

(bnd Roma 1:17). Maka domba-domba harus diberi makan; makan melalui khotbah. Maka

Petrus yang dipilih Yesus untuk memelihara domba harus bertanggungjawab dalam hal

memperhatikan kebutuhan secara rohani. Karena sama seperti tumbuhan baru iman juga perlu

dijaga baik-baik, bahkan perlu dipupuk dibina secara teratur. “Maka panggilan Yesus kepada

Petrus bertujuan untuk memperbaharui kehidupan rohani, memberi tuntutan, bimbingan dan

memelihara jiwa-jiwa yang telah ditugaskan kepada-Nya (Abineno, 1965:96)”.36

4.1. Perlindungan dan Pertahanan

Domba tidak mempunyai pertahanan sendiri. Mereka sama sekali tergantung kepada

pemelihara domba untuk bertahan dari serangan serigala dan anjing perusak. Sama seperti

manusia lebih suka melakukan kejahatan dalam kegelapan, musuh itu juga menyerang pada

waktu malam hari. Begitu jugalah musuh akan terus-menerus berusaha untuk malam

menangkapnya. Seperti yang dijelaskan oleh Bons Strorm (1993 : 3).

Bahwa Yesus juga memberitakan tentang suatu kemungkinan yang tidak jarang, bahwa

serigala-serigala harus diusir (Yoh 10:12,13) seorang gembala adalah seorang yang bekerja

sampai lelah ia harus waspada dan berani bahkan bersedia mempengaruhi nyawanya sendiri

untuk domba-domba-Nya.37

Dari kutipan tersebut di atas dilihat dengan jelas bahwa domba-domba perlu

mendapatkan perlindungan dan pertahanan, oleh karena domba-domba menghadapi bahaya

36
J.L. Ch. Abineno. Jemaat. Jakarta: BPK. 1965) hal.96.
37
Ibid.hal.3.
34

yang datangnya dari berbagai arah. Yang datangnya dari luar dan dari dalam. Sebab iblis tetap

berusaha menarik orang-orang sudah diselamatkan dalam persekutuannya dengan Allah.

Pengajar-pengajar palsu yang buas ingin menyesatkan orang percaya dimana mereka ini disebut

sebagai serigala yang buas yang ingin membinasakan domba-domba tersebut. Tugas ini

sangatlah berat dan bahkan mempertaruhkan nyawanya bagi keselamatan domba-domba

sehingga keselamatan domba dapat dipertahankan.

4.2. Membimbing

Selain memberi makan, melindungi dan pertahanan, Yesus juga memberikan tugas dan

tanggung jawab dalam pemeliharaan domba-domba-Nya, yaitu membimbing domba-domba

untuk mencari makanannya sendiri. Inilah yang dituntut Yesus dari pada Petrus dalam

membimbing domba-domba-Nya. Orang-orang yang sudah percaya kepada Yesus mengalami

pertumbuhan hingga mengalami kedewasaan. Kawanan domba harus diberi makan sesuai

dengan kedewasaannya. Bayi-bayi dalam Kristus mempunyai makanan murni dan dasar dari

Firman Tuhan, susu Firman (1 Pet 2:2). Menurut Jeffry.C (1999 : 137) menjelaskan orang-

orang Kristen bayi adalah duniawi, mereka sangat kurang dewasa untuk menerima pengajaran

yang kuat mengenai kehidupan yang benar”.38

Dari pendapat tersebut di atas dapat dilihat jelas perlunya bimbingan bagi domba-

domba yang telah Tuhan percayakan kepadanya, supaya domba-domba tersebut menjadi orang-

orang yang mampu memahami kehendak Tuhan. Dan mereka akan mengerti bagaimana mereka

hidup sebagai pengikut-pengikut Kristus. Itulah sebabnya Yesus terlebih dahulu

mempersiapkan murid-murid-Nya dalam pelayanan termasuk Petrus sendiri agar mampu

membimbing domba-domba yang Tuhan percayakan kepadanya. Ada berbagai cara yang dapat

dipakai dalam membimbing domba-domba untuk mengalami kedewasaan antaralain: dalam

bentuk P.A, bentuk khotbah dan bentuk pemuridan serta seminar-seminar yang berhubungan

dengan kehidupan jemaat. Kalau domba sudah mulai tumbuh dan mulai dewasa merekapun

38
Jerry C. Kepemimpinan Kristen yang Mengubahkan. (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1999).
35

akan belajar untuk mencari makan sendiri dari Firman Allah dan belajar dari Firman Allah

setiap hari, bahkan membagikannya kepada orang lain.

4.3. Mendisiplinkan Domba

Pendidikan domba sangat perlu mendisiplin supaya tidak tersesat dan tidak berjalan di

jalan yang salah. Domba sering sekali dalam perjalanan memisahkan diri dari kawan-kawannya

sehingga mengalami gangguan dan kena penyakit. Tujuan mendisiplinkan domba yaitu

mengembalikan kepada perlindungan dan pemeliharaan gembala yang penuh kasih. Gembala

yang baik, pemelihara domba mengumpulkan kembali domba-domba bersama-sama (Yoh

31:10) sehingga memudahkan pada pemelihara membawanya ke padang rumput yang hijau.

Sebab Tuhan tidak ingin domba-domba-Nya tersesat dan tercerai berai, serta dari cengkraman

dosa.

Tuhan ingin supaya domba-domba-Nya mendapatkan perlindungan yang penuh kasih

dan persekutuan dengan teman-temannya atau domba yang lainnya dan mereka saling

mengenal satu dengan yang lainnya.

Menurut Philip Keller mencatat :

Bahwa dalam Alkitab bulu domba menggambarkan kehidupan lama orang Kristen. Dia

menjelaskan bulu domba adalah ekspresi luar dari sikap batin Dia mendapati bulu domba

mencerminkan akumulasi keinginan dan pemikiran duniawi yang membebani kita

(Yehezkiel 44 : 17).39

Dari Kutipan di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa setiap Imam diperintahkan untuk

mengenakan jubah lenan dan tidak boleh memakai bulu domba ketika melayani di bait suci,

sehingga membawa percaya yang menyimpang berbalik dari dosa mereka. Disiplin adalah

tindakan yang baik yang harus dilakukan dengan penuh kelemahlembutan, tidak dengan

kebencian atau meninggikan diri. Alkitab mengatakan bahwa kasih menutupi segala sesuatu

alat membangun perlindungan, sehingga domba-domba tidak menyebar atau memisahkan diri

dari kawan-kawannya dan dapat mempertahankan kesatuan mereka.

4.4. Menyingkirkan Penghalang Menuju Pertumbuhan

39
Philip Keller, A. Sh. Epherd. Looks At Psalm23 Minnepoolis. Word Wide Publication. 1970, hal. 66
36

Banyak ganguan dan bahaya menggangu domba-domba dan menghalangi pertumbuhan

mereka. Lalat dengan berputar-putar di sekitar telinga dan hidung mereka mencari tempat yang

basah untuk hinggap. Mereka menggangap istrahat domba dan menghalangi mereka untuk

makan rumput. Domba yang tidak nyaman dan terganggu akan lari tanpa tujuan. Jika ada

serangan serangga, pemelihara domba akan menyemprot domba dan masuk kedalam tempat

penolak serangga. Banyak domba-domba dirusak oleh dorongan untuk sukses. Seperti domba

yang kebingungan, para pemercaya sering sekali bersemangat mengejar gaji yang lebih tinggi

atau promosi jawabatan. Masyarakat telah menarik domba ke dalam suatu kondisi yang dengan

berusaha keras mengejar kesuksesan materi, yang menimbulkan tindakan untuk perusak.

Pemeliharaan domba harus mencari padang rumput yang lebih hijau. Sehingga para domba bisa

hidup dengan tentram.

Ada beberapa penghalang dalam pertumbuhan gereja sebagaimana disimpulkan oleh

Philip Keller yaitu sebagai berikut :

1. Liberalisme dan sifat apatis.

Apatis diantara orang Kristen fundamental, liberalisme, diantara gereja-gereja merupakan

masalah yang sangat besar.

2. Materialisme dan program-program pertumbuhan gereja yang menekankan pertumbuhan

jumlah gedung gereja yang lebih besar.

3. Pelaksanaan pelayanan tanpa kasih ini juga merupakan masalah yang menghalangi

pertumbuhan.

4. Ketidak percayaan dan pemikiran akuisme, hawa nafsu, dan secara potensial, demo terhadap

pemerintah.”40

Dari butir-butir perusak atau penghalang pertumbuhan tersebut di atas dapat

diseimpulkan bahwa setiap pemelihara domba-domba harus peka dan siap dan perhatian untuk

mengetahui kapan domba disrang dan mengambil tindakan diperlukan untuk melawan, serta

berusaha membersihkan domba dari serangan serangga atau pengerusak tersebut. Para

pemelihara harus bisa atau mampu memimpin domba-domba dalam jalan kebenaran oleh

40
Ibid. hal. 68.
37

karena nama-Nya, harus menunjukkan jalan kepada Kristus. Juga membawa terang Kristus ke

dalam kegelapan dan kepedihan yang ada di semua gemerlap kesuksesan, menyinarkan jalan

rohani yang telah Tuhan tebus bagi domba-dombanya. Sehingga domba-domba menerima

hidup kekal dan bertumbuh dan dewasa rohani dan bukan duniawi dan domba harus bisa

menilai kepuasan karena menyerahkan nyawanya lebih berhaga dari pada kegelisahan karena

bersaing mengalahkan orang lain.

4.5. Menyembuhkan dan Menghibur Mereka

Luka dan ketidaknyamanan yang dialami oleh domba-domba berasal dari serangan

predator, kerumunan dan cacing yang ada pada kulit. Bagi domba-domba Kristen luka yang ada

adalah luka-luka batin yang membuat jiwa dan roh menangis dari pada mengobati tubuh,

pemeliharaan domba Kristen harus lebih melayani jiwa dan kepekaan, kasih perhatian dan

bimbingan, mereka mendengarkan ekspresi hati yang terluka. Mereka menjangkau dengan hati

dan menyentuh roh yang sedang mengalami masalah pemeliharaan domba harus bisa

merasakan kepahitan di depan untuk menunjukkan jalan supaya domba-domba Kristen tidak

berjalan dibahaya percobaan, menjaga mereka tidak jatuh ke dalam jerat mereka sendiri.

Luka kadang-kadang muncul sebagai percaya diri yang sudah hancur. Dalam dunia yang

begitu kompleks dan tidak pasti harga diri begitu rapuh. Bahaya kegagalan atau keputusan

dalam dunia kerja atau kehidupan pribadi. Para pemelihara domba harus memerlukan kepekaan

khusus dalam hal-hal memerangi luka-luka yang ada pada domba-domba mereka tetapi

memperlakukan sebagai ancaman yang nyata yang dapat terjadi.

Sering kali pemelihara domba harus memperlihatkan minat mereka melalui teling penuh

perhatian penghibur dan memberi dorongan. Dengan menyadari setiap orang sebagai individu

pemelihara domba harus memfokuskan kepada pengembangan kekuatan dan karunia setiap

pribadi. Dari pada membebani dengan perintah-perintah atau alat-alat mereka lebih baik

mendorong pengembangan diri orang-orang yang adah di bawah pemeliharaan mereka.

Percobaan yang dihadapi umat Allah adalh membangun harga diri sendiri dengan

mengingatkan diri dengan mereka yang menganggap sukses di dunia. Tetapi tanggungjawab

untuk memelihara luka dan kepedihan kawanan. Membawa pemeliharaan ke dalam kumpulan
38

yang tertindas dan terabaikan dari pada kumpulan mereka yang kaya dan berkuasa. Yesus

memberikan diri-Nya kepda mereka yang tidak mampu, tidak terpelajar anlemah harus

mengikuti teladan-Nya.

5. Masalah-Masalah yang Timbul dan Mengatasinya

5.1. Masalah yang Timbul Dalam Jemaat

Pada bagian ini akan dijelaskan bahwa jemaat di efesus itu telah dipengaruhi oleh ajaran-

ajaran sesat. Atau juga disebut sebagai anti Kristus. Mereka berasal dari orang yang telah

percaya kepada Yesus (1Yoh:18). Dalam Injil Yohanes tidak berhubungan dengan penggerak

yang tidak digerakkan dalam karya Aristoteles, dimana para ahli-ahli pikir agamani

helemismetis pada zaman itu menekankan tentang seorang pengantara Allah dan manusia,

sebagaimana dilakukan Yohanes. M.L. Duyuvemicn, 1996:190 mengatakan :”Dan bila

Yohanes kadang-kadang mengemukakan kekristenan yang benar dan orang-orang helenisme

suka mengingat kepada keselamatan dalam rangka gnosis dan Yohanes ingin membantah dan

berusaha untuk membantah aliran Dosetisme yang mengganggu kesejahteraan gereja”.41

Dengan demikian pertumbuhan akan menjadi terhalang atau terhambat jika terjadi

pengajaran yang dualisme. Yang dimaksud dengan pengajaran yang dualisme yakni : disatu

pihak tentang Injil yang benar dan dipihak yang lain muncul pengajaran yang bertopengkan

Injil, akan tetapi mereka ajarakan bukanlah sesuai dengan kebenaran Firman atau tidak sesuai

dengan kehendak Allah. Dan yang paling mempengaruhi pertumbuhan jemaat, karena ia

muncul dari tengah-tengah anggota jemaat-jemaat dan bahkan dari para pengurus jemaat itu

sendiri. Akan tetapi dengan jelas rasul Yohanes membantahkan ajaran tersebut. Mengenai jaran

sesat itu R. Budiman. (1989:35) mengatakan bahwa:

Ajaran sesat yang pada waktu itu merajalela di efesus bahkan juga di daerah-daerah lain

di Asia kecil, sampaipun di kereta suatu sinkritisme atau suatu ajaran campuran yang

mengandung unsur-unsur agama Yahudi dan unsur-unsur geonostik Helenisme.42

41
Op.cit. 1990
42
R. Budiman, Surat-Surat Pastoral; (Jakarta: BPK, 1989). Hal. 35.
39

Dari pandangan diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa adanya ajaran yang berbeda akan

membuat untuk mengacaukan iman orang percaya, dimana orang-orang akan lebih memilih dan

lelah menggemari ajaran yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Akan tetapi membawa

mereka kepada kebinasaan.

5.2. Cara Mengatasi Masalah

Rasul Yohanes melihat bahwa ajaran yang menyesatkan atau masalah yang demikian

tidak boleh dibiarkan melainkan harus diselesaikan dengan cara tegas namun sesuai dengan

Firman Tuhan Yohanes berbuat itu dengan jalan untuk menguatkan lagi secara semngat bahwa

Anak Allah sudah betul-betul menjadi manusia (daging) yang merupakan puncak dan mahkota

kebenaran Kristen. Sehingga orang Kristen yang percaya kepada Yesus tidak lagi

dibimbangkan atau diragukan oleh ajaran-ajaran tersebut.

Dlam hal ini Rasul Yohanes menasehatkan orang-orang percaya mengingatkannya

supaya jemaat saling mengasihi sebab tidak ada kasih yang lebih besar daripada itu( Yoh 15:12-

13, Yoh 13:34, 1Yoh 4), Yohanes memberikan pengajaran kepada orang-orang yang telah

mengetahuinya kebenaran dan orang-orang pendusta yang dikatakan oleh Yohanes yaitu

orang-orang yang menyangkal Yesus atau menolak Yesus sebagai Anak dan sebagai Bapa.

Yohanes menasehatkan orang-orang percaya supaya tetap memiliki dan tinggal di dalam

kebenaran yang dari pada Yesus Kristus, sehingga memiliki hidup yang kekal (1 Yoh 2:25).

Hal inilah didasari oleh Yohanes sehingga sungguh-sungguh menekankan betapa pentingnya

hidup atau tinggal dalam Yesus Kristus, sehingga iman jemaat semakin diteguhkan dan

dikuatkan oleh Firman Allah yang tinggal dalam dirinya. Dan mereka akan lebih mudah

mengatasi masalah yang muncul di tengah-tengah jemaat.

Yohanes menyarankan juga kepada hamba-hamba Tuhan atau para pemimpin jemaat

yang melayani agar saling membantu dalam melaksanakan tugas mereka sebagaiman Tuhan

telah mempercayakan tugas yang sangat mulia itu. Sehingga jemaat dapat mengatasi atau

menghindari ajaran-ajaran yang datangnya dari guru-guru palsu atau ajaran sesat, sebab ajaran
40

ini sangat membahayakan iman orang yang sudah percaya. “Dan harus bertekunlah kasih yang

benar menentang ajaran sesat serta harus dilakukan dengan penuh kasih”.43

B. Aplikasi Penelitian

Seperti yang telah dikemukakan pada hipotesa penelitian ini bahwa prinsip-prinsip

penggembalaan yang Alkitabiah menurut Yoh 21:15-17 masih dpat diaplikasikan bagi pelayan

penggembalaan di Gereja Pentakosta Indonesia Sidang Pinggol Toba. Berikut ini akan

dikemukakan alasan-alasan Theologis yang turut memberi bukti bahwa prinsip-prinsip

penggembalaan yang terkandung dalam Yoh 21:15-17 dapat diaplikasikan dalam membina

jemaat dan sekaligus memikul tugas dan tanggungjawab dalam tugas pneggembalaan di Gereaj

Pentakosta Indonesia Sidang Pinggol Toba. Dan yang mendukung kebenaran hipotesa tersebut

sebagai berikut.

1. Peranan Firman Allah dalam Penggembalaan

Setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam ruang lingkup iman Kristen, maka Firman

Allah yang tertulis dalam Alkitab mutlak berlaku sebagai suatu patokan, untuk mengetahui

yang terkandung dalam Alkitab. Dalm Injil Sinoptis yaitu Matius 24:35, Markus 13:31 dan

Lukas 21:33 dimana Yesus berkata “ langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak

akan pernah berlalu”. Dari ayat di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa waktu sepanjang

zaman Firman Allah akan berlaku bagi orang percaya. Juga Rasul Paulus juga menandaskan

betapa pentingnya Firman Allah atau manfaat firman Allah yaitu untuk mengubah setiap sikap,

tindakan, serta perbuatan tidak sesuai dengan Firman Allah, seperti yang dikatakan Bons Strom

(1993:18-19) bahwa :

1. Firman Allah adalah dasar penggembalaan

2. Firman Allah adalah sumber kegenapan akan Yesus Gemabla yang baik itu

3. Firman Allah menjiwai dan percakapan44

43
Donal Guthrie. Theologia Perjanjian Baru 3; (Jakarta: BPK, 1992).
44
Ibid. hal. 18-19.
41

Dari kutipan di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa gereja yang bertumbuh secara

jumlah dan mutu karena adanya Firman Tuhan yang diberitakan. Dan Alkitab yang menjadi

sumber pengajaran dan pokok dari pertumbuhan gereja.

Prinsip ini juga dipegang dalam pelayanan dan pengajaran di Gereja Pentakosta

Indonesia Sidang Pinggol Toba. Dimana jemaat akan bertumbuh secara rohani dari Firman

Allah yang telah didengarnya.

2. Peranan Penggembalaan dalm Pertumbuhan Gereja

Pekerjaan penggembalaan adalah merupakan pekerjaan Tuhan dan oleh karena itu tidak

dapat berbuat apa-apa tanpa pertolongan Roh Kudus. Gereja yang bertumbuh karena kuasa Roh

Kudus dan melalui pemberitaan Firman Allah dan gereja bertumbuh ada berbagai upaya atau

metode yang dilakukan oleh para pelayan, sehingga mengalami pertumbuhan.dalam sejarah

gereja mula-mula dapat dilihat bahwa para murid yang ditempatkan di berbagai tempat sangat

menentukan kemajuan jemaat tersebut. Dengan demikian prinsip-prinsip kebenaran Firman

Allah dalam perjanjian baru dapat diterapkan dalam kehidupan umat Allah pada zaman

sekarang ini. Dimana orang percaya sekarang ini terpanggil untuk memperjelas Firman Allah

tersebut dalam situasi dan kondisi dimanapun berada. Dan prinsip-prinsip Gereja Pentakosta

Indonesia Sidang Pinggol Toba Diperlukan seorang gembala yang akan memelihara kehidupan

rohani jemaat dan juga peranan majelis menjadi sesuatu yang sangat mendukung.

3. Latar Belakang Gereja Pentakosta Indonesia.

Gereja Pentakosta Indonesia lahir atas rahmad Tuhan Yesus Kristus. Sejarah Gereja

Pentakosta Indonesia tidak dapat dipisahkan dari riwayat pendirinya yaitu Pendeta Evangelis

Renatus Siburian. Pengabdian Pendeta ini untuk menyebarkan Injil di daerah Sumatera Utara

khusunya dan di Indonesia umumnya sangat membuat kita makin mengerti bahwa Tuhan Yesus

dapat memakai siap saja yang benar-benar menyerahkan diri kepada-Nya. Pendeta Siburian

adalah satu-satunya pioner gerakan Pentakosta yang paling berhasil dan yang pertama di daerah

Tapnuli Utara khususnya dan kemudian Sumatera Utara.

Dalam kesibukannya sebagai penginjil dan perintis gereja dia mengalami banyak cobaan

dalam hidupnya tetapi semuanya itu dapa dilalaui oleh karena Tuhannya yang telah memanggil
42

dia dalam perjuangan salib selalu memberikan kekuatan dan jalan keluar. Dalam tugasnya

sebagai penginjil pernah dia tidak melihat anaknya meninggal sebanyal tiga kali, sebab

kesibukannya untuk mengemban tugas yang dipikulkan Yesus kepadanya adalah di atas segala-

galanya, bagaimanapunpada waktu itu dia sedang menginjil di tempat-tempat terpencil.

Ditangkap oleh pemerintah Jepang oleh karena Injil, dikucilkan dari kehidupan masyarakat

karena dia dianggap membawa ajaran yang unconventional, tidak cocok dengan doktrin yang

sudah ada pada waktu itu. Sebab Pendeta Renatus Siburian adalah perintis pertama ajaran

Pentakosta di daerah Tapanuli Utara.

Hinaan dan segala macam hambatan tidak pernah menghalangi Pedneta ini untuk

menyebarkan Injil, bahkan pernah pula orang menuduh dan menganggap bahwa Siburian

sebenarnya menyebarkan agama yang baru yaitu agama Siburian, sebab kemanapunm dia

menginjil ratusan orang akan dibabtis, disetiap kampung kemana dia menginjil pasti hampir

seluruh penduduk akan datang mngunjungio Kebaktian Kebangunan Rohaninya, yang unik

bahwa setelah Kebangunan Rohani yang selalu diadakan di luar rumah misalnya di halaman,

dilapangan terbuka dan di pasar-pasar umum, maka sering diadakan tanya jawab tentang ajaran

Pentakosta dan tentang isi Alkitab. Babtisan massal selalu di adakan di tempat terbuka, di

sungai, di kolam, di danau, atau tempat-tempat sejenis itu, sehingga tetap dapat disaksikan oleh

banyak orang.bukanlagi berita bahwa banyak dari mereka yang dibabtis tadi adalah orang yang

kebetulan lewat pada waktu upacara babtisan diadakan sekedar ingin tahu apa yang terjadi,

tetapi oleh karena Roh Kudus bekerja orang-orang yang hanya melihat-lihat tadi malah

menyerahkan dirinya untuk dibabtis.

Dalam pekerjaannya sebagai Pembabtis Air sudah puluhan ribu orang yang

dibabtiskannya, bahkan seorang pendeta anak rohaninya berkata, mungkin dialah orangnya

penginjil yang paling banyak membatiskan orang di dunia, itu menurut saya katanya.

Banyaknya orang yang dibabtiskan dalam upacara babtisan tadi sangat bervariasi, antara 100

orang sampai dengan 1200 orang dalam setiap upacara pembabtisan. Itulah sebabnya Pendeta

Siburian selalu dibantu oleh 4 sampai 12 orang Pendeta, pada waktu acara pembabtisan di

adakan.
43

Orangnya sangat sederhana dan rendah hati, tetapi sangat tegas dan keras dalam hal

disiplin.dia tidak pernah mau menonolkan dirinya secara menyolok. Banyak Pendeta semasa

hidupnya berkata, supaya dia membuat suatu buku biographi, karena itu sangat berguna bagi

penerusnya. Dia hanya menjawab “ segala apa yang sudah saya kerjakan sudah tercatat

seluruhnya di Sorga”. Satu kali dia tertawa dan tersenyum simpul ketika seroang pendeta

mengklaim bahwa dialah perintis satu-satunya dari aliran Pentakosta di Tapanuli/Sumatera

Utara, padahal pendeta itu sendiri adalah anak rohani Pendeta Siburian bahkan pendeta

Siburian ini tidak berapa dikenal di luar lingkupan penginjilannya, sebab dia tidak pernah

berencana supaya menjadi orang yang terkenal.

a. Kekeluargaan

Pendeta Ev. Renatus Siburian lahir pada tanggal 19 Oktober 1914 di Paranginan

Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Dia adalah anak keenam dari 7 bersaudara, abangnya yaitu

Pdt. Lukas Siburian adalah salah seorang perintis Pentakostawi juga di Tapanuli Utara dan

pernah bekerja sama dalam penginjilan sebelum membentuk organisasi gerejanya sendiri.

Istrinya yaitu boru Siahaan yang selalu setia mendampingi bapak pendeta ini melahirkan

9 orang anak, tetapi 5 dari padanya dipanggil Tuhan ketika masih kanak-kanak/bayi. 4 orang

yang terakhir adalah dua laki-laki dan 2 perempuan yaitu :

1. Rev. DR.M.H.Siburian.

2. Lamria Siburian

3. Nursalam Siburian

4. Pdt.Bresman Siburian, M.Hum

b. Pendidikan

1. Tahun 1921 s/d 1930. Tamat Sekolah Inggris.

2. Tahun 1936 akhir, Tamat Sekolah Alkitab jalan embong Malang, Surabaya dengan gurunya

adalah Pendeta W.Patterson.

c. Pekerjaan

Tahun 1931 – 1935: Bekerja sebagai pegawai Perusahaan NKPM di Palembang, dan

saat itu dia bertobat. Dia menjadi anggota muda/I Gereja dibawah pimpinan Pendeta Siwi.
44

Tahun 1935: Meninggalkan pekerjaannya di Perusahaan minyak dan pergi ke

Surabaya untuk masuk Sekolah Alkitab karena merasa terpanggil untuk menginjil.

Tahun 1937: Setelah selesai Sekolah Alkitab, diangkat menjadi Evangelist oleh Holf

Bestur De Pinster Kerk untuk daerah kerja Noort, Sumatera, sambil menunggu hasil

permohonan izinnya yang diajukan ke Gubernur General yaitu Rectperson 177 sesuai dengan

permohonan.

Tahun 1937: Sambil menunggu hasil permohonan Pdt. Renatus Siburian menginjil ke

tanah Karo berkerja sama dengan Pendeta Purba setelah Pendeta Siburian kembali dari

Malaysia/Malaka.

Akhir tahun 1938: Menginjil dan membuka gereja di Berastagi, tetapi mendapat

halangan dari Pemerintah Belanda karena besicit atau izin untuk menginjil belum juga

dikeluarkan oleh Gubernur General. Setelah mendapat halangan dari pemerintah Belanda di

Berastagi, Pendeta Siburian pindah ke kota Medan ibu kota Sumatera Utara untuk menginjil.

Hanya beberapa bulan disana banyak sudah bertobat dan berhasil membuka sidang yang semua

anggotanya terdiri dari orang Tionghoa. Disini pemerintah Belanda kembali memanggil

Pendeta Siburian dan menyatakan bahwa dia tidak boleh membuka sidang di kota itu karena

bersleit, izin penginjil tidak ada/belum keluar dari Gubernur.

Tahun 1939: Oleh karena tekanan pemerintah Belanda pada Pendeta Siburian sudah

begitu gencar, maka Pendeta Siburian pindah kesatu kota kecil bernama Kisaran, dan bekerja

sebagai Guru Agama pada Gereja HCB ( Huria Christian Batak ) satu gereja beraliran

Protestan. Dengan demikian dia dapat melakukan kegiatan penginjilannya disekitar daerah itu

dengan gerakan Roh Kudus di daerah Asahan dan Labuhan Batu bahkan pada saat itu banyak

orang yang dibaptiskannya (baptisan selam) termasuk beberapa anggota gereja HCB tadi.

Tahun 1941: Oleh karena merasa gerakan penginjilannya terbatas di daerah tersebut

lebih sebagai guru agama HCB, maka beliau menuju kota Balige di Tapanuli Utara, dan mulai

mengadakan gerakan Penginjilan di daerah itu. Kemudian dari pada itu Pendeta Simanjuntak

datang, dan beliau bekerja sama dengan Pendeta tersebut. Sementara itu izin dari Gubernur

General tidak dapat diharapkan lagi bisa diterima oleh Pendeta Siburian sebab pemerintah
45

Belanda sudah mencapnya sebagai Nasionalist, yang pada waktu itu sangat dibenci oleh

Belanda.

Sampai Tahun 1941 Pendeta Siburian belum lagi membuka organisasi agama

walaupun sebenarnya orang bertobat sudah demikian banyak, pada mulanya pendeta Siburian

beranggapan bahwa tidak perlu untuk membuka organisasi agama, yang penting adalah

menginjil.

3.1. Sejarah Kepemimpinan Di Gereja Pentakosta Indonesia

Pendiri Gereja Pentakosta Indonesia ialah Pdt. Ev. Renatus Siburian. Gereja Pentakosta

Indonesia didirikan Tanggal 28 Desember 1942 di Sihonongan – Paranginan, Tapanuli Utara.

Ketua Gereja Pentakosta Indonesia yang pertama : Pdt. Ev. Renatus Siburian mulai tahun 1942
s
/d 1987. Wakil ketua Gereja Pentakosta Indonesia yang pertama Pdt. E. Simorangkir, tahun

1981 – 1987. Sekjen Gereja Pentakosta Indonesia yang pertama ialah: Rev.DR. M.H.Siburian.

Lokasi Gereja pertama sejak berdiri: Di Kasindir – P. Siantar Kab. Simalungun dan di

Pulau Samosir – Tapanuli Utara. Pendeta yang pertama ada 4 orang yaitu:

1. Pdt. Ev. Renatus Siburian.

2. Pdt. Lukas Siburian.

3. Pdt. Aladin Sinaga.

4. Pdt. Simanjuntak (Balige)

Jumlah jemaat mula-mula: Hasil penginjilan di Tapanuli Utara pada waktu itu ±1.000

orang. Menyangkut sistem kepemimpinan yang pertama pada waktu itu adalah system Rasuli,

yaitu mengangkat Sintua di setiap Sidang yang berdiri dengan terlebih dahulu dimuridkan

dengan pengajaran Alkitab dan sudah diurapi dengan kuasa Roh Kudus, mampu berkhotbah

dan memimpin jemaat dengan teratur dan tertib. Hari demi hari jemaat makin bertambah.

Sistem Struktural Kepemimpinan belum ditetapkan, semua berjalan dengan

sederhana. Sistem Pengangkatan Pejabat Gerejapun masih menerapkan sistem kepercayaan

dengan melihat kehidupan rohani seseorang dan ketulusan serta kerinduannya melayani,

merupakan patokan yang hakiki.


46

Pengembangan para pemimpin adalah hal yang sulit untuk dilakukan karena

pemimpin potensial lebih sulit dicari, ditarik dan dipertahankan tidak seperti pengikut.

Pengembangan kepemimpinan juga harus dengan kerja keras, dibutuhkan waktu, energi serta

sumber-sumber daya. Walaupun demikian seorang pemimpin mampu melakukannya maka

akan mengalami pelipatgandaan dalam pertumbuhan.”Untuk menambah pertumbuhan

pemimpin peran pengikut, namun untuk melipatgandakan pertumbuhan pimpinlah para

pemimpin.”45

Dengan pengembangan kepemimpinannya, Paulus telah berhasil melakukannya,

dimana dalam kepemimpinannya lahir pemimpin-pemimpin baru. Sebagai contoh pemimpin

baru tersebut adalah Timotius dan Titus. Paulus memberdayakan mereka dengan membagi

tanggungjawab dan membagi kekuasaan. Dari 1 Tesalonika 3:2, diketahui bahwa Paulus

mengutus Timotius ke Tesalonika untuk meneguhkan iman umat disana. Titus juga diutus oleh

Paulus ke Jemaat Korintus. Dan Paulus menyuruh Timotius untuk memproduksi dirinya dalam

diri orang lain. Paulus berkata, “Percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercaya,

yang juga cakap mengajar, (II Timotius 2:2).

Dalam hal ini Paulus tidak takut disaingi dan digantikan, justru Paulus melakukannya

untuk melatih mereka dalam mempersiapkan penggantinya yang akan meneruskan

kepemimpinannya setelah ia tiada. Hans Finzel mengatakan : “ Agar bertahan dan bertumbuh

seperti iman Kristiani haruslah setidaknya empat lapis: Paulus membimbing Timotius, yang

selanjutnya diminta membimbing orang lain, yang juga membimbing orang lain lagi – empat

lapis pengganti, yang memang menyebarkan gerakan tersebut akhirnya ke setiap benua”.46

3.2. Visi Kepemimpinan Rasul Paulus.

Visi adalah suatu yang penting dalam tujuan hidup. Visi lahir dari adanya iman,

ditopang oleh pengharapan, dipercerah oleh imajinasi dan diperkuat oleh semangat. Visi lenih

besar daripada penglihatan mata jasmani, lebih dalam daripada impian, lebih lebar dari pada

gagasan. Visi mencakup pemandangan luas yang berada di luar batas-batas pemikiran, dan

45
Ibid., hlm. 354
46
Hans Finzel, Sepuluh Kesalahan yang dibuat Para Pemimpin, ( Batam, Interaksa, 2002), hlm.193.
47

sangkaan. Dr.Bob Gordon pernah berkata bahwa, “Tanpa visi tidak mengherankan tamatlah

riwayat kita.”47 John C.Maxwell menegaskan bahwa, “ Visi adalah suatu gambaran yang ada

dalam mata pikiran anda tentang hal yang dapat atau seharusnya terjadi pada masa depan.”48

Hans Finzel mendefinisikan visi sebagai, “.......... suatu masa depan yang realsitis, dapat

dipercaya, menarik untuk organisasi”.49

Dalam I Korintus 9:26, Rasul Paulus berkata: “Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan

dan aku bukan petinju sembarangan saja memukul.” Ayat ini menjelaskan bahwa visi itu sangat

penting. Tanpa visi seorang pemimpin tidak mengetahui bagaimana ia mengawali untuk

melakukan sesuatu dan tidak mengetahui juga kapan dia telah mengakhirinya.

Rasul Paulus adalah seorang pemimpin yang memiliki visi yang besar. Dia adalah

pemimpin yang sungguh menyadari betapa pentingnya sebuah visi. Menurut J.I Packher visi

Rasul Paulus dalam kepemimpinannya adalah: “Memenangkan orang untuk Kristus.”50 Dengan

adanya visi Paulus yang besar ini, maka dia melakukan penginjilan di segala tempat. Dia dapat

bertahan dalam setiap keadaan yang menimpanya. Dia melewati situasi-situasi yang

mengancam nyawanya dan akhirnya dia mati . Visi Paulus tidak hanya tinggal visi namun

Paulus adalah pemimpin yang sangat berhasil dalam visinya sebab telah menjadi kenyataan

bahwa lewat pelayanannya selama dia di bumi dan juga lewat surat-surat yang ditulis dalam

Perjanjian Baru ada banyak orang bertobat.

Visi adalah segalanya bagi pemimpin. Visi melukiskan sasaran dan visi memicu serta

membakar semangat dan mendorong untuk maju. “Seorang pemimpin yang tidak memiliki visi

takkan kemana-mana. Paling banter,ia akan lari ditempat.”51 Dengan demikian, maka seorang

pemimpin harus mengetahui bagaimana memperoleh visi, apa manfaat atau efek visi dari

Tuhan, serta siapakah yang disebut sebagai seorang visioner.

3.3. Bagaimana cara memperoleh visi.

47
Dr.Bob Gordon, Visi Seorang Pemimpin, (Jakarta: Masterbuilders, 1990), hlm.9
48
John C Maxwell, Buku Equip I, (Jakarta: t.p., 2003), hlm. 15
49
Hans Finzel, Op.cit. hlm.196
50
J.I. Packer, Op.cit. hlm.196
51
John C.Maxwell, Op.cit., hlm. 209
48

John C.Maxwell mengatakan bahwa, “Anda tidak dapat membeli, mengemis atau

meminjam visi.”52 Dari pernyataan ini, jelaslah bahwa visi itu hars timbul dari seorang

pemimpin. Visi timbul karena adanya hati yang terbeban untuk mengetahui serta melakukan

kehendak Tuhan dan untuk menjadi apa pun yang dikehendaki Tuhan. Visi adalah gambaran

yang jelas mengenai masa depan yang lebih baik yang ditanamkan Allah kepada hamba-hamba-

Nya. Visi dari Tuhan merupakan suatu panggilan. Visi dari Tuhan dapat dilihat, didengar,

dialami, dapat bersifat pribadi dan dapat bersifat nubuatan. Pemimpin harus yakin bahwa Tuhan

hendak memberitahu pikiran dan kehendak-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Untuk itu seorang

pemimpin perlu mengkhususkan waktu untuk bersekutu bersama Tuhan. Sesudah mendengar

suara-Nya, maka perlu menaati apa yang sudah dikatakan-Nya.

Visi Tuhan bagi manusia akan disingkapkan menurut waktunya Tuhan, bukan menurut

waktu manusia. Untuk itu seseorang harus sabar, tetap bertekun dan tetap hidup dengan cara

yang menyenangkan Tuhan sebelum tiba waktunya Tuhan. Seperti Musa yang baru menerima

visi dari Tuhan sesudah ia mencapai umur delapan puluh Tahum. Tetaplah terbuka terhadap

Tuhan sehingga ia dapat menyingkapkan kehendak-Nya.

3.4. Efek Visi Dari Tuhan.

a. Menghidupkan.

“Tidak ada kehidupan yang dapat dijalani dengan penuh arti bagi Tuhan dan tidak ada

pekerjaan penuh arti yang dapat dilakukan bagi Tuhan kalau tidak dilandasi kuat oleh visi

rohani.”53 Visi dari Tuhanlah yang mengangkat seorang Kristen dari taraf yang biasa-biasa dan

memungkinkan untuk mencapai hal-hal besar bagi kemuliaanNya.

Visi yang telah diterima dari Allah menghidupkan karena memberi dorongan yang

mengubahkan kehidupan dan menunjukkan arah dan tujuan baru. Mungkin seseorang sedang

menuju suatu arah, tetapi setelah menerima visi dari Tuhan mengubah arah kehidupannya dan

visi itu mencengkram sehingga tidak dapat berbuat yang lain selain melaksanakan visi tersebut.

b. Memberi Dorongan.

52
Ibid., hlm. 210
53
Dr. Bob Gordon, Op.cit., hlm. 9
49

Visi yang telah Tuhan berikan kepada seseorang akan memberikan dorongan untuk

melangkah maju menuju sasaran. Memberi semangat untuk melakukan berbagai cara dalam

pencapaian visi tersebut. “Kalau kita tidak mempuntai visi dari Tuhan, kita akan mandek.” 54

Sebagai contoh adalah Paulus. Setelah Paulus mendapat visi dari Tuhan dalam perjumpaannya

dengan Yesus (Kis. 9:1-19), peristiwa itu mendorong semangat Paulus untuk melakukan segala

sesuatu yang menggenapi visi tersebut.

c. Menguduskan.

Orang yang mendapat visi dari Tuhan, maka mereka akan berusaha membenahi

dirinya. Mereka mulai mendisiplin kehidupannya supaya dapat melayani Tuhan yang sudah

menyatakan diri-Nya. Dr.Tomatala mengatakan bahwa: “ Disiplin bagai sungai air yang terus

mengalir dari gunung kelembah dan terus membawa kesegaran dan membersihkan bahagian

sungai yang keruh.”55 Mereka juga tidak ingin menyenangkan diri sendiri, tetapi sekarang mau

mengkhususkan kehidupannya bagi Tuhan dan pelayanan-Nya. Demikian halnya Tuhan

melakukan terhadap Musa, Tuhan memisahkan diri Musa tidak hanya dari kehidupan Musa

yang lama, tetapi juga dari segala rencana dan ide yang mungkin dimiliki Musa ( Keluaran 3:5).

3.5. Sistem Struktural Kepemimpinan Gereje Pentakosta Indonesia

Gereja Pentakosta Indonesia berkembang Pesat secara Kwantitas dan Kwalitas

diseluruh Sumatera Utara dan terus dari tahun ke tahun mengajar keseluruh kota antar Propinsi

hingga kepelosok-kepelosok diseluruh tanah air. Pertumbuhan gereja yang begitu signifikan

membutuhkan penanganan yang lebih professional. Pengelolaan Organisasi sudah menjadi

kebutuhan yang sangat penting. Managemen kepemimpinanpun menjadi tuntutan organisasi

yang semakin komplit dan mendesak.

Mulai pada tanggal 14 Juni 1987 Gereja Pentakosta Indonesia resmi menetapkan

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang definitif. Anggaran Dasar terdiri dari 9

Bab dan 22 Pasal. Anggaran Rumah Tangga terdiri dari 14 Bab 33 Pasal berserta dengan

penjelasannya. Dimana sebelumnya yang menjadi tatanan dan pedoman kepemimpinan hanya

54
Ibid, hlm. 18
55
Pdt.D.R.Y.Tomatala, Kepemimpinan Dinamis, (Jakarta: YT Leadership Foundation, 1997), hlm.250
50

berupa peraturan-peraturan. Peraturan yang dimaksudkan adalah produk yang dihasilkan oleh

pertemuan-pertemuan para rohaniawan Gereja Pentakosta Indonesia yang diadakan secara

sinode tahunan seperti contohnya; Sinode Pertama Balige pada tahun 1944 Dengan Hasil

Pertemuan adalah Penggantian nama organisasi Gereja dimana sebelumnya organisasi ini

bernama: “Gereja Pentakosta Tapanuli” diubah menjadi “Gereja Pentakosta Sumatera

Utara”. dengan alasan karena Gereja Pentakosta Tapanuli sudah berkembang sampai keseluruh

Sumatera Utara.

Sinode berikutnya pada tahun 1948 juga diadakan di Kota Balige Tapanuli Utara yang

dipimpin oleh Pdt. Ev. Renatus Siburian. Sinode ini menghasilkan keputusan penggantian nama

Organisasi “Gereja Pentakosta Sumatera Utara” diubah menjadi “Gereja Pentakosta

Indonesia”, dengan alasan karena perkembangan jangkauan pelayanan telah membumi sampai

keseluruh pelosok tanah air Indonesia.

Pertemuan Para Pendeta yang dihadiri oleh 21 orang pendeta pada tanggal 15

September 1962 di Cinta Dame – Gombus, menghasilkan 5 (Lima) pokok peraturan antara lain:

1. Status Pendeta-Pendeta yang terdiri dari 10 poin yaitu

a. Status jangan menjadi perintang di dalam Gereja Pentakosta Indonesia dengan maksud

tidak menjadi penghalang di dalam perkembangan Gereja Pentakosta Indonesia supaya

Gereja Pentakosta Indonesia cepat maju dan berkembang di seluruh nusantara.

b. Status Pendeta-pendeta yang lama berjalan dengan biasa dan tetap, tetapi harus diingat

dan diperhatikan bahwa status bisluit bukanlah menjadi status di dalam kesidangan

Tetapi dalam status daerah kependetaan, adalah mengijinkan dia berkembang

sebagaimana Tuhan memakainya.

c. Status daerah, tidak menghalangi pengerja-pengerja lain berkembang, tetapi tiada

diizinkan merebut perkembangan Pendeta-pendeta di dalam daerah statusnya.

d. Pendeta-pendeta harus berusaha menambah Sdiang-sidang baru.

e. Perkembangan Pendeta-pendeta, Pendeta daerah, Pendeta baru.

Note :
51

Pendeta yang baru diangkat, jangan membujuk Sidang-sidang yang sudah ada, tetapi

diwajibkan membuka Sidang-sidang baru untuk di Pendetai.

f. Seorang Pendeta yang membuka Sidang baru di daerah Pendeta yang lain, maka dia

sudah langsung menjadi Pendeta di Sidang baru itu.

g. Pendeta-pendeta yang diperbantukan kepada Pendeta umum, perkembangannya serupa

dengan Pendeta Daerah dan Pendeta Lokal.

h. Pendeta-pendeta yang tinggal dalam satu Sidang, pegagannya hanya satu Sidang,

terkecuali Dia ditugaskan melayani Sidang-sidang lain yang ditunjuk oleh Pendeta

Daerah atau Pendeta Umum.

i. Pendeta-pendeta daerah boleh mendirikan Gereja di suatu tempat yang penting dengan

usaha mengadakan pemungutan untuk itu dari daerahnya sudah dirasa cukup

anggotanya dengan bantuan anggota-anggota Gereja Pentakosta Indonesia di

daerahnya.

j. Guru-guru Injil bisa bergerak di seluruh Gereja Pentakosta Indonesia dan akan

diumumkan oleh Pendeta-pendeta.

2. Hal Pengajaran-Pengajaran dan Hak-Hak; terdiri dari 3 poin yaitu;

a. Anggota yang dipecat berhak membela dirinya dengan perantaraan Synode di dalam

Synode sesudah diajukan kepada Ketua Synode. Kalau Ketua Synode keberatan maka

Ketua berhak menolak.

b. Pengajaran/perbuatan-perbuatan yang dianggap bertentangan atau pun berlawanan

yang sewajarnya atau tidak umum di dalam Gereja Pentakosta Indonesia, maka

Pendeta akan menasehati dan melarangnya seketika itu juga. Kalau peringatan itu tidak

diindahkan, Pendeta itu langsung mengambil/pemecatan walaupun belum

diberitahukan kepada Pendeta lainnya ataupun Pendeta umum.

c. Sebaliknya, Pendeta atau Guru-guru yang berbuat sedemikian maka Sidang yang

bersangkutan melaporkan kepada Pengurus Pusat dan penuh bertanggung jawab dan

jika laporan tersebut tidak benar, orang yang melaporkan di pecat.

3. Nasehat-Nasehat, Peringatan dan Musyawarah; terdiri dari 11 poin yaitu a-k


52

a. Pendeta-pendeta dan Pengerja-pengerja lainnya musti penuh dengan nasehat-nasehat,

peringatan-peringatan dan musyawarah, oleh karena itu supaya Pendeta-pendeta dan

Pengerja-pengerja juga Sintua-sintua sebelum diketahui umum pelanggaran-

pelanggaran yang dibuat oleh seseorang pelanggaran mana merupakan kerupaan dosa,

tetapi yang akibatnya nanti pelanggaran menjadi dosa, supaya memperingati dengan

segera.

b. Jika seseorang Pendeta datang mengunjungi Sidang dengan sesuatu maksud dan tujuan

kerohanian, supaya anggota-anggota dan parhobas-parhobas Gereja Pentakosta

Indonesia jangan terlalu bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan lain-lainnya.

c. Pendeta-pendeta dan Guru-guru supaya membatasi dirinya bergaul dengan gadis-gadis

umat Pentakosta, dan setidak-tidaknya atau dengan kata lain, dia harus bergaul dengan

di dalam pergaulan budi pekerti yang baik dan kudus.

d. Semua Pendeta-pendeta harus mengamat-amati Guru-guru dan Sintua-sintua dalam hal

pergaulan dengan gadis-gadis, supaya perkembangan maju dan umat – umat

Pentakosta tak dapat dicela oleh orang yang dari luar.

e. Pengerja-pengerja yang diperingati sebagai babak pertama tadi di dalam hal pergaulan

yang menyolok mata tetapi dia tiada mengindahkannya, supaya lekas diberitahukan

kepada Pendeta Umum atau Ketua Gereja Pentakosta Indonesia untuk mengambil

tindakan seperlunya dengan segera.

f. Pembatasan diri ini harus disampaikan oleh Pendeta-pendeta kepada Guru-guru,

Sintua-sintua dan Pengerja-pengerja lainnya.

g. Hal ini (yang tersebut diatas) tidak membatasi Pendeta-pendeta mengajarkan pekerjaan

kerohanian di Gereja Pentakosta Indonesia (permandian, orang sakit).

h. Pendeta-pendeta boleh musyawarah dengan Pendeta lainnya, jika di dalam daerahnya

dia tidak bisa bekerja oleh sesuatu sebab umpamanya mengenai hal suku, bahasa, adat,

tetapi Pengerja bisa bekerja di sana supaya jangan dihalangi.

i. Pengangkatan menjadi Sintua, Guru, Pendeta:


53

Pengangkatan seseorang Sintua menjadi Guru dan Guru menjadi Pendeta, bukan

sesuatu peraturan atau keharusan, akan tetapi pengangkatan seorang Guru atau Pendeta

adalah menurut bakatnya masing-masing, hal ini perlu diutarakan agar Sintua-sintua

ataupum Guru-guru jangan menjadi kecewa.

j. Guru-guru ada mempunyai status di bawah pimpinan Pendeta-pendeta. Guru-guru bisa

bebas menjalani Sidang-sidang tetapi tidak menjadi hak meminta pungutan-pungutan

sebagai Guru, tetapi berkat diperolehnya dari Sidang sebagai pengajar Injil.

k. Sekolah Minggu:

Kita harus memberikan perhatian cukup kepada anak-anak ataupun pemuda-pemudi

kita di dalam hal pengajaran-pengajaran dari Alkitab. Guru Sekolah Minggu yang

menghadiri Synode untuk diberkati dan sebagainya, harus kita perhatikan juga akan

ongkos-ongkosnya. Anak-anak kita nakal ataupun tidak nakal adalah anggota Gereja

Pentakosta Indonesia, jadi harus bertanggung jawab mengenai hal itu.

IV. Tentang Nyanyian : Nyanyian yang tidak mengandung kerohanian Pentakosta,

diharap agar pembatasan untuk itu diadakan, dan jangan kiranya dimasukkan saja

menjadi nyanyian Pentakosta.

V. Perkawainan: Perkawinan agama (secara agama red.) akan kita junjung tinggi,

mahal dan mulia.

Pendeta-pendeta yang mengadakan pertemuan :

1. Pdt. Ev. R.Siburian dtt

2. Pdt. E. Simorangkir dtt

3. Pdt. V. Hutagalung dtt

4. Pdt. J. Rajagukguk dtt

5. Pdt. M. Simanjuntak dtt

6. Pdt. J.Siburian dtt

7. Pdt. Ben Sianturi dtt

8. Pdt. N. Simbolon dtt


54

9. Pdt. J.Manurung dtt

10. Pdt. I.Togatorop dtt

11. Pdt. A.Silalahi dtt

12. Pdt. D.Samosir dtt

13. Pdt. Ba Sianturi dtt

14. Pdt. P.Parhusip dtt

15. Pdt. F.Harefa dtt

16. Pdt. M.Siburian dtt

17. Pdt. C.Lumbanraja dtt

18. Pdt. M.Rajagukguk dtt

19. Pdt. H.A.Sianipar dtt

20. Pdt. A. Sianturi dtt

21. Pdt. S.Damanik Pdt.

Penutup:

Perkumpulan ditutup dengan nasehat-nasehat dari Pendeta Umum Gereja Pentakosta

Indonesia, diadakan nyanyian oleh Pdt.S. Damanik “Anak Tuhan maju dan berani”

dan seterusnya. Dan doa diadakan oleh

Pdt.J.Rajagukguk, Sesudah itu pertemuan bubar.

Sejak Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dibauat dan ditetapkan,

maka seluruh sistem Kepemimpinan dan Managemen organisasi di Up Grade sesuai

dengan yang terkandung di dalamnya. Maka terhitung sejak Tahun 1987 Sistem

Struktural Kepemimpinan Gereja Pentakosta Indonesia adalah Sistem Kepemimpinan

Majelis sesuai dengan Anggaran Dasar Bab VI Pasal 21 Ayat 1-5 yang berbunyi

demikian :

BAB VI

MAJELIS GEREJA PENTAKOSTA INDONESIA

Pasal 21
55

1) Majelis GEREJA PENTAKOSTA INDONESIA adalah lembaga

tertinggi/Pemegang kekuasaan tertinggi di GEREJA PENTAKOSTA

INDONESIA.

2) Majelis GEREJA PENTAKOSTA INDONESIA menetapkan Anggaran

Dasar/Anggaran Rumah Tangga.

3) Majelis GEREJA PENTAKOSTA INDONESIA memilih Pengurus GEREJA

PENTAKOSTA INDONESIA dilakukan dengan cara formateur atau dengan

pemilihan Langsung.

4) Majelis GEREJA PENTAKOSTA INDONESIA menetapkan keputusan-keputusan

lainnya.

5) Majelis GEREJA PENTAKOSTA INDONESIA mengadakan sidang sekali dalam

lima tahun yang disebut juga dengan SYNODE BESAR GEREJA

PENTAKOSTA INDONESIA atau atas permintaan lebih dari setengah jumlah

Pendeta dan pembantu Umum wilayah.56

Struktur Kepengurusan GEREJA PENTAKOSTA INDONESIA sesuai dengan

Anggaran Dasar adalah sebagaimana yang tercantum pada Chart Struktur berikut ini :

56
Buku Anggaran Dasar Gereja Pentakosta Indonesia.
56

Struktur Organisasi GPI

Keterangan :

1. Sinode GPI

2. Pembantu Umum

Pusat

- Ketua

- Sekretaris

- Bendahara

- 8 Departemen

3. Pembantu Umum

Daerah

- Pendeta

- Guru Injil Sintua

- Sidang Jemaat

4. Masyarakat Umum

1. Dep. Pemuda : Pdt. A.Tarigan

2. Dep. Penginjilan : Pdt. Dr. AC.Sihombing

3. Dep.Wanita : Ny. Rev. Dr. MH. Siburian br Sitompul

4. Dep. Anak-2/S.Minggu : Pdt. J. Silalahi,BE.

5. Dep. Humas / Media : Pdt. P. Silaban,SE

6. Dep. Lit Bang : Pdt. B.Siburian, M.Hum.

7. Dep. KKR : Pdt. D.Sihombing (P.Siantar)

8. Dep. Diakoni Sosial : Pdt. D. Gultom (Jakarta)

CHART: Struktur Organisasi dan Operasional Pelayanan GPI

Untuk mengisi Format Struktural Gereja Pentakosta Indonesia tersebut di atas, maka

diadakan Synode Besar sekali dalam 4 (empat) tahun. Dan sejak tahun 2006 Synode
57

memutuskan masa Periodetik Kepengurusan Gereja Pentakosta Indonesia berubah

menjadi sekali dalam 5 (lima) tahun. Dengan demikian masa periode sampai pada

skripsi ini ditulis sudah berjalan periode Kepengurusan menjadi Lima Tahun yakni

Periode 2006 – 2011, dengan formasi sebagai berikut:

HASIL KEPUTUSAN FORMATEUR PEMILIHAN PENGURUS

GEREJA PENTAKOSTA INDONESIA

PERIODE 2006-2011

KETUA : Rev. DR.M.H. SIBURIAN

SEKRETARIS : Pdt. Drs.J.MANURUNG

BENDAHARA : Pdt. Drs.J.W.PANJAITAN

PEMBANTU UMUM :

1. Pdt. H.A. SIANIPAR

2. Pdt. P.A. SITUMORANG

3. Pdt. Drs.DJ. RAJAGUKGUK

4. Pdt. J.SITANGGANG

5. Pdt. A.Y.BUTARBUTAR

6. Pdt.J. LUMBANTUNGKUP, BBA

7. Pdt. E. RAJAGUKGUK, M.Sc.

8. Pdt. M.RUMAPEA

DITEAPKAN DI : PEMATANG SIANTAR

PADA TANGGAL : 15 JULI 2006________

4. Sejarah berdirinya Gereja Pentakosta Indonesia Sidang Pinggol Toba


58

Dalam bagian ini penulis akan menjelaskan sejarah berdirinya GPI Sidang

Pinggol Toba dan kepengurusan organisasinya serta masalah-masalah yang timbul

di dalamnya.

4.1. Sejarah Berdirinya

Berbicara mengenai berdinya Gereja Pentakosta Indonesia Sidang Pinggol

Toba adalah pada tahun 1978 Binar Sinaga menginjakkan kaki (merantau) ke

Pinggol Toba Desa Gonting Malaha, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan.

Beliau bersama orang-orang Kristen bersama-sama melakukan Ibadah (Oikumenis)

selama 2 tahun. Dan pada tahun 1980 beliau bersama dengan anggota jemaat

lainnya mendirikan Gedung darurat untuk beribadah (sebagai Pos Pelayanan)

Gereja Pentakosta Indonesia. Pembangunan ini disponsori :

1. Binar Sinaga (Gembala sidang sekarang)

2. Jhoni Simare-mare

3. P.Simanjuntak.

4. J.Tamba

Sekitar tahun 1980 sampai dengan tahun 1985 Pos Pelayanan ini semakin

berkembang dan bertumbuhh, hingag dalam kurun waktu tersebut ada beberapa

orang diantara jemaat termasuk bapak Binar Sinaga diangkat menjadi Sintua. Maka

pada hari Senin Tanggal 25 Oktober 1985 mereka sehati akan mengadakan

Peletakan Batu Pertama yang langsung dipimpin Bapak Pdt.H.Simbolon dan juga

dihadiri oleh Pejabat dari DEPAG Tk. II Kabupaten Asahan, Kepala Desa serta

jemaat setempat. Oleh pertolongan Roh Kudus kepada pelayan-pelayan sehingga

jemaat semakin bertambah banyak dan jumlah jemaat mula-mula adalah berjumlah

12 kepala keluarga. Pada waktu itu yang menjadi gembala sidang yaitu Bapak St.

Binar Sinaga “ Adapun yang menjadi visi Bapak St. Binar Sinaga yaitu untuk
59

memenangkan jiwa-jiwa sebanyak-banyaknya untuk menerima Tuhan Yesus

sebagai Tuhan dan juruselamat mereka”.57 Adapun susunan kepengurusan Gereja

Pentakosta Indonesia sidang Pinggol Toba itu sebagai berikut :

Pendiri :

St. Binar Sinaga

Jumlah hamba Tuhan Mula-mula sebanyak 5 orang sebagai berikut :

1. St. B. Sinaga (Pimpinan Sidang)

2. St. Bungaran Sinaga

3. St. L.Sinaga

4. St. P.Simanjuntak

5. Penatua : B. Nainggolan

Pengurus Majelis :

Ketua : B. Nainggolan

Sekretaris : M. Sitinjak

Bendahara : K. Sinaga

Dalam kepengurusan atau majelis terjadi tiga kali peralihan dari tahun 1985 sampai

sekarang dan kepengurusan yang sedang berjalan sekarang adalah :

Ketua Pembangunan : St. S. Sianturi

Sekretaris : St. M. Nainggolan

Bendahara : R. Br. Nainggolan

Pada saat sekarang ini pertumbuhan jemaat yang ada telah mengalami

perkembangan meskipun tidak mengalami perkembangan yang besar.

Pertumbuhan secara mutu dapat dilihat dari keterlibatan anggota jemaat mengambil

57
Pdt. Aliasa Lawolo. Wawancara tanggal 23 Juli 2003.
60

peran dalam kepelayanan khususnya mereka yang terbeban demi kebesaran Allah

Bapa.

Oleh sebab itu penulis ingin mengemukakan jumlah anggota jemaat yang

ada di Gereja Pentakosta Indonesia Sidang Pinggol Toba, yang terdiri dari 24

kepala keluarga.

Dengan Jumlah : Kaum Bapa : 16 orang

Kaum ibu : 24 orang

Muda-mudi : 14 orang

Sekolah Minggu : 26 orang

Jumlah seluruhnya : 80 orang

Jumlah Hamba Tuhan sekarang :

1. Pdt. B. Sinaga

2. Gr. B.Sinaga

3. Gr. L.Sihotang

4. St. M.Sitinjak

5. St. S.Sianturi

6. St. M.Nainggolan

7. St. P.Silaban

8. Penatua B. Nainggolan

9. Parhobas : D. Rajagukguk

4.2. Program Jangka Pendek dan Jangka Panjang Dalam Pelayanan

- Melakukan pembinaan mental dan spritual bagi para jemaat dan Hamba

Tuhan yang sedang berjalan sekarang.

- Memperluas penginjilan di daerah Desa Gonting Malaha khususnya di

Pinggol Toba
61

- Melakukan Renovasi.penggantian pada fasilitas gereja

4.3. Masalah yang Timbul dalam Jemaat

Masalah yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan jemaat di

Gereja Pentakosta Indonesia Pinggol Toba adalah suatu masalah yang timbul

di tengah-tengah kehidupan anggota jemaat dan juga datangnya dari luar.

Menurut Bapak Pdt.B. Sinaga mengatakan bahwa :

Masalah yang dari luar pada saat sekarang ini adalah masyarakat setempat

belum dapat menerima kehadiran Gereja Pentakosta Indonesia dengan

sepenuhnya disebabkan oleh karena beberapa larangn sesuai doktrin Gereja

Pentakosta Indonesia yang bertentangan dengan Adat Batak.

Masalah yang datangnya dari dalam yaitu Penggembalaan yang otoriter dan

material dan kurangnya komunikasi yang baik diantara hamba Tuhan baik

antara pimpinan dan bawahan atau sesama Hamba Tuhan.

Dari hasil wawancara dapat dilihat dengan jelas bahwa masalah datang

dari Hamba-hamba Tuhan. Dan orang-orang seperti atau mulai menyimpang

dari yang sebenarnya. Sama seperti yang ditegaskan dalam Yehezkiel 34

dimana para pemimpin tidak memimpin sesuai dengan kehendak Tuhan.

Dimana para pemimpin mengambil hanya kepentingannya sendiri dan

mengambil untung. Mereka membiarkan para domba-domba pergi mencari

makanannya sendiri tanpa dituntun oleh hamba Tuhan/penatua yang telah

ditetapkan.

4.4. Cara Mengatasi Masalah Yang Timbul Dalam Jemaat

Bila dilihat dari segi masalah-masalah yang timbul saat ini dalam pelayanan

Gereja Pentakosta Indonesia Sidsang Pinggol Toba sudah barang tentu hal ini tidak

boleh dibiarkan karena itu semua dapat menghambat pertumbuhan jemaat. Untuk
62

mengatasi masalah yang datangnya dari luar gembala sidang mengambil jalan

keluar, sebab gembala sidang tahu dimana ada masalah pasti ada jalan keluarnya.

Perlu dilakukan pendekatan dan komunikasi kepada masyarakat setempat

dan selalu aktif dalam kegiatan sosial atau adat yang tidak bertentangan dengan

Doktrin Gereja Pentakosta Indonesia.

Untuk mengatasi masalah yang datangnya dari dalam yaitu dari para

hamba-hamba Tuhan agar sesuai dengan kebenaran Firman Allah. Maka gembala

sidang harus berani menegor, menasehati, mengajar dengan penuh kasih dan

membangun kerja sama. Sama seperti Rasul Yohanes menekankan kasih yaitu

harus mengasihi satu dengan yang lain. Demikian juga gembala sidang Gereja

Pentakosta Indonesia Pinggol Toba agar saling mengasihi dalam hal : saling

menasehati, saling menolong dan saling menghibur mereka yang lemah. Dalam hal

ini juga gembala sidang harus menjadi teladan yang akan diteladani oleh jemaat

dan masyarakat sekitar.

Karena gembala sidang tidak pernah membiarkan jemaatnya terlantar

gemabala sidang selalu mengkoordinir semua pelayan yang ambil bagian apabila

mereka dalam melaksanakan tugas masing-masing, sehingga mereka makin

bertumbuh dan mengambil komitmen untuk melayani Tuhan itu sungguh-sungguh.


63

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Melalui penelitian yang telah dilaksanakan terhadap Injil Yohanes 21:15-17 dan

aplikasinya bagi pelayanan Gereja Pentakosta Indonesia Sidang Pinggol Toba. Maka

penulis berkesimpulan bahwa tugas penggembalaan adalah suatu yang diberikan Tuhan

Yesus Kristus bagi Gereja-Nya, untuk membina agar manusia semakin beriman kepada

Tuhan Yesus Kristus bagi Gereja-Nya, untuk membina agar manusia semakin beriman

kepada Tuhan dan senantiasa dapat menjadi garam dan terang di tengah-tengah

kehidupan dunia dewasa ini.

2. Gembala sidang harus mendapat panggilan yang jelas dari Tuhan dan harus

mempersiapkan diri atau melengkapi diri dengan sungguh-sungguh. Hal ini sangat

penting untuk memenuhi kebutuhan jemaat sesuai dengan tuntutan-tuntutan yang pada

saat ini, sebab tugas seorang gembala sidang jemaat bukan lah suatu tugas yang dapat

disepelekan, akan tetapi tugas ini harus dilaksanakan sungguh-sungguh. Seorang gembala

sidang haruslah memiliki hati Bapa dalam melaksanakan atau menyelnggarakan tugas

penggembalaan yaitu harus penuh kesabaran, bijaksana, rajin, dan memiliki keberanian,

lemah lembut serta sanggup menguasai diri dalam menghadapi berbagai tantangan atau

masalah.

3. Selain hal-hal tersebut di atas gembala sidang juga harus memiliki motivasi yang jelas

bagi pelayanan yaitu untuk menyenangkan dan memuliakan dalam seluruh hidupnya tidak

mencari pujian dan kehormatan dari manusia dan harus memiliki kesetiaan selain

pelayanan serta juga memiliki sifat yang lebih utama yaitu mengawasi domba-domba

terlebih bagi domba-domba yang membutuhkan pertolongannya.


64

B. Saran

1. Penulis menyarankanagar setiap gembala sidang mau menerima “Tugas dan

tanggungjawab sebagai gembala jemaat yang sungguh-sungguh mengasihi jemaat dan

dapat memenuhi panggilan yang mulia dari Tuhan.

2. Penulis menyarankan agar setiap gembala sdiang dapat menerima segala kritik yang sehat

serta sumbangan pemikiran dan saran-saran yang positif dari warga jemaat

3. Penulis menyarankan agar setiap gembala sidang dalam menghadapi jemaat harus sabar,

lemah lembut, rajin, bijaksana dan juga harus bias menjadi teladan bagi jemaat, harus

berani menentang ajaran-ajaran yang bertentangan dengan Firman Allah.

4. Penulis menyarankan agar setiap gembala sidang memberikan dorongan atau semangat

kepada warga jemaat agar jemaat sadar bahwa mereka merupkan umat yang terpilih,

imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya juga

terlihat dalam pelayanan atau dalam pemberitaan Firman Tuhan yang sesuai dengan

kehendak Tuhan.

5. Penulis menyarankan agar setiap gembala sidang dalam memilih majelis/penatua harus

terlebih dahulu melihat apakah orangnya mau bertanggungjawab akan tugas yang

dipercayakannya kepadanya, dan memilih orang-orang yang sudah lahir baru dan

memiliki hati yang mau melayani. Jangan memilih orang-orang karena kriteria. Karena

tugas ini adalah pelayanan rohani.

6. Penulis menyarankan agar Sekolah-Sekolah Tinggi Theologia khusunya STTR

meningkatkan mata kuliah pastoral karena ini sangatlah penting dalam menghadapi dan

menjawab segala kebutuhan jemaat.


65

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), Jakarta, 1999

Abineno, J.L. Ch. Pedoman Praktis Untuk Pelayanan Pastoral, Jakarta BPK, 1993

__________, Sekitar Theologia Praktis; Jakartaa : BPK, 1986

__________,Jemaat, Jakarta : BPK, 1965

__________, Penggembalaan ; Jakarta ; BPK, 1986

Baeclay William, Pemahaman Alkitab Setiap Hai Injil Yohanes, Jakarta BPK,1968

Binawiratman, JR., Theologia Fungsional, Theologia Kontekstual, dalam Konteks


Bertheologia di Indonesia ; Jakarta BPK, 1988

Budiman. R, Surat-surat pastoral; Jakarta ; BPK, 1989

Douglas J. D, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini ; Jakarta ; BPK, 1994.

Duyverman. M. E, Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru ; Jakarta ; BPK, 1996.

Guthrie, Donal ; Theologia Perjanjian Baru 3 ; Jakarta ; BPK, 1992.

Homes Tjaard G. dan Singgih E. Gerrit, Sekitar Theologia Pastoral ; Jakarta ; BPK, 1992

Hunter A. M, Memperkenalkan Theologia Perjanjia Baru ; BPK, 1982.

Homes Athur Fink., Segala Kebenaran adalah Kebenaran dari Allah ; Surabaya ; Momentum ;
2000.

Kysar Robert, Injil Yohanes Sebagai Cerita ; Jakarta ; BPK, 1995.

Keller, Philip, A Shepherd Looks at Psalm 23 ; Minnepolis ; Word Wide Larson. Bruche,
Publication, 1970.

Larson, Bruche, Pelayanan Penggembalaan Yang Ideal, Malang, Gandum Mas, 1996.

Lawolo Aliasa, Wawancara, Tanggal 23 Juli, 2003


66

Nasution S dan Thomas, Penuntun Membuat Disertasi, Thesis, Skripsi, report, paper;
Bandung ; Jammares, 1980

Nehemiah Mimery, Rahasia tentang Penggembalaan Jemaat ; Jabar ; Mimery Press, 1985.

Napitupulu W.P Dimensi-Dimensi Pendidikan ; Jakarta ; BPK, 1996.

Poerwadarmita, W. JS. Kamus Umum Bahasa Indonesi ; Jakarta ; Balai Pustaka, 1976.

Riggs Ralph M., Gembala Sidang Yang Berhasil ; Malang ; Gandum Mas 1984.

Simanjuntak. A ; Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 ; Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1997.

Soegiarjo Soep, Diktas, 200 Sutijona. S,J. Diktat, 2000

Stogy in Bons., Apakah Penggembalaan itu ; Jakarta ; BPK ; 1997.

Staurch, Alexander, Manakh yang Alkitabiah Kepemimpinan atau Kependetaa; Yogyakarta ;


Yayasan Andi 1992.

Tenny Merril, Injil Yohanes ; Malang ; Gandum Mas, 1958.

Tiddal Deerek, Theologia Penggembalaan ; Malang, Gandum Mas, 1998

Wofford Jerry C., Kepemimpinan Kristen Yang Mengubahkan; Jakarta; BPK, 1982.

Anda mungkin juga menyukai