Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I

1.1LATAR BELAKANG PEMILIHAN JUDUL

Setiap gereja Kristen yang percaya kepada Yesus Kristus dan yang

mengakui Alkitab sebagai pedoman, pasti menempatkan sakramen dalam salah

satu doktrin yang diajarkan dalam gereja.Sakramen merupakan ‘tanda’ atau

‘sumpah’ yang juga menjadi pengikat manusia dengan Tuhan.Doktrin gereja-

gereja Kristen Protestan menerapkan dua bentuk sakramen, yang pertama

sakramen Perjamuan Kudus dan yang kedua sakramen Baptisan.

Kedua sakramen ini, merupakan suatu kewajiban yang harus

dilaksanakan sebagai orang beriman. Bagi kebanyakan gereja Kristen,

Perjamuan Kudus dilaksanakan pada hari-hari tertentu yang menyangkut dengan

hari raya gerejawi, sedangkan untuk baptisan tidak terpaku pada hari-hari raya

gereja, namun pada kesiapan baik dari yang bersangkutan jika ia dewasa

maupun pada orang tua jika yang akan dibaptis merupakan anak-anak atau bayi.

Berbeda dari perjamuan kudus, sakramen baptisan ini banyak menuai

kontroversi di kalangan gereja-gereja Kristen.Kontroversi ini berasal dari

doktrin gereja yang cukup berbeda-beda sesuai dengan penafsiran serta

pemahaman mereka tentang baptisan.Hal ini menjadi perdebatan yang cukup

serius antara dedominasi gereja-gereja yang ada di dunia.

Pada hakekatnya baptisan merupakan perintah dari Tuhan kepada orang-

orang yang percaya kepadanya. Di dalam Alkitab memang tidak secara eksplisit

FAKULTAS TEOLOGI
2

dijelaskan apakah baptisan diselam atau dipercik. Bagi penganut baptisan

percik, baptisan selam bukanlah satu-satunya cara untuk membaptis yang

terpenting ialah dibaptiskan dalam Tritunggal Allah, yakni Allah Bapa, Putra

dan Roh Kudus. Doktrin yang demikian diajarkan pada golongan gereja

Protestan khususnya GMIM. Demikian pula dengan media baptis, penganut

baptis percik menyakini bahwa air bukanlah media tunggal untuk membaptis.

Media baptis dapat dilakukan dengan pasir, abu maupun tanah, yang terpenting

dibaptiskan dalam Tritunggal Allah. Doktrin ini jelas sangat bertentangan

dengan doktrin yang ada dalam gereja-gereja golongan Pantekosta dan

Kharismatik yang menekankan bahwa baptisan haruslah diselam serta media

yang digunakan, yaitu air. Jika ditelusuri lebih dalam, kaum Kharismatik sangat

frontal terhadap cara membaptis, sedangkan bagi kaum Protestan (GMIM), tidak

terlalu mempermasalah cara yang dilakukan karena pada dasarnya cara maupun

media hanyalah simbolisasi dari sakramen baptisan.

Pemahaman doktrin tentang cara membaptis yang benar ini,

mengakibatkan adanya metode-metode berbeda antara kedua penganut ini

sehingga terjadi rasa intoleran terhadap satu dengan yang lain. Kaum

Kharimatik dengan konsep dan doktrin mereka tentang baptisan selam yang

menurut mereka adalah cara baptis yang benar sehingga menjustifkasi cara

baptis tuang kaum Protestan (GMIM) adalah cara baptisan yang salah. Hal ini

seakan-akan telah menjadi rahasia publik bahwa antara penganut baptisan selam

dan tuang memang sangat sulit untuk disatukan, fakta-fakta yang ada di

lapangan memperjelas akan hal itu. Bahkan bagi penganut baptisan selam,

mereka mempunyai misi untuk menarik “masuk” penganut baptisan percik ke

FAKULTAS TEOLOGI
3

dalam Gereja mereka untuk dibaptiskan kembali sesuai dengan apa yang mereka

pahami, yaitu baptisan selam dan banyak dari penganut baptisan selam telah

dibaptis kembali dengan cara diselam. Persentase yang ada, penganut baptis

percik yang dibaptis kedua kalinya rata-rata masih berusia remaja dan jarang

terjadi pada orang dewasa. Mengapa hal ini bisa terjadi? Ada beberapa faktor,

yaitu:

1. Psikologi dari remaja sangat rentan dengan hal-hal yang baru ia

dengar dan hal memicu rasa ingin tahu.

2. Ruang lingkup pergaulan mereka di dominasi oleh teman-teman yang

menganut baptisan selam (Kharismatik) sehingga dari langkah awal

mereka mulai ikut beribadah bersama, masuk gereja bersama dan

akhirnya ikut masuk dan di baptis kembali.

Kedua hal diatas, adalah faktor utama mengapa orang yang telah dibaptis

percik mau dibaptis kembali dengan cara diselam. Inilah yang menjadikan

kedua bela pihak seakan-akan sedang terjebak dalam kondisi “perang dingin”,

jelas hal ini dilihat dari adanya “serangan” dari penganut baptisan selam kepada

penganut baptisan percik.

Berdasarkan latar belakang inilah peneliti mengambil judul sesuai

dengan apa yang terjadi, yaitu :

“Konflik Baptisan Tuang dan Baptisan Selam serta Implikasinya Bagi

Jemaat GMIM Zaitun Talikuran Wil. Remboken”

FAKULTAS TEOLOGI
4

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

peneliti mengidentifikasi masalah yang terjadi sebagai berikut:

1. Adanya perbedaan metodebaptisan antara golongan Kharismatik dan

Protestan (GMIM).

2. Perpindahan anggota golongan Gereja yang telah dibaptis percik ke

dalam golongan Gereja baptisan selam yang di dominasi oleh pemuda dan

remaja.

3. Kurangnya pemahaman akan baptisan yang dilakukan sekali seumur

hidup sehingga terjadinya pembatisan untuk kedua kalinya.

4. Kurangnya pengajaran tentang baptisan kepada anggota jemaat.

1.3 FOKUS PENELITAN

Dari identifikasi masalah yang ada, maka peneliti memfokuskan

penelitian pada penyelesaian konflik antara kaum baptisan selam dan tuang.

1.4 RUMUSAN MASALAH

Dari apa yang telah diuraikan diatas, peneliti dapat merumuskan masalah

yang ada sebagai berikut:

1. Mengapa doktrin Kharismatik mengatakan bahwa Baptisan Percik

adalah cara yang salah?

2. Mengapa GMIM mengadopsi baptisan tuang?

FAKULTAS TEOLOGI
5

1.5 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitan yang akan dilakukan sebagai berikut:

1. Membangkitkan kesadaran serta rasa untuk saling menerima doktrin yang

berbeda-beda serta menyelaraskan perbedaan sehingga konflik yang sudah,

sedang dan yang akan terjadi dapat diminimalisir demi menuju kebersamaan

sebagai umat ciptaan Tuhan yang percaya kepada Yesus Kristus.

2. Menjelaskan tentang pentingnya landasan pemahaman Baptisan yang benar

bagi Jemaat GMIM Zaitun Talikuran, agar dapat memproteksi diri dari doktrin-

doktrin yang berbeda dari doktrin yang diajarkan dalam GMIM.

3.Menjelaskan dasar pengadopsian Baptisan Percik oleh GMIM.

1.6 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitan ini, sebagai berikut:

a). Akademik : Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan

serta memberikan sumbangsi kepada perkembangan pendidikan di

Fakultas Teologi UKIT Yayasan GMIM Ds. A. Z. R. Wenas.

b). Sosial : Menumbuhkan rasa toleransi serta menciptakan kondisi yang

saling menerima doktrin setiap golongan, baik GMIM maupun

Kharismatik.

c). Praktis : Mengetahui lebih dalam arti baptisan dari berbagai

penggunaan cara baptisan.

FAKULTAS TEOLOGI
6

d). Untuk mengokohkan iman para pemuda dan remaja GMIM untuk

dapat mengerti serta memahami makna baptisan yang sesungguhnya

bahwa baptisan hanya dapat dilakukan sekali seumur hidup. Namun, tetap

dapat menjalin hubungan yang baik dengan golongan kaum baptisan

selam.

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I Pendahuluan

Dalam pendahuluan ini berisi tentang beberapa hal pokok sebagai


pengantar untuk dapat masuk pada bagian pembahasan yang terdiri dari:
Latar Belakang Masalah, Identifikasi, Batasan Masalah, Perumusan
Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian. Bagian pendahuluan
ini bertujuan untuk memberikan dasar serta gambaran tentang pokok yang
akan dibahas.

Bab II Tinjauan Pustaka


Pada bab ini menjelaskan tentang sakramen, dogmatika, baptisan
serta cara-cara dalam membaptis. Di dalamnya juga, bab ini menjelaskan
asal-usul dari baptisan menurut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Kemudian, ada juga beberapa pendapat dari tokoh-tokoh agama Kristen
serta beberapa pendapat dari para ahli.

Bab III Metodologi Penelitian


Dalam bab ini, penguraian tujuan penelitian serta tahap – tahapan
dalam penelitian seperti observasi, wawancara, studi kepustakaan, teknik
pengumpulan data dan metode yang digunakan untuk menguraikan hasil
dan analisis dari penelitian.

Bab IV Hasil Penelitian

FAKULTAS TEOLOGI
7

Pada bagian ini peneliti menjelaskan serta menguraikan tentang


realitas kehidupan umat manusia dalam memahami karya Roh Kudus.Juga
menguraikan mengenai makna Roh Kudus dalam kehidupan umat
manusia.
Bab V Penutup
Bagian ini akan memberikan kesimpulan dari permasalahan yang
diangkat sebagai subjek penelitian dan juga peneliti akan memberikan
sumbangsih saran – saran yang baik untuk memahami karya Ro Kudus
dalam kehidupan umat manusia.

FAKULTAS TEOLOGI
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI DOGMATIKA, SAKRAMEN DAN BAPTISAN

A.Dogmatika

Apa sebenarnya arti dari kata Dogmatika? Sebelum mengetahui apa itu

Dogmatik, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa itu Dogma. Perkataan

dogmatika berhubungan dengan kata dogma.Dogma adalah kata benda dari

kerja dokein yang berarti menduga, mengira.1 Istilah dogma pada dasarnya

berate suatu ketentuan hukum (Luk 2:1) atau ajaran pokok di bidang

filsafat.2Kemudian, dogma berarti buah pikiran yang diakui oleh sutau golongan

di dalam suatu ilmu filsafat.

Di dalam Alkitab perkataan dogma terdapat juga. Di disitu ia berarti:

perintah, hukum (Luk. 2:1; Kis. 17:7; Ef. 2:15; Kis. 16:4). Terutama arti yang

terdapat dalam Kis.16:4 mirip sekali dengan arti dogma pada zaman kita.

Jika demikian, lalu apakah dogma itu?

Dogmadapat didefinisikan demikian:

Dogma ialah hasil penyelidikan orang percaya tentang Firman Tuhan yang

ditentukan oleh Gereja dan diperintahkan untuk percaya.

1R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika(Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1996) hal. 3


2Theol. Dieter Becker, Pedoman Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat (Jakarta,
BPK Gunung Mulia, 1991). hal. 2

FAKULTAS TEOLOGI
9

Pada intinya dogma merupakan ajaran yang berasal dari Firman Allah

yang tercamtum dalam Alkitab. Gereja juga berperan dalam menentukan

dogma, tapi haruslah di telaah dengan seksama apakah dogma ini berdasarkan

pada Alkitabiah atau tidak? Ataukah murni merupakan dogma yang di tetapkan

gereja?Jika demikian ajaran/dogma dari gereja yang tidak berdasarkan pada

Alkitabiah, haruslah dibuang dan disingkirkan, sebaliknya jika itu berdasarkan

Alkitabiah itu yang harus diterapkan dalam gereja.

Setelah memahami arti dogma, sekarang apakah dogmatika itu?

Dogmatika dapat dibatasi sebagai berikut:

Ilmu Teologi yang menyelidiki dan merumuskan hal-hal yang dinyatakan

di dalam Kitab Suci dan mencari kesatuan dari hal-hal tersebut.

1. Objek dogmatika bukannya dogma-dogma Gereja. Memang ada

ranting Ilmu Teologi yang hanya menyelidiki dogma-dogma gereja;

menyelidiki, membandingkan, mencari sejarahnya dan lain sebagainya.

Ranting Ilmu Teologi ini ini namanya simbolik (symbolum –

pengakuan, sahadat). Objek dogmatika ialah Kitab Suci yang belum

atau tidak akan menjadi dogma. Isinya ini harus diselidiki juga.

Dogmatika mencari isi-isi ini dan mencari juga kesatuan dari segenar

pernyataan Kitab Suci.

2. Kesatuan hal-hal yang dinyatakan Kitab Suci harus dicari. Di dalam

Firman Tuhan tidak hanya terdapat hal-hal yang tidak berhubungan di

antaranya tetapi hal-hal ini mempunyai kesatuan. Tuhan adalah Maha

Esa, maka segala pernyataan-Nya juga merupakan suatu keselarasan,

FAKULTAS TEOLOGI
10

suatu kesatuan. Kalau kita tidak melihat kesatuan ini (sebab di dalam

Kitab Suci memang terdapat hal-hal yang kelihatannya sering

bertentangan) maka kesatuan harus dicari.

3. Hubungan dogmatika dan etika adalah erat sekali, memang sebenarnya

dua hal ini hanya satu. Ada yang membedakan antara lain demikian:

dogmatika membicarkan iman, etika membicarakan hidup orang atau:

dogma membicarakan kepercayaan sedangkan etika membicarakan

perintah Tuhan, atau: dogma menyelidiki pernyataan tentang hakikat

Tuhan, etika menyelidiki pernyataan tentang pekerjaan Tuhan. Semua

pembedaan itu, meski tampaknya selintas mengandung kebenaran,

namun apabila ditinjau lebih dalam ternyata salah. Memang dogmatika

dan etika tidak dapat dipisahkan. Dari sebab lama-kelamaan terlalu

banyak harus dibicarakan di dalam dogmatika, maka orang

menceraikan sebagaian dari dogmatika, disebut etika, yang dapat

dikatakan sebagai berikut: pelaksanaan pernyataan Kita Suci di dalam

sikap orang percaya terhadap diri sendiri dan dunia sekitarnya.

B. Sakramen

Sakramen berasal dari bahasa Latin scramentum, berarti ‘sumpah’, seperti

yang dilakukan anak muda yang bergabung dengan darat Romawi. Sudah pada

zaman gubernur Plinius (112 M) istilah sakramen digunakan untuk upacara

keagamaan Kristen. Plinius salah mengerti, menganggap sakramen Kristen itu

sumpah untuk tidak melakukan kejahatan. Terjemahan Alkitab Latin, Vulgata,

menerjemahkan kata Yunani mysterion dengan scramentum, yang menyebabkan

baptisan dan Perjamuan Kudus menjadi sakramen yang dimaksud.

FAKULTAS TEOLOGI
11

Oleh Gereja Abad Pertengahan ditambahkan upacara keagamaan lain pada

pengertian sakramen itu, tetapi Gereja Reformasi membatasinya pada dua

sakramen yang jelas disebukan dalam PB (Mat. 28:19, dan 1Kor, 11:23-25).

Petunjuk alkitabiah untuk upacara-upacara lain tidaklah jelas. Biasa dianggap

orang bahwa baptisan di gereja itu sejajar dengan upacara penerimaan sebagai

anggota umat Allah di PL (sunat) dan Perjamuan Kudus berhubungan dengan

perayaan penebusan dalam PL (Paskah).3

C. Baptisan

Baptisan berasal dari kata Yunani untuk ritus baptisan, yaitu baptizomai,

berarti ‘memandikan’ atau ‘membasuh’. Namun, dalam LXX ditemukan arti

klasik: ‘menenggelamkan’ atau ‘menyelamkan’ (Yes. 21:4). Ada dugaan bahwa

dalam PB dengan arti inilah Yesus meramalkan ‘batisan kematian-Nya’ yang

akan segera terjadi (Mrk. 10:38-39), demikian pula ketikan Paulus menunjuk

pada ‘baptisan’ Israel di Laut Merah (1Kor 10:2). Dua perikop ini merupakan

pemahaman terhadap baptisan Kristen. Bagi Paulus, baptisan disetarakan

dengan keluaran Israel melintasi laut. Dalam baptisan secara simbolis umat

Kristen ikut ambil bagian dalam kematian dan kebangkitan Yesus. Mereka

dikuburkan bersama-Nya dan bangkit dalam kehidupan baru. Jadi, baptisan juga

dianggap sebagai permulaan kehidupan baru (Yoh. 3:4-5).

Upacara Kristen bukannya tanpa presedennya, yang terdapat dalam

Yudaisme dan agama-agama lain. Air adalah sumber penyucian yang alamiah

dan gambling, sehingga orang bukan Yahudi yang ingin menjadi Yahudi

3 W. R. F. Browning, Kamus Alkitab: A Dictionary of the Bible (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2009) hal. 394

FAKULTAS TEOLOGI
12

dibaptis dulu sebelum penyunatan. Dalam Qumran terdapat upacara penyucian

dengan air secara rinci.Yohanes Pembaptis memanggil para pendengarnya untuk

bertobat dan dibaptiskan di Sungai Yordan. Yesus pun menerima baptisan dari

tangannya, bukan untuk pengampunan dosa-dosa-Nya (Mat. 2:13-15),

melainkan untuk menyamakan diri dengan umat-Nya. Peristiwa tersebut

merupakan saat keika Ia diutus memberitakan Kerajaan Allah, dan saat ketika Ia

diangkat sebagai Anak Allah (Mrk. 1:10-11).

Baptisan segera menerima peran ritus inisiasi ke dalam perjanjian, yang

merupakan tujuan sunat dalam Yudaisme (Kol. 2:11-12).Petrus mendesak para

pendengarnya di Yerusalem untuk betobat dan menerima baptisan (Kis.

2:38).Sida-sida Etiopia itu menjadi anggota jemaat Kristen setempat.4

Diyakini bahwa dalam baptisan karunia Roh dianugerahkan, sebagaimana

terjadi pada diri Yesus (Mrk. 1:10). Prasyarat untuk menerima baptisan adalah

iman (Gal. 3:14). Dengan adanya syarat iman ini, apakah anak-anak

dikesampingkan dari sakramen Kristen? Hal ini banyak diperdebatkan. Dalam

PB tidak ada satupun bukti tertulis tentangnya. Dikemukakan bahwa ada rumah

tangga dibaptis.(Kis. 16:15, 33) yang mencakup anak-anak, sejajar dengan sunat

sebagai upacara inisiasi anak-anak.Keduanya memiliki kesamaan tujuan.

Bukti arkheologis dari abad-abad awal menunjukkan bahwa baptisan

kadang-kadang dilakukan dengan penyelaman atau pencelupan. Secara simbolis

upacara teresebut mengulang kembali proses penguburan dan kebangkitan

Yesus. Baptisan juga dilakukan dengan penuangan air ke atas kepala orang yang

4 W. R. F. Browning, hal. 47

FAKULTAS TEOLOGI
13

dibaptiskan, hal itu layaknya tanah yang ditaburkan ke atas mayat di

pemakaman.Terdapat kesamaan simbolisme di antara kedua bentuk upacara

tersebut.Paulus menyebutkan praktik baptisan pada zamannya, ‘bagi orang mati’

(1Kor. 15:29). Mungkin yang ia maksudkan adalah orang-orang Korintus yang

telah dibaptis, beranggapan bahwa pada waktu kebangkitan dirinya akan

dipersatukan dengan sesama orang Kristen yang telah mati. 5

2.2 MAKNA BAPTISAN

Dalam bahasa Yunani kita temukan beberapa kata yang mengandung kata

baptisan antara lain:

Pertama : bapto artinya to dip: mandi, masuk ke dalam air, berenang,

mencedok air; baptize artinya to dip, immerce: membenamkan, mencelupkan, to

cleance or purify by washing: membersihkan atau memurnikan melalui

pembasuhan;

Kedua: baptisma atau baptismatoz artinya immersion:sda, baptism:

membaptiskan, ordinance by baptism: tata cara membaptiskan;

Ketiga: baptismoz artinya: an act of dipping or immersion: pembenaman

atau pencelupan, a baptism: abptisan, an ablution: pembersihan, penyucian;

Keempat: baptistez artinya one who baptizes, a Baptist: orang yang

dibaptiskan selanjutnya.6

5 W. R. F. Browning, Kamus Alkitab: A Dictionary of the Bible (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2009)
6 Rudolf H. Pasaribu, Baptisan Ulang Itu Dosa (PT. Atalya Rileni Sudeco, 2002) hal.

12-13

FAKULTAS TEOLOGI
14

2.3 BAPTISAN SELAM

Mereka yang dibaptiskan itu diselamkan ke dalam air kolam, sungai atau

danau secara langsung sehingga seluruh tubuhnya terbenam. Praktek

pembaptisan sedemikian mengingatkan mereka kepada pelaksana baptisan

pertobatan versi Yohanes Pembaptis di sungai Yordan (Mat. 3:13-17, Mrk. 1:9-

11, Luk. 3:21-22 atau Yohanes 1:32-340. Baptisan selam diberikan kepada

mereka yang sudah dewasa. Sebab menurut pemahaman mereka hanya orang

dewasa saja yang dapat bertobat dan memperbaharui dirinya. Oleh karena itu,

setiap orang harus ‘menunggu’ berpuluh-puluh tahun hingga dewasa barulah

dapat menerima janji pemberian anugerah Allah di dalam Roh Kudus. Praktek

baptisan seperti ini dilaksanakan oleh gereja-gereja yang beraliran Pentakosta

dan Kharismatik.

2.4 BAPTISAN SIRAM/TUANG

Baptisan siram/tuang adalah pembaptisan dengan cara menyiramkan air

ke atas kepala dari pada orang tersebut di dalam nama Allah Bapa, Yesus

Kristus, dan Roh Kudus. Baptisan seperti ini dapat dilakukan, baik untuk anak-

anak kecil (termasuk bayi) sebagaimana diamanahkan dengan jelas dalam

Matius 28:19; Kisah Para Rasul 2:38-39 maupun kepada orang-orang dewasa

terutama kepada mereka yang berasal dari keluarga kafir dan pengikut

agamalain yang masuk Kristen. Baptisan seperti ini dilakukan oleh gereja-gereja

seperti Orthodox dan Protestan di seluruh dunia, termasuk HKBP dan gereja-

gereja lain yamg sealiran.

Baptisan seperti ini sangat alkitabiah dan memiliki keuntungan yang

besar.Sebab daengan demikian memberi kesempatan seluas-luasnya kepada

FAKULTAS TEOLOGI
15

semua orang, termasuk bayi kecil untuk mendapatkan anugerah keselamatan

dari Yesus Kristeus dan pencurahan Roh Kudus.

2.5 BAPTISAN PERCIK

Air dipercikkan berulang kali ke atas kepala orang tersebut dengan

menggunakan alat percik; boleh dengan alat-alat yang terbuat dari ranting-

ranting atau daun-daun atau dari alat-alat percik lain seperti botol. Praktek

baptisan seperti ini dilakukan oleh gereja-gereja Katolik.7

2.6 PERJANJIAN LAMA

Dalam Perjanjian Lama, kata baptisan belum dikenal karena pada masa

itu umat masih menggunakan kata sunat sebagai perjanjian Allah dengan

manusia. hal ini dapat dilihat dalam Kejadian 17:1-27 yang berisi perintah

Allah kepada Abraham untuk menyunat semua laki-laki yang hidup bersama

Abraham harus disuanat pada umur 8 hari. Merujuk pada arti kata Baptisan

yaitu, sebagai tanda perjanjian, meterai dan penyatuan manusia dengan Allah

maka dapat dikatakan bahwa sunat merupakan Baptisan di masa lalu dalam

Perjanjian Lama.

Mengenai sunat dalam PL, apakah arti sunat mula-mula bagi bangsa Israel?

Ketika Allah memerintahkan kepada Abraham supaya ia bersunat dan

menyunatkan keluarga serta hamba-hambanya, maka maksud perintah itu

adalah sebagai berikut:

7Pdt. Rudolf H. Pasaribu.Hal. 22-24

FAKULTAS TEOLOGI
16

Pertama, dalam sunat itu dikatakan, bahwa manusia yang disunat adalah

najis (kotor). Kulub, yang dipotong dari badan manusia itu, menunjukkan,

bahwa kita semua pada dasarnya adalah orang-orang yang jahat, najis,

kotor.Segala sesutau yang menentang kehendak Tuhan haruslah dipotong dari

tubuh kita.

Kedua, darah yang tercurah pada waktu disunat itu, menunjukkan,

bahwa untuk keampunan dosa kita haruslah ada suatu korban dipersembahkan.

Ketiga, tujuan sunat ialah memanggil orang yang disunat itu kepada

hidup baru. Bangsa Israel harus hidup sebagai suatu bangsa yang baru, bangsa

yang dikuduskan, di antara bangsa-bangsa lain. Seluruh hidupnya harus

dipersembahkan oleh kepada Tuhan.8

2.7 PERJANJIAN BARU

Pada dasarnya baptisan merupakan transformasi sakramen dalam

Perjanjian Lama.Kata baptisan baru dikenal dalam Perjanjian Baru yang

tercatat dalam Matius 3:13-17. Dalam Perjanjian Baru, baptisan merupakan

pengganti sunat.

“Kami adalah suatu bangsa yang bersunat”. Demikianlah kata bangsa

Israel dengan sombonganya. Dalam tanda sunat itu mereka menyangka bahwa

mereka sendiri adalah lebih baik, lebih suci, lebih bersih, lebih saleh daripada

bangsa-bangsa lainnya. Anggapan tentang sunat yang demikian itu ditentang

oleh Yohanes Pembaptis dan Yesus. Yohanes Pembaptis melayankan

baptisannya dan Yesus menyetujui dan mengikuti jejak Yohanes.

8 J. Verkuyl, Aku Percaya (BPK Gunung Mulia, 1985) hal. 234

FAKULTAS TEOLOGI
17

Yohanes Pembaptis berani melayankan baptisan kepada orang-orang

Yahudi juga. Hal itu adalah suatu penghinaan bagi masayrakat Yahudi. Semua

orang Yahudi, yang katanya “saleh” itu, amat tersinggung perasaannya dan hal

itu dianggapnya sebagai suatu yang tidak perlu untuk orang Yahudi. Akan

tetapi Yohanes pendiriannya tetap. Orang Yahudi tidak mengerti lagi arti

sunat.Dan sekarang, arti sunat yang mula-mula itu timbul kembali dalam tanda

baptisan. Apabila dibenamkan orang ke dalam sungai Yordan, maka dengan

demikian ia mengakui: Aku ini kotor. Hidupku yang lama harus terbenam,

harus dikuburkan. Dan air, darimana ia bangkit kembali, adalah tanda

pembasuhan dosa dan tanda kebangkitan kepada hidup baru dengan karunia

Tuhan. Dengan cara demikian Yohanes Pembaptis menerangkan lagi arti sunat

yang semula ada dalam tanda baptisan.9

Perintah baptisan bagi seluruh umat percaya disampaikan Yesus dalam

Matius 28:19 “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu, dan

baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”. Dengan

demikian sunat telah dihapuskan, dan baptisan dibuat menjadi peraturan bagi

semua keturunan.10

2.8 TUJUANDAN FUNGSI BAPTISAN

1. Untuk membantu iman manusia dalam hubungan dengan Dia.

2. Untuk membantu pengakuan iman itu dalam hubungan dengan

manusia.

9
J. Verkuyl, hal. 235
10
J. Verkuyl, hal. 236

FAKULTAS TEOLOGI
18

3. Baptisan menandakan penyucian kita oleh darah Kristus.11

4. Tanda penyatuan manusia dengan Kristus12

5. Sebagai lambang Kekristenan dan tanda yang dengannya kita diterima

ke dalam persekutuan Gereja.13

2.9 PENDAPAT TOKOH GEREJA DAN PARA AHLI

Setelah peneliti menguraikan begitu banyak definisi dari baptisan, yang

diambil dari beberapa sumber yang berbeda-beda, peneliti coba mencari

menggali kembali arti atau maksud serta pengertian baptisan dari beberapa

para ahli dan teolog, sebagai berikut:

Menurut Calvin baptisan merupakan tanda pengampunan dan hidup

baru. Lebih lanjut, Baptisan menandakan bahwa kita telah ikut serta dalam

kematian dan kebangkitan Kristus dan bahwa kita juga telah menjadi satu

dengan Dia14. Baptisan jugaberarti tanda kita diterima masuk ke dalam

persekutuan Gereja, supaya setelah kita ditanamkan di dalam Kristus, kita

terhisab sebagai anak-anak Allah.15Berbeda dari Calvin, pandang Luther

11
Yohanes Calvin, Institutio: Pengajaran Agama Kristen (BPK Gunung Mulia, 2013)
hal. 281
12
Yohanes Calvin, hal. 284
13
Franquis Wendel, Calvin: Asal Usul Perkembangan Pemikiran Religiusnya (Surabaya:
Momentum, 2010) hal. 363
14
Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja
(Jakarta: Gunung Langit, 2012) hal.77
15
Yohanes Calvin, Intitutio: Pengajaran Agama Kristen (Jakarta: Gunung
Mulia, 2013) hal. 281

FAKULTAS TEOLOGI
19

tentang baptisan merupakan respon dari pandangan kaum Anabaptis. Luther

menyakini bahwa Injil Allah, dimeteraikan melalui Baptisan.16

Menurut Zwingli baptisan merupakan tanda luar dari iman kita. Lebih

lanjut Zwingli berpendapat bahwa sakramen baptisan adalah tindakan

simbolis, yang menunjuk kepada keselamatan yang diberikan Kristus dan

yang dipakai oleh orang-orang percaya untuk memperingati dan untuk

menyatakan iman mereka.17

Dari beberapa tokoh besar Kristen diatas, berpendapat bahwa baptisan

merupakan respon iman, tanda, sumpah atau janji. Hamper mirip dengan

pandangan dari bapa-bapa gereja, menurut Thomas van den End, baptisan

suatu sakramen Perjanjian Baru yang ditetapkan oleh Yesus Kristus.

Maksudnya bukan hanya agar pihak yang dibaptis diterima ke dalam Gereja

yang kelihatan dengan upacara yang khidmat, melainkan juga supaya baginya

baptisan menandakan dan memeteraikan perjanjian anugerah,

pencakokkannya pada Kristus, kelahiran kembali, pengampunan dosa, dan

penyerahan diri kepada Allah, melalui Yesus Kristus, untuk menempuh hidup

yang baru.18 Kemudian menurut Dr. J. Verkuyl, baptisan adalah suatu tanda

dan ibarat sederhana untuk ketergolongannya kepada umat Kristus. Siapa yang

16
Jan S. Aritonang, hal. 45
17
https://bigbiblebook2.wordpress.com/2012/12/16/ajaran-luther-zwingli-
calvin diakses pada tanggal 3/04/2017pukul 10.37wita
18
Th. Van den End, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2011)

FAKULTAS TEOLOGI
20

masuk menjadi anggota gereja Kristen, ia menerima tanda Baptisan itu pada

waktu ia digabungkan ke dalam persekutuan gereja.19

Sejauh ini, pendapat para ahli dan teolog merujuk pada pemikiran yang

sama. Pada dasarnya, baptisan merupakan tanda pengikat atau janji manusia

dengan Tuhan, juga merupakan sakramen yang wajib dilakukan bagi setiap

anggota gereja.

2.10 PENDAPAT GEREJA

Pada dasarnya setiap gereja memiliki pandangan sendiri mengenai

baptisan. Bagi gereja Katolik mengimani baptisan yang dilakukan dengan cara

pemercikkan, sesuai dengan doktrin dan ajaran mereka. Selanjutnya bagi

gereja-gereja Protestan juga memiliki penafsiran, doktrin dan cara membaptis

yang berbeda, ada yang membaptis dengan cara diselamkan ada juga

membaptis dengan cara dicurah. Khususnya dalam tata ibadah (sakramen)

GMIM, baptisan merupakan perjanjian manusia dengan Allah. Bagi GMIM

cara membaptis tidaklah penting, baik percik/curah dan selam, yang terpenting

ialah dibaptis dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus.

2.11 KERANGKA PIKIR

Bagi peneliti Baptisan merupakan perintah dari Tuhan lewat Alkitab dan

harus dilakukan bagi orang yang percaya kepada-Nya. Baptisan bukanlah

tentang media atau cara, melainkan dibaptiskan atas nama Tritunggal Allah.

Namun, justru pemahaman ini dianggap keliru oleh sebagian orang Kristen

yang menganut Baptisan Selam yang harus menekankan tentang cara Baptisan
19
Dr. J. Verkuyl, hal. 233

FAKULTAS TEOLOGI
21

yang sah yaitu, selam. Doktrin yang terlanjur diajarkan dalam Gereja inilah

yang justru meniumbulkan kontroversi-kontroversi yang berujung pada pro

dan kontra serta berdampak besar pada konflik kedua bela pihak. Bagi

peneliti, yang terpenting ialah memahami dengan benar Baptisan itu sendiri

yang hanya dapat dilakukan sekali seumur hidup agar supaya ketika dalam

situasi yang tidak kondusif, jemaat dapat tetap berpegang pada pemahaman

awalnya tentang Baptisan.

FAKULTAS TEOLOGI
22

BAB III

3.1 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian berada di Jemaat GMIM Zaitun Talikuran kec. Remboken

yang berlokasi sangat dekat dengan beberapa dedominasi gereja, seperti Gereja

Bala Kesematan, GMIM Filadelfia Timu, GSJA Anugerah dan Gereja

Pantekosta Mahanaim masing-masing berjarak sekitar 50-100m. Kondisi ini

sedikit mempengaruhi jemaat yang ada disana. Mulai dari cara beribadah,

bahkan hingga doktrin soal Baptisan. Banyak dari anggota jemaat belum

mengerti benar tentang arti serta makna dari Baptisan, sehingga cenderung

mudah terpengaruh dengan doktrin yang ada.

3.2 DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan suatu penilitian deskriptif dengan mengunakan

metode kualitatif yaitu pendekatan investigasi yakni peneliti bertatap wajah

langsung dan berinteraksi dengan responden dengan membahas hal-hal yang

sementara diteliti oleh peneliti (Angket Terbuka).

3.3 PENDEKATAN

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yang menekankan analisis

proses dari proses berpikir secara induktif yang berkaitan dengan dinamika

hubungan antarfenomena yang diamati dan senantiasa mengunakan pemikiran

logika ilmiah. Penelitian kualitatif bertujuan mengembangkan konsep sesitivitas

pada masalah yang sementara dihadapi.

3.4 METODE YANG DIGUNAKAN

FAKULTAS TEOLOGI
23

Metode dalam rancang penelitian kualitatif lebih pada penegasan dan

penjelasan yang menunjuk pada prosedur-prosedur umum kemetodean yang

akan digunakan. Seperti (1) pendekatan berikut alasan mengapa pendekatan itu

digunakan; (2) unit analisis; (3) metode pengumpulan dan analisis data.20

3.4 SAMPLING: ARTI, TUJUAN DAN PROSEDUR


Pada penelitian empirik, sampling diartikan sebagai prose pemilihan atau

penentuan sampel (contoh).Secara konvensional, konsep sampel (contoh)

menunjuk pada bagian dari populasi (universum).Sampling dilakukan bukan

tanpa tujuan, artinya peneliti melakukan sampling karena punya maksud

tertentu.Tujuan dan prosedur sampling dalam penelitian kualitatif bertolak dari

asumsi tentang realitas atau fenomena yang bersifat unik dan kompleks padanya

terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi

(keragaman).Data atau informasi harus ditelusuri seluas-luasnya (dan sedalam

mungkin) sesuai dengan variasi yang ada. Hanya dengan cara demikian, peneliti

mampu mendeskripsikan fenomena yang diteliti secara utuh.

Berkenaan dengan tujuan penelitian kualitatif diatas, maka dalam

prosedur sampling yang terpenting adalah bagaimana menentukan informasi

kunci (keyinforman)atau situasi sosial tertentu yang sarat informasi sesuai

dengan fokus penelitian. Tujuan penelitian sampel (dalam hal ini informan

kunci atau situasi sosial) lebih tepat dilakukan secara sengaja (purvosive

sampling).Selanjutnya, bilamana dalam proses pengumpulan data suda tidak

lagi ditemukan variasi informasi, maka peneliti tidak perlu lagi untuk mencari

invorman baru, proses pengumpulan informasi-informasi dianggap sudah

20
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 2005) hal. 47

FAKULTAS TEOLOGI
24

selesai. Dengan demikian, penelitian kualitatif tidak dipersoalkan jumlah

sampel. Dalam hal ini, jumlah sampel (informan) bisa sedikit, tetapi juga bisa

banyak, terutama tergantung dari: a) tepat tidaknya pemilihan informasi kunci,

dan b) kompleksitas dankeragaman fenomena sosial yang diteliti.

Sampai dengan berakhirnya pengumpulan informasi, umumnya terdapat

tiga pemilihan sampel dalam penelitian kualitatif, yakni: a) pemilihan sampel

awal, apakah informan (untuk diwawancara) atau suatu situasi sosial (untuk

diobservasi) yang terkait dengan Fokus penelitian, b) pemilihan sampel lanjutan

guna memperluas deskripsi informasi dan melacak variasi informasi yang

mungkin ada, dan c) menghentikan pemilihan sampel lanjutan bilamana

dianggap sudah tidak ditemukan lagi variasi informasi (sudah terjadi replikasi

perolehan informasi). Dalam menempuh tiga tahapan tersebut, prosedur

pemilihan sampel dalam penelitian kualitatif yang lazim digunakan melalui

snowball sampling.21

3.5 POPULASI DAN SAMPEL


A. Teknik Sampling

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah populasi dari jemaat

yang berdomisili di Jemaat GMIM Getsemani Silian Dua Raya baik itu

pemuda/pemudi bapak dan ibu dan untuk memakai sampel ini peneliti memakai

teknik snowball yang merupakan bagian dari Teknik purposive sampling.

B. Sampel

Peneliti mengambil sampel berdasarkan teori Burhan Bungin yaitu

tentang pengumpulan informasi, umunya terdapat tiga tahap pemilihan sampel

dalam penelitian kualitatif, yakni: a) pemilihan sampel awal, apakah informan

21
Burhan Bungin, 51-54

FAKULTAS TEOLOGI
25

(untuk diwawancara) atau suatu situasi sosial (untuk diobservasi yang terkait

dengan fokus penelitian: b) penelitian sampel lanjutan guna memperluas

deskripsi informan dan melacak variasi invormasi yang mungkin ada, dan c)

menghentikan pemilihan sampel lanjutan bilamana dianggap sudah tidak

ditemukan lagi variasi informasi (sudah terjadi replikasi perolehan informasi).

3.6 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Data diambil dengan menggunakan angket terbuka (wawancara) secara

langsung dengan narasumber untuk membahas mengenai Pandangan Yohanes

Calvin tentang Roh Kudus. Peneliti akan memakai wawancara semi-terstruktur

yaitu peneliti ingin mencari dan mengetahui informasi secara spesifik yang

nantinya bisa dibandingkan dan dikontraskan dengan informasi lainnya yang

diperoleh dalam wawancara lain. Untuk melakukan hal ini, pertanyaan yang

sama harus ditanyakan di masing-masing wawancara yang dilaksanakan.

Namun, peneliti juga akan mewawancara tetap bersifat fleksibel, dalam artian

tidak mesti pertanyaan persis sama. Sehingga informasi penting lainnya masih

bisa dan mungkin muncul.22

3.7 TEKNIK ANALISIS DATA

Penelitian kualitatif merupakan sebuah prosedur ilmiah untuk

menghasilkan pengetahuan tentang realitas sosial dan dilakukan dengan sadar

dan terkendali. Sebagai sebuah kegiatan ilmiah, penelitian kualitatif sangat

peduli dengan persoalan cara data analisia, sehingga hasilnya dapat

dipertanggungjawabkan.23

22
Catherine Dawson, Metode Penelitian Praktis, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), 31
23
Afrizal, M.A, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rajawali Pers 2016), 173

FAKULTAS TEOLOGI
26

BAB IV

4.1. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian berada di Jemaat GMIM Zaitun Talikuran kec.Remboken.

Jemaat berdiri pada tahun 12 Juli 1964 yang sudah berumur 53 tahun

beranggotakan 182 KK, yang terbagi menjadi 8 kolom. Dulunya GMIM Zaitun

Talikuran memiliki jemaat kanisa yang berada di desa Waliakat dengan 3

kolom.Kemudian pada tahun 2010 jemaat kanisa ini memisahkan diri dari

Zaitun Talikuran dan mekar menjadi jemaat GMIM Bukit Moria Waliakat.

Lokasi penelitian diapit oleh beberapa dedominasi gereja, baik dari GMIM

maupun dari golongan gereja lain. Arah utara kira-kira sekitar 75m bediri gereja

Bala Keselamatan dan GMIM Immanuel Paslaten yang berada di desa Paslaten,

kemudian di arah selatan sekitar 70m GMIM Filadelfia Timu dan kira-kira

250m gereja Pantekosta Siloam, arah timur 150m GSJA Anugerah, dan arah

barat 300m gereja Advent.Lokasi penelitian ini, berada di tengah banyaknya

gereja yang ada, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya pengaruh dari

beberapa golongan gereja.

4.2. PERTANYAAN YANG DIAJUKAN

1. Apa yang anda pahami tentang sakramen?

2. Apa yang anda pahami tentang baptisan tuang?

3. Apa yang anda pahami tentang baptisan selam?

4. Manakah cara baptisan yang benar menurut anda?

FAKULTAS TEOLOGI
27

4.2. HASIL WAWANCARA

Hasil wawancara ini dilakukan pada 24 informan dengan kategori yang

meliputi orang dewasa, pemuda dan remaja.namun peneliti menitik beratkan

pada informan pemuda dan remaja. Hasil wawancara di bagi menjadi 19

informan dari penganut baptisan tuang dan 5 dari baptisan selam. Data

informan serta hasil wawancara sebagai berikut:

Pendidikan Jenis
No. Nama (Inisial) Umur Pekerjaan
Terakhir Kelamin

1 YM 46 SMA Tani Laki-laki

2 JE 37 SMA IRT Perempuan

3 VM 30 SMA IRT Perempuan

4 SL 31 SMA Swasta Laki-laki

4 NK 20 SMA Mahasiswa Perempuan

5 RT 2! SMA Swasta Perempuan

6 NT 18 SMA Mahasiswa Perempuan

7 RS 20 SMA Swasta Laki-Laki

8 AS 20 SMA Mahasiswa Laki-Laki

9 GM 17 SMA Swasta Laki-laki

10 AW 17 SMA Siswa Laki-laki

11 KL 17 SMA Siswa Laki-laki

12 KM 15 SMA Siswa Laki-Laki

FAKULTAS TEOLOGI
28

13 YM 20 SMA Wiraswasta Laki-laki

14 RE 18 SMA Swasta Laki-Laki

15 FW 18 SMA Mahasiswa Perempuan

16 FS 15 SMP Siswa Perempuan

17 YS 17 SMA Mahasiwa Laki-laki

18 GM 15 SMP Siswa Laki-laki

19 CR 21 S1 Swasta Perempuan

20 BT 23 SMA Mahasiswa Perempuan

21 RS 20 SMA Mahasiswa Laki-laki

22 MT 16 SMP Wiraswasta Laki-laki

23 EW 17 SMA Mahasiswa Perempuan

24 RM 21 SMA Mahasiswa Laki-laki

FAKULTAS TEOLOGI
29

1. Orang Pertama

a. Sakramen adalah janji atau sumpah manusia yang dilakukan pada saat

baptisan.

b. Penuangan air dari kepala, dimaksudkan agar manusia disucikan

dimulia dari kepala.

c. Menenggelamkan seluruh tubuh atau dimandikan seluruh tubuh.

d. Bukan masalah cara apa yang digunakan tetapi dibaptiskan dalam

nama Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus.24

2. Orang Kedua

a. Sakramen adalah ikrar atau janji.

b. Air di tuangkan dari kepala.

c. Memandikan.

d. Keduanya benar, yang penting dibaptis dalam nama Allah Bapa, Putra

dan Roh Kudus.25

3. Orang ketiga

a. Sakramen adalah janji manusia kepada Allah.

b. Menuangkan air dari kepala.

c. Tidak tahu.

d. Keduanya benar.26

4. Orang keempat

a. Sakramen itu janji, melalui baptisan atau perjamuan.

b. Baptisan tuang sama dengan baptisan curah.

c. Baptisan yang dibenamkan seluruh tubuh.

24 Wawancara Y.M
25 Wawancara V.M
26 Wawancara S.L

FAKULTAS TEOLOGI
30

d. Keduanya benar.

e. Mungkin belum memiki iman yang kuat.27

5. Orang kelima

a. Sakramen merupakan bagian dari baptisan.

b. Di curahkan dari kepala.

c. Di benamkan.

d. Hanya simbolisasi yang terpenting dibaptis dalam nama Bapa. Putra,

Roh Kudus28

6. Orang Keenam.

a. Sama seperti tata cara dalam gereja untuk baptisan, perjemuan kudus.

b. Baptisan yang dicurahkan air dari atas kepala.

c. Baptisan yang dimandikan.

d. Itu hanya cara saja.29

7. Orang Ketujuh.

a. Bagian dari baptisan.

b. Mencurahkan air dari kepala.

c. Membaptis seluruh tubuh dalam kolam.

d. Simbolisasi.30

8. Orang Kedelapan.

a. Sama seperti baptisan dan perjamuan.

b. Pendeta mengambil air lalu mencurahkan dari kepala.

c. Dimandikan.

27 Wawancara N.K
28 Wawancara R.T
29 Wawancara N.T
30 Wawancara R.S

FAKULTAS TEOLOGI
31

d. Sama-sama benar, tergantung pada golongan masing-masing.31

9. Orang Kesembilan.

a. Ritual gerejawi seperti baptisan dan perjemuan kudus.

b. Mencurahkan air dari kepala.

c. Membenamkan dari kepala sampai kaki.

d. Sama-sama benar di mata Tuhan.32

10. Orang kesepuluh.

a. Sama seperti pejamuan dan baptisan.

b. Menga

c. mbil air dari wadah lalu mecurahkan dari kepala.

d. Seperti dimandikan.

e. Hanya cara yang berbeda namun sama di mata Tuhan.33

11. Orang kesebelas.

a. Bagian dari perjamuan dan baptisan.

b. Mencurahkan air dari kepala melambangkan penyucian dari atas ke

bawa.

c. Menyucikan tubuh secara keseluruhan.

d. Hanya simbolisasi dari baptisan. Keduanya sama.34

12. Orang Kedua Belas.

a. Sakramen sama seperti perjamuan dan baptisan.

b. Mencurahkan air dari atas.

31 Wawancara A.S
32 Wawancara G.M
33 Wawancara A.W
34 Wawancara K.L

FAKULTAS TEOLOGI
32

c. Seperti memandikan atau membenamkan orang dibaptis.

d. Jika dari ajaran GMIM keduanya sama-sama benar karena merupakan

simbol saja dari baptisan.35

13. Orang Ketiga Belas.

a. Sakramen merupakan janji yang dalam perjamuan atau baptisan

sebelum melakukannya.

b. Memercikkan air dari kepala agar supaya air dapat turun ke seluruh

tubuh.

c. Meneggelamkan seluruh tubuh.

d. Bukan cara yang di permasalahkan yang penting dibaptiskan dalam

nama Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus.36

14. Orang Keempat Belas.

a. Sakramen itu janji atau sumpah yang ditandai dengan baptisan.

b. Memercikkan atau mencurahkan air dari kepala.

c. Memandikan orang yang akan dibaptiskan menurut kepercayaan

golongan Pantekosta.

d. Sama-sama benar.37

15. Orang Kelima Belas.

a. Janji atau sumpah kepada Tuhan.

b. Mencurahkan air dari kepala.

c. Menenggelamkan seluruh tubuh.

d. Kedua-nya benar karena itu hanyalah cara atau simbolisasi.38

35 Wawancara K.M
36 Wawancara Y.M
37 Wawancara R.E
38 Wawancara F.W

FAKULTAS TEOLOGI
33

16. Orang Keenam Belas.

a. Janji manusia kepada Tuhan yang dilakukan saat baptisan.

b. Mencurahkan air dari kepala.

c. Memandikan.

d. Keduanya benar.39

17. Orang Ketujuh Belas.

a. Janji atau sumpah saat baptisan atau perjamuan kudus.

b. Mencurahkan air dari kepala.

c. Memandikan, menenggelam, membasahi seluruh tubuh.

d. Keduanya benar.40

18. Orang Kedelapan Belas.

a. Janji atau sumpah.

b. Mencurahkan air melalui kepala.

c. Memandikan seluruh tubuh.

d. Tidak menjadi masalah apakah diselam atau dicurah, karena keduanya

benar dan itu hanyalah symbol saja yang penting diri kita masing-

masing.41

19. Orang Kesembilan Belas.

a. Upacara atau ritus dalam agama Kristen.

b. Orang percaya hanya dipercik air sedikit saja.

c. Badan orang percaya dimasukkan ke dalam air seluruhnya.

d. Keduanya benar, yang penting didasari dalam nama Bapa, Putra dan

Roh Kudus.42

39 Wawancara F.S
40 Wawancara Y.L
41 Wawancara G.M

FAKULTAS TEOLOGI
34

20. Orang Kedua Puluh.

a. Sakramen itu kesepakatan antara manusia dengan Allah, artinya

seseorang yang berjanji untuk setia kepada Tuhan Yesus.

b. Tidak tahu.

c. Diselamkan, berarti manusia disucikan seutuhnya.

d. Baptisan itu tidak dilihat dari caranya tapi dari pribadi masing-masing,

apa dia benar-benar sunguh memberikan diri untuk Tuhan dan siap

dibaptis karena setiap gereja punya caranya masing-masing.43

21. Orang Kedua Puluh Satu.

a. Sakramen itu janji manusia kepada Allah, dimana janji itu

dimeteraikan dengan cara dibaptis.

b. Tidak tahu.

c. Baptisan selam yaitu manusia dibaptiskan seluruh tubuh dengan

maksud untuk menyucikan diri seutuhnya.

d. Baptisan yang benar adalah baptisan yang diselamkan sesuai ajaran

yang ada di gereja Pantekosta.44

22. Orang Kedua Puluh Dua.

a. Sakramen merupakan pengikat antara Allah dengan manusia.

b. Mungkin menuangkan air seperti nama baptisannya, baptisan tuang.

c. Baptisan selam, membaptis manusia dengan cara dimandikan agar

supaya seluruh tubuh disucikan oleh air yang bersih.

d. Yang benar adalah baptisan selam.45

42 Wawancara C.R
43 Wawancara B.T
44 Wawancara R.S
45 Wawancara M.T

FAKULTAS TEOLOGI
35

23. Orang Kedua Puluh Tiga.

a. Sakramen merupakan janji atau sumpah manusia kepada Allah,

maksudnya manusia menjadi milik kepunyaan Allah.

b. Menuangkan air kepada yang akan dibaptis.

c. Membaptis orang dengan cara diselam dimaksudkan agar orang yang

dibaptiskan itu terbasuh seluruh tubuhnya dan disucikan seutuhnya.

d. Baptisan selam, sesuai ajaran gereja Pantekosta.46

24. Orang Kedua Puluh Tiga.

a. Sakramen itu janji manusia kepada Allah.

b. Tidak tahu.

c. Baptisan selam adalah membaptiskan orang dengan cara

diselamkan/dimandikan, dengan tujuan agar menyucikan seluruh

tubuh.

d. Tentunya baptisan yang diajarkan dalam ajaran gereja Pantekosta.47

4.3 ANALISIS DATA

Dari hasil wawancara yang dilakukan pada 24 informan diatas, peneliti

dapat menyimpulkan bahwa jawaban dari para informan (anggota jemaat)

masih sangat dangkal serta cenderung memiliki pemahan yang sama.

Contohnya pada pertanyaan pertama tentang sakramen, hampir semua

jawaban merujuk pada sumpah atau janji bahkan ada yang menyamakan

sakramen dengan baptisan. Demikian pula dengan pertanyaan-pertanyaan

yang selanjutnya dimana jawaban yang ada, sekali lagi hampir sama.

Pemahaman tentang baptisan masih sangat dangkal. Mereka memahami

46 Wawancara E.W
47 Wawancara R.M

FAKULTAS TEOLOGI
36

baptisan hanya dari sebutan saja tapi tidak memahami secara dalam makna

dari cara-cara tersebut.

Berbeda halnya dengan jawaban dari informan dari golongan Pantekosta

dengan latar belakang gereja yang berbeda-beda yang pada dasarnya

menganut baptisan selam. Dari pertanyaan pertama, jawaban yang ada hampir

sama namun poin penting disini adalah mereka memahami apa itu sakramen.

Dari jawaban atas pertanyaan pertama, dapat dilihat bahwa pengajaran gereja

tentang dasar sakramen diajarkan dengan baik, sehingga mereka dapat

mengerti makna dari sakramen. Namun, pada pertanyaan kedua peneliti

mendapat jawaban yang diluar dugaan karena beberapa informan tidak tahu

apa itu baptisan tuang. Akan tetapi, mereka dapat menjelaskan dengan baik

makna dari baptisan selam yang mereka anut, beda halnya dengan informan

dari golongan GMIM yang masih tidak memahami makna dari baptisan tuang.

Pada pertanyaan terakhir, dari penganut baptisan tuang (GMIM) tidak

mempermasalahkan cara apa yang digunakan yang terpenting dibaptiskan

dalam nama Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus. Namun, jawaban dari

penganut baptisan selam, hampir seluruhnya menjawab bahwa baptisan selam

merupakan cara baptis yang benar, hanya satu informan yang memiliki

pemahaman yang sama dengan golongan GMIM yaitu baptisan bukan

mengenai caranya tapi lebih kepada orang tersebut yang sungguh-sungguh

ingin dibaptis dalam nama Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus.

FAKULTAS TEOLOGI
37

4.4 REFLEKSI TEOLOGI

Manusia sejak awal tercipta melalui karya Allah di Taman Eden, maka

manusia sejatinya merupakan milik Allah. Maka dari itu manusia membangun

suatu ikatan dengan Allah bahwasannya ia adalah milik kepunyaan Allah.

Ikatan itu ditandai dengan sebuah Sakramen Baptisan Kudus, di mana kita

sebagai manusia telah berjanji dan bersumpah bahwa kita adalah milik-Nya.

Setiap gereja Kristen tentunya menekankan tentang Sakramen Baptisan

Kudus baik dilakukan pada bayi ataupun orang dewasa, artinya bahwa

baptisan merupakan salah satu hal yang inti dalam ajaran gereja Kristen. Hal

ini merujuk pada amanat agung dari Yesus Kristus yang juga merupakan

perintah terakhir dari-Nya yang terdapat dalam Matius 28:19-20 “karena itu

pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka

dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka

melakukan sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan

ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir

zaman.” Jelas bahwa baptisan bukanlah sekedar ritus kuno yang dilakukan

turun-temurun melainkan perintah dari Yesus sendiri.Dasar inilah yang

menjadikan baptisan inti dari pengajaran gereja-gereja Kristen. Namun, setiap

gereja tentu memiliki penafsiran serta pemahaman tentang baptisan yang

berbeda-beda, maka dari itu munculah berbagai macam cara dalam membaptis

yang tentu memunculkan polemic yang baru dikalangan Kristen. Setiap gereja

mengklaim cara merekalah yang benar dan yang lainnya harus mengikuti cara

mereka. Memang baptisan merupakan perintah Yesus akan tetapi dalam

FAKULTAS TEOLOGI
38

amanat tersebut Yesus tidak menekankan cara yang harus digunakan

melainkan dibaptis dengan nama Bapa, Anak dan Roh Kudus.

Cara membaptis yang berbeda-beda ini sebenarnya bukanlah masalah yang

krusial hanya saja semakin kesini pro dan kontra soal cara membaptis kian

menjadi komplek seakan tak berujung sehingga pada akhir memicu beberapa

konflik dingin antara kedua golongan yang terlibat dalam kondisi saling

‘tarik-menarik’ untuk masuk dalam golongan masing-masing baik baptis

selam maupun baptis tuang. Bagi GMIM cara tidaklah penting tetapi melihat

dari amanat Yesus yaitu dibaptis melalui Bapa, Putra dan Roh Kudus.

Sedangkan, bagi golongan Panteskosta, baptisan selam merupakan satu-

satunya cara membaptis yang benar. Masalah tersebut justru menghambat kita

umat Kristen dalam melakukan amanat yang telah Yesus perintahkan. Kita

terlalu terfokus pada cara siapa yang benar, penafsiran siapa yang benar dan

hal-hal yang seharus tidak perlu dilakukan. Sebagai orang Kristen kita

diajarkan untuk saling mengasihi sesama kita manusia, baik dari segi

masyarakat maupun gereja.Mengasihi juga melingkupi saling menerima ajaran

masing-masing gereja.Jika kita dapat menerima perbedaan yang ada, maka

masalah yang ada tidak perlu terjadi walaupun tidak bisa dipungkiri gesekan-

gesekan kecil sering terjadi. Namun sebagai orang Kristen, kita dituntut untuk

dapat meminimalisir konflik yang akan terjadi agar kita tidak saling

membenci, membenarkan ajaran masing-masing atau pada taraf yang lebih

para mengklaim keselamatan diperoleh melalui ajaran gereja tertentu.

FAKULTAS TEOLOGI
39

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Pada dasarnya baptisan merupakan transformasi sakramen dalam

Perjanjian Lama. Kata baptisan baru dikenal dalam Perjanjian Baru, baptisan

merupakan pengganti sunat. Selain ini baptisan merupakan amanat agung dari

Yesus Kristus untuk kita umat yang percaya kepadanya. Melaksanakan

baptisan merupakan tugas gereja. Dan sebagai anggota gereja Kristen,

memang sudah menjadi kewajiban untuk dibaptis, baik secara selam atau

tuang.

Gesekan-gesekan memang akan selalu terjadi, tapi sebagai orang Kristen

kita mampu untuk meminimalisir akan hal itu. Sesuai dengan penelitian yang

peneliti lakukan, ada hal yang memang tidak dapat disatukan, seperti cara

membaptis setiap gereja yang berbedaseusai dengan ajarannya masing-

masing. Namun, pada hakekatnya setiap gereja Kristen memiliki tujuan yang

sama, yaitu untuk melaksanakan amanat agung yang Yesus perintahkan.

Hal yang harus kita lakukan, yaitu saling menerima dan saling menghargai

perbedaan. Setiap gereja memang memiliki caranya masing-masing, untuk itu

kita perlu juga mengakui akan ajaran yang ada di gereja lain.

FAKULTAS TEOLOGI
40

5.2 SARAN-SARAN

a. Melakukan amanat agung untuk membaptis seseorang memang dan harus

dilakukan sesuai dengan ajaran gereja masing-masing agar tidak saling

menyalahkan atau membenarkan ajaran yang ada.

b. Sebagai sesama gereja Kristen kita sepatutnya saling menerima dan saling

menghargai ajaran geraja masing-masing.

c. Mari kita menjalankan amanat agung sesuai dengan porsi gereja masing-

masing dan tidak menjatuhkan gereja lain.

FAKULTAS TEOLOGI
41

DAFTAR PUSTAKA

A. M. Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rajawali Pers 2016)

Aritonang S. Jan, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja (Jakarta:

Gunung Langit, 2012)

Becker Dieter Theol, Pedoman Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat

(Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1991)

Bungin Burhan, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta, PT. Raja

Grafindo Persada, 2005)

Calvin Yohanes, Intitutio: Pengajaran Agama Kristen (Jakarta: Gunung

Mulia, 2013)

Dawson Catherine, Metode Penelitian Praktis, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,

2010)

End den Van, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2011)

Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif, (Malang: UMMPRESS, 2004)

Nazir M, Metode Penelitian. (Jakarta: Ghalia Indonesia. 2003)

Pasaribu H. Rudolf Baptisan Ulang Itu Dosa (PT. Atalya Rileni Sudeco, 2002)

Sevilla G. Consuelodkk, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia, 1993)

Soedarmono S., Ikhtisar Dogmatika(Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1996)

FAKULTAS TEOLOGI
42

Verkuyl J., Aku Percaya (BPK Gunung Mulia, 1985)

Wendel Francis, Calvin: Asal Usul Perkembangan Pemikiran Religiusnya

(Surabaya: Momentum, 2010)

REFERENSI

Alkitab

https://bigbiblebook2.wordpress.com/2012/12/16/ajaran-luther-zwingli-calvin

diakses pada tanggal 3/04/2017pukul 10.37wita

FAKULTAS TEOLOGI

Anda mungkin juga menyukai