Anda di halaman 1dari 12

EKOTEOLOGI

“ALKITAB DAN LINGKUNGAN HIDUP”

MAHASISWA
MELFRIAN WANEY

PASCA SARJANA
INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI MANADO
FAKULTAS TEOLOGI
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alkitab dipercaya dan diimani sebagai firman yang Allah berikan yang
diberikan kepada manusia untuk mengatur, menata, dan mengarahkan manusia dalam
melakukan setiap praktek kehidupannya. Orang yang percaya kepada Tuhan tidak
lepas dengan keterikatan ketaatan kepada Tuhan yang dia sembah,. Ketaatan itu
diwujudkan dengan sikap dan Tindakan yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Orang
Kristen yang mengimani bahawa Yesus yang adalah Tuahan dan Juruslamat
menunjukan ketaatan dengan mengikuti apa yang tertulis dalam Alkitab, sehingga
orang Kristen tidak melenceng dari perintah Tuhan.
Segala aturan dan apa yang harus dibuat oleh manusia di tulis dalam alkitab,
bahkan tentang tugas manusia untuk menjaga dan merawat alam telah di tulis dalam
Alkitab. Alkitab banyak mengajarkan bagaimana sehrusnya manusia harus berdamai
dengan segala ciptaan, baik itu hewan, tumbuh tumbuhan, bahkanpun dengan semua
ciptaan yang diatas langit bahkanpun dibawah bumi. Kata berdamai disini dapat
diartikan bahwa manusia harus menjaga Alam tersebut oleh karena manusia
membutuhkan alam sebagai sumber kelangsungan kehidupan dan mencukupi segala
apa yang diperlukan.
Terlepas dari hal itu, dengan seiring berkembangnya zaman, kebutuhan
manusia semakin banyak, sehingga manusia menjadi serakah terhadap Alam dan tidak
memperhatikan sebagai sebuah ciptaan yang harus dijaga dan dikelola dengan sebaik
baiknya, sehingga mulai terjadi berbagai bencana-bencana alam dimana mana yang di
akibatkan oleh keserakahan manusia tersebut. Oleh karena itu Alkitab hadir untuk
menjembatani permasalahan permasalahan tersebut dan memulihkan manusia dari
keserakahan dan menyadarkan manusia bahwa pentingnya alam bagi keberlangsungan
hidup manusia.
BAB 2
PEMBAHASAN
1.1 Definisi Alkitab
Alkitab adalah sebuah kumpulan teks-teks suci yang didalamnya berisi
mengenai firman Allah yang diilhamkan Allah melalui para nabi-nabi dan rasulu-
rasul, untuk menuntun dan mengarahkan manusia dalam sikap, Tindakan, pikiran
bahkan bagaimana menjalian hubungan spiritualitas dengan Allah. Dalam Alkitab
sendiri bukan hanya para nabi-nabi dan rasul rasul yang menuliskan melalui ilham
dari Allah, akan tetapi Allah sendiri juga menulis firmannya. Kata diilhami Allah
berasal dari bahasa Yunani theopneustos yang berarti dimasuki napas Allah. Diilhami
Allah berarti Allah memampukan orang-orang yang dipilih-Nya untuk menulis firman
Allah tanpa kesalahan (Yer.30:2; 2Tim.3:16-17; 2Ptr.1:19-21).1 Tidak semua teolog
sepakat mengenai metode pengilhaman Alkitab. Ada dua macam pemikiran tentang
hal ini.
Pertama, Teori Mekanis. Teori ini meyakini akan pengilhaman yang penuh,
diberikan sekata demi sekata, yaitu bahwa setiap kata dalam Alkitab didiktekan oleh
Roh kudus, secara langsung atau tidak langsung. Oran-gorang tepat menulis apa yang
dikatakan Allah kepada mereka untuk ditulis. Kedua, Dinamis. Yaitu ilham jenis
pikiran, berlawanan dengan ilham sekata demi sekata. Menurut teori ini kata-katanya
dipilih oleh penulis, tetapi kebenaran yang dikemukakan datang dari Roh Kudus. Jadi
kedua metode tersebut dapat dibenarkan. Pada dasarnya pemikiran – pemikiran
Alkitab diilhamkan. Bagaimana-pun, agar pemikiran dipahami, harus dinyatakan
dalam kata-kata. Bukti penting bahwa Alkitab itu adalah kitab yang diilhamkan yaitu
Alkitab itu sendiri.
Firman Tuhan itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan
(Mzm.33:4). Berikut ini uraian tentang ayat firman Tuhan sebagai bukti bahwa
Alkitab diilhamkan: Surat 2 Timotius 3:16 Dalam ayat ini rasul Paulus menyatakan
bahwa segenap tulisan diilhami oleh Allah dan berguna untuk banyak hal. Alkitab
mengklaim diberikan melalui inspirasi oleh Allah (bd.2Tim.3:16), dihembuskan,
dinafaskan Allah. Roh Kudus, penulis Alkitab yang sebenarnya, memampukan para
rasul dan para nabi untuk mencatat wahyu Allah dengan suatu cara yang dapat
dipercaya secara mutlak. Orang-orang ini dipimpin oleh Roh Kudus sehingga tulisan-
tulisan mereka tidak lebih dan tidak kurang sebagai wahyu Allah tanpa kesalahan
(2Ptr.1:20, 21).2
a. Sifat sifat Alkitab
Ada tujuh sifat kitab suci yang digariskan Menurut V. Scheunemann antara lain:

1
Sentot Sadono, Pedoman Pernyataan Asas-Asas Kepercayaan Gabungan Gereja Baptis Indonesia dan Pedoman
Pelayanan Pejabat Gereja Baptis Indonesia (Semarang: STBI, 2005),15
2
J. Clyde Turner, Pokok-Pokok Kepercayaan Orang Kristen (Bandung: Lembaga Literatur Baptis 1978), 10-11.
 Infallibilitas Alkitab
Infallibilitas Alkitab artinya otoritas Alkitab tanpa cacat, tanpa cela, mutlak
dan mencakup seluruhnya. Alkitab tidak dapat dikontradiksikan, dilanggar, diabaikan
atau dilawan dengan cara apapun tanpa mendapat hukuman.
 Inerransi Alkitab
Inerransi Alkitab Inerransi artinya Alkitab mempunyai kualitas yang bebas
dari kesalahan.Alkitab tidak mungkin salah, Alkitab tidak mengatakan yang
bertentangan dengan kenyataan, Alkitab mencatat sejarah secara akurat dan
sempurna.
 Verbal
Verbal artinya setiap kata dalam Alkitab adalah dinapaskan oleh Allah
bersama dengan rancangan gramatikal kalimatnya (sintaksis).
 Plenary
Plenary artinya keseluruhan dari 66 kitab dalam Alkitab sama-sama
diinspirasikan, walaupun kegunaan dari wahyu tersebut bervariasi.
 Konfluen
Konfluen (kesesuaian) artinya para penulis Alkitab tidak dipakai sebagai
boneka-boneka mekanis. Tetapi Allah sendiri bebicara secara kreatif. Ini berarti
bahwa perkataan perkataan Alkitab merupakan perkataan manusia dan perkataan
Allah pada waktu yang sama, namun akhirnya berasal dari Allah juga yang bebas dari
kesalahan.
 Perspicuity
Perspicuity (ketajaman) artinya doktrin ini mengenai kejelasan Alkitab yang
mana, setiap orang yang bisa membaca dapat membaca dan mengerti Alkitab.
 Efficax
Efficax artinya Alkitab mempunyai maksud dan tujuannya. Maksud dan
tujuan Alkitab adalah memanggil dan mengantar manusia kepada keselamatan oleh
karena kematian dan Kebangkitan Kristus.3
1.2 Definisi Ekologi
Istilah ekologi pertama kali dimunculkan oleh Ernst Haeckel, seorang murid
Darwin pada tahun 1866, yang menunjuk pada keseluruhan organisme atau pola
hubungan antara organisme dan lingkungannya. Ekologi berasal dari kata Yunani:
oikos dan logos, yang secara harafiah berarti „rumah‟ dan „pengetahuan‟. Ekologi
sebagai ilmu berarti pengetahuan tentang lingkungan hidup atau planet bumi ini
sebagai keseluruhan. Bumi dianggap sebagai rumah tempat kediaman manusia dan
3
8 Scheunemann, Apa Kata Alkitab Tentang Dogma Kristen, 111-112.
seluruh makhluk dan benda fisik lainnya. Selanjutnya menurut William Chang,
secara harafiah ekologi berarti penyelidikan tentang organismeorganisme dalam jagad
raya.4 Menurut Denis Owen sebagaimana yang dikutip oleh A. Sony Keraf berkata
bahwa Ekologi berurusan dengan dengan hubungan di anta tumbuhan dan hewan dan
lingkungan di mana mereka hidup. Bumi merupakan kediaman bersama dengan
makhluk lainnya. Dengan kata lain bumi merupakan rumah yang di dalamnya
manusia, hewan, tumbuhan dan materi lainnya hidup secara berdampingan. Seperti
yang dikatakan oleh Sony bahwa: Ekologi bukan semata-mata berurusan dengan
pencemaran. Ia juga bukan sematamata persoalan tentang kerusakan alam.
Lingkungan hidup atau ekologi mengandung pengertian yang lebih luas, lebih
mendalam dan lebih filosofis menyangkut kehidupan dan interaksi yang terjalin di
dalamnya. Ia menyangkut mata rantai jaring makanan dan siklus yang
menghubungkan satu kehidupan dengan kehidupan lainnya dan interaksi antara semua
kehidupan dengan ekosistemnya, dengan bumi tempat hidup semua kehidupan.
Singkatnya, ekologi berbicara tentang kehidupan dan jaringan kehidupan yang terdiri
dari jaringan di dalam jaringan.5
Saling keterkaitan ini membuat manusia seharusnya menyadari bahwa di
dalam bumi ini, manusia tidak hidup sendiri. Artinya ada makhluk hidup lain yang
berhak untuk hidup dalam lingkungan yang sama di mana manusia berada. Tidak
hanya itu saja, manusia membutuhkan makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan dan
hewan agar supaya manusia tetap bertahan hidup. Sebaliknya juga demikian,
tumbuhan dan hewan membutuhkan manusia agar supaya mereka bisa bertahan
hidup dan tidak cepat punah.
1.3 Pandangan Alkitab tentang Ekologi
Alkitab yang sudah kita pahami, melalui definisi, fungsi bahkan sifat-sifat
yang adalah sebuah keutuhan karya yang menjadi pedoman dalam mengatur tatanan
setiap aspek kehidupan, bukan hanya secara khusus kepada manusia, akan tetapi
kepada semua ciptaan, maka dapat disimpulkan bahwa Alkitab sendiri juga mengatur
dan berperan dalam proses penataan lingkunagan hidup dalam hal ini hewan,tumbuh-
tumbuhan serta semua yang ada diatas bumi maupun dibwah bumi.
Dalam Alkitab dikatakan bahwa Allah menciptakan manusia secara berbeda
seperti ketika Ia menciptakan makhluk hidup lainnya. Kejadian 1:27 mengatakan
bahwa manusia diciptakan menurut gambar-Nya. Menurut Robert P. Rorong teks
Kejadian 1:26-28 adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Memahami mandat
penguasaan atas alam terkait dengan pemahaman tentang hakikat penciptaan manusia
sebagai gambar Allah. Kata Ibrani yang digunakan dalam mandat menguasai dan
menaklukkan alam memang berkonotasi mengeksploitasi kalau diterjemahkan secara
harafiah.15 Selanjutnya, kata radah dan kabash secara harafiah berarti menginjak atau
memeras.6 Penggunaan kata itu dalam rangka memberikan tekanan atas fungsi
4
William Chang, Moral Spesial, (Yogyakarta: 2015), hal. 261.
5
A. Sony Keraf, Filsafat Lingkungan Hidup Alam Sebagai Sebuah Sistem Kehidupan, (Yogyakarta:2014),hal.46
6
Robert P. Rorong, op. Cit, hal. 237
manusia menegakkan dan menjalankan hak Tuhan atas dunia. Selanjutnya menurut
James Nash seperti yang dikutip oleh Robert Rorong mengatakan bahwa penggunaan
kata itu adalah dalam rangka meyakinkan manusia bahwa ia akan berhadapan dengan
tantangan alam dalam rangka mempertahankan hidupnya.7 Oleh karena itu, tugas
manusia bukannya mengeksploitasi alam seenaknya demi memenuhi kepentingan
pribadi sehingga memengaruhi perkembangbiakan makhluk hidup lainnya. Kuasa
yang Allah berikan kepada manusia bukan berarti manusia menjadi makhluk yang
superior atas yang lainnya.8 Kuasa yang Allah berikan kepada manusia berarti
manusia diberikan mandat untuk mengelolah, menjaga serta memelihara alam
sedemikian rupa sehingga manusia dan makhluk hidup lainnya dapat hidup
berdampingan dalam sebuah oikos.
A. PandanganAlkitab Perjanjian lama tentang Alam
Penjelasan Alkitab dalam perjanjian lama tentang Alam merupakan sesuatu
keadaan keindahan, yang tidak sanggup diungkapkan secara penuh oleh gaya sastra
mazmur-mazmur dan kebijakan. Tuhan telah berfirman seperti yang tertera dalam
kejadian 2:19-20 yang berbunyi: “Lalu Tuhan Allah membentuk dari tanah segala
binatang hutan dan segala burung di udara. Di bawanyalah semuanya kepada
manusia untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang di
berikan manusia itu kepada tiaptiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama
makhluk itu.”9
Manusia mempunyai hubungan yang tidak terpisahkan dengan alam semesta.
Manusia berhubungan dengan hewan. Seperti yang dikisahkan dalam kitab kejadian
tersebut, Tuhan telah meciptakan suatu lingkungan hidup yang tediri dari manusia dan
segala disekelilingnya baik selain manusia dengan manusia untuk membentuk suatu
komunitas makhluk ciptaannya, dan di dalam komunitas ini manusia bertanggung
jawab.
B. Pandangan Alkitab perjanjian Baru tengan Alam
Dalam Perjanjian Baru, Pengertian kosmos atau Alam dalam perjanjian baru
adalah himpunan keadaan dan kemungkinan dalam hidup. pengertian ini bersifat
kristologis, di mana lingkungan alam atau kosmos dihubungkan dengan ruangan dan
kata ini juga melukiskan kemanusiaan, ruangan atau kosmos di sini adalah diciptakan
oleh Tuhan dan manusia melakukan sesuatu secara betanggung jawab.10
Seperti yang diterangkan dalam surat-surat paulus, yang di maksud dengan
kosmos adalah segala sesuatu yang bukan Tuhan, yakni lingkungan alam semesta.
Lingkungan di sini bersinggungan dengan semua benda dan mencakup kemanusiaan
yang dilukiskan sebagai alam semesta. Yang di maksud dengan kosmos adalah ruang
yang meliputi semua yang berada di luar Tuhan. Hal pemikiran ini paulus tidak

7
Robert P. Rorong. Hal. 238
8
Lukas Awi Tristanso, Hidup Dalam Realitas Alam, (Yogyakarta: 2016), hal. 28
9
Al Kitab Injil, Perjanjian Lama Dan Perjanjian Baru, Lembaga Al Kitab Indonesia, Bogor, 1982, hlm. 10
10
Merry Evelyn Tucker & John A. Grim, Agama, Filsafat, & Lingkungan Hidup, (Yogyakarta:2013), hal. 7
mempunyai keteraturan karena dunia telah kehilangan keseimbangan dan keserasian
seperti yang tertera dalam kitab suci injil yang berbunyi: “Dimanakah orang yan
berhikmat? Di manakah ahli taurat? Di manakah ahli pembantah dari dunia ini?
bukankah Allah telah membuat hikmah dunia ini menjadi kebodohan? Oleh karena
dunia, dalam hikmah Allah , tidak mengenal Allah oleh hikmahnya, maka Allah
berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil”.
(I Kor. 1:20-21).11
Dalam kitab-kitab Injil Sinoptik, kata kosmos digunakan dalam pengertian
“Planet bumi” disebut “bumi secara materi” (Mat.24:21) atau dalam pengertian dunia
manusia (Mat. 4:8) atau bangsa- bangsa dunia (Luk.12:30). Dikatakan juga bahwa
dunia ini merupakan tantangan sasaran pemberitaan Injil (Mat. 28:19 bnd. Mrk.
16:15). Karena itu kata “dunia” berarti suatu kebutuhan yang bersifat universal dan
dengan demikian merupakan suatu tantangan yang bersifat universal juga.
Kosmos diartikan sebagai bumi seperti dalam Roma 1:20 yang menyebutkan
tentang penciptaan dunia. Pandangan Paulus tentang penciptaan ialah bahwa Allah
sendiri yang menciptakan segala sesuatu (Rm. 1:25; Ef. 3:9). Tetapi lebih lanjut ia
menghubungkan Kristus juga dalam penciptaan yaitu sebagai pelaku dalam
penciptaan (Kol. 1:15). Sesungguhnya ciptaan itu bukan saja sebagai sesuatu yang
diciptakan oleh Kristus tetapi juga diciptakan untuk Dia, dalam Yunani en auto; eis
auton berarti sasaran penciptaan (Kol. 1:16). Paulus memandang bumi berpusat
kepada Kristus, bukan pada manusia. Karena itu kosmos sering diartikan lingkungan
hidup manusia (I Tim. 6:7). Penggunaan kosmos dalam arti “dunia manusia” ini
merupakan ciri khas PB (I Kor. 14:10; 2 Kor.1:12; Rm. 5:12). Kosmos dalam surat-
surat Paulus lebih sering berarti dunia yang tidak sejalan dengan Allah. Dengan
demikian hikmat dunia dipertentangkan dengan hikmat Allah (I Kor. 1:20; 3:19) roh
dunia berlawanan dengan Roh yang berasal dari Allah (I Kor. 2:12). Dunia itu sendiri
tanpa pengharapan dan tanpa Allah (Ef. 2:12). Tetapi Paulus tidak mendukung
pendapat bahwa dunia pada dasarnya adalah jahat. Ada suatu kekuatan asing yang
bekerja di dunia ini “jalan dunia ini” disamakan dengan “menaati penguasa kerajaan
angkasa” (Ef.2:2). Walaupun demikian, masih ada harapan karena Kristus telah
mendamaikan dunia dengan diri-Nya (2 Kor. 5:19). Hal ini membawa orang Kristen
pada suatu cara hidup yang sama sekali baru di dalam dunia, yaitu hidup dalam dunia
tetapi bukan milik dunia (Kol. 2:20). Sesungguhnya, orang Kristen itu dianggap
memiliki dunia (I Kor.3:21-22), walaupun demikian jangan sekalikali ia lupa bahwa
dunia ini akan berlalu (1Kor. 7:31).12
C. Pemhaman tentang Alam menurut bangsa-bangsa dalam PL
Kebudayaan Mesir dan Mesopotamia yang menyembah berhala
mencerminkan alam lingkungan mereka. Agama mereka, sama seperti agama para
tetangga mereka orang Het dan orang Kanaan dipusatkan pada alam. Mereka tidak

Al Kitab Injil, Perjanjian Lama Dan Perjanjian Baru, Lembaga Al Kitab Indonesia, Bogor, 1982, hlm.231
11

12
Hoekema, Anthony A. Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah. Surabaya:
Momentum, 2003. Hal 57
mempunyai konsep mengenai Allah Pencipta yang esa dan maha kuasa. Jadi mereka
mencoba menjelaskan gejala keanehan iklim, hal-hal yang berkaitan dengan
pertanian, dan geografi di dunia sekitar mereka itu dengan menggunakan bermacam-
macam dewa.13 Deisme, menerima Allah yang menciptakan alam semesta, tetapi ia
percaya tidak lagi terlibat dengan ciptaan-ciptaan-Nya. Ateisme, menolak sepenuhnya
kepercayaan kepada Allah. Panteisme, percaya alam semesta adalah Allah, tempat
Politeisme percaya kepada banyak allah.14 Sedangkan orang Ibrani tidak mempunyai
kata lain untuk menerangkan alam selain gambaran dari aktifitas Allah sendiri. Allah-
lah yang berbicara dalam badai. Hujan turun berarti Allah memberkati. Musim kering
berarti Dia mengutuk. Allah bernafas dalam angin, menghakimi dalam gempa bumi,
dan menyatakan kemulian-Nya dalam cakrawala.15
1.4 Ekoteologi adalah hasil dari implementasi pandangan Alkitab tentang Alam
Masalah ekologi atau lingkungan hidup umumnya terkait dengan saling
ketergantungan antara manusia dengan lingkungan hidup. Hubungan ketergantungan
ini dibutuhkan kesadaran yang hakiki dalam menghadapi keadaan hidup dan
lingkungannya. Manusia saat ini sebenarnya menyadarai dampak dari bahaya
penggarapan alam semesta yang saat ini timbul kerenggangan antara hubungan
manusia dengan lingkungan hidup. penggarapan ini seiring dengan teori-teori dan
teologi yang dominan pada abad 19an dan 20-an. Penguasa ekonomi dan politik telah
memanfaatkan manusia, manusia yang di anggap lemah dan tidak berdaya untuk
menggarap dan memporak -porandakan alam dan lingkungan hidup untuk
dimanfaatkan kepentingan pribadi.16 Hal ini terdapat kesalahan sikap dasar manusia
terhadap lingkungan hidup.
Terhadap segala makhluk ciptaannya, seharusnya manusia bersikap
menghargai dan memperlakukannya sesuai dengan nilai yang tekandung di dalam
makhluk ciptaannya. Mengingat manusia adalah berkodrat sosial, maka kebanyakan
tindakan manusiawi mencakup kerja sama dan hubungan manusia dengan segala
ciptaan Tuhan.17
Banyak manusia yang tak beriman kepada Tuhan berpendapat bahwa manusia
adalah satu-satunya sumber makna dan nilai dalam alam semesta. Ciptaan selain
manusia di pandang sebagai makhluk hidup yang tidak berdaya pikir dan tidak
bernilai dalam dirinya. Pandangan non religius ini memperlakukan alam semesta
tanpa belas kasihan, yaitu tanpa batas dan penghargaan kepada benda-benda non
manusiawi.
Perkembangan tersebut adalah penggarapan alam semesta tanpa batas,
cenderung menghabis-habiskan alam demi kepentingan kelompok manusia tertentu.

13
Hoekema, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, 3.
14
Rick Cornish, 5 Menit Apologetika (Bandung: Pionir Jaya, 2007), 82.
15
Houston, The Lion Handbook of the Bible,10–14.
16
William Chang, OFMCap, Moral Lingkungan Hidup, Kanisius, Yogyakarta, 2001, hlm.46
17
Martin Lukito Sinaga, Menembus Ciptaan: konferensi Tingkat Tinggi BumiR io:
Tantangan Bagi Gereja, Gereja, Gunung Mulia, Jakarta, 1994, hlm.85
Keterbatasan sumber kekayaan alam tidak diperhitungkan dan tidak dipertimbangkan
lagi. Sikap dan perlakuan mereka terhadap alam dan lingkungan hidup tidak dikaitkan
dengan sang pencipta. Akibatnya, yang kaya semakin kaya sedangkan yang miskin
semakin miskin akibat segala bentuk fasilitas yang diperoleh dari pihak penguasa
tertentu.
Sungguhpun demikian, masih ada pihak yang mengakui kekuatan dan nilai
yang tinggal dalam makhluk selain manusia. Makna dan keindahan dan ciptaan
menimbulkan sikap kagum dan terpesona. Walaupun belum seutuhnya masyarakat ini
mengakui adanya sikap hormat yang bersifat religius kepada alam dan hubungan
kepada ciptaan lain non manusia.
Perkembangan hubungan manusia dalam hubungannya dengan alam atau
lingkungan dapat diidentifikasikan melalui tiga kategori yang menonjol. Pertama,
memandang alam sebagai ruang kuasa-kuasa yang menakutkan. Gunung-gunung,
pohon-pohon besar, sungai-sungai dan lain-lainnya, di pandang sebagai tempat hunian
dewa-dewa atau ilah-ilah, yang sewaktu-waktu dapat mendatangkan bencana yang
menghancurkan bagi manusia. Kategori ini, manusia patuh dan tunduk terhadap alam
dan berusaha membujuk alam supaya bersahabat. Bujukan-bujukan ini bisa berupa
sikap hormat dan tidak mengganggu, bisa juga dengan upacara adat atau keagamaan
yang bertujuan menjaga kekeramatan alam tersebut. Manusia pada tahap ini berharap
sang penghuni alam tidak mengganggu manusia juga tidak mendatangkan petaka
bahkan menjadi pelindung manusia. Hasil dari sikap ini adalah alam tidak rusak dan
tetap lestari, tetapi di sisi lain, potensi alam yang besar tidak tergali secara optimal.
Kedua, alam atau lingkungan merupakan suatu objek yang dapat diselidiki dan
dimanfaatkan oleh manusia. Inilah pandangan yang secara umum dikembangkan oleh
masyarakat modern. Tahap ini manusia tidak takut lagi dengan alam. Alam
ditaklukkan dan di kuras untuk kepentigan individu manusia. Hasil dari sikap ini jelas
kehancuran lingkungan alam dan penyakit inilah yang sedang menjangkit lingkungan
hidup saat ini. lingkungan hidup sekarat, hutan di babat habis, air tanah di sedot habis-
habisan, binatang-binatang di buru secara tak terkendali, air dan udara terpolusi,
akibatnya keserasian lingkungan hidup terganggu.
Ketiga, alam dan manusia di pandang sebagai dua objek yang saling
mempengaruhi. Pandangan seperti ini, manusia mengelola alam itu secara hati-hati
sehingga pada satu pihak alam mendatangkan manfaat bagi manusia dan dipihak lain
manusia menjaga kelestarian lingkunga hidup.18
Upaya pendasaran Alkitab terhadap lingkungan hidup mengalami perjalanan
yang panjang. Beberapa teolog memandang Kejadian 1:26-28 sebagai dasar teologi
dari hubungan manusia dan lingkungan hidupnya. Pertama, kata “berkuasa” perlu
dimengerti berdasarkan konteks terdekat Kejadian 1. Artinya kata tersebut dipahami
dalam kaitan dengan konsep tentang berkat (ayat 28a) dan pembagian antara manusia
dan binatang tanpa adanya saling membunuh. Kata “berkuasa” (raddah) di sini tidak
18
Arliyanus Larosa, Misi sosial Gereja, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1993, hlm.84
boleh dimengerti sebagai kesewenang-wenangan atau perlakuan keras dan kasar,
melainkan lebih sebagai tugas untuk memelihara dan mengurus. Hal tersebut sesuai
pula dengan Raja atau Gembala Timur Tengah Kuno yang memang bertugas
mengatur dan mengupayakan agar rakyatnya hidup dalam damai dan sejahtera.
Berikutnya, kata “menaklukkan” (kabbas) tidak boleh dimengerti secara
negatif tetapi harus dimengerti secara positif (mengolah dan mengerjakan). Manusia
berdasarkan Kejadian 1 harus lebih dilihat sebagai wakil Allah, wazir atau kalifah
yang bertanggung jawab atas bumi dan segala makhluknya. 19 Lebih lanjut, Jurgen
Moltmann menyampaikan kritik terhadap upaya penafsiran ulang Kejadian 1 karena
menurutnya masih terlalu antroposentris. Memang sudah ditegaskan bahwa tugas
manusia adalah memelihara dan bukan merusak alam. Namun demikian, pusat
perhatian tetap diberikan kepada manusia. Dunia dilihat sebagai milik manusia.
Karena itu, Moltmann menegaskan bahwa mahkota karya penciptaan sebenarnya
bukan manusia melainkan sabat, yaitu kegembiraan Allah atas segala karya ciptaan-
Nya sendiri yang baik.20 Sehingga pada tahun 1866 Ernst Haeckel, seorang murid
Darwin mulai memberi perhatian kepada masalah masalah Ekologi. Heackel berpikir,
untuk menciptakan kesedaran dan kepedulian terhadap masalah masalah Ekologi,
maka harus ada sentuhan Agama didalamnya, agar dapat mengandung unsur moral
dan ketaatan, sehingga pada akhirnya munculah istilah ekoteologi atau cara pandang
teologi terhadapat masalah masalah ekologi.

19
Adrianus Sunarko, Menyapa Bumi, Menyembah Hyang Ilahi: Perhatian pada Lingkungan
(Kanisius. 2008:Yogyakarta), 33.
20
Adrianus Sunarko, Menyapa Bumi, Menyembah Hyang Ilahi. hal34
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Alkitab adalah sebuah kumpulan teks-teks suci yang didalamnya berisi mengenai
firman Allah yang diilhamkan Allah melalui para nabi-nabi dan rasulu-rasul, untuk menuntun
dan mengarahkan manusia dalam sikap, Tindakan, pikiran bahkan bagaimana menjalian
hubungan spiritualitas dengan Allah, bahkanpun bukan Cuma mengatur tentang manusia
tetapi juga tentang semua ciptaan dalam hal ini alam yang menjadi lingkungan hidup semua
citaan. Kecintaan terhadap lingkungan sekitar membuat manusia mensyukuri akan
setiap karya Tuhan yang begitu mengesankan yang dilakukan pada masa penciptaan di dalam
Kejadian 1. Tidak dapat disangkal bahwa kekristenan sendiri tidak hanya berbicara mengenai
Allah saja, namun juga ekologi (lingkungan sekitar) perlu untuk diusahakan atau dengan kata
lain, dilestarikan. Oleh karena itu dalam alkitab sendiri menjelaskan pentingnya Alam dalam
hal ini lingkungan hidup manusia, demi keberlangsung hidup manusia.
Bangsa bangsa dalam perjanjian lama adapula yang menjadikan Alam sebagai hal
yang mereka sembah, karena mereka berpikir alam layaknya tuhan yang mencukupi segala
keperluan mereka. Mereka melihat fenomena fenomena alam seperti bencana-bencana adalah
sebuah teguran kepada mereka, sehingga mereka menyembah alam sebagai tuhan mereka,
dan tidak percaya kepada Allah.
Oleh karena banyak masalah masalah ekologis yang terjadi terhadap alam, baik yang
di hasilkan oleh perbuatan manusia, atupun secara alami maka muculah gerakan kepedulian
kepada Alam dengan menjembatani masalah ekologis yang terjadi dengan Agama, dalam hal
ini Agama Kristen yang berdasar kepada Alkitab.
Alkitab melaui penafsiran-penafsiran para teolog, memberikan pandangan baru
kepada terhadap alam sehingga alam bukan lagi menjadi objek keserakahan manusia
melainkan menjadi hal yang perlu diperhatian dan dirawat dengan sebik-baiknya.
DAFTAR ISI
Arliyanus Larosa, 1993 (Misi sosial Gereja) Bandung: Yayasan Kalam Hidup
Adrianus Sunarko, 2008 (Menyapa Bumi, Menyembah Hyang Ilahi: Perhatian pada
Lingkungan)Yogyakarta: Kanisius
Al Kitab Injil, Perjanjian Lama Dan Perjanjian Baru, Lembaga Al Kitab Indonesia,
Bogor, 1982,
A. Sony Keraf, 2014.(Filsafat Lingkungan Hidup Alam Sebagai Sebuah Sistem
Kehidupan), Yogyakarta:Gandum Mas
Borrong, Robert. P. 1998 (Teologi dan Ekologi) Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hoekema, Anthony A.2003 (Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah). Surabaya:
Momentum
Houston, 2011 The Lion Handbook of the Bible
J. Clyde Turner, 1978 (Pokok-Pokok Kepercayaan Orang Kristen) Bandung:
Lembaga Literatur Baptis
Lukas Awi Tristanso, 2016 (Hidup Dalam Realitas Alam), Yogyakarta: ANDI
Merry Evelyn Tucker & John A. Grim, 2013 (Agama, Filsafat, & Lingkungan
Hidup)Yogyakarta: momentum
Martin Lukito Sinaga, 1998 (Menembus Ciptaan: konferensi Tingkat Tinggi BumiR
io: Tantangan Bagi Gereja, Gereja), Jakarta: BPK Gunung Mulia
Rick Cornish, 2007 (5 Menit Apologetika) Bandung: Pionir Jaya
Sentot Sadono.2005 (Pedoman Pernyataan Asas-Asas Kepercayaan Gabungan
Gereja Baptis Indonesia dan Pedoman Pelayanan Pejabat Gereja Baptis
Indonesia).Semarang: STBI
Scheunemann, 2015.(Apa Kata Alkitab Tentang Dogma Kristen, William Chang,
Moral Spesial) Yogyakarta :BPK Gunung Mulia
William Chang, OFMCap, 2001 (Moral Lingkungan Hidup) Yogyakarta: kanisius

Anda mungkin juga menyukai