Anda di halaman 1dari 26

HI INJ

Ditetapkan : di Jemaat GMIT Koinonia-Klasis Kota Kupang SE

GEREJA MASEHI INJILI DI TIMOR


I
gota

L
A

I
M

DI
An

GI
JA

TIM
GERE
(GBM GPI dan Anggota PGI)

OR
Oleh : Sinode Gereja Masehi Injili di Timor I Kor.3:11

SINODE GEREJA MASEHI INJILI DI TIMOR

T
M I

Pada : Sidang Sinode Istimewa II GMIT


Tanggal : 1 Oktober 2010.
KETETAPAN
SINODE GEREJA MASEHI INJILI DI TIMOR
Majelis Ketua Persidangan, Sekretaris Persidangan, NOMOR: 1/TAP/SSI-GMIT/II/2010
TENTANG
POKOK-POKOK EKLESIOLOGI GMIT
DALAM KESETIAAN DAN KETAATAN KEPADA
Pdt. DR. E. I. Nuban Timo Pdt. Bendalina Doeka-Souk, MM YESUS KRISTUS PEMILIK DAN KEPALA GEREJA
SINODE GEREJA MASEHI INJILI DI TIMOR,

Menimbang : a. bahwa Gereja Masehi Injili di Timor


disingkat GMIT, sesuai dengan hakikat,
wujud, dan pengakuannya terpanggil
Pdt. Jahja A. Millu, S.Th. untuk melaksanakan amanat kerasulan
bagi manusia baik dalam konteksnya
maupun dalam dunia seutuhnya, dalam
rangka memperlihatkan tanda-tanda
Kerajaan Allah sebagai visi gereja;
b. bahwa GMIT dalam menjabarkan visi
Pdt. Yeni Benu - Manao, S.Th. gereja ke dalam misinya, mengalami
pertumbuhan sekaligus terus mereformasi
diri, sehingga melahirkan pengembangan
eklesiologinya dari waktu ke waktu;
c. bahwa perumusan pokok-pokok
eklesiologi GMIT dalam rangka
Pnt. Dra. Bety Muskananfola – Lelangulu penyusunan Tata GMIT merupakan
kebutuhan yang tak dapat dihindari;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlu ditetapkan
Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT menjadi
Pnt. Melki Adrianus Bessie, S.Pd. acuan teologis Penyusunan Tata GMIT.

52 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 1 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


Mengingat : 1 Ketetapan Sinode GMIT Nomor: 06/TAP/SIN- masyarakat (jemaat) lokal terhadap upaya dunia mengatasi krisis
. GMIT/XXIX/1999 tentang Tata Dasar GMIT lingkungan, sekaligus perawatannya demi keberlanjutan
Pasal 29.
2 Ketetapan Sinode GMIT Nomor: 9/KEP/SIN- (sustainability), baik bagi manusia mau pun alam lingkungan. GMIT
GMIT/XXXI/2007 tentang Kaji Tata GMIT. perlu menghayati dan mewujudkan panggilan dan amanat untuk
3 Rekomendasi Sidang Sinode GMIT XXX mengelola taman kehidupan (bnd. Kej. 2:8-17) dan
Tahun 2003 Tentang Delapan Butir
Amandemen Tata Gereja. mempertanggunjawabkan amanat itu kepada sang Pencipta. Hal ini
4 Keputusan Majelis Sinode Nomor: 517/SK/MS semakin mendesak di era krisis ekologi global di masa sekarang
-GMIT/I/2008 tentang pengangkatan PTT
GMIT. karena ancaman bencana di depan mata kita.
5 Keputusan Sidang Tahunan Majelis Sinode
. XXXII Tahun 2009 Nomor: 06/Kep/MS-GMIT/ Penutup
XXXII/2009 tentang Sidang Sinode Istimewa
II GMIT Tahun 2010. Pemahaman diri GMIT akan diri dan tugasnya di tengah-tengah suatu

Memperhatikan : Pembahasan dalam Persidangan Sinode Istimewa konteks yang dikenali secara baik akan memampukan gereja ini menjadi
II GMIT tanggal 1 Oktober 2010. berkat bagi dunia di mana ia hidup dan melayani. Lapangan misi GMIT
tidak bisa dibatasi hanya sebatas propinsi NTT dan pulau Sumbawa di
MEMUTUSKAN
Menetapkan : POKOK-POKOK EKLESIOLOGI NTB. Dalam konteks globalisasi sekarang ini, GMIT perlu melihat
GEREJA MASEHI INJILI DI TIMOR UNTUK konteks lokal, nasional, dan global sebagai lapangan misinya. Hanya
PENYUSUNAN TATA GMIT
dengan begitu ia menjadi „garam dan terang dunia‟.
Pasal 1 Untuk itu perlu dipikirkan dan diupayakan secara sungguh-sungguh
(1) Pokok-pokok eklesiologi GMIT ditetapkan dengan maksud:
bagaimana semua elemen dalam gereja ini (anggota dan pejabatnya)
a. menggambarkan bagaimana GMIT memahami diri dan misi atau
tugasnya; diberdayakan untuk tugas misioner seperti itu. Jemaat yang misioner
b. menjadi acuan bagi penyusunan Tata GMIT; dan
bukanlah jemaat yang mampu memapankan diri dan menjadi status quo
c. menjadi naskah yang menjelaskan secara utuh isi dari Tata GMIT.
(2) Pokok-pokok eklesiologi GMIT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam lingkungannya. Ciri khas misionaritas kita ada pada gerak keluar
disusun dalam sistematika sebagai berikut:
(ingat eklesia: dipanggil keluar). Gereja tidak boleh sibuk mengurus
a. Pendahuluan, yang memuat tentang gambaran umum tentang
eklesiologi GMIT dan kepentingan dirumuskannya pokok-pokok dirinya sendiri tetapi selalu berupaya menemukan makna dirinya dalam
eklesiologi GMIT;
pelayanan kepada dunia.
b. Isi, yang memuat tentang hakikat (being) GMIT dan misi (doing)
GMIT; dan Tuhan menguatkan kita untuk menjadi gereja yang sebenarnya. Amin
c. Penutup.

2 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 51 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


Keluarga mesti menjadi tempat di mana adanya budaya untuk saling 3) Lampiran Pokok-pokok Eklesiologi sebagaimana dimaksudkan pada
ayat satu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ketetapan ini .
menghormati dan penghargaan terhadap kesetaraan dan keadilan itu
ditumbuhkembangkan. Pasal 2
Menugaskan Majelis Jemaat, Majelis Klasis dan Majelis Sinode untuk
mengemban dan melaksanakan ketetapan ini pada lingkup Jemaat, Klasis,
17. Lingkungan Hidup Sinode, dan dalam semua bidang pelayanan GMIT.
Berhadapan dengan fakta kerusakan lingkungan hidup (tanah, air,
Pasal 3
hutan, laut, udara) yang semakin parah pada zaman ini, GMIT punya Ketetapan ini mulai berlaku sejak ditetapkan.
tugas untuk merawat alam semesta ciptaan Allah yang diciptakan-Nya
Agar semua anggota GMIT mengetahuinya, maka mewajibkan untuk
baik, bahkan sangat baik. Karena masalah lingkungan hidup adalah ditempatkan dalam warta gerejawi.
masalah bersama, maka sebagaimana kita adalah bagian dari masalah
Ditetapkan : di Jemaat GMIT Koinonia - Klasis Kota Kupang
maka kita pula adalah bagian dari jalan keluarnya. Alam semesta Oleh : Sinode Gereja Masehi Injili di Timor
adalah ciptaan Allah, dan manusia harus menghargai batas-batas yang Pada : Sidang Sinode Istimewa II GMIT
Tanggal : 1 Oktober 2010.
diletakkan oleh Allah sendiri dalam mengelola dan memanfaatkan
alam untuk kepentingannya. Meskipun manusia disebut gambar Allah Majelis Ketua Persidangan, Sekretaris Persidangan,
namun manusia bukan pencipta semesta (bukan co-creator). Karena
itu semesta harus diperlakukan dengan hormat sebagai sesama
Pdt. DR. E. I. Nuban Timo Pdt. Bendalina Doeka-Souk, MM
ciptaan. Di antara Allah, manusia, dan alam semesta ada hubungan
timbal balik yang harus dijaga dengan rasa hormat. Sebagaimana
Allah mengikat perjanjian dengan manusia, Allah pun dapat mengikat Pdt.Jahja A. Millu, S.Th.
perjanjian dengan alam semesta buah tangan-Nya. Keselamatan
manusia memiliki hubungannya dengan pemulihan terhadap alam.
Jika manusia tidak bertobat maka Allah dapat memakai alam semesta Pdt. Yeni Benu - Manao, S.Th.

sebagai nabi yang menegur dan menghukum manusia (Hos. 4:1-3).


Untuk itu GMIT perlu melahirkan dan mengembangkan
Pnt.Dra. Bety Muskananfola – Lelangulu
pemikiran-pemikiran teologis yang kontekstual mengenai lingkungan,
yang menjadi dasar pendorong bagi perhatian jemaat/masyarakat.
Dengan ekoteologi kontekstual ini diharapkan akan ada sumbangan Pnt. Melki Adrianus Bessie, S.Pd.

50 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 3 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


POKOK-POKOK EKLESIOLOGI GMIT dalam bidang kesehatan. GMIT perlu meningkatkan upaya-upaya
nyata di bidang pelayanan kesehatan baik secara fisik, batiniah,
Pendahuluan maupun rohaniah. Upaya-upaya itu bisa dikembangkan dalam bentuk
Dokumen ini dimaksudkan untuk menggambarkan bagaimana GMIT pelayanan medis modern maupun dengan mendukung dan
memahami diri dan misi atau tugasnya. Dalam Perjanjian Baru kata yang merevitalisasi secara kritis bentuk-bentuk pelayanan penyembuhan
dipakai untuk menjelaskan apa itu gereja adalah ekklesia (jemaat) dan oi tradisional dalam masyarakat.
pisteountes (orang-orang percaya). Oi pisteountes (orang-orang percaya)
16. Relasi Perempuan dan Laki-laki
adalah mereka yang beriman kepada Kristus karena pekerjaan Roh Kudus.
Salah satu tugas gereja yang lain dalam kehadirannya di tengah-
Dan karya Roh Kudus itulah yang membentuk gereja pada awalnya (Kis.
tengah dunia dan masyarakatnya adalah memaknai relasi perempuan
2:44; 4:4-32; 11:26).
dan laki-laki. Baik laki-laki maupun perempuan adalah gambar Allah
Kata eklesia menunjuk pada pengertian gereja sebagai suatu persekutuan
(imago Dei). Gereja seharusnya menjadi tempat yang paling utama
yang dikuduskan/dikhususkan Allah untuk suatu tugas tertentu di tengah-
dan aktor utama dalam mempromosikan kepenuhan kemanusiaan (full
tengah dunia. Itu berarti dalam pengertian eklesia melekat dua hal
humanity) bagi perempuan dan laki-laki. Kekristenan dan teologi
sekaligus yaitu hakikat dari persekutuan itu sebagai milik Allah yang
perlu melepaskan simbol-simbol patriarkhat dan bersikap kritis
dikuduskan (being) dan tugas/misi yang diembankan kepadanya (doing).
terhadap androsentrisme yang telah memarginalkan perempuan.
Gereja, yang adalah milik Allah, terpanggil bukan untuk dirinya sendiri
Untuk tugas tersebut gereja dapat memanfaatkan kekayaan kultural
melainkan untuk suatu tugas tertentu yang Allah embankan kepadanya.
dan kearifan lokal yang ada dalam masyarakat. Prinsip mutualistis dan
Istilah-istilah ini menjelaskan hakikat gereja sebagai persekutuan yang
komplementer bukan barang baru dan harus diimpor dari budaya luar,
terbentuk karena inisiatif Allah dan di dalamnya ada jawaban manusia
melainkan telah lama hidup dalam masyarakat, malah menjadi bagian
(iman). Kata dalam Perjanjian Baru yang menghubungkan kedua kata ini
dan operator dalam menata kehidupan. Nilai dan prinsip kesetaraan
adalah kuriake yang mengandung arti “yang menjadi milik Tuhan”.
yang ada dalam masyarakat tidak bertentangan malah dapat dipakai
Mereka yang dipanggil oleh Allah untuk bersekutu demi tugas tertentu di
sebagai titik tolak atau basis untuk memahami pesan Kitab Suci. Pada
dalam dunia dan yang menyatakan imannya kepada Yesus Kristus sebagai
saat yang sama perlu dikembangkan sikap kritis terhadap budaya.
Tuhan dan Juruselamat adalah milik Allah.
Unsur-unsur dalam budaya yang cenderung memarginalkan
Peristiwa terbentuknya jemaat dalam masa Perjanjian Baru ini
perempuan harus ditransformasikan. Dalam hal ini pendidikan
memiliki akarnya dalam Perjanjian Lama yaitu pembebasan bangsa Israel
keluarga untuk keadilan dan kesetaraan adalah sangat penting.

4 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 49 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


14. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dari kuasa perbudakan oleh Allah sendiri. Tindakan pembebasan itulah
Ilmu pengetahuan dan teknologi sebenarnya adalah pemberian Allah yang menjadi dasar sehingga Allah membentuk umat-Nya dan
untuk maksud kebaikan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan menjadikan Israil sebagai milik-Nya (Qahal Yahweh).
teknologi dapat menjadi sumbangan yang berharga bagi pelaksanaan Kepentingan dokumen ini adalah dalam rangka menjelaskan kedua
pewartaan dan perwujudan kabar baik Allah, tapi pada saat yang sama hal tersebut (being dan doing dari gereja). Identitas gereja berhubungan
dapat menjadi kekuatan yang menjauhkan manusia dari Allah bahkan erat dengan relevansinya. Relevansi gereja terhadap dunia di mana ia
menjadi kekuatan yang menghancurkan kehidupan ciptaan. Dan hidup dan berkarya sangat ditentukan oleh bagaimana gereja memahami
karena itu mesti dipakai secara bertanggungjawab demi terpeliharanya dirinya. Atau dengan kata lain identitas kita dirumuskan dengan
kehidupan yang dipercayakan kepada manusia dan bukan untuk menjawab dua hal sekaligus: siapa kita dan apa tugas kita. Identitas itu
menghancurkan dunia milik-Nya. harus selalu dihubungkan dengan Allah, pemilik gereja, yang telah datang
ke tengah-tengah dunia, dan kehadiran gereja di tengah-tengah dunia
15. Kesehatan adalah untuk berpartisipasi dalam karya Allah yang kekal dalam
Masyarakat di mana GMIT hidup dan melayani masih terus bergumul mengasihi dunia. Ketika gereja gagal untuk merumuskan siapa dirinya
dengan masalah penyakit dan penyembuhan (fisik, batiniah, dan sendiri maka gereja akan gagal untuk melaksanakan tugasnya di tengah-
rohaniah). Pergumulan untuk kesehatan itu dimaksudkan untuk tengah dunia ini. Being dan doing gereja tidak dipisahkan satu dengan
menanggapi penyakit-penyakit lokal maupun penyakit yang yang lain. Rumusan diri GMIT yang jelas diharapkan akan menolong
ditimbulkan oleh semakin intensnya mobilisasi manusia dari satu GMIT dalam memahami tugas dan perannya di tengah-tengah masyarakat
belahan bumi ke bagian bumi lainnya akibat berkembangnya dan dunia.
teknologi transportasi dan komunikasi. Dokumen ini hendak menggambarkan bagaimana GMIT memahami
Perjanjian Baru menyaksikan bahwa menanggapi realitas diri dan tugasnya dan sekaligus dimaksudkan sebagai sumber acuan
masyarakat pada zaman-Nya, Yesus juga menyembuhkan orang-orang pembaharuan Tata GMIT yang sedang dilakukan. Penataan diri gereja
sakit, bahkan Ia dapat disebut sebagai penyembuh. Jika Kerajaan (Tata Gereja) haruslah bersumber dari bagaimana gereja memahami
Allah adalah pusat pengajaran Yesus, maka penyembuhan adalah dirinya. Atau dengan kata lain Tata Gereja haruslah merupakan eksplikasi
pusat aktifitas-Nya. dari sebuah pemahaman eklesiologis tertentu. Meskipun demikian pokok-
Berhadapan dengan kenyataan pergumulan masyarakat dengan pokok eklesiologi ini sendiri bukanlah merupakan Tata Gereja. Rumusan-
penyakit dan penyembuhan, maka gereja dipanggil oleh Kristus untuk rumusan yang ada di sini lebih merupakan prinsip-prinsip teologis yang
terlibat dalam upaya memberitakan dan melaksanakan kabar baik itu

48 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 5 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


pada gilirannya perlu diterjemahkan ke dalam bahasa aturan (Tata yang dikembangkan oleh otoritas Herodes dan kekaisaran Romawi
Gereja). Tata gereja itu nantinya berfungsi untuk pengaturan diri dan yang eksploitatif, Yesus memanggil murid-murid-Nya untuk
pelayanan gereja agar dapat menjadi alat yang efektif dalam tangan Allah mengembangkan solidaritas di antara mereka dan untuk memulai
untuk karya keselamatan di tengah-tengah dunia. Pertanyaan penting yang suatu sistem ekonomi alternatif yang didasarkan pada hubungan yang
harus dijawab adalah siapa dan apa itu GMIT. Ada berbagai faktor yang saling memperkuat antara kaum miskin. Visi Kerajaan Allah yang
dapat menyumbang untuk memahami GMIT secara utuh: teologis, digambarkan sebagai rumah tangga Allah (keluarga Allah) menjadi
sosiologis, historis, (multi) kultural, hukum, manajemen/organisasi, dll. dasar bagi kaum lemah (the powerless) untuk saling menopang
Faktor-faktor itu masing-masing dan bersama-sama telah membentuk dan sebagai anak-anak Allah. Ketika kaum lemah ini mengenali kekuatan
mewarnai identitas GMIT sebagai suatu gereja Protestan garis utama yang mereka dalam solidaritas mereka akan mampu membangun resistensi
khas/unik di Indonesia. Pada saat yang sama harus ditegaskan bahwa terhadap politik ekonomi yang menindas. Itu berarti GMIT tidak
identitas itu selalu berada dalam gerak, dengan kata lain identitas itu boleh memandang upaya pemberdayaan ekonomi anggotanya sebagai
bersifat dinamis, tidak pernah statis. Itu berarti perumusan diri GMIT turut yang bukan bagian dari tugasnya, melainkan GMIT mesti berada di
berkembang seturut perubahan zaman. Dan setiap kali sebagai pengikut garis depan untuk upaya-upaya pemberdayaan ekonomi jemaat dan
Kristus, gereja mesti memberi jawab bukan saja pada pertanyaan Yesus anggota masyarakat secara luas. Injil Kerajaan Allah mestinya
„menurut kamu siapakah Aku ini‟ (Luk. 9:20a) tapi bahwa untuk menjadi visi untuk pengembangan ekonomi masyarakat.
menjawab pertanyaan itu gereja juga harus mengenal dirinya: siapa gereja
13. Pendidikan
itu sendiri yang mengaku percaya di hadapan Tuhan dan di dalam suatu
Dalam sejarah zending di Indonesia, pendidikan menjadi ujung
konteks tertentu di mana gereja hidup dan berkarya.
tombak gerakan penginjilan. Sekolah mendahului hadirnya gereja
Kehadiran dokumen pokok-pokok eklesiologi GMIT ini merupakan suatu
dalam suatu masyarakat. Lebih dari itu upaya pendidikan yang
pengembangan berpikir dalam GMIT. Ia lahir dari suatu upaya berteologi
dilakukan oleh gereja telah memberi sumbangan pada kemajuan
secara kontekstual dengan sedapat mungkin melibatkan jemaat-jemaat
masyarakat dan bangsa. Banyak tokoh gereja dan masyarakat/bangsa
GMIT untuk merumuskan siapa itu GMIT dan apa yang menjadi misinya.
yang lahir dari badan-badan pendidikan yang dikelola oleh gereja.
A. SIAPA ITU GMIT? Meskipun begitu kini kita berhadapan dengan menurunnya kualitas

1. Latar Belakang Sejarah GMIT pendidikan di NTT. Dalam konteks seperti ini GMIT memiliki misi

GMIT lahir sebagai hasil pekabaran Injil Badan-Badan Pekabaran untuk turut mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan

Injil Belanda, berlatar belakang tradisi Hervormd yang bersumber dari umum yang diasuhnya.

6 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 47 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


GMIT juga memandang tanggungjawabnya untuk ajaran Calvin, yang dimulai pada abad XVII dalam wilayah
mengembangkan sikap teologis positif terhadap tanah hunian bagi keresidenan Timor. Selanjutnya GMIT juga ikut dibidani oleh para
setiap komunitas berbudaya lokal sebagai tanah pemberian Allah pekabar Injil pribumi hasil didikan Badan-Badan Pekabaran Injil
untuk menghidupi setiap komunitas berbudaya lokal. Atas dasar Belanda yang melibatkan para penginjil awam. Selanjutnya GMIT
pemahaman ini maka GMIT terpanggil untuk memperjuangkan hak terbentuk sebagai sebuah gereja oikumenis mandiri pada tanggal 31
pemilikan bersama maupun pribadi atas tanah bagi setiap komunitas Oktober 1947 sebagai salah satu gereja bagian dari Gereja Protestan
lokal yang secara turun-temurun menjadi penghuni daerah tertentu. di Indonesia (Indische Kerk) yang sebelumnya telah terbentuk atas
Selanjutnya mengembangkan sikap teologis positif yang mendorong inisiatif pemerintahan kolonial Belanda. Sisi positif dari sejarah yang
kebanggaan iman untuk mengelola tanah selaku petani. seperti itu adalah bahwa melaluinya kesadaran mengenai
keuniversalan gereja dibangun. Oleh ikatan pada gereja yang
12. Kemiskinan universal, anggota GMIT dihubungkan dengan dunia yang lebih luas,
Dalam konteks kapitalisme global sekarang ini di mana terjadi baik secara nasional maupun global. Selain itu sejarah yang demikian
kesenjangan yang luar biasa antara negara-negara maju dan sebagian telah memberikan sumbangan yang besar terhadap aspek pendidikan
besar penduduk negara-negara yang sedang berkembang, kita dan kesehatan bagi masyarakat. Namun di sisi lain ada tantangan bagi
berhadapan dengan pertanyaan besar bagaimana GMIT menyikapi GMIT untuk membebaskan diri dari semangat/roh kolonial yang
kemiskinan sebagai suatu isu sosial yang hidup di lingkungan gereja bersifat hirarkis dan birokratis. Harus diakui bahwa gereja tidak sama
serta bagaimana posisi gereja dalam hal ini? Dalam menghadapi dengan kekuatan kolonial tetapi tak jarang dirasuki oleh roh
realitas kesenjangan ekonomi global yang kompetitif dan egosentris kolonialisme itu. Dalam hal ini kita perlu membedakan antara Injil
sekarang maka gereja perlu melakukan tindakan afirmastif terhadap sebagai kekuatan Allah yang menyelamatkan (Rm. 1:16-17) dan para
pelaku ekonomi kecil, marginal dan miskin. Di samping itu perlu pemberita Injil yang hidup dan berkarya dalam zaman kolonial
adanya seruan moral kepada para pelaku ekonomi secara individual, tersebut. Di samping aspek kolonialisme itu, GMIT pada masa kini
serta mengusahakan suatu sistem, struktur, dan mekanisme ekonomi perlu pula memulihkan dirinya dari berbagai pengaruh negatif
yang memungkinkan terciptanya keadilan secara optimal dan kekuatan politik dalam sejarah Indonesia seperti sisi negatif politik
mencegah ketidakadilan secara maksimal. Banyak penafsir Alkitab Orde Lama, gerakan anti-komunisme (1965-1967) dan tekanan Orde
melihat pemberitaan Yesus Kristus mengenai Kerajaan Allah tidak Baru. Dalam konteks reformasi bangsa Indonesia masa kini, GMIT
saja memiliki implikasi politik (band. di atas) melainkan juga perlu memandang dirinya sebagai pelaku aktif dalam sejarah bangsa
memiliki dampak ekonominya. Berhadapan dengan model ekonomi

46 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 7 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


untuk memperjuangkan keadilan, kebenaran, dan kesejahteraan timbal-balik antara kekristenan dan budaya. Dengan begitu benar
bersama. bahwa kekristenan perlu mentransformasikan budaya. Namun, kita
mestinya tidak berhenti di situ. Haruslah dibuka kemungkinan bahwa
2. Sumber dan Tujuan Keberadaan GMIT ada potensi dalam budaya juga untuk mentransformasi kekristenan.
GMIT menyadari keberadaan dirinya sebagai persekutuan yang Terutama dalam konteks pasca-kolonial, dialog timbal-balik dengan
bersumber dari Allah sendiri, seperti yang disaksikan oleh Alkitab budaya-budaya lokal akan memampukan kekristenan di Indonesia
untuk suatu maksud keselamatan di tengah-tengah dunia ini (1 Ptr. (dan GMIT khususnya) untuk membersihkan dirinya dari distorsi
2:9,10). Kehadiran GMIT dalam sejarah dunia tidak untuk dirinya kepentingan kolonial. Lebih dari itu dialog ini akan memberi
sendiri namun mengemban suatu tugas yang Allah berikan (amanat sumbangan bagi revitalisasi budaya-budaya lokal dalam wilayah
kerasulan) yaitu untuk terlibat dalam rencana Allah demi mewujudkan pelayanan GMIT setelah brutalitas gerakan anti-komunis serta ekses
keselamatan bagi isi dunia ini (Kerajaan Allah). gerakan Pietisme dan Kebangunan Rohani pada tahun 1965-1967 dan
periode-periode sebelumnya. Pengembangan eklesiologi GMIT mesti
3. Metafora Keluarga Allah mempertimbangkan dan mengupayakan hal ini secara sungguh-
GMIT adalah gereja milik Tuhan yang sangat kuat dicirikan oleh sungguh. Selama budaya lokal dan dinamikanya tidak diperhitungkan
keragaman suku, pulau, latar belakang adat, nilai budaya, sejarah, dan secara serius dalam pengembangan teologi khususnya eklesiologi
geografis anggotanya. Dalam masing-masing komunitas budaya di GMIT maka gereja ini akan tetap menjadi „tanaman dalam pot‟ dari
GMIT ada simbol-simbol kesatuan, namun sifatnya terbatas. Dan gerakan-gerakan zending seabad lampau. Keseriusan menggumuli
karena itu dalam konteks seperti ini GMIT memahami dirinya sebagai konteks budaya (lokal maupun global) akan memampukan kita
sebuah keluarga Allah (familia Dei), yang didasarkan pada menghasilkan sebuah eklesiologi yang orisinal GMIT. Di sini upaya
Ketritunggalan Allah (Ef. 2:19-20). Allah yang kita sembah adalah untuk melibatkan dialog timbal balik antara teks dan konteks adalah
Allah yang ada dalam persekutuan (perichoresis): Bapa Sang sebuah kewajiban. Pengembangan dialog timbal balik tersebut
Pencipta, Putera Sang Penyelamat, dan Roh Kudus Sang Penghibur didasari oleh kesadaran bahwa Allah bekerja juga di dalam dan
dan Pembaharu. Allah Tritunggal itu juga memanggil kita untuk melalui realitas budaya lokal. Karena itu GMIT mengemban tugas
bersekutu satu dengan yang lain. GMIT sebagai keluarga Allah untuk ikut merawat terpeliharanya budaya lokal termasuk bahasa
merupakan anak-anak dari Satu Bapa yang menerima semua anggota daerah pada setiap komunitas lokal sebagai bagian dari perawatan
sebagai anak-anak-Nya yang sama dikasihi-Nya tanpa membedakan identitas lokal sekaligus identitas kristiani-lokal.

8 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 45 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


kepercayaan yang berbeda dapat saling bertemu dan berbagi satu dengan yang lainnya. Di dalam rumah GMIT itu, Yesus Kristus
kesaksian mereka mengenai kasih Allah yang universal itu, yang menjadi Dasar yang mendasari dan menopang berdirinya GMIT (1
memelihara segenap ciptaan-Nya dalam keadilan. Kiranya Kor. 3:11). Roh Kudus berdiam di dalam hati setiap anggota gereja
kemampuan untuk menimba dari kasih Allah yang universal itu akan dan menjadikan gereja ini sebagai rumah Allah.
memampukan kita untuk hidup bersama dengan adil dan damai di Gambaran GMIT sebagai keluarga Allah, karena itu,
dalam dunia ciptaan-Nya ini. memperlihatkan adanya kesinambungan (kontinuitas) dengan
fenomena sosiologis anggotanya, tetapi juga bersinambung dengan
11. Hubungan GMIT dengan Budaya Lokal Injil yang disampaikan di dalam Kristus (Mrk. 3:31-35). Pada saat
Salah satu pokok penting dalam menjelaskan siapa itu GMIT adalah yang sama Injil yang disampaikan Kristus itu mengatasi fenomena
dengan memahami bagaimana GMIT sebagai suatu gereja Protestan sosiologis yang ada karena nilai-nilai sosial manusia yang berada di
arus utama dalam konteks Nusa Tenggara Timur (dan sebagian Nusa dalamnya terbatas pula. Dalam konteks masyarakat NTT dan sebagian
Tenggara Barat) memandang hubungannya dengan budaya-budaya NTB di mana GMIT melayani, aspek hubungan darah sangat kuat.
lokal di NTT. Untuk itu kita bisa memulai dengan memeriksa Namun persekutuan yang berlangsung dalam jemaat bukan hanya
dokumen-dokumen zending untuk melihat pandangan terhadap karena hubungan darah, melainkan terutama karena diikat-satukan
budaya pada masa kehadiran awal kekristenan, serta bagaimana sikap oleh iman kepada Yesus Kristus. Ikatan persekutuan dalam gereja
terhadap budaya yang muncul sejak GMIT berdiri hingga kini. Frank perlu menghargai hubungan darah, marga, etnis dan sebagainya
Colley berpendapat bahwa kebanyakan jemaat-jemaat GMIT muncul namun tidak boleh didasarkan pada semuanya itu. Imanlah yang
pada awal abad ke-19 di bawah pembimbingan para zendeling menjadi dasar bersama yang berfungsi mengikat-satukan kita di
Belanda yang bersikap lebih terbuka, rasional dan bersimpatik tengah kenyataan perbedaan yang ada. Semua komitmen kita kepada
terhadap budaya lokal. Dan hal ini juga berpengaruh terhadap ikatan-ikatan keluarga jasmani, yakni kepada ayah, ibu, saudara
hubungan GMIT dan kebudayaan masyarakatnya. Dalam beberapa hal perempuan dan saudara laki-laki kita tidak dibatalkan atau juga
Cooley benar. Tokoh seperti Krayer van Aalst dan P. Middelkoop di digantikan, melainkan diperbaharui dan diperluas. Persaudaraan itu
Timor, misalnya, menunjukkan penghargaan mereka terhadap budaya tidak lagi didasarkan pada hubungan yang bersifat biologis saja, tetapi
lokal. Meskipun begitu kita mesti tetap kritis terhadap bias kolonial juga berbasiskan iman (Gal. 4:4-7) dan pada kesediaan untuk
dalam pendekatan para zendeling terhadap budaya-budaya lokal di melakukan kehendak Allah (Mrk. 3:35).
GMIT. Dalam konteks multikultural, perlu kesediaan untuk Sebagai gereja yang dicirikan oleh keragaman dan perbedaan,
mengembangkan model pendekatan yang bersifat mentransformasikan

44 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 9 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


GMIT terpanggil untuk mengelola keragaman dan perbedaan agar dapat disangkal bahwa GMIT mewarisi sejarah gereja yang penuh
keragaman dan perbedaan itu tidak menjadi ancaman melainkan permusuhan dengan agama-agama lain. Perjanjian Lama (PL)
menjadi berkat melalui sinergitas bagi pelaksanaan misi GMIT di menunjukkan sikap yang keras terhadap agama-agama lain sebagai
tengah-tengah dunia ini. Selanjutnya GMIT memahami dirinya penyembah berhala, beribadah kepada makhluk, dan merupakan
sebagai persekutuan orang percaya dalam satu kesatuan dengan semua pernyataan diri manusia yang berpusat pada diri sendiri. Meskipun
orang percaya di segala tempat, waktu, dan keadaan hidup. begitu dalam PL ada pula indikasi yang cukup kuat mengenai sikap
Metafora GMIT sebagai keluarga Allah bermaksud menekankan yang lebih terbuka dan positif terhadap bangsa-bangsa lain dan
karakter persaudaraan yang intim, personal dan akrab antara sesama agamanya. Motif yang paling kuat adalah bahwa seluruh manusia
warganya, baik jemaat maupun anggota jemaat. Gereja adalah satu adalah ciptaan Allah yang diciptakan „menurut gambar dan rupa
komunitas kasih timbal-balik, saling berbagi, dan bersama-sama Allah‟. Keterpilihan bangsa Israel bukan untuk menerima hak-hak
menanggung beban. Semua orang Kristen adalah anak-anak Allah, istimewa melainkan untuk menjalankan kewajiban istimewa yaitu
yang adalah Bapa dalam keluarga itu (Gal. 4:4-7). Sebagai anak-anak „menjadi berkat bagi bangsa-bangsa‟ (Kej. 12:1-3) dan „supaya
dari sang Bapa mereka merupakan ahli waris bersama-sama dengan keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi‟ (Yes. 49:6).
Kristus (Rm. 8:16-17). Dalam keluarga itu, Yesus Kristus yang adalah Dengan demikian pengertian pemilihan Israel justeru mengarah pada
anak sulung, juga adalah saudara kita (Ibr. 2:10-13). Persaudaraan itu universalisme kasih Allah. Kesaksian Perjanjian Baru mengenai karya
bersifat mendunia. Ia menerobos semua batasan yang biasa manusia penebusan Allah dalam Kristus menegaskan karya Allah yang
tetapkan. universal tersebut. Dalam konteks masa kini gereja mesti menyadari
Gambaran ini juga menegaskan bahwa kita tidak secara pribadi dirinya sebagai „buah sulung Kerajaan Allah.‟ Identitas ini adalah
memilih siapa saja yang menjadi anggota keluarga ini. Allah sang identitas misioner yang harus dinyatakan dalam kehidupan bersama
Bapa yang memutuskannya. Ia memanggil semua orang, baik Yahudi- penganut agama-agama yang lain. Di sini dialog antar agama adalah
non Yahudi, laki-laki-perempuan, besar-kecil, tuan-hamba, kaya- kata kunci. Dialog adalah bentuk kesaksian yang membuka jalan bagi
miskin, majikan-pembantu ke dalam keluarga itu. Dalam terang pengertian. Dalam dialog terdapat respek terhadap pihak yang lain.
pemberitaan Yesus tentang Kerajaan Allah, GMIT percaya bahwa Misi di sini tidak dipahami sebagai pengkristenan, melainkan sebagai
Allah hendak mengikat persaudaraan seperti yang dialami dalam upaya agar kabar baik Yesus Kristus dapat didengar dan dimengerti.
Gereja dengan seluruh umat manusia, bahkan dengan segenap Sebagai ganti rasa curiga dan permusuhan, kita mesti menjadi
ciptaan-Nya. inisiator agar ada kesempatan di mana umat beragama dari berbagai

10 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 43 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


adalah pemberdayaan dan pengelolaan kuasa secara bersama. Dalam 4. Pengakuan Akan Karya Allah Tritunggal
pemahaman demikian, gereja dipanggil oleh Tuhan untuk GMIT mengakui bahwa dalam seluruh dinamika hidupnya sebagai
memperjuangkan keadilan dan perdamaian bagi seluruh umat gereja dan jemaat setempat, GMIT dituntun oleh Roh Allah yang
manusia, dan untuk memelihara alam ciptaan Tuhan. Ini menjadi dikaruniakan Allah Bapa di dalam Yesus Kristus. Roh Allah itulah
dasar utama bagi keterlibatan gereja dalam politik. Keterlibatan gereja yang bekerja di dalam dan melalui seluruh anggota GMIT dengan
dalam politik bukanlah untuk memperjuangkan kepentingannya mengaruniakan talenta-talenta, jabatan-jabatan pelayanan dan buah-
sendiri melainkan untuk kepentingan umum seluas-luasnya, termasuk buah Roh agar seluruh dinamika hidup, ibadah dan pelayanan GMIT
kepentingan mereka yang miskin dan tertindas, generasi mendatang senantiasa mengikuti kehendak Tuhannya.
dan kepentingan alam semesta, yang tidak dapat bersuara bagi dirinya
5. Alkitab dan Pengakuan Iman
sendiri dalam forum-forum pengambilan keputusan. Pelayanan gereja
GMIT sebagai gereja mandiri melandaskan dirinya pada pengakuan
secara lembaga di bidang politik berupa pernyataan sikap dalam
akan otoritas Alkitab, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yang
berbagai forum umum, advokasi penetapan kebijakan publik, dan
berpusat pada Yesus Kristus yang adalah Juruselamat dunia, Tuhan
pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan.
dan Kepala Gereja. Berdasarkan pengakuan terhadap otoritas Alkitab
Termasuk dalam pelayanan gereja secara lembaga adalah juga
itu GMIT menerima dan menjadikan tiga pengakuan oikumenis yaitu
pendampingan pastoral bagi para pelaku politik dan pendidikan
Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel, dan
politik bagi anggotanya. Dalam konteks ini perlu diwaspadai
Pengakuan Iman Athanasius sebagai pengakuan GMIT. Di samping
penggunaan simbol-simbol gerejawi untuk kepentingan politik
itu dalam menggumuli imannya dalam konteksnya yang khas GMIT
(sebagai alat pengumpul suara). Peran politik gereja mesti melayani
merumuskan Pengakuan Imannya sendiri.
Kerajaan Allah yaitu menyampaikan kebenaran dan keadilan. Dan
karena itu, seperti Yesus, gereja dan jabatan-jabatan dalam gereja 6. Ajaran GMIT
tidak boleh berpihak, apalagi menjadi alat, dan melayani kekuatan- Ajaran GMIT didasarkan pada kesaksian Alkitab, Perjanjian Lama
kekuatan politik tertentu. dan Perjanjian Baru. Ajaran tersebut perlu dirumuskan secara jelas
dan tepat kepada warga GMIT untuk menjadi pedoman iman dan
10. GMIT dan Agama-agama Lain pandangan hidup. Ajaran itu mencakup pemahaman tentang Allah,
Pokok lain adalah mengenai hubungan GMIT dan agama-agama lain dunia, gereja dan konteksnya. Ajaran-ajaran GMIT ini mesti lahir dari
(Islam, Hindu, Budha, Kong Hu Cu dan agama-agama suku). Tak upaya-upaya berteologi bersama, bukan hanya oleh para pakar teologi

42 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 11 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


saja, tapi juga oleh semua anggota jemaat sebagai salah satu wujud sama di depan hukum. Karena itu hak-haknya sebagai warga negara
Imamat Am. Melihat bahwa warga GMIT sangat beraneka ragam harus dihormati dan dilindungi.
dalam latar belakang etnis dan budaya, perumusan Ajaran-Ajaran Berhadapan dengan konflik yang terjadi di antara anggotanya,
GMIT berupaya untuk mencapai sebuah consensus fidelium maupun di antara anggota dan para pejabat gereja, GMIT memiliki
(kesepakatan orang-orang percaya) dengan tetap menghargai tugas untuk mengupayakan rekonsiliasi. Untuk itu perlu dibangun
kebebasan suara hati dari masing-masing anggota. Dalam hal ini mekanisme dan prosedur rekonsiliasi yang dijiwai oleh semangat/roh
lembaga pendidikan teologi yang didirikan dan didukung oleh GMIT pastoral. Jika akhirnya tidak lagi dapat diupayakan jalan keluar
berkewajiban untuk mendukung tugas pendidikan dan pengajaran di barulah dilimpahkan kepada badan-badan peradilan yang ada di dalam
GMIT secara kritis-konstruktif. negara.

7. Hubungan Oikumenis 9. Gereja dan Politik


Relasi oikumenis dikembangkan oleh GMIT berdasarkan Gereja dan politik tidak bisa dipisahkan. Pusat pemberitaan Yesus
pengakuan iman bahwa gereja bersifat am/katolik/universal. Ini adalah tentang Kerajaan Allah, dan istilah Kerajaan (basilea) di sini
berarti bahwa hubungan oikumenis bukanlah suatu pilihan melainkan merupakan sebuah istilah politik. Konsep Kerajaan Allah mempunyai
merupakan hakikat gereja. Sebagai suatu gereja teritorial yang dampak politik yang besar, oleh sebab kesetiaan pada Kerajaan Allah
meliputi wilayah NTT, kecuali Sumba, dan pulau Sumbawa di NTB, dengan sendirinya merelatifkan semua kekuasaan yang lain. Doa yang
pada saat yang sama GMIT adalah juga bagian dari gereja yang diajarkan Yesus “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga”
universal sebagai anggota tubuh Kristus. Atas dasar seperti ini GMIT adalah ringkasan yang sangat baik untuk misi gereja dan landasan
mengembangkan hubungan oikumenis dengan gereja-gereja seasas, politik bagi gereja juga. Oleh sebab itu pertanyaan yang tepat
denominasi-denominasi Kristen, organisasi-organisasi Kristen (di bukanlah „apakah gereja boleh berpolitik‟ melainkan „apa yang
lingkup nasional, regional dan internasional), agama-agama, merupakan tujuan dan ciri khas dari politik gereja?‟ Manusia pada
masyarakat luas, serta lingkungan hidup. Keterbukaan GMIT untuk dasarnya adalah makhluk politis karena kemanusiaan kita hanya dapat
mengadakan hubungan dan kerjasama oikumenis dengan lembaga- diasuh dan terwujud sepenuhnya dalam kehidupan bersama, dalam
lembaga oikumenis baik pada taraf lokal, nasional maupun sebuah koinonia yang lebih luas dari keluarga dan suku. Tujuan dari
internasional itu berlaku sepanjang hubungan tersebut membawa praksis politik adalah untuk mengupayakan kebaikan dan
dampak positif bagi upaya pembangunan kebersamaan, persaudaraan, kesejahteraan bagi semua anggota polis, dan untuk menegakkan
serta penegakan hak-hak asasi manusia. keadilan dalam relasi satu dengan yang lain. Dengan kata lain politik

12 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 41 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


Gereja adalah bagian dari kekuatan masyarakat sipil (civil society) Secara khusus mengenai hubungan dengan denominasi Kristen
yang perannya sangat menentukan untuk mendorong penciptaan yang lain, GMIT terpanggil untuk menciptakan dan memelihara
tatanan negara yang menghormati kedaulatan rakyat dan hak-hak hubungan oikumenis dengan gereja-gereja tersebut tanpa kehilangan
azasi manusia. Dalam konteks ini gereja mesti secara sungguh- jati dirinya. Cara pandang terhadap apa yang dulu disebut sekte/bidat
sungguh mengupayakan pemberdayaan dan penyiapan anggota gereja mesti dirubah dengan pandangan untuk saling menerima denominasi
untuk peran politik demi keadilan dan kesetaraan. Hubungan gereja gereja yang berbeda sebagai sesama gereja, anggota tubuh Kristus.
dan negara mesti didorong ke arah pola kemitraan di mana kedua Meskipun begitu GMIT perlu membangun hubungan tersebut secara
pihak saling menghargai dan mengakui. Hubungan ini harus kritis terutama terhadap ajaran yang bertentangan dengan apa yang
berlangsung setara, adil, dan tidak memaksa. Dengan begitu keduanya GMIT akui dan imani.
dapat saling bahu membahu mengatasi berbagai persoalan di daerah di Berhadapan dengan kecenderungan ketegangan akibat
mana GMIT hidup. Gereja tidak boleh terhegemoni oleh kekuatan berpindahnya warga GMIT ke denominasi-denominasi yang lain,
politik, negara, calon/anggota legislatif, dan lain-lain. maka diperlukan upaya pastoral dan pendisiplinan warga GMIT agar
Jika terjadi tindakan atau kebijakan pemerintah yang menurut tetap berakar kuat dalam ajaran dan tradisi GMIT. Selain itu
pertimbangaan gereja secara jelas berlawanan dengan kehendak kehadiran denominasi-denominasi itu menantang GMIT untuk
Tuhan, atau menciptakan ketidakadilan dan merusak perdamaian terbuka terhadap tantangan perubahan yang terjadi namun tetap perlu
dalam masyarakat, maka kesetiaan kepada Tuhan yang harus
mempertahankan identitas dirinya.
diutamakan di atas kesetiaan kepada manusia (Kis 5:29). Jika semua
jalur hukum dan politis telah diupayakan namun tidak berhasil maka 8. Anggota GMIT
gereja baik secara lembaga mau pun perorangan dapat mengambil Anggota GMIT adalah mereka yang yakin bahwa Allah memanggil
tindakan penolakan dan perlawanan yang damai (civil disobedience/ mereka dan menyerahkan diri untuk dibaptis dan telah mengaku
pembangkangan sipil). Selain itu gereja merupakan agen keadilan imannya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Selain
Allah di tengah-tengah dunia. Untuk itu GMIT memiliki tugas untuk itu yang disebut sebagai anggota GMIT adalah semua anak baik
mengupayakan keadilan di antara anggotanya. perempuan maupun laki-laki yang dilahirkan dalam keluarga Kristen
Anggota gereja dan warga negara mengesankan identitas anggota dalam jemaat atau yang diserahkan kepada keluarga-keluarga dalam
yang dualistik yang bisa dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan. jemaat-jemaat GMIT. GMIT meyakini bahwa kepada setiap anggota
Anggota gereja adalah juga warga negara yang memiliki hak yang jemaat Allah memberikan karunia/talenta masing-masing. Seluruh

40 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 13 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


anggota jemaat GMIT terpanggil untuk memanfaatkan karunianya/ hidup masyarakat dan semesta. Karena itu dalam kesadaran akan
talentanya itu dalam rangka pelaksanaan amanat kerasulan kepada keuniversalan kasih dan otoritas Allah seperti itu, gereja perlu
semua orang bahkan seluruh ciptaan dengan taat kepada Firman terbuka untuk bekerja sama dengan semua pihak yang berniat
Allah. Anggota jemaat ini bersekutu dalam setiap jemaat yang baik dan bekerja tulus untuk kebaikan dunia milik Allah serta
merupakan basis pelayanan GMIT dan mewujudkan diri sebagai satu berjuang untuk menentang ketidak-adilan dan tindakan
komunitas keselamatan yang dinamis, dalam mana seluruh anggota penghancuran masyarakat serta semesta ciptaan-Nya.
berpartisipasi dengan sukarela dan tetap. Di sini anggota jemaat
adalah subyek pelaksanaan amanat kerasulan gereja. Dalam 8. Relasi Gereja dan Negara
menjalankan amanat kerasulan itu anggota jemaat adalah utusan GMIT sebagai warga dan institusi atau lembaga adalah bagian dari
Kristus dan bukan utusan GMIT. masyarakat dan bangsa Indonesia, ikut memikul tanggungjawab
bersama dalam menciptakan dan menumbuhkan kondisi hidup yang
9. Keluarga Kristen damai, adil, rukun dan sejahtera dengan menjunjung tinggi hak-hak
GMIT memandang keluarga Kristen sebagai basis hidup bergereja. asasi manusia, sebagai bagian hakiki dari tugas kesaksian dan
Dalam kerangka jemaat sebagai basis penyelenggaraan kehidupan dan pelayanannya.
pelayanan, titik tolaknya adalah keluarga-keluarga Kristen. Di dalam Baik gereja maupun negara adalah hamba Allah. Karena itu sifat
keluargalah nilai-nilai kekristenan dibangun dan dikembangkan. Na- dari hubungan gereja dan negara yang mesti dikembangkan adalah
mun pada saat yang sama masyarakat dalam wilayah pelayanan GMIT hubungan dialogis mutualistis. Hubungan itu tidak boleh dicirikan
sedang menghadapi tantangan yang hebat terhadap kehidupan ke- oleh pola hubungan dominatif dan hegemonik, subordinatif dan
luarga pada masa kini: pengabaian hak anak, kenakalan remaja, kooptatif. Ini memberi kesempatan pada gereja untuk mengeritik dan/
kekerasan dalam rumah tangga (termasuk kekerasan terhadap anak, atau mengambil posisi berhadap-hadapan dengan negara dan
penjualan dan eksploitasi anak), perselingkuhan, dll. Dalam konteks penyelenggara negara manakala kebijakan atau perilaku pejabat
yang demikian GMIT dipanggil untuk mengembangkan bentuk- negara bertentangan dengan nilai atau kepentingan publik. Karena itu
bentuk pembinaan keluarga yang memampukan keluarga-keluarga GMIT perlu melakukan kajian terhadap peraturan, kebijakan, dan
Kristen dalam mengembangkan kehidupan yang berkenan kepada Al- praktik bernegara. Dalam rangka itu perlu diadakan lembaga-lembaga
lah dan menjadi kesaksian bagi sesama. Secara khusus diperlukan kajian yang mendukung GMIT untuk memperdengarkan suara kritis/
penghargaan terhadap hak, harkat dan martabat anak dalam keluarga, kenabiannya.

14 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 39 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


e. Oikonomia gereja, dan masyarakat. Seperti Kristus menyambut anak-anak,
Pada prinsipnya dunia dan semua ciptaan di dalamnya adalah demikian pula gereja mesti sungguh-sungguh melayani anak-anak dan
rumahtangga Allah. Allah adalah pemilik segala sesuatu yang mengembangkan bentuk-bentuk pelayanan anak yang menunjang
diciptakan-Nya. Meskipun demikian, Ia memberikan kepada perkembangan mereka sebagai gambar dan ciptaan Allah yang utuh.
manusia wewenang untuk membangun, mengusahakan,
menyelenggarakan dan memelihara apa yang telah disediakan- 10. Jabatan-jabatan
Nya. Penetapan dan pengangkatan jabatan-jabatan pelayanan dalam gereja
Oikonomia dalam pemahaman GMIT mencakup baik adalah pemberian Kristus (Ef. 4:11,12). Jabatan itu bersumber dari
tanggungjawab penataan internal gerejawi maupun jabatan Kristus sendiri sebagai raja, imam, dan nabi. Dengan
tanggungjawab penataan masyarakat dan semesta milik Allah. demikian jabatan memiliki fungsi pemerintahan, keimamatan, dan
Penataan internal gerejawi meliputi pelaksanaan Tata gereja dan kenabian. Atas dasar itu maka GMIT mengangkat dan menetapkan
disiplin, penataan organisasi dan manejemen, pengelolaan anggotanya yang terpanggil dalam jabatan-jabatan gerejawi. Jabatan-
personil, peningkatan pendapatan jemaat, serta pengelolaan jabatan itu terdiri atas jabatan-jabatan pelayanan yaitu pendeta,
keuangan dan harta milik gereja lainnya. penatua, diaken, dan pengajar, serta jabatan keorganisasian yaitu

Secara eksternal, oikonomia (penatalayanan) menunjuk pada kemajelisan dan badan-badan pelayanan lainnya. Jabatan pelayanan

tanggung-jawab untuk mengupayakan keadilan ekonomi dan diadakan berdasarkan Alkitab dalam rangka pelayanan, sedangkan

ekologis dalam dunia milik Allah. Gereja adalah penatalayan, jabatan keorganisasian dikembangkan menurut prinsip-prinsip

yang mendapat mandat untuk menata kehidupan pada berbagai kelembagaan gereja (kemajelisan). Jabatan-jabatan pelayanan
level (kampung, bangsa, dan dunia) dan bertanggung-jawab untuk diterima melalui ibadah penahbisan yaitu dengan penumpangan
merawat alam semesta ciptaan Allah yang diciptakan-Nya baik tangan, sedangkan jabatan keorganisasian mendahului pelayanannya
bahkan sangat baik. Karena misi untuk kebaikan adalah milik dengan suatu perhadapan. Dalam tugasnya para pejabat ini
Allah maka gereja pun tak pernah dapat mengklaim bahwa peran meneladani sang Kristus sang Gembala dan Diakonos yang memberi
oikonomia itu hanya terbatas pada gereja. Sebagaimana Allah bahkan mengorbankan diri hingga mati tersalib demi keselamatan
berkewenangan untuk memakai gereja sebagai penatalayan dunia dan manusia (Yoh. 10:14). Para pejabat gereja mendasarkan
ciptaan, Allah juga memiliki otoritas untuk memakai siapa saja – pelayanan mereka pada Firman dan Sakramen. Selain itu mereka
termasuk mereka yang berada di luar gereja – untuk kebaikan dilengkapi dengan perlengkapan organisatoris seperti Tata Gereja

38 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 15 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


untuk memfasilitasi teraktualisasinya potensi jemaat dalam potensi yang ada untuk mengklaim kembali hak-hak tersebut
menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah seperti disebutkan di atas. (diakonia reformatif) serta kemampuan dan kesediaan berjuang
Jabatan pendeta merupakan jabatan seumur hidup sedangkan untuk keadilan dan kebaikan (diakonia transformatif).
jabatan penatua, diaken, dan pengajar merupakan jabatan periodik. d. Liturgia
Khusus mengenai jabatan pengajar kedudukannya setara dengan Liturgi (ibadah) menekankan dimensi vertikal pelaksanaan misi

penatua dan diaken. Mereka dipilih dalam jemaat sama halnya dengan gereja. Gereja yang mengabaikan kehidupan spiritualnya akan

penatua dan diaken. Para pengajar bertanggungjawab untuk tugas kehilangan daya dalam melaksanakan misinya. Misi adalah aksi
pengajaran (pelayanan anak, remaja, katekisasi, dll) secara terencana kontemplatif dan kontemplasi yang aktif pada saat yang
dan sistematis dalam jemaat. Untuk itu para pengajar, sebagaimana bersamaan. Pengalaman bersama Allah dalam doa dan
halnya penatua dan diaken, perlu dilengkapi dengan baik untuk tugas- penyembahan menentukan keberhasilan kita dalam misi gereja
tugas mereka dalam jemaat. ini. Hal ini tak dapat dielakkan sebab misi gereja sebenarnya
Kemajelisan dalam gereja merupakan tanggung jawab adalah misi Allah sendiri. Karena itu tanpa melekat pada Kristus
keorganisasian untuk duduk bersama, mengatur, dan mengelola sebagai pokok anggur, dan Allah sebagai pemilik pokok anggur
pelayanan. Mereka menjalankan kepemimpinan dalam jemaat. Para itu, maka gereja tidak akan pernah menghasilkan buah yang
pejabat itu setara. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah di diharapkan dari padanya. Misi dari perspektif liturgis ini
antara mereka. Yang ada ialah perbedaan fungsi. Jabatan-jabatan
memanggil kita untuk kembali kepada relasi yang benar dengan
tersebut merupakan jabatan pelayanan, bukan status dan „pangkat‟.
Allah, juga dalam hidup sehari-hari. Liturgi yang dimaksudkan di
Salah satu tugas hakiki dari para pejabat gereja adalah
sini meliputi tata ibadah, namun tidak sebatas itu. Tata-tata ibadah
menggembalakan jemaat Tuhan. Penggembalaan adalah pelayanan
GMIT mesti menolong anggotanya untuk mendapatkan
konseling yang dibuat oleh para gembala jemaat terhadap anggota
pengalaman bersama Allah dalam keheningan dan sekaligus
gereja. Pelayanan pastoral dalam hal ini meliputi mendengarkan
mengekspresikan hubungan mereka dengan Allah dalam hidup
dengan sungguh-sungguh, mendukung, mendorong, dan menjadi
sehari-hari. Setiap jemaat GMIT dalam berbagai konteks sosial
sahabat. Istilah ini juga dimaksudkan untuk menyebut pelayanan yang
dan budaya perlu mengembangkan tata ibadah kontekstual yang
dibuat secara lebih luas dalam gereja dan masyarakat.
menjawab kebutuhan liturgis anggota dalam siklus hidup maupun
Sebagaimana Kristus menantang Petrus untuk mewujudkan
siklus pekerjaannya (pertanian, kenelayanan, dst).
kasihnya pada Kristus dengan melaksanakan tugas penggembalaan

16 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 37 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


semangat saling berbagi kabar baik mengenai kasih Allah yang terhadap domba-domba milik-Nya, maka tugas pastoral adalah
universal yang dapat ditemukan dalam berbagai tempat, waktu tanggungjawab mendasar dari para pejabat gereja (Yoh. 21:15-17).
dan peristiwa. Marturia meliputi pula memperdengarkan suara Para pejabat gereja, baik itu pejabat pelayanan maupun pejabat
kritis gereja ketika ketidak-adilan terjadi dan kemanusiaan keorganisasian memiliki tanggungjawab khusus untuk melindungi,

manusia diciderai. Di sini penting ditegaskan bahwa pelaku misi menguatkan yang lemah, mendorong, menyegarkan, menghibur, dan

tidak boleh dibatasi hanya pada para pejabat gereja. Seluruh memimpin jemaat dengan teladan dalam kekudusan (Mzm. 78:52;

anggota gereja mesti mengambil bagian dalam pelaksanaan misi 23). Terselenggara dan berfungsinya tugas pastoral yang baik dalam
gereja pada gilirannya akan menjadikan anggota gereja sebagai umat
ini. Tugas pewartaan itu dapat dinyatakan melalui tugas
yang juga siap untuk melaksanakan peran penggembalaan di tengah-
pengajaran gereja, katekisasi, khotbah, Pelayanan Anak dan
tengah dunia dan masyarakat (Yoh. 10:14-16).
Remaja (PAR), dll. Namun tidak terbatas pada peran-peran
tradisional tersebut. Tugas kesaksian gereja harus dinyatakan baik 11. Prinsip Kelembagaan
dalam kehidupan bergereja maupun dalam kesaksian di tengah- Dalam menata dirinya sebagai institusi/lembaga, GMIT mendasarkan
tengah masyarakat. diri pada prinsip imamat am orang percaya dan ecclesia reformata
c. Diakonia semper reformanda (gereja senantiasa memperbaharui diri). Konsep
Dalam masa globalisasi ini, diakonia mestilah menjadi kekuatan imamat am memiliki akarnya dalam Perjanjian Lama. Seorang imam
dalam GMIT untuk menyatakan solidaritas yang nyata bagi berperan sebagai pengantara Allah dan umat-Nya. Karya keimamatan
mereka yang paling lemah dalam hidup bersama. Jika globalisasi itu telah digenapi oleh Yesus Kristus sebagai Imam Besar (Ibr. 4:14)
menjadi kekuatan yang cenderung mengeksploitasi kaum miskin yang melalui pengorbanan-Nya, mati tersalib dan bangkit, membuka
demi semakin kuatnya kaum bermodal, maka pelayanan gereja jalan baru bagi manusia kepada Allah. Keimamatan Kristus tersebut
tidak bisa lagi dipahami hanya semata-mata sebagai sebuah memungkinkan semua orang percaya untuk terlibat dalam fungsi
tindakan karitatif untuk kaum miskin melainkan harus dinyatakan keimamatan (1 Ptr. 2:9). Mereka yang percaya kepada Kristus dapat
dalam perjuangan untuk menentang sistem yang tidak adil dan berhubungan langsung dengan Allah. Dengan demikian jemaat adalah
berjuang bagi keadilan untuk semua. Diakonia karitatif karena itu persekutuan keimamatan. Namun jika dijabarkan dalam
tetap perlu tetapi tidak cukup. Diakonia karitatif perlu dilanjutkan kepemimpinan gereja, persekutuan imamat itu memilih pejabat-

dengan penyadaran kaum miskin mengenai hak-hak mereka dan pejabat khusus untuk melengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan

36 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 17 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


pembangunan tubuh Kristus. Pejabat-pejabat gereja itu meliputi bahasa, agama, afiliasi politik, almamater, dll) maka koinonia
pendeta, penatua, diaken, dan pengajar. Pejabat-pejabat ini mestilah dipahami sebagai sebuah kononia yang inklusif dan
membentuk kemajelisan di berbagai lingkup: jemaat, klasis, dan bukan eksklusif. Koinonia itu mesti memampukan kita untuk
sinode. Dalam melaksanakan tugasnya dalam memimpin gereja, mengatasi kecenderungan primordialisme dan etnisisme dalam
kemajelisan ini mesti senantiasa terbuka untuk memperbaharui gereja dan dalam masyarakat. Lebih dari itu koinonia yang
dirinya. Prinsip ecclesia reformata semper reformanda menunjuk didasarkan pada Allah yang menerima kita menjadi anak-anak-
pada keterbukaan gereja untuk terus memperbaharui diri tersebut. Nya dan menjadi saudara bagi yang lain, mesti mampu men-
ciptakan ruang di mana kita dapat menerima sesama manusia, ter-
12. Prinsip Presbiterial Sinodal masuk yang beragama lain sebagai saudara-saudara dan sebagai
GMIT menerima prinsip presbiterial sinodal sebagai implikasi dari
bagian dari persekutuan hidup anak-anak Allah. Bagian dari tugas
prinsip imamat am orang percaya dan ecclesia reformata semper
koinonia dalam konteks reformasi di Indonesia masa kini adalah
reformanda. Dalam pemahaman presbiterial sinodal, secara
mendukung proses demokratisasi dalam kehidupan politik. Gereja
kelembagaan GMIT bukanlah „gereja dunia/universal‟ seperti gereja
mesti menjadi teladan dalam mengembangkan persekutuan yang
Katolik Roma. GMIT pun tidak dipimpin secara hirarkis oleh satu
bersifat terbuka dan menjunjung tinggi kesetaraan. Dalam
orang di puncak kepemimpinan gereja melainkan dipimpin secara
perwujudannya GMIT mengenal lapis-lapis koinonia yaitu
kolektif oleh beberapa/banyak orang yang disebut konsistorium/
koinonia yang berbasis pada koinonia dalam setiap keluarga
presbiterium/kemajelisan. Aspek sinodal berarti bahwa masing-
Kristen, koinonia berjemaat dan koinonia semua manusia dan
masing jemaat tidak berjalan sendiri-sendiri melainkan berkomitmen
berbagai agama serta koinonia seluruh ciptaan di bumi ini.
untuk berjalan bersama (syn-hodos) dalam iman dan pelayanan. b. Marturia
Konsekwensinya GMIT mengenal jemaat, klasis dan sinode. Marturia (kesaksian) memberi kita inspirasi untuk menyaksikan
Hubungan antar jemaat diatur dalam ikatan klasis dan sinode tersebut nilai dan kuasa penyelamatan Kristus melalui dialog yang jujur
yang diwujudkan melalui persidangan para pejabat gereja. dengan sesama. Allah memberi kita tugas untuk memberitakan
Prinsip ini berupaya untuk mengelola secara seimbang kabar baik itu dan gereja mesti melaksanakan tugas pemberitaan
kemandirian jemaat di satu pihak dan kebersamaan dengan jemaat- itu melalui seluruh kehidupannya bahkan dengan risiko apapun
jemaat lain pada pihak yang lain. Hubungan antara kemandirian dan
(martyr). Kesaksian itu tidak boleh dilakukan dengan cara yang
kebersamaan itu bersifat dinamis dan dialektis. Setiap jemaat lokal
arogan dan menyerang pihak lain melainkan harus dalam
menemukan dirinya berada dalam perjalanan menuju persekutuan

18 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 35 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


keberpihakan gereja harus dinyatakan kepada mereka yang lemah. (solidaritas sinodal) dengan jemaat lainnya. Begitu juga kebersamaan
Keberpihakan gereja itu dimengerti dalam makna pemberdayaan, sebagai klasis dan sinode harus terus menerus mengarahkan diri untuk
yaitu memfasilitasi kaum lemah (the powerless) untuk menjadi ikut ambil bagian dalam pergumulan jemaat-jemaat lokal dalam
berdaya. Pemberdayaan itu dimulai dari apa yang ada (talenta) di menggumuli dan mewujudkan misinya dan untuk belajar dari Kristus
dalam masing-masing individu dan komunitas. Keberpihakan gereja untuk memahami apa yang menjadi kehendak-Nya. Penerjemahan
itu lahir dari kesetiaan pada Kristus, Tuhan-Nya. Seperti Kristus yang prinsip ini dalam ranah kepemimpinan mengandaikan adanya
dalam konteks zaman-Nya menyatakan keberpihakan-Nya pada kaum perutusan dari jemaat-jemaat baik dalam persidangan-persidangan (di
lemah yang mengalami eksploitasi kekaisaran Romawi dan yang lingkup klasis maupun sinodal) maupun juga untuk menempati
diabaikan oleh para pemimpin agama dan bangsa mereka, gereja pada formasi jabatan dalam struktur pemerintahan dalam gereja. Utusan
masa kini harus bersikap kritis pula terhadap persekutuan kekuatan jemaat yang menduduki jabatan-jabatan struktural di semua lingkup
politik, ekonomi, budaya yang eksploitatif (the Empire) dengan gereja ini adalah pejabat gereja (pendeta, penatua, diaken, dan
keberpihakan yang jelas kepada mereka yang lemah. Kekuatan gereja pengajar). Dalam prinsip presbiterial sinodal, sidang merupakan kata
bukan karena keberpihakannya pada pihak tertentu tetapi pada kunci bagi kebersamaan yang mencari dan merumuskan kehendak
kesetiaannya pada teladan Kristus dan inti Injil. Allah Tritunggal.
7. Panca Pelayanan GMIT Sebagai bentuk pemerintahan gerejawi yang berbasis pada
GMIT merumuskan pemahaman akan tugasnya atau misinya dalam persekutuan, prinsip presbiterial-sinodal tidak mengenal hirarki dalam
lima hal/panca pelayanan yaitu koinonia (persekutuan), marturia relasi di antara berbagai wujud gereja (jemaat, klasis, sinode).
(kesaksian), diakonia (pelayanan), liturgi (ibadah/penyembahan) dan Masing-masing wujud gereja bertanggung jawab dan berwewenang
oikonomia (penatalayanan). Berdasarkan pemahaman tentang misi atas pelayanan dalam lingkup pelayanannya, namun prioritas
gereja sebagai yang bersumber pada misi Allah yang universal dan diberikan kepada keputusan-keputusan yang lebih inklusif, yaitu yang
holistik serta menanggapi konteks yang sedang berubah seperti merangkul lebih banyak warga: jemaat lebih inklusif dari rayon, klasis
diuraikan di atas maka beberapa hal harus kita garis bawahi lebih inklusif dari jemaat, dan sinode merangkul hal-hal yang menjadi
sehubungan dengan panca pelayanan ini. kepentingan seluruh gereja.
a. Koinonia
13. Jemaat
Dalam konteks masyarakat tempat GMIT hidup dan melayani
Secara teologis, istilah jemaat dan gereja sama pengertiannya untuk
yang dicirikan secara sangat kuat oleh keragaman (suku/etnis,
menunjuk kepada persekutuan orang yang mengaku percaya kepada

34 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 19 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Meskipun demikian pembangunan jemaat itu harus dilakukan dalam dialog dengan ilmu-
GMIT memakai istilah jemaat dalam pengertian persekutuan orang- ilmu lain agar ia menjadi lebih fungsional dalam melayani dunia.
orang percaya kepada Yesus Kristus yang berdomisili di satu wilayah Pembangunan jemaat itu meliputi anggota jemaat secara individual,
geografis tertentu dalam rentang waktu yang terukur jelas di mana persekutuan, dan pejabat-pejabat gereja. Istilah pembangunan jemaat
firman diberitakan, sakramen dilayankan, dan dipimpin oleh Majelis dipakai di lingkup jemaat, sedangkan di lingkup klasis dan sinode
Jemaat. Jemaat ini menjadi basis penyelenggaraan hidup dan dipakai istilah pengembangan (klasis dan sinode). Hal ini untuk
pelayanan. Sedangkan istilah gereja dipakai untuk menamai menunjukkan bahwa basis penyelenggaraan kehidupan bergereja dan
persekutuan jemaat-jemaat yang disebut GMIT. Jemaat setempat pelayanan gereja adalah jemaat. Kegiatan pelayanan yang
adalah penyataan diri yang utuh dari tubuh Kristus itu, namun diselenggarakan di lingkup klasis dan sinode dimaksudkan untuk
kegerejaannya berwujud dalam relasi dengan jemaat-jemaat yang lain mengembangkan dan mendukung kegiatan pembangunan yang
juga. GMIT memberi identitas yang universal bagi jemaat-jemaat berlangsung di jemaat.
tersebut. Identitas ke-GMIT-an dari jemaat-jemaat lokal itu 6. Konteks Misi
dirumuskan dengan penyebutan jemaat GMIT, misalnya jemaat Misi gereja tidak pernah dapat dilaksanakan dalam ruang hampa.
GMIT Ebenhaeser Oeba. Berita kesukaan Allah yang diproklamasikan oleh gereja dinyatakan
dalam masa dan tempat tertentu di mana manusia menggumuli
14. Klasis
hidupnya. Konteks tersebut mestilah dipahami secara benar ketika
Sejak GMIT berdiri pada tahun 1947 sudah terdapat klasis (terdapat
gereja melaksanakan misinya. Berhadapan dengan berbagai
enam klasis waktu itu). Klasis adalah persekutuan jemaat-jemaat
perubahan dalam dunia dan masyarakat di mana gereja hidup dan
dalam suatu kesatuan wilayah pelayanan. Sejak awal telah dirasakan
melayani maka bagian dari pelaksanaan misi itu sendiri adalah upaya
oleh GMIT bahwa untuk menjalankan misinya dalam rangka
untuk memahami konteks di mana gereja itu melayani. Terutama
pelaksanaan amanat kerasulan maka klasis dibutuhkan sebagai wadah
berhadapan dengan realitas globalisasi sekarang ini, gereja dituntut
kebersamaan jemaat-jemaat, wadah pelayanan menyangkut
untuk menganalisa konteks yang baru ini agar gereja dapat
kebutuhan-kebutuhan yang khas dalam wilayah pelayanannya, dan
melayankan bentuk dan aktifitas misi secara tepat.
wadah perantara antara jemaat-jemaat dengan Majelis Sinode. Di
Berhadapan dengan realitas globalisasi (dan di dalamnya
kalangan Israel misalnya Musa dan Harun tidak dapat melayani umat
kapitalisme global) yang manipulatif dan eksploitatif, GMIT mesti
Israel yang begitu banyak dan terdiri dari berbagai suku (Kel. 18). sungguh-sungguh menanggapinya. Dalam kenyataan seperti itu
Karena itu ada sejumlah orang yang dipilih supaya tercipta distribusi

20 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 33 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


maka gereja tidak bisa menjadikan dirinya sebagai tujuan misi. Karya tanggung-jawab dan wewenang agar pelayanan tidak menjadi
keselamatan Allah tidaklah bisa dibatasi dalam tembok-tembok sentralistik dan menjadi lebih efektif.
gereja. Allah berkuasa untuk mendatangkan sejahtera dan Dalam hal klasis, GMIT mengikuti tradisi Hervormd yang
keselamatan bagi seluruh ciptaan-Nya. Sebab itu, misi gereja bersumber pada ajaran Calvin. Kebersamaan jemaat-jemaat dalam
bukanlah terutama untuk membuat semakin banyak orang menjadi klasis itu dirupakan dalam persekutuan para presbiter yang mewakili
Kristen melainkan untuk menyaksikan anugerah dan kasih Allah jemaat-jemaat tersebut. Kebersamaan jemaat-jemaat itu diwujudkan
kepada semua orang. Gereja mesti berhenti menjadikan dirinya dalam persidangan klasis maupun dalam program pelayanan
sebagai pusat, melainkan menarik orang untuk memandang kepada kebersamaan.
Allah yang adalah pusat kehidupan. Perspektif ini akan memberi Pembentukan klasis mempertimbangkan karakteristik wilayah
dampak yang besar terhadap sikap gereja/orang-orang Kristen dari segi luasnya, potensi-potensi pengembangannya dan potensi-
terhadap budaya, agama-agama, dan realitas kemiskinan di mana potensi permasalahan yang dihadapi di dalam suatu wilayah klasis.
gereja hidup dan melayani. Fungsi klasis adalah mengoordinasikan segala kegiatan jemaat-jemaat
5. Pembangunan Jemaat dalam pelayanannya, menyelenggarakan usaha-usaha pembinaan dan
Untuk memampukan anggota jemaat dapat melaksanakan amanat ke- pengembangan jemaat dalam wilayah pelayanannya, dan
rasulan gereja, perlu ada upaya pembangunan jemaat yang sungguh- menggerakkan jemaat-jemaat dalam usaha mewujudkan program
sungguh agar jemaat mampu menjadi sarana dan tanda keselamatan
kerja yang ditetapkan secara bersama di lingkup sinodal. Dengan
dari Allah kepada dunia (termasuk kepada manusia di luar gereja).
prinsip presbiterial sinodal maka klasis dipimpin oleh Majelis Klasis
Proses dinamis untuk mengaktualisasikan potensi jemaat yang mampu
yang dipilih dalam persidangan klasis. Ia bukanlah bawahan Majelis
menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah mesti dilakukan secara
Sinode dan bukan atasan Majelis Jemaat.
terencana, sistematis, berproses, terbuka, dan terarah dalam semangat
pemuridan. Penataan diri sebagai orang percaya diperkaya oleh 15. Sinode
pengalaman pertemuan dan keterlibatan bersama Allah dalam Secara hakiki GMIT dipahami sebagai satu jemaat menyeluruh, tetapi
pelayanan terhadap dunia. Pembangunan jemaat ini perlu diupayakan juga dapat disebut kesatuan jemaat-jemaat. Tidak ada gradasi hakikat
sedemikian rupa agar tiap anggota jemaat mendapat ruang untuk antara kejemaatan setiap jemaat dan kejemaatan GMIT secara
berperan dan bersama-sama menyumbang agar kehadiran gereja menyeluruh. Kejemaatan GMIT bukanlah penjumlahan dari
menjadi semakin lebih berdaya guna di tengah-tengah dunia. Proses kejemaatan jemaat-jemaat dan sebaliknya kejemaatan jemaat-jemaat

32 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 21 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


itu bukanlah bagian yang lebih kecil dari kejemaatan GMIT (bnd. berpartisipasi aktif dalam Kerajaan Allah di tengah-tengah dunia ini.
1 Kor. 2:12-31; Rm. 12:4-8; Ef. 4:3-7). 3. Allah Adalah Pemilik Misi
GMIT, secara institusional di lingkup sinodal, merupakan Dalam arti yang umum misi adalah mengutus seseorang untuk
persekutuan jemaat-jemaat, dan memikul tanggung-jawab pelayanan melakukan sesuatu hal demi kepentingan orang lain. Dalam konteks
yang lebih luas (bukan lebih tinggi), yaitu melingkupi jemaat-jemaat Kristen, Allah adalah sumber utama yang mengutus manusia untuk
yang terhimpun di dalamnya. Wadah kebersamaan jemaat-jemaat melaksanakan perintah Ilahi yakni untuk mengabarkan kabar baik
GMIT ini dipimpin oleh Majelis Sinode. Kehadiran Sinode adalah bahwa Kerajaan Allah sedang datang di antara kita. Misi, karena itu,
pertama-tama untuk kepentingan jemaat-jemaat seperti halnya klasis- hanya dapat dipahami secara benar dalam model Trinitas. Bahwa misi
klasis dalam ruang lingkup yang lebih terbatas. Haruslah disadari yang dikerjakan gereja pertama-tama dan terutama adalah misi Allah

bahwa jemaat adalah basis pelayanan gereja. Karena itu kebijakan (Karl Barth: missio Dei). Allah-lah yang memegang semua hal di

pelayanan termasuk kebijakan penganggaran mesti disusun dalam tangan-Nya. Sang Pencipta itu adalah juga Pemelihara yang

sedemikian rupa agar Majelis Sinode dapat berfungsi sebagai yang menyatakan diri kepada ciptaan-Nya dalam kemurahan-Nya yang

memfasilitasi jemaat-jemaat dalam mewujudkan amanat kerasulan dinyatakan kepada segenap ciptaan. Dalam Kristus Putera-Nya,

mereka. penyataan diri-Nya itu dialami manusia secara sempurna dan utuh.

Sinode melalui persidangannya dapat memberi rekomendasi Kehadiran Kristus tersebut diteruskan melalui kehadiran dan aktifitas
Roh Kudus. Misi gereja (missio ecclesiae), dengan demikian, hanya
kepada Majelis Sinode untuk membentuk badan-badan pembantu
dapat dilaksanakan secara benar selama gereja menghubungkan diri-
pelayanan lingkup sinode yang diangkat oleh Majelis Sinode sesuai
Nya dengan Allah yang adalah pemilik misi. Misi gereja mestilah misi
dengan kebutuhan pelayanan GMIT.
yang berpusat kepada Kristus, sebagaimana Kristus berpusat pada
16. Hubungan Jemaat, Klasis, dan Sinode Allah Bapa-Nya. Seperti Kristus memberitakan Kerajaan Allah maka
Hubungan antara persekutuan jemaat di lingkup basis (jemaat), klasis, gereja pun menerima mandat dari Kristus untuk meneruskan berita
dan sinode bersifat pericoresis, saling mengisi, dan bukan saling mengenai kehadiran Kerajaan (basileia) itu di tengah-tengah dunia, di
menggantikan apalagi meniadakan. Sebagai satu keluarga Allah mana gereja hidup dan bersaksi.
hubungan antar jemaat seharusnya mencerminkan persaudaraan dan 4. Gereja Bukan Tujuan Misi
kesetia-kawanan di mana suka dan duka menjadi bagian bersama. Jika misi dipahami sebagai yang bersumber pada Allah sendiri dan
Jemaat-jemaat adalah mitra yang sehakikat dalam panggilan adalah milik Allah yang mendatangkan sejahtera bagi ciptaan-Nya
pelayanan. Hubungan antar jemaat haruslah bersifat saling

22 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 31 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


mencakup uang, barang bergerak dan yang tidak bergerak. Seluruh mendukung, menguatkan dan memampukan menurut karunia yang
perbendaharaan itu mesti dipakai secara baik dan benar sebagai wujud ada pada masing-masing. Tiap-tiap jemaat adalah basis gereja yang
pertanggungjawaban iman kepada Tuhan, untuk membiayai seluruh dilimpahi aneka karunia dalam jenis dan ukurannya menurut kerelaan
pelaksanaan amanat kerasulan, yaitu untuk mendatangkan kebaikan Allah. Tiap-tiap jemaat juga menjadi sumber pembelajaran dalam diri
bagi semua manusia, semua ciptaan lainnya dan bagi bumi sebagai sendiri dan sesama jemaat dalam rangka pertumbuhan iman dan
rumah yang nyaman untuk segala ciptaan. pelayanan dalam Kerajaan Allah. Karena itu setiap jemaat harus
terbuka untuk mendengar apa yang dikatakan dan yang dikeluhkan
B. MISI/TUGAS GMIT oleh jemaat lain supaya mereka saling melayani. Ketika jemaat
setempat mengelola pelayanan di tempatnya ia mengingat dan
1. Pemahaman Tentang Misi
mempertimbangkan kebersamaan. Dan ketika kebersamaan dikelola
Misi gereja adalah sesuatu yang teranyam dalam eksistensi gereja.
itu dilakukan dengan memperhatikan keragaman konteks jemaat-
Kita tidak bisa berbicara tentang gereja tanpa berbicara mengenai misi
jemaat yang bersekutu.
gereja. Justeru karena misi itulah maka gereja terbentuk. Gereja tidak
Hubungan kebersamaan tersebut dikelola di lingkup yang lebih
hadir untuk dirinya sendiri, namun untuk suatu tugas tertentu (Mat.
luas yaitu di lingkup klasis dan sinode. Tugas majelis jemaat adalah
28:18-20). Atau dengan kata lain karena tugas itulah maka gereja
mengelola pelayanan di masing-masing jemaat sedangkan tugas
menjadi ada (eksis). GMIT hanya akan tetap menjadi sebuah gereja
Majelis Klasis dan Majelis Sinode mengelola hal-hal yang
dalam arti yang sebenarnya jika ia melaksanakan misi yang
berhubungan dengan kebersamaan. Klasis dan sinode serta badan-
diembankan kepadanya. Ketika GMIT tidak lagi melaksanakan misi
badan pembantu pelayanan klasis dan sinode memiliki tugas untuk
tersebut maka kegerejaan GMIT perlu dipertanyakan.
mendorong dan memfasilitasi terwujudnya bantuan antar jemaat-
2. Hubungan Misi GMIT dengan Visi Kerajaan Allah jemaat GMIT. Hal ini dimaksudkan agar terciptalah keseimbangan
Misi gereja ini bersumber pada suatu visi besar yang nampak dalam antara jemaat-jemaat dengan berbagai latar belakang keterbatasan dan
pewartaan Kristus, yaitu Kerajaan Allah. Dalam pengajaran-Nya kelebihan yang dimilikinya.
Kristus memberitakan bahwa Pemerintahan Allah yang adil, yang
17. Kristokrasi
membawa damai sejahtera dan memulihkan segenap ciptaan itu
Sudah semestinya bahwa Kristokrasi (pemerintahan Kristus)-lah yang
sedang datang ke dalam dunia. Seluruh daya dan upaya misi gereja
dominan dalam kehidupan bergereja. Kebersamaan jemaat-jemaat
diarahkan untuk melayani visi Kristus tersebut, yaitu untuk
(Jemaat/Majelis Jemaat, Klasis/Majelis Klasis, Sinode/Majelis

30 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 23 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


Sinode) adalah kebersamaan para murid Yesus yang dipimpin oleh kenyataan bahwa gereja merupakan suatu continuum (proses yang
Roh Kudus mencari bersama kehendak Kristus (Kristokrasi) atau terus berlangsung). Dengan memelihara tradisi sebenarnya kita
Allah Tritunggal (Teokrasi) untuk mewujudkan pemerintahan Kristus melestarikan identitas kita. Tradisi gerejawi yang kita warisi dari
atas gereja. Agar pemerintahan Kristus itu efektif dalam struktur masa lampau meliputi antara lain Pengakuan Iman, sistem
bergereja maka gereja mengambil struktur dari dalam konteksnya. kelembagaan gerejawi, dan perangkat keorganisasian. Tradisi itu
Dalam hal ini demokrasi tidak perlu dipertentangkan dengan menjadi acuan dalam penataan kehidupan bergereja namun sekaligus
Kristokrasi. Yang ditolak adalah pemahaman bahwa demokrasi berarti terbuka terhadap interpretasi sehubungan dengan kebutuhan lokal
kemenangan suara terbanyak. Kepentingan kita bukan pada suara yang dinamis yang dipicu oleh kebutuhan zaman yang berubah.
terbanyak, melainkan pada suara yang diyakini sebagai kebenaran Entah sebuah tradisi dipertahankan atau dirubah, Alkitab tetap
yang dicari melalui musyawarah dalam pimpinan Roh. Dengan menjadi tolok ukur yang utama.
demikian demokrasi dapat dilihat sebagai alat yang dipakai untuk Tata Gereja adalah tindakan kebijaksanaan guna menata
menemukan kehendak Kristus. Di samping itu demokrasi penting penyelenggaraan kehidupan dan pelaksanaan amanat kerasulan GMIT
untuk membuat anggota gereja merasa bertanggung jawab dalam untuk mencapai ketertiban dan keteraturan. Tentu Tata Gereja bersifat
pengambilan keputusan dan pelaksanaan keputusan gerejawi. terbatas, sehingga banyak hal yang merupakan akibat dari dinamika

18. Sidang-sidang Gerejawi Roh Kudus dan dinamika jemaat tidak akan tertampung di dalamnya.

Sidang-sidang di GMIT terjadi dalam berbagai lingkup pelayanan: Kenyataan ini tidak mengurangi makna Tata Gereja. Ekspresi kasih

jemaat, klasis, dan sinode. Sidang Klasis dan Sidang Sinode yang merupakan ciri-ciri jemaat Tuhan tidak harus bertentangan

merupakan persidangan yang lebih luas cakupannya dari persidangan dengan ketertiban dan keteraturan sesuai dengan prinsip presbiterial

jemaat, dan dihadiri oleh wakil-wakil (perutusan) dari jemaat-jemaat sinodal yang dianut oleh GMIT. Istilah Tata Gereja diterapkan kepada

(pejabat-pejabat gereja). Sidang-sidang ini tidak boleh dianggap semua peraturan yang terdapat dalam GMIT, yaitu Tata Dasar dan

sebagai yang lebih tinggi dari persidangan jemaat tetapi bahwa Peraturan Pokok serta Peraturan lainnya yang bersifat lebih

masing-masing memiliki kewenangannya. Keputusan sidang klasis operasional.

mengikat jemaat-jemaat dalam klasis, sedangkan keputusan sinode 24. Perbendaharaan

mengikat seluruh jemaat GMIT. Persidangan jemaat berwewenang Segala perbendaharaan GMIT adalah milik Allah yang dikaruniakan

untuk mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pelayanan. kepada anggotanya dan yang diperoleh sebagai persembahan

Sidang klasis mempunyai wewenang untuk membicarakan program anggotanya kepada Tuhan sebagai tindakan iman. Perbendaharaan itu

24 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 29 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


mula-mula). Peran kepenilikan ini memiliki akarnya baik dalam kebersamaan dalam klasis, masalah antar jemaat dan menjadi
tradisi Yahudi yang menekankan fungsi kepemimpinan para tua-tua, mediator dengan persekutuan yang lebih luas di lingkup sinodal.
maupun dalam tradisi Helenistis yang lebih menegaskan fungsi Sedangkan sidang gerejawi yang terluas (sinode) mempunyai
administratif dari seorang episkopos. Selanjutnya dalam wewenang untuk membicarakan dan mengambil keputusan tentang
perkembangan gereja terjadi perbedaan antara sistem Episkopalisme hal-hal yang umum, misalnya soal pengakuan iman, ajaran gereja,
yang menekankan peran uskup/paus sebagai episkopos yang baptisan, perjamuan kudus, tata gereja, program pelayanan
mengetuai semua pemimpin gereja dan prinsip Presbiterial Sinodal kebersamaan, disiplin gereja, perbendaharaan, dan lain-lain.
yang lebih memandang fungsi kepenilikan (episkope) sebagai yang 19. Hubungan Majelis Jemaat, Majelis Klasis dan Majelis Sinode
melekat pada para tua-tua jemaat (presbiter). Dalam tradisi Majelis Jemaat, Majelis Klasis, dan Majelis Sinode sama
presbiterial sinodal fungsi kepenilikan tidak menjadi suatu otoritas kedudukannya. Mereka adalah kawan sekerja, semitra yang bekerja
yang terpisah dari kepenatuaan. Dengan kata lain para presbiter yang dalam relasi dialektis, dialogis, dan tidak hirarkis. Majelis Jemaat
tergabung dalam kemajelisan (baik di lingkup jemaat, klasis, dan bukanlah bawahan Majelis Sinode dan Majelis Klasis. Begitu pula
sinode) juga memerankan fungsi kepenilikan. Fungsi kepenilikan itu sebaliknya. Majelis Jemaat melayani lingkup pelayanan yang lebih
meliputi fungsi pengawasan dan pertimbangan yang mencakup terbatas sedangkan Majelis Klasis dan Majelis Sinode melayani
pelayanan, teologi, perbendaharaan dan administrasi. lingkup pelayanan yang lebih luas. Pimpinan persekutuan di setiap
Tugas kepenilikan yang meliputi fungsi pengawasan dan lingkup pelayanan ini harus saling menopang untuk memajukan
pertimbangan itu harus dilaksanakan dalam semangat pastoral. Hal ini kehidupan jemaat dalam segala aspek kehidupan bergereja,
berhubungan dengan pelaksanaan disiplin gereja bagi anggota gereja bermasyarakat, dan berbangsa. Relasi dialektis di antara ketiganya
yang jatuh dalam dosa. Fungsi kepenilikan/pengawasan ini tidak harus dijaga. Masing-masing majelis di tiap lingkup memiliki
dimaksudkan untuk mencari kesalahan tetapi jika menemukan kewenangannya yang diterima dari persidangan di masing-masing
kesalahan maka perlu ada tuntunan dan bimbingan agar kembali ke lingkup tersebut. Namun kewenangan tersebut tidak bersifat eksklusif.
jalan yang benar (Mat. 18:15-17). Prinsip presbiterial sinodal mensyaratkan keterbukaan Majelis Jemaat
23. Tata Gereja dan Tradisi untuk keterlibatan Majelis Klasis dan/ atau Majelis Sinode dalam
Tradisi, seperti halnya sejarah, merupakan hal yang kita warisi dari pengelolaan hidup jemaat dan pelaksanaan misinya berdasarkan
masa lampau. Kita tidak hanya menerima tradisi gerejawi namun kita wewenang yang diberikan oleh Sinode. Begitu pula Majelis Klasis
juga terlibat dan terhisap dalam tradisi tersebut. Ini menunjukkan pada mesti terbuka untuk keterlibatan Majelis Sinode dalam pengelolaan

28 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 25 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT


pelayanan klasis berdasarkan wewenang yang diberikan oleh Sinode. melakukan apa yang diajarkan kepada mereka. Gereja bertanggung-
20. Pemilihan Pemimpin Gereja jawab memperhatikan, membimbing, mendampingi, memulihkan,
Para pemimpin gereja di berbagai lingkup (jemaat, klasis dan sinode) menguatkan dan melayani anggota-anggotanya dalam pimpinan Roh
adalah hamba Allah yang dipilih oleh Allah sendiri. Dalam memilih Kudus, Sang Pembaharu. Disiplin gereja mencakup disiplin hidup,
para hamba-Nya sebagai pemimpin gereja itu Allah melibatkan umat- disiplin ajaran, dan disiplin jabatan dan/atau pelayanan. Dalam artian
Nya. Dan dalam pemilihan itu Allah mengijinkan umat-Nya untuk yang sesungguhnya, semua anggota senantiasa berada di bawah
menggunakan budaya pemilihan yang lazim dalam masyarakat disiplin gereja.
mereka. Hal itu dilaksanakan dalam pimpinan dan tuntunan Allah Namun dapat terjadi bahwa seseorang menyimpang dari
dalam Roh-Nya untuk melayani maksud dan kehendak-Nya. Dalam kehidupan yang sepadan dengan panggilan Allah, atau menyampaikan
Alkitab dikenal baik pemilihan secara undi (Kis. 1:15-26) mau pun ajaran yang tidak benar yang menjadi batu sandungan bagi sesama.
secara langsung (Kis. 6:1-7). Dengan demikian Alkitab tidak hanya Kepada yang bersangkutan dapat dikenakan tindakan disiplin yang
mengenal satu jenis pemilihan. Yang paling penting adalah bahwa bersifat membatasi partisipasinya dalam pelayanan gereja. Tindakan
umat menyadari bahwa sebagai bagian dari imamat am orang percaya, disiplin itu dilaksanakan dalam kasih dan semangat pastoral. Sebagai
mereka sedang terlibat dalam karya pemilihan oleh Allah. Dan gereja yang selalu membaharui diri, GMIT memahami tindakan
kepercayaan Allah untuk melibatkan umat dalam karya pemilihan- disiplin sebagai tindakan Roh Kudus untuk merubah kehidupan yang
Nya itu harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan berdosa kembali dalam relasi yang benar dengan Allah.
bertanggungjawab dalam seluruh proses pemilihan. Dalam konteks ini 22. Penilikan
perlu ditegaskan sekali lagi bahwa demokrasi dapat dilihat sebagai Surat Titus menyebut penilik jemaat sebagai pengatur rumah Allah
alat yang dipakai untuk menemukan kehendak Allah. (Tit. 1:7). Alkitab mensyaratkan kualitas-kualitas terbaik dari seorang
21. Disiplin penilik: tidak bercacat, tidak angkuh, bukan pemberang, bukan
Dalam rangka memelihara kekudusan sebagai murid-murid Kristus peminum, bukan pemarah, tidak serakah, murah hati, baik hati,
(1 Ptr. 1:16), maka disiplin gereja adalah sebuah keniscayaan bagi bijaksana, adil, saleh, menguasai diri, berpegang pada ajaran yang
gereja sebagai persekutuan yang dipanggil dan dikhususkan untuk benar dan sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran tersebut
karya keselamatan Allah di tengah-tengah dunia. Disiplin gereja (Tit. 1:7-9).
dilakukan oleh GMIT untuk menata kehidupan anggota-anggotanya Dalam prinsip presbiterial sinodal, fungsi kepenilikan memainkan
menjadi murid-murid Kristus yang taat dan dengan rela hati peranan penting. Fungsi ini sudah ada sejak zaman para rasul (gereja

26 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT 27 Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT

Anda mungkin juga menyukai