Anda di halaman 1dari 44

MODUL

TEKNIK KONSELING DASAR

Johana Rosalina Kristyanti*

2016

*Untuk kalangan sendiri. Dilarang memperbanyak tanpa seijin penulis.

KATA PENGANTAR
Dari pengalaman dan pengamatan penulis sebagai konselor, dosen
maupun pelatih, cukup banyak kebutuhan akan pelatihan-pelatihan
konseling bagi para calon konselor, konselor, guru, mahasiswa, pekerja sosial,
aktivis, para kaum religius yang bekerja untuk membantu klien yang datang
pada mereka untuk konseling. Namun, tidak banyak bahan yang tersusun
dengan cukup komprehensif untuk kebutuhan tersebut. Untuk itulah, modul
Ketrampilan Konseling Dasar ini dibuat.

Modul ini berisi topik-topik Ketrampilan Konseling Dasar yang


dimulai dari Ketrampilan Hubungan Interpersonal sampai pada Ketrampilan
Inti Konseling. Ketrampilan Konseling Dasar mencakup Mendengarkan
Aktif, Hambatan dalam Mendengarkan dan Micro Skills in Listening, atau
Ketrampilan Inti dari Mendengarkan. Dengan memadukan uraian topik,
latihan, tujuan latihan, aktivitas serta refleksi di setiap topik pelatihan ini,
modul ini diharapkan dapat dipakai sebagai alat bantu untuk berlatih bagi
para pembaca serta peserta pelatihan agar dapat melakukan konseling
dengan lebih percaya diri.

Bahan-bahan untuk modul ini diambil dari berbagai sumber yang


seringkali dipakai penulis untuk mengajar Mata Kuliah Konseling. Dengan
berbagai modifikasi, tanpa menghilangkan arti sesungguhnya, penulis
mengutip materi tersebut serta menyebutkan sumber yang dipakai pada
Daftar Bacaan.

Akhir kata, terimakasih penulis ucapkan pada berbagai pihak yang


membantu terbitnya modul ini, semoga bermanfaat. Selamat berlatih!

Jakarta, September 2016


Johana Rosalina Kristyanti (Rosa)

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

TOPIK I 4
Apa itu Konseling?

TOPIK II 6
Mendengarkan Aktif

TOPIK III 10
Micro Skills (Ketrampilan Inti Konseling)

TOPIK IV 14
Kode Etik dalam Konseling

LAMPIRAN 1 28
Tingkah Laku Mendengarkan Saya

LAMPIRAN 2 31
Latihan Hambatan Mendengarkan

LAMPIRAN 3 32
Dari Sepatu Mereka

LAMPIRAN 4 33
Latihan Micro Skills

LAMPIRAN 5 38
Kasus-kasus Kode Etik
DAFTAR BACAAN 43

Pandangan Yesus 44

3
TOPIK I:

APA ITU KONSELING?

1. URAIAN TOPIK

a. Definisi Konseling

Menjadi konselor dan melakukan konseling adalah sebuah tugas yang


tidak mudah. Untuk membantu tugas yang tidak mudah itulah, maka
setiap konselor perlu melalui proses pelatihan dan/atau pendidikan yang
dirancang untuk menyiapkan para calon konselor lebih siap ketika
bertemu para kliennya.

Adalah mutlak bagi seorang konselor untuk mengetahui apa itu


konseling atau definisi konseling. Walau tidak mudah untuk
mendefinisikan konseling, sejumlah ahli mencoba untuk mendefinisikan
konseling. Salah satunya definisi yang dilakukan oleh British Association
of Counselling (BAC) di tahun 1984, sbb:

Kata “konseling” mencakup bekerja dengan banyak orang dan


hubungan yang mungkin saja bersifat pengembangan diri, dukungan
terhadap krisis, psikoterapis, bimbingan atau pemecahan
masalah.....Tugas konseling adalah memberikan kesempatan kepada klien
untuk mengeksplorasi, menemukan, dan menjelaskan cara hidup lebih
memuaskan dan cerdas dalam menghadapi sesuatu.

b. Tujuan Konseling

4
Untuk membuat sebuah proses konseling itu efektif, maka seorang
konselor perlu memiliki pemahaman tentang tujuan yang akan dicapai
bersama kliennya melalui proses konseling. Tujuan bisa dibuat bersama
dengan klien pada pertemuan pertama untuk memudahkan konselor dan
klien fokus pada pencapaian tujuan tersebut. Tentunya ketika membuat
tujuan itu, baik klien maupun konselor perlu realistis, mengingat sebuah
hubungan konseling, seperti halnya proses lain, dibatasi oleh waktu.

Salah satu tujuan utama konseling adalah: membantu klien untuk


merasa lebih baik, atau paling tidak merasa lebih nyaman untuk waktu
yang cukup lama. Konselor juga bisa menetapkan tujuan untuk
membantu kliennya menjadi lebih self-sufficient (memiliki kemampuan
menolong diri sendiri), sehingga dapat menghadapi situasi hidup
selanjutnya dengan lebih konstruktif.

Hal-hal penting yang perlu diingat:

 Konseling adalah bentuk pertolongan yang fokus pada


kebutuhan dan tujuan seseorang.
 Konseling serupa namun tak sama dengan bentuk pertolongan
lain misalnya psikoterapi dan perawatan psikiatrik.
 Terdapat berbagai teori dalam konseling, dan beragam setting
untuk praktek konseling.
 Keragaman konseling juga terefleksikan dalam disiplin
akademik yang menjadi akarnya seperti filosoi, agama, seni,
psikologi, dan psikiatri.

2. LATIHAN

Lihat lampiran 1: “Memberikan Bantuan yang Efektif”.

3. REFLEKSI

 Apakah definisi dan tujuan konseling yang diuraikan mencakup


makna konseling yang selama ini anda ketahui?
 Tambahan atau pengurangan apa yang ingin anda lakukan?

TOPIK II:

5
MENDENGARKAN AKTIF

“Sakit rasanya kalau tidak didengarkan”

Mendengarkan begitu biasa sehingga kita menerimanya begitu saja.


Sayangnya, kebanyakan dari kita merasa bahwa diri kita adalah pendengar yang
lebih baik daripada yang sesungguhnya (Michael P.Nichols, 1997).

1. URAIAN TOPIK

Mengapa mendengarkan dengan aktif itu sangat penting dalam


konseling? Karena konseling menggunakan kemampuan
mendengarkan, maka bukanlah mendengarkan yang biasa yang
diperlukan untuk dapat memahami klien atau orang yang akan meminta
bantuan kita untuk mendapatkan konseling. Mendengarkan aktif
meliputi empat intensi (niat) yang ada dalam diri orang yang
mendengarkan:

1) Mengerti seseorang: pendengar yang baik akan mendapatkan


impresi/kesan sebagai tahap awal pemahaman tentang orang
yang diajak bicara. Semakin sungguh-sungguh kita
mendengarkan semakin banyak hala yang kita mengerti tentang
orang tersebut.

2) Menikmati percakapan: keinginan sungguh-sungguh


mendengarkan membuat percakapan jadi menyenangkan untuk
dinikmati, konselor meminimalisir kebosanan dan kejenuhan
selama mendengarkan.

3) Belajar sesuatu: ternyata, tidak hanya klien yang mendapatkan


sesuatu dari proses menceritakan, sebagai konselorpun anda

6
dapat kesempatan untuk belajar dari pengalaman yang
dibagikan oleh klien anda.

4) Memberikan bantuan: ketika seseorang mendengarkan dengan


sungguh-sungguh maka akan sangat membantu orang yang
didengar. Bantuan ini bisa berupa dukungan dan tentunya yang
penting adalah kesediaan anda untuk mendengarkannya.

Bagaimana membedakan real listening dengan pseudo-


listening? Kalau anda berpura-pura mendengarkan (pseudo-listening)
maka intensi mendengarkan lebih untuk kepentingan anda sendiri.
Misalnya: berpura-pura mendengarkan supaya dikatakan “konselor
yang baik”. Orang yang berpura-pura mendengarkan akan bosan
dengan pembicaraan, tidak banyak bahkan tidak belajar apa-
apa, tidak mudah bahkan tidak mengerti orang yang diajak bicara dan
pasti tidak dapat memberikan bantuan apapun. Oleh karena itu,
sebisanya para konselor mendengarkan dengan aktif untuk dapat
menikmati pembicaraan, mengerti orang yang diajak bicara, belajar
sesuatu dan memberikan bantuan.

Untuk menjadi pendengar yang baik (active listener), seseorang


juga perlu mengindentifikasi sejumlah hambatan (blocks) dalam
mendengarkan. Berikut akan disajikan daftar hambatan dalam
mendengarkan yang secara sengaja maupun tidak sengaja sering
dilakukan namun berpengaruh pada kemampuan atau latihan untuk
menjadi pendengar yang baik.

1) Membandingkan: mendengarkan menjadi sulit ketika kita


sibuk membandingkan: “Siapa yang lebih cerdas?”, “Siapa yang
lebih beruntung?”, “Siapa yang lebih bekerja keras? Kamu atau
saya?”, dst.

2) Membaca pikiran: Seorang pembaca pikiran tidak sungguh-


sungguh menaruh perhatian pada orang yang diajak bicara
bahkan pada pa yang dibicarakan oleh orang tersebut. Dia
mencoba mencari tahu apa yang sungguh-sungguh dipikirkan
dan dirasakan oleh orang tersebut.

3) Mengulang-ulang: Anda tidak akan punya waktu untuk


mendengarkan ketika anda mengulang/melatih apa yang akan
anda katakan. Pikran anda mempersiapkan komentar anda
selanjutnya.

4) Menyaring: tidak ada pesan yang utuh diterima jika pendengar


menyaring isi pembicaraan.

7
5) Mendakwa: hambatan ini adalah kecenderungan yang paling
sering dilakukan karena ada setreotype tertentu pada orang
yang kita ajak bicara.

6) Berimajinasi: pendengar yang tidak sungguh-sungguh


mendengarkan biasanya akan cepat dan mudah untuk
melamun dan berimajinasi tentang hal-hal lain sementara
pembicaraan terus berlangsung.

7) Mengindentifikasi: beberapa point pembicaraan sering sama


dengan identitas pembicara dan seringkali mengganggu
pendengar jika dia dengan sengaja mengindentifikasikan hal
tersebut dengan dirinya.

8) Menasehati: dalam hal ini pendengar bertindak seolah-olah


sebagai ‘problem solver’ yang paling hebat, selalu siap dengan
saran, masukan, tips dsb tanpa mendengarkan baik-baik karena
pendengar sibuk menyiapkan nasehat jitu. Anda tidak dapat
mendengarkan perasaan-perasaan klien jika hanya terdorong
memberikan nasehat.

9) Bertengkar: kadangkala, karena tidak mendengarkan sungguh-


sungguh kita cenderung untuk mengajak orang lain berdebat
bahkan bertengkar. Ini berarti kita tidak bersedia membuka hati
untuk mendengarkan apa maksud si pembicara.

10) Membenarkan diri: masih ada kaitannya dengan bertengkar,


kecenderungan untuk mendengarkan diri sendiri berakibat
pada keinginan untuk membenarkan diri dan akhirnya
kehilangan momentum untuk menangkap inti pesan yang
sesungguhnya dari orang yang sedang diajak bicara.

11) Mengalihkan topik: karena kita tidak mendengarkan dengan


sungguh-sungguh maka kita akan bosan, kebosanan tersebut
akan semakin membuat kita mudah untuk mengalihkan topik.

12) Mendamaikan: artinya, menghibur orang yang kita ajak bicara


dengan cepat supaya tidak masuk ke inti pembicaraan yang
lebih dalam karena kita tidak ingin mendengarkan lebih jauh.

2. LATIHAN

a. Tujuan Latihan:

8
Dua latihan di bawah ini bertujuan untuk mengenali tingkah
laku mendengarkan anda dan mengindentifikasi hambatan-
hambatan mendengarkan yang mungkin anda miliki dan lakukan
dalam mendengarkan orang lain. Dengan mengenali hambatan-
hambatan ini, diharapkan anda dapat menguranginya sehingga
dapat melakukan active listening dengan baik.

b. Aktivitas:

Lihat lampiran 2 dan 3, latihan “Tingkah laku Mendengarkan


Saya” dan “Mengidentifikasi Hambatan dalam Mendengarkan”.

3. REFLEKSI

Setelah anda mengetahui, memahami apa itu mendengarkan aktif dan


mengenali hambatan-hambatan dalam mendengarkan, kini saatnya untuk
merefleksikan bagaimana ‘kebiasaan’ mendengarkan anda.

 Bagaimanakah pengalaman mendengarkanku selama ini? Pura-


pura mendengarkan atau sudah mendengarkan secara aktif?
 Selain hambatan-hambatan yang telah ditelusuri, masih adakah
hambatan lain yang membuat aku tidak dapat mendengarkan
dengan aktif?

TOPIK III:
MICRO-SKILLS (KETRAMPILAN INTI KONSELING)

9
1. URAIAN TOPIK

Setelah memahami definisi dan tujuan konseling, bagaimana


memulai sebuah hubungan interpersonal serta mendengarkan aktif,
maka kini saatnya memahami serta berlatih beberapa ketrampilan inti
konseling dasar (Basic Micro-Skills). Namun, sebelum menjelaskan
beberapa ketrampilan tersebut, ada baiknya kita memahami empati
terlebih dahulu. Empati adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam
konseling. Empati bisa dimaknai sebagai respon yang hangat serta
mendukung (supportive) bagi klien anda. Tetapi, Martin (1983) punya
sebuah definisi menarik tentang “Evocative Empathy” (empati yang
memberikan ingatan serta perasaan yang mendalam pada klien)
sebagai berikut:

Empathy is “communicated understanding of the other person’s


intended message”...It is not enough to understand what the person said; you
must hear what he or she meant to say, the intended message. It is not enough
to understand, even deeply; you must communicate that understanding
somehow. It is absolutely essential that the otehr person feel understood-that
the understanding be perceived.

Walaupun dalam definisi tersebut tidak terlalu jelas apa itu


pesan terselubung (intended message), tapi menurut Martin (1983), yang
sangat penting dalam pesan terselubung tersebut adalah mengandung
baik perasaan maupun pikiran klien. Jelas pula bahwa klien anda akan
selalu mengekspresikan pikiran dan perasaannya, namun yang paling
mengganggu klien adalah perasaannya. Itu sebabnya, sangatlah
penting bagi seorang konselor untuk dapat mendengarkan apa yang
akan disampaikan oleh klien anda, dalam hal ini, anda bersedia
mendengarkan juga perasaan-perasaanya.

Setelah berlatih untuk lebih memahami sekaligus menghayati


empati sebagai dasar dari sebuah ketrampilan dan hubungan
konseling, maka sekarang tiba saatnya anda memahami dan berlatih
tiga micro-skills atau tiga ketrampilan konseling dasar:

10
1) Respon minimal (minimal response). Tugas utama konselor
adalah sebagai pendengar (yang aktif) sehingga klien harus
merasakan bahwa anda memberikan perhatian penuh pada
kehadirannya. Salah satu cara terbaik untuk itu adalah dengan
memberikan respon minimal. Yang dimaksud dengan respon
minimal adalah: sesuatu yang kita lakukan secara otomatis
dalam percakapan ketika kita mendominasi pembicaraan
sebagai pendengar daripada berbicara. Respon minimal ini bisa
berbentuk non-verbal seperti mengangguk atau secara verbal
dengan mengatakan, “uhm..”, “iya”, “baik” dsb. Ketika klien
berbicara terus menerus, konselor perlu meyakinkan klien
bahwa ia masih mendengarkan dengan respon minimal tsb.
Sebagai konselor, berikan waktu untuk merespon klien anda
bicara, sehingga respon minimal ini tidak dilakukan secara terus
menerus dan berlebihan. Sesuaikan juga nada bicara anda
dengan klien sehingga cukup nyaman didengar, tidak terlalu
pelan, tidak terlalu lambat, tidak cepat-cepat atau terlalu keras.
Menggunakan respon minimal ini juga bukan hanya untuk
menunjukkan anda mendengarkan, tetapi memberikan ekspresi
non-verbal dan bahasa tubuh anda bahwa anda memahami
persoalan/kesulitan klien.

2) Parafrase (isi dan perasaan). Ketrampilan kedua adalah


parafrase isi dan perasaan. Parafrase atau refleksi adalah
ketrampilan sederhana dari konselor dengan mengulang
kembali apa yang baru saja dikatakan klien dengan kata-kata
konselor sendiri. Dengan melakukan ini, klien akan merasa
didengarkan dan dia sendiri juga sadar tentang apa yang baru
saja dikatakannya. Parafrase bukan membeo, mengulang kata-
kata klien persis sama seperti yang dia katakan. Parafrase
menangkap inti pesan dan perasaan yang baru dikatakan oleh
klien. Parafrase perasaan khususnya, merupakan ketrampilan
yang sangat penting dalam konseling. Dengan melakukan
parafrase perasaan, klien tidak hanya merasa didengarkan
tetapi juga lega bahwa beban emosinya berkurang karena
didengarkan oleh seseorang yang memahami perasaanya
melalui refleksi (parafrase) yang dilakukan oleh pendengar tsb,
dalam hal ini konselor. Ketika klien mengekspresikan
perasaannya, sebenarnya dia sedang melakukan katarsis emosi,
sehingga jika konselor dengan tepat menangkap serta
merefleksikannya kembali melalui tehnik parafrase, akan sangat
melegakan beban emosi klien.

Contoh parafrase isi dan perasaan:


Klien: Saya terus berharap mama menunjukkan sedikit perhatian pada
saya. Saya minta dia datang mengunjungi saya di akhir pekan, tapi
jawabannya kembali tidak bisa. Kemarin di hari ulang tahun saya,
mama datang tapi tahu gak, kalau sebenarnya dia tidak ingat itu hari

11
ulang tahun saya. Kayaknya dia sudah tidak peduli pada saya lagi
(nada bicara semakin pelan).

Konselor: Anda merasa begitu kecewa dengan sikap mama yang tidak
menaruh perhatian pada anda.

3) Probing (menggali lewat pertanyaan). Sangat menggoda bagi


seorang konselor untuk bertanya banyak pada kliennya,
terutama di pertemuan awal konseling. Jika anda bertanya
terlalu banyak pada klien, mungkin anda perlu tanya kembali
tujuan anda melakukan konseling ini. Jika tujuannya adalah
untuk menstimulasi klien bicara, nampaknya anda
menggunakan pendekatan yang salah. Klien dapat lebih
percaya diri untuk bicara, jika sudah terbangun rasa saling
percaya, bukan dengan ditanyakan terlalu banyak pertanyaan
oleh konselornya. Seorang konselor yang bertanya terlalu
banyak akan seperti interogasi atau wawancara jurnalistik.
Ketika bertanyapun, jenis pertanyaan terbuka lebih dianjurkan
daripada jenis pertanyaan tertutup yang hanya perlu dijawab
oleh klien dengan singkat, seperti “ya” atau “tidak”.
Pertanyaan terbuka akan membiarkan klien bercerita tentang
pengalaman, kesakitan serta hal-hal yang ingin dibagi pada
konselornya dengan bebas. Usahakan pula untuk menghindari
pertanyaan yang diawali dengan “mengapa”. Mengapa? Klien
akan berusaha menjawab pertanyaan dengan menggunakan
rasio semata, padahal sangat mungkin justru itu saat bagi
konselor untuk menggali aspek-aspek emosional yang lebih
mendasar dari situasi klien daripada aspek rasionalnya.

Contoh probing:

Pertanyaan tertutup: Apakah anda suka dipuji oleh suami anda?


Pertanyaan terbuka: Bagaimana perasaan anda etika dipuji oleh
suami anda?

2. LATIHAN

Ada tiga latihan dalam topik ini: (1) “Dari sepatu mereka”, (2) Latihan
tertulis tehnik konseling dasar dan (3) Latihan konseling peer. Untuk
latihan pertama, peserta akan dilatih untuk berempati pada orang lain,
sedangkan latihan ke dua dan ke tiga, peserta akan dilatih untuk
melakukan tiga ketrampilan konseling dasar.

12
a. Tujuan Latihan: Untuk lebih memahami empati dan menguasai
beberapa tehnik dasar konseling, baik secara tertulis maupun
praktek. Latihan empati akan menggunakan studi kasus “Dari
Sepatu Mereka”, sedangkan latihan ketrampilan konseling
dasar akan dibagi dua cara: secara tertulis dengan beberapa
pernyataan klien dan dengan peer/teman sesama peserta
pelatihan.

b. Aktivitas: Untuk latihan empati, silahkan lihat lampiran 4,


sedangkan latihan tertulis ketrampilan konseling dasar, lihat
lampiran 5. Latihan praktek: perwakilan peserta (lihat jumlah
peserta) akan mendapatkan kesempatan latihan sebagai
konseling dengan teman peserta latihan lainnya (sepasang).
Satu orang menjadi klien yang menceritakan masalahnya, tidak
mengarang, pengalaman real tapi tidak perlu didramatisir.
Seorang lagi menjadi konselor. Waktu 10 menit untuk konselor
berlatih ketrampilan dasar tsb dengan mendengarkan ‘klien’nya
bercerita. Setelah 10 menit silahkan bergantian dan akan
diberikan feedback oleh peserta maupun oleh pelatih.

3. REFLEKSI

Setelah mendengarkan uraian tentang beberapa ketrampilan


dasar konseling serta empati, maka saatnya sekarang anda
merefleksikan pengalaman dan pemahaman anda tentang konseling:

 Sejauh pengalaman anda sebagai pendengar (di berbagai setting


kehidupan), apa yang paling sulit anda lakukan ketika
mendengarkan orang lain?
 Manakah ketrampilan yang sebenarnya sudah anda lakukan
ketika mendengarkan sebelum mengikuti pelatihan ini? Apakah
ada kesamaan atau perbedaan dengan pemahaman yang anda
dapatkan dari pelatihan ini?
 Bagaimana perasaan anda ketika menjadi ‘klien’? Merasa
didengarkankah oleh ‘konselor’ anda?

TOPIK IV:

KODE ETIK DALAM KONSELING

LATAR BELAKANG

13
Sebagai profesi yang menjunjung tinggi profesionalisme, konselor harus
memahami serta mengaplikasikan kode etik dalam pelaksanaan tugas-
tugasnya. Topik kode etik yang akan dibahas terdiri dari beberapa tema :
langkah-langkah dalam membuat keputusan etis, konselor sebagai
profesional dan pribadi, menjaga kerahasiaan, menjalin hubungan profesional
dan kompetensi konselor. Pada setiap tema akan dijelaskan atau diuraikan
pemahaman tema tersebut dan akan disertai kasus yang perlu dilatih oleh
peserta untuk memecahkannya sesuai dengan tema tersebut.

TUJUAN BAB INI:

1. Peserta memahami bagaimana langkah-langkah mengambil keputusan


etis
2. Peserta memahami berbagai masalah kode etik: konselor sebagai
profesional dan pribadi, menjaga kerahasiaan, menjalin hubungan
profesional dan kompetensi konselor.

ISI

A. Langkah-langkah mengambil keputusan etis


1. Uraian topik
2. Aktivitas
3. Lampiran

B. Konselor sebagai pribadi dan profesional


1. Uraian topik
2. Aktivitas
3. Lampiran

C. Menjaga kerahasiaan klien


1. Uraian topik
2. Aktivitas
3. Lampiran

D. Menjalin hubungan profesional


1. Uraian topik
2. Aktivitas
3. Lampiran

A. LANGKAH-LANGKAH MENGAMBIL KEPUTUSAN ETIS

1. URAIAN TOPIK

14
Dalam bukunya yang berjudul,”Issues and Ethics in the Helping
Professions”, Corey, Corey and Callanan (1993) menguraikan 7 langkah
dalam mengambil keputusan etis bagi para konselor:

1. Identifikasikan masalah atau dilema. Konselor perlu mencari informasi


sebanyak mungkin ketika berhadapan dengan masalah atau dilema
yang dihadapi dalam menangani kasus. Klarifikasi apakah kasus atau
masalah tersebut adalah masalah etis, legal atau moral, atau kombinasi
itu semua. Ingat, dilema seringkali kompleks sehingga anda perlu
melihat dari berbagai perspektif dan hindari penyederhanaan situasi
atau masalah. Seringkali masalah etis itu bukan masalah “benar” atau
“salah”, sehingga memang seringkali menantang bagi para konselor
ketika berhadapan dengan masalah etis ini.

2. Identifikasi isu-isu potensial yang terlibat. Setelah informasi


dikumpulkan, buatlah daftar isu-isu kritis dan abaikan isu yang tidak
relevan. Perhatikan prinsip-prinsip moral yang dasar serta
kepentingan klien anda: hak, tanggung jawab serta kesejahteraan
mentalnya.

3. Lihat kembali petunjuk etis yang ada. Lihat apakah petunjuk etis dari
organisasi anda bisa menjadi sumber untuk memecahkan masalah etis
yang anda hadapi.

4. Konsultasi. Dalam hal ini, berkonsultasi dengan orang atau rekan yang
lebih berpengalaman dan senior dalam berhadapan dengan masalah-
masalah etis sangat bijaksana. Karena anda terlibat dalam kasus ini,
sangatlah membantu jika ada orang yang melihat ‘hutannya dari atas’
karena anda sedang melihat ‘pohon-pohonnya’.

5. Pertimbangkan tindakan yang akan diambil. Biasanya curah pendapat


dengan orang lain dalam mempertimbangkan tindakan yang akan
diambil cukup membantu anda sehingga diharapkan tindakan yang
akan diambil tidak merugikan pihak manapun.

6. Perhitungkan konsekuensi dari berbagai keputusan yang akan


diambil. Anda perlu memperhitungkan konsekuensi dari keputusan
anda untuk klien anda, keluarganya bahkan anda sendiri.

7. Putuskan yang terbaik. Setelah anda melalui langkah-langkah ini, anda


harus mengambil keputusan yang terbaik dari situasi etis yang anda
hadapi.

2. AKTIVITAS

15
Dalam latihan ini, peserta diajak untuk melihat dan memeriksa sikap serta
keyakinan-keyakinannya tentang isu-isu profesional dan etikal sebagai
konselor.

SIKAP DAN KEYAKINAN TENTANG ETIKA KONSELING

Petunjuk: Jawablah pertanyaan-pertanyaan dan pernyataan-pernyataan di


bawah ini dengan sejujurnya sesuai dengan apa yang anda yakini. Ada
beberapa nomor yang jawabannya bisa lebih dari satu.

1. Karakteristik pribadi konselor adalah:


a. tidak begitu relevan dengan proses konseling
b.variabel yang paling penting dalam menentukan kualitas proses konseling
c.dibentuk dan dipertajam tergantung oleh siapa pengajar si konselor tersebut
d.tidak sepenting pengetahuan dan ketrampilan konseling dari konselor
e._______________________________________________________

2. Menurut anda, manakah yang paling penting dari karakteristik konselor di


bawah ini?
a. kesediaan untuk melayani sebagai model bagi klien
b. keberanian
c. keterbukaan dan kejujuran
d.perasaan untuk menjadi seseorang
e._________________________________________________________

3. Dari faktor-faktor di bawah ini, mana menurut anda yang terpenting?


a. orang seperti apa konselor itu
b. ketrampilan dan tehnik yang dipakai oleh konselor
c. motivasi klien untuk berubah
d. orientasi teori dari konselor
e.________________________________________________________

4. Saya mengantisipasi terjadinya burnout dalam pekerjaan saya sebagai


konselor, kalau:
a. saya terlibat dengan terlalu banyak tugas yang menuntut
b.saya harus melakukan sesuatu dalam pekerjaan saya yang tidak terlalu
berarti
c.kehidupan pribadi saya juga penuh dengan masalah
d.klien saya mengeluh terlalu banyak hal yang harus dilakukan untuk
berubah
e._______________________________________________________

5. Menurut saya, burnout dalam pekerjaan itu


a. bisa dihindari kalau saya juga memanfaatkan jasa konseling sebagai klien
b.sangat nyata dan saya harus menghadapinya

16
c.bisa dikurangi dampaknya asal saja saya memperhatikan diri saya juga
d.bisa atau tidak bisa muncul tergantung dari tipe klien yang saya temui
e.________________________________________________________

6. Kalau saya punya perasaan khusus, baik positif maupun negatif pada klien,
saya pikir saya perlu
a. mendiskusikan perasaan saya itu dengan klien saya
b. menyimpannya untuk saya sendiri dan berharap itu akan hilang dengan
sendirinya
c.mendiskusikan hal tersebut dengan supervisor atau rekan kerja saya
d.menerima itu sebagai bagian yang natural dari konseling kecuali jika sudah
mengganggu proses konseling saya
e.__________________________________________________________

7. Saya tidak akan siap untuk melakukan konseling, sampai


a.hidup saya bebas dari masalah
b.saya mengalami juga menjadi seorang klien
c.saya merasa percaya diri bahwa saya akan menjadi efektif bagi klien saya
d.saya menjadi orang yang sangat menyadari keberadaan saya sebagai
manusia biasa dan mengembangkan kemampuan untuk terus merefleksikan
hubungan-hubungan saya
e._________________________________________________________

8. Jika seorang klien secara jelas mempunyai perasaan tidak suka atau suka
pada saya, saya akan
a. menolongnya untuk memahami dan mengolah perasaan ini
b. menikmati perasaan ini jika ini positif untuknya
c. mengalihkan klien ini ke konselor lain
d. tetap melakukan konseling dengan menghindari isu yang tidak terlalu
menyentuh perasaan
e.________________________________________________________

9. Saya mengganggap konseling sebagai


a. sebuah proses untuk mendidik kembali klien
b. sebuah proses dimana klien diajar nila-nilai hidup yang baru dan lebih
cocok dengannya
c. sebuah proses yang membuat klien mampu mengambil keputusan tentang
hidupnya
d. sebuah proses untuk memberinya nasehat-nasehat dan membuat tujuan
hidupnya
e.__________________________________________________________

10. Saya akan mengalihkan klien ke konselor lain kalau


a. saya punya perasaan kuat bahwa saya tidak menyukai klien saya itu
b. saya tidak punya cukup pengalaman tentang kasus yang dialami oleh klien
saya

17
c. saya mempunyai keinginan dan masalah pribadi yang menjauhkan saya
dari klien saya ini
d. klien kelihatannya sudah tidak mempercayai saya lagi
e. _________________________________________________________

11. Tentang menjaga kerahasiaan klien, saya percaya bahwa


a. merupakan salah satu kode etik yang sangat penting bagi konselor
b. adalah etis untuk membuka rahasia klien kalau ada alasan yang dapat
dipercaya bahwa klien dapat melakukan sesuatu yang berbahaya baginya
atau orang lain
c. adalah etis untuk memberitahukan informasi tertentu tentang klien kepada
orangtuanya
d. adalah etis untuk menginformasikan pihak yang berwajib jika klien anda
melanggar hukum
e. _________________________________________________________

12. Dari daftar di bawah ini, saya mengganggap tingkah laku yang paling
tidak etis dari konselor adalah
a. membuat klien menjadi tergantung padanya
b. terlibat asmara dan berhubungan seks dengan klien
c. membuka kerahasiaan klien tanpa ada alasan tepat untuk itu
d. menerima klien walau masalahnya bukan dalam ketrampilan atau keahlian
anda
e.__________________________________________________________

13. Hubungan asmara dan seksual antara klien dan konselor adalah
a. etis jika klien yang berinisiatif untuk memulainya
b. etis jika konselor memutuskan bahwa itu untuk kepentingan klien
c. etis jika konselor dan klien telah mendiskusikannya dan setuju atas semua
konsekuensinya
d. tidak pernah etis
e._________________________________________________________

14. Tentang masalah menyentuh klien. Menurut saya menyentuh klien adalah
a. kurang bijaksana, karena bisa disalahartikan oleh klien
b.boleh dilakukan jika memang itu ungkapan tulus dari konselor dan
memang diperlukan
c. merupakan hal yang penting dalam proses konseling
d. etis jika klien memang memintannya
e._________________________________________________________

15. Saya percaya bahwa menetapkan tujuan konseling adalah


a. tugas utama dari konselor untuk memilih tujuan yang tepat bagi klien
b. tugas utama dari klien untuk memilih tujuan yang tepat baginya
c. tanggung jawab bersama dari klien dan konselor

18
d. tergantung dari tipe klien serta permasalahannya
e._________________________________________________________

B. KONSELOR SEBAGAI PRIBADI DAN PROFESIONAL

1. URAIAN TOPIK

Seperti telah diungkapkan sebelumnya, seorang konselor dituntut


menjalankan profesinya dengan profesional. Untuk itu, kemampuan mawas
diri atau “self-awareness” sangatlah penting untuk memantau kemajuan
klien yang bersangkutan. Seringkali, ketika konselor membantu seorang klien
untuk ‘sejahtera’, kebutuhan-kebutuhan klien berbenturan dengan
kebutuhan-kebutuhannya sebagai konselor. Disinilah pentingnya kesadaran
diri atau self-awareness dari konselor agar tidak terjadi konflik kepentingan
dan gangguan yang dapat mengganggu proses konseling.

Salah satu dari isu mendasar dalam hubungan dan praktek konseling adalah
kepribadian konselor sebagai intrument dari konseling itu sendiri.
Pengalaman hidup, sikap dan kepedulian konselor merupakan faktor-faktor
yang jauh lebih penting daripada pengetahuan dan penguasaan ketrampilan
konseling untuk menciptakan hubungan yang terapeutik dengan kliennya.

19
Oleh karena itu, bagi konselor yang tidak menyadari dinamika pribadinya
dapat menggunakan hubungan konseling untuk memenuhi kebutuhannya
dulu daripada kebutuhan klien, akan sangat mempengaruhi efektifitas
konseling. Lebih jauh lagi, bukan hanya efektifitas konseling yang
dipertaruhkan, tetapi kode etik dilanggar.

Sebagai manusia biasa, konselor dapat mengalami hal-hal yang kurang


menyenangkan seperti yang dialami oleh orang lain, seperti stres, burnout
atau masalah-masalah yang juga membutuhkan bantuan profesional lainnya.
Sangatlah bijaksana bagi konselor untuk menyadari adanya masalah itu dan
sekaligus menyelesaikannya sehingga tidak mengalami ‘unfinished business’
yang dapat mengganggunya ketika memberikan konseling pada kliennya.

1. Transference dan Countertransference

a. Transference: Hubungan yang tidak real dalam konseling.


Transference adalah sebuah proses dimana klien memproyeksikan perasaan-
perasaannya di masa lalu serta sikap-sikap tentang orang yang dekat dengan
dirinya pada konselornya. Sebenarnya perasaan-perasaan klien ini berakar di
dalam kehidupan pribadinya di masa lalu tetapi ditujukan kepada
konselornya di masa kini.

Ada beberapa pola hubungan transference dalam konseling:

1. Conselor as ideal. Klien melihat konselor sebagai orang yang sempurna


dan melakukan semua yang benar. Jika konselor tidak menyadari ini,
maka egonya akan membuatnya bertingkah laku seolah-olah memang
dia adalah seorang yang ideal dan akan membuat klien menjadi
inferior seolah tidak dapat melakukan apapun.

2. Counselor as seer. Klien memandang konselor sebagai ahli, tahu segala


hal dan sangat berkuasa. Biasanya, klien yang mengalami transference
seperti ini akan terus menerus minta pengarahan dari konselornya.
Bahayanya bagi konselor adalah, percaya pada proyeksi ini dan
terpancing untuk memberikan nasehat dan arahan yang berlebihan
pada kliennya yang pada akhirnya akan membuat klien tergantung.

3. Counselor as nurturer. Sebagian klien datang ke konselor karena ‘nature’


seorang konselor yang peduli pada klien, dengan demikian para klien
ini datang seolah hanya minta disuapi seperti seorang anak kecil.
Mereka merasa tidak dapat berbuat apa-apa tanpa kehadiran figur
yang ‘nurturing’ dari konselornya ini. Bahaya dari transference ini bagi

20
konselor adalah, kecenderungan untuk merasa kasihan dan simpati
pada klien sehingga tidak dapat memisahkan klien sebagai seorang
klien atau orang yang perlu diberikan perhatian pribadi.

4. Counselor as frustrator. Ketika mengalami transference ini, biasanya


klien akan bersikap defensif, hati-hati dan menguji konselor terus
menerus. Bisa jadi klien mengharapkan feedback atau nasehat, tetapi
hanya sesuai dengan harapannya saja. Klien akan frustrasi ketika tidak
mendapatkan ‘resep’ dari konselornya. Konselor perlu hati-hati ketika
memberikan respon pada kliennya ini karena akan mudah untuk
dikritik oleh klien yang memandang konselornya tidak kompeten.

5. Counselor as nonentity. Transference ini membuat klien merasa bahwa


konselornya adalah figure yang ‘tidak hidup’, tanpa kebutuhan,
keinginan, impian atau bahkan masalah apapun. Klien akan menjaga
jarak dengan konselornya dan jika tidak hati-hati konselor akan
merasa tidak dianggap oleh kliennya. Jika konselor tergantung pada
umpan balik dari kliennya untuk memastikan bahwa apa yang telah
dilakukannya cukup efektif, maka konselor akan merasa sangat tidak
berarti.

b. Countertransference: Bila ini terjadi pada konselor.

Dalam pengertian yang agak luas, countertransference adalah proyeksi yang


dialami oleh konselor kepada kliennya. Countertransfrence dapat dialami
oleh konselor dalam berbagai cara, beberapa diantaranya adalah:

1. Menjadi overprotektif dengan merefleksikan kekuatiran konselor pada


kliennya secara berlebihan. Konflik-konflik masa lalu yang tidak
terselesaikan yang tanpa disadari mengarahkan konselor pada situasi
yang menggali kembali ketidaknyamanan akibat konflik tsb.

2. Bertingkahlaku sangat ramah pada klien untuk menghindari konselor


mengekspresikan rasa marah atau tidak suka. Situasi konseling akan
menjadi artificial atau tidak genuine, tidak apa adanya. Konselor akan
kehilangan hubungan konseling yang sesungguhnya karena terjebak
pada percakapan yang ramah dan pura-pura.

3. Menolak klien. Hal ini bisa disebabkan oleh persepsi konselor bahwa
kliennya tergantung padanya. Konselor tidak dapat maju untuk
membangun hubungan yang sesungguhnya dengan klien dan mundur
serta ‘menjauh’ dari kliennya.

21
4. Kebutuhan yang terus menerus untuk diakui dan diberi pujian bisa
merefleksikan countertranference. Pada umumnya konselor pemula
ingin melihat kemajuan kliennya dalam waktu singkat. Ketika ini tidak
terjadi, konselor menjadi cemas dan takut tidak berhasil. Pada
gilirannya konselor menjadi kuatir tidak bisa melakukan konseling
dengan efektif dengan klien manapun sehingga ‘haus’ untuk diakui
dan dipuji sebagai konselor yang handal. Konselor juga cenderung
untuk memberikan nasehat secara berlebihan karena merasa dengan
begitu dia akan lebih superior dan menutupi perasaan tidak adekuat
sebagai konselor.

5. Konselor mengidentifikasikan dirinya pada klien, bisa merupakan


bentuk countertransference. Ketika konselor mencoba menyamakan
dirinya dengan situasi klien, konselor akan potensial kehilangan
objektifitasnya..

6. Satu bentuk yang cukup sering dari countertransference adalah


mengembangkan hubungan lain di luar hubungan konseling, misalnya
hubungan pacaran, hubungan personal, hubungan seksual dsb. Entah
klien atau konselor yang memulai hubungan di luar hubungan
konseling, tetap merupakan bentuk non-etis dari konseling, sehingga
perlu diwaspadai.

2. AKTIVITAS

Ada beberapa latihan dalam topik ini.

1) Buatlah kelompok terdiri dari 4-5 orang untuk berdiskusi:

 Apa saja kekuatiran anda sebagai konselor?


 Apa yang menyebabkan seorang konselor menjadi burnout?
 Menurut anda, apakah konselor perlu mencari bantuan profesional
juga? Kapan itu diperlukan/dalam situasi seperti apa seorang konselor
memerlukan bantuan profesional? Mengapa?

C. MENJAGA KERAHASIAAN KLIEN

1. URAIAN TOPIK

Salah satu isu etis yang paling sering dibicarakan dan didiskusikan di
kalangan konselor adalah menjaga kerahasiaan klien. Mengapa? Mungkin
karena ini satu-satunya isu etis yang harus dan paling sering dihadapi
konselor dalam tugasnya sehari-hari. Pertanyaan-pertanyaan tentang: apakah
kita (konselor) wajib menjaga kerahasiaan klien dari orang lain? Siapa sajakah
orang lain itu, apakah bahkan termasuk orang tuanya sendiri (jika klien anda
anak-anak atau remaja), atau istri/suaminya (jika klien anda adalah seorang

22
suami atau istri)? Bagaimana dengan manajemen kasus yang melibatkan
beberapa profesional untuk satu kasus? Apakah perlu merahasiakan masalah
klien? Bagaimana jika kita diminta menjadi saksi ahli? Sampai dimana
batasnya menjaga kerahasiaan itu? Bagaimana jika saya sebagai konselor
memerlukan supervisi atau feedback dari rekan lain tentang kasus yang saya
alami? Apakah saya perlu merahasiaakan siapa klien saya? Begitu banyak
pertanyaan seputar menjaga kerahasiaan yang perlu dibahas dan dipahami
oleh kita semua sebagai konselor.

Menurut Corey dkk (1993), kerahasiaan adalah tanggung jawab etis dan legal
dari para profesional untuk menjaga dan melindungi klien dari
pengungkapan informasi tentang klien dari hubungan konseling yang tidak
diotorisasi. Maksudnya lebih lanjut adalah, jika klien memberikan informasi
tentang dirinya, situasi hidupnya dsb dalam ruang konseling untuk konselor,
maka informasi ini tidak untuk disebarluaskan atau diberikan kepada pihak-
pihak yang tidak berkepentingan. Kerahasiaan itu sendiri ada batasnya,
misalnya ketika anda diminta menjadi saksi ahli di persidangan, atau
kewajiban anda untuk memberikan peringatan pada pihak yang berwajib
kalau klien anda membahayakan dirinya dan/atau orang lain. Dalam hal ini
berarti anda harus membuka rahasia klien. Untuk itulah, sangat disarankan
agar konselor menjelaskan dari awal konseling tentang keterbatasan menjaga
kerahasiaan klien ini, agar klienpun tahu ada saatnya konselor ‘terpaksa’
membuka rahasia klien. Pada prinsipnya, menjaga kerahasiaan klien adalah
untuk ‘the best practice for clients’.

Isu etis lain yang penting untuk diketahui oleh konselor adalah isu
memberikan peringatan pada klien atau keluarganya atau pihak yang
berwajib (duty to warn). Kisah Tarasoff dapat diceritakan dalam sesi ini.
Sejalan dengan hal ini, konselor harus pula mempersiapkan diri jika bertemu
dengan klien yang berpotensi membahayakan dirinya, misalnya mau bunuh
diri. Beberapa petunjuk unutk mengetahui klien yang punya keinginan
bunuh diri, sbb:

 Ungkapan verbal dari klien harus ditanggapi serius karena seringkali


ini prediksi satu-satunya tentang keinginan bunuh diri dari klien.
 Konselor juga harus memperhatikan percobaan-percobaan bunuh diri
di masa lalu.
 Satu karakteristik umum dari orang yang mau bunuh diri adalah
depresi. Anda perlu mengetahui ciri-ciri dari depresi, misalnya
gangguan tidur, gangguan pola makan, merasa tidak berdaya, tidak
berguna dsb.
 Kepastian rencana bunuh diri juga harus diperhatikan secara serius.
Semakin detil rencana klien untuk bunuh diri, semakin serius klien
anda merencanakan bunuh diri.
 Sejarah pengobatan psikiatri juga perlu ditelusuri untuk melihat resiko
bunuh diri klien.

23
 Klien yang tidak punya pekerjaan, yang single, yang tidak punya
support sistem, yang tergantung pada obat dan alkohol, beresiko lebih
tinggi untuk bunuh diri.

Jika anda bertemu dengan klien yang beresiko untuk bunuh diri, jika
memungkinkan anda dapat membantunya menghindari tindakan bunuh diri.
Dalam hal ini anda perlu memberikan peringatan pada anggota keluarga atau
kerabat yang tinggal dekat dengan klien agar membantu menjaga klien dari
keinginan dan percobaan bunuh dirinya. Anda sangat dianjurkan juga untuk
bekerjasama dengan profesional lain, terutama jika menyangkut kompetensi
anda sebagai konselor.

Kasus lain yang agak mirip dengan kewajiban memberikan peringatan ini
adalah jika klien anda berpotensi berbahaya bagi orang lain. Misalnya anda
berjumpa dengan klien yang punya keinginan kuat untuk melukai atau
mencederai pacarnya atau orang yang berselingkuh dengan pasangan
hidupnya. Dalam kasus ini, anda wajib mengingatkan dan menjelaskan
kepada klien kewajiban anda untuk memberitahu pihak yang berpotensi
mengalami bahaya karena tindakan atau rencana tindakan klien anda ini.
Kepada klien inipun anda harus menjelaskan tindakan anda selanjutnya
untuk membuka rahasia karena keterbatasan dari menjaga rahasia seperti
yang telah diuraikan lebih dulu.

D. MENJALIN HUBUNGAN PROFESIONAL

1. URAIAN TOPIK

Masalah etis lain yang sering terjadi dalam hubungan konseling adalah ketika
konselor mencampur-adukkan hubungan profesional konseling dengan
kliennya dengan jenis hubungan lain. Hubungan ganda atau dual
relationships dapat berbentuk macam-macam, intinya ketika konselor
berperan tidak hanya sebagai konselor bagi kliennya tapi yang lain. Misalnya,
sebagai guru, memberikan konseling profesional pada anggota keluarga atau
kerabat dekat, berhubungan sosial dengan klien di luar sesi konseling dan
terlibat secara emosional maupun seksual dengan klien. Peran yang
bercampur aduk ini akan mengganggu profesionalisme anda dan saya
sebagai konselor.

Memang ada situasi yang membuat para konselor di Indonesia ‘terpaksa’


melakukan hubungan ganda ini. Salah satu situasinya adalah keterbatasan
jumlah konselor profesional yang tersedia. Tidak jarang terjadi situasi di
mana peran anda sebagai guru atau pendeta harus dijalani bersamaan
dengan menjadi konselor untuk seorang siswa atau anggota jemaat gereja
yang datang pada anda untuk minta konseling. Atau sebaliknya, peran anda
sebagai pendeta adalah justru memberikan konseling pastoral. Dalam hal

24
yang terakhir, memang hubungan ganda tersebut menjadi tidak
terhindarkan. Nampaknya, yang perlu digarisbawahi ketika membicarakan
isu etis ini adalah perlunya kejujuran dari pihak konselor untuk mencari tahu
tujuan utama memberikan konseling kepada kliennya, apakah itu untuk
keuntungan pribadinya atau untuk kesejahteraan mental dari kliennya. Jika
tujuan terakhir yang ingin dicapai maka jawabannya cukup jelas, anda
sebagai konselor dapat memutuskan situasi seperti apa yang dapat anda
tolelir jika diperlukan peran anda yang bercampur; menjadi konselor dan
sekaligus menjadi seseorang yang lain
(guru/dosen/pendeta/pastor/supervisor dsb).

Berikut akan disajikan beberapa isu penting dalam konteks hubungan ganda
dalam konseling: tukar-menukar layanan, hubungan asmara dengan klien
dan memberikan sentuhan dalam konseling.

1) Tukar-menukar layanan.

Tukar menukar layanan konseling dengan barang atau service lainnya akan
berpotensi menimbulkan konflik. Pada saat yang sama akan terjadi bias dan
hitung-hitungan yang tidak berimbang. Dapat saja terjadi kalau klien tawar
menawar dalam jumlah jam atau sesi ketika dia bisa memberikan barang atau
layanan lain dengan jumlah jam yang lebih banyak. Lebih jauh lagi, tukar-
menukar layanan ini akan mengganggu obyektifitas konselor ketika
memberikan bantuan konseling. Contoh yang dapat diberikan misalnya,
seorang pemilik bengkel datang ingin mendapatkan layanan konseling pada
anda. Seharusnya dia membayar seperti yang telah ditetapkan, tetapi klien
anda ini menawar jasa memperbaiki mobil anda dengan gratis sebagai ganti
biaya yang seharusnya dibayarkan untuk sesi konseling dengan anda.
Persoalan akan muncul ketika sesi konseling perlu dilanjutkan lebih dari satu
sesi sedangkan mobil anda tidak memerlukan lagi perawatan. Bagaimana
anda harus ‘menukar’ pembayaran sesi-sesi yang lain?

2) Hubungan asmara dengan klien.

Isu keterlibatan emosional bahkan seksual antara konselor dan kliennya


merupakan isu yang paling serius dari pelanggaran kode etik profesional
konselor. Di Amerika Serikat ada kasus-kasus yang melibatkan hubungan
asmara antara klien dengan terapis/konselornya. Pope dkk (1986)
mengadakan penelitian dengan 585 responden (terapis dan konselor).
Sebagian besar responden (82%) menyatakan tidak pernah tertarik untuk
terlibat secara emosional maupun secara seksual dengan kliennya. Para
responden ini memberikan alasan-alasan, antara lain tidak mau kehilangan
nilai-nilai profesionalnya. Penelitian lainnya yang dilakukan secara nasional

25
di tahun 1977 oleh Holyord dan Brodsky pada 1000 terapis pria dan wanita
tentang sikap mereka pada hubungan asmara dengan kliennya. Beberapa
point dari penelitian ini sbb:

 Hubungan seksual antara terapis/konselor dengan kliennya pada


umumnya dilakukan oleh konselor pria.
 Para konselor atau terapis yang telah melakukan hubungan seksual
dengan kliennya cenderung untuk mengulanginya lagi (80% dari
mereka yang melakukan pertama kali melakukan untuk kedua
kalinya).
 Konselor mengakui jika terjadi hubungan seksual dengan kliennya
tidak pernah memberikan keuntungan pada pihak klien.

Pernyataan terakhir dari penelitian Holyord dan Brodsky tsb diulangi dalam
penelitian Bouhoutsos dkk di tahun 1983, kali ini pada para klien. Dari 559
responden, 90%nya sudah pernah terlibat berhubungan seks dengan
terapisnya dan secara signifikan berpengaruh pada kesehatan mental mereka.
Mereka merasa tidak dipercaya, diperdaya, kehilangan harga diri dan dalam
beberapa kasus, bunuh diri. Pengaruh-pengaruh negatif lainnya dari
hubungan seks ini adalah, perasaan negatif pada pengalaman ini dan bahkan
gangguan fungsi seksual dengan pasangan utamanya.

Dari semua penelitian tersebut, APA (American Psychological Association)


memberikan peraturan dan kode etik yang jelas sekaligus tegas untuk
melindungi klien dari pengaruh negatif setelah mengalami hubungan ganda
dalam rupa hubungan asmara dan seksual dengan terapisnya. Panduan yang
diberikan oleh APA ini sangat jelas bagi para konselor dan terapis sehingga
memudahkan anggota komite kode etik untuk memantau perilaku-perilaku
tidak etis dari para konselor yang terlibat dalam hubungan ganda ini.
Beberapa point dalam APA (1991a) tentang isu ini:

1. “Psychologists do not engage in sexual intimacies with current patients or


clients”.
2. “Psychologists do not accept as patients or clients persons with whom they
have previously engaged in sexual intimacies”.
3. “In no case may a psychologist engage in sexual intimacies with a former
psychotherapy patient or client within one year after cessation or termination
of professional services”.

3.Sentuhan non-erotis dalam konseling.

Sentuhan merupakan tingkah laku spontan dan jujur dari konselor.


Oleh karena itu, tidaklah bijaksana jika sentuhan itu tidak selaras dengan apa
yang dirasakan oleh konselor pada kliennya. Konselor harus sensitif pada
kondisi kliennya sebelum menyentuh, walau itu adalah ungkapan spontan
dari konselor. Ada cukup banyak point yang perlu diperhatikan antara lain,

26
kesiapan klien untuk membangun kepercayaan dengan konselor sehingga
sentuhan bisa diterima oleh klien, pengalaman masa lalu klien, jenis kelamin
klien dan konselor dsb.

LAMPIRAN 1

TINGKAH LAKU MENDENGARKAN SAYA

Form ini dibuat untuk membantu anda berpikir tentang tingkah laku
mendengar yang anda miliki. Setelah anda melengkapi form ini, lihat lagi
daftar ini dan lingkari 3 item yang anda rasa perlu tingkatkan dan 3 item
yang menjadi kekuatan anda.

No. Tidak Kadang Sering Selalu


pernah -kadang
1. Saya memelihara kontak
mata dengan orang yang
saya ajak bicara.
2. Saya sadar kepekaan saya
tentang topik pembicaraan
mempengaruhi bagaimana
saya mendengarkan.
3. Saya minta klarifikasi jika
dibutuhkan.
4. Saya menyimpulkan apa
yang orang lain katakan.
5. Saya memberikan judgement
sampai pesan selesai
diberikan.
6. Saya menyediakan waktu
lebih untuk mendengarkan
kalau saya tidak yakin pada
respon-respon saya.
7. Saya mendengarkan pesan-
pesan penting daripada

27
bereaksi terhadap beberapa
kata.
8. Saya mendengarkan pikiran-
pikiran dan perasaan-
perasaan yang terungkap
lewat kata-kata.
9. Saya sadar pada bahasa
tubuh pembicara sebagai
bentuk komunikasi.
10. Saya membantu peserta
untuk menyimpulkan
pembicaraannya sendiri.
11. Saya menginterupsi
pembicaraan orang lain
karena saya tidak sabar
untuk mengungkapkan
pikiran-pikiran saya.
12. Saya memberikan respon-
respon ini: memberi kuliah
atau respon-respon logic.
13. Saya menyelesaikan
pembicaraan orang lain.
14. Saya memberikan respon-
respon evaluatif (“jangan
takut itu tidak jelek, dsb”).

28
KETERAMPILAN YANG TELAH DIMILIKI

Waktu : 10 menit
Alat dan bahan :
 alat tulis
 kuesioner ketrampilan diri

Pengantar

Setiap individu tentu memiliki sejumlah kelebihan dan kekurangan yang ada
di dalam dirinya. Berikut ini ada sejumlah karakteristik yang tertulis di dalam
tabel. Silakan Anda membuat ranking (1 – 10) berdasarkan ranking sebagai
konselor yang ideal dan secara jujur buatlah ranking diri sendiri berdasarkan
karakteristik tsb.

Karakteristik Ranking sbg Ranking diri


konselor sendiri
1. Sabar
2. Banyak bicara
3. Pendiam
4. Pendengar yang baik
5. Hangat
6. Terbuka
7. Dapat dipercaya
8. Perasa
9. Tegas
10. Kreatif

Tuliskan pula di kertas yang berbeda, ketrampilan apa lagi yang diperlukan
sebagai seorang konselor ? Silakan Anda mendiskusikannya dalam kelompok
kecil @ 5 orang.

29
LAMPIRAN 2

LATIHAN HAMBATAN MENDENGARKAN

Petunjuk:
1. Isilah kolom-kolom di bawah ini jenis hambatan (blocks) yang sering
anda pakai baik disadari maupun tidak ketika anda mendengarkan
orang lain (berkomunikasi).

Pada (sebutkan dengan initial saja): Hambatan:

Di tempat kerja

_______________________ _________________________

_______________________ _________________________

Di rumah/dengan keluarga

_______________________ _________________________

_______________________ _________________________

Dengan teman/ di lingk sosial

______________________ __________________________

______________________ __________________________

30
2. Topik atau situasi apa yang paling sering membuat anda
menggunakan block(s) tersebut?
_______________________________________________________

3. Ketika anda menggunakan block(s) tersebut, apa yang anda rasakan?


_______________________________________________________

4. Dengan siapa anda ingin menghentikan block ketika mendengarkan?


_______________________________________________________________

LAMPIRAN 3

DARI SEPATU MEREKA

Prosedur:

Bagi peserta dalam kelompok-kelompok masing-masing berjumlah 4 sampai


5 orang. Anggota kelompok berdiskusi tentang cerita : “Tukang Ketik” dan
menulis apa yang diminta oleh teks tersebut.

“Tukang Ketik”

Siska dan Joni adalah petugas administrasi yang bertugas untuk


mengetik ulang teks yang akan dicetak dan diterbitkan oleh perusahaan di
mana mereka bekerja. Mereka berdua sering saling bergurau siapa yang
mengetik lebih cepat diantara mereka berdua. Suatu hari, bos mereka, Pak
Edi minta Joni untuk mengetik sebuah manuscript seorang penulis, Dr. Ella.
Dr.Ella adalah seorang penulis terkenal di bidang psikologi matematika.
Manuscript itu sangat kompleks karena banyak sekali rumus-rumus
matematika yang sulit untuk diketik. Selain itu ada banyak istilah psikologi
yang tidak dimengerti oleh Joni. Manuscript itu sendiri dalam tulisan tangan
yang sulit dibaca oleh Joni. Misalnya, Dr.Ella menulis sebuah kalimat dengan
istilah psikologi dengan tulisan tangan yang tidak jelas dan agak kotor yang
tidak hanya ada di satu halaman tapi di beberapa halaman lainnya. Joni
menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk memahami tulisan Dr. Ella
sebelum mengetiknya dan itupun dia tidak yakin akan mengetiknya dengan
benar. Setiap kali Joni selesai mengetik dia harus mengecek ulang untuk
memastikan tidak ada yang salah atau tertinggal. Situasi diperparah karena
Joni menggunakan mesin tik manual yang merepotkannya jika melakukan
kesalahan dalam pengetikan. Joni sudah minta penggantian mesin tik ini
pada bosnya beberapa minggu lalu, tapi sampai saat ini belum ada
tanggapan.
Suatu pagi, Siska melihat ke ruang Joni dan tersenyum (meledek),
“manuscript itu sangat menyita waktumu Jon, kok bisa ya?” Pada saat yang
hampir bersamaan, Pak Edi datang dan bertanya pada Joni, “Jon, saya punya

31
manuscript lain yang harus kamu ketik ulang, kamu masih mengerjakan
manuscriptnya Dr.Ella? Kenapa kok lama sekali mengerjakannya?”
Kemudian Dr.Ella menelpon Joni langsung,” Joni, saya harus memperbaiki
manuscript itu sebelum akhir bulan ini! Saya memerlukan hasil ketikan yang
bersih dan rapi sebelum naik cetak. Kenapa belum anda selesaikan
pengetikkannya?”

Jika anda adalah Joni, apa yang akan anda katakan pada Siska, Pak Edi dan Dr. Ella?
Apa pendapat anda tentang mereka? Apa yang sebaiknya dikatakan Siska, Pak Edi
dan Dr.Ella pada Joni?

LAMPIRAN 4

LATIHAN MICRO SKILLS

Kelompok micro skill: PARAFRASE (PERASAAN)

Klien:
Pertama, kakak saya memecahkan kaca spion sepeda saya. Kedua, dia terus
berbohong tidak melakukannya padahal saya melihat dia yang menabrak
sepeda saya dengan motornya sehingga spionnya rusak. Sekarang dia mau
pinjam Play Station saya, gimana dong?

Konselor:

Klien:
Mama baru saja telpon, dia di luar kota. Mama menginap di hotel dan ketika
bicara tiba-tiba saya dengar ada ledakan dan hubungan terputus.....(suara
klien terputus-putus..) dan saya nggak tahu mesti buat apa........

Konselor:

Klien:
Saya baru mendapat kabar kalau saya diterima bekerja part-time sebagai
kasir di supermarket dekat rumah. Bos saya orangnya baik sekali dan
mengerti kalau saya masih sekolah dan boleh mengerjakan pekerjaan
sepulang sekolah. Cuma mama bilang saya harus selesaikan dulu sekolah ini
baru mulai kerja. Mama tidak tahu kalau cari kerja susah sekali sekarang ini,

32
ini kan kesempatan baik. Tidak semua orang bisa dapat pekerjaan walau
tidak full-time. Gimana sih mama ini......

Konselor:

Kelompok micro skill: PARAFRASE (ISI PESAN)

Klien:
Hari Sabtu yang lalu, sepanjang hari saya membantu pacar saya
membersihkan kebunnya, tapi dia sangat menyebalkan. Dia bilang saya
potong rumputnya terlalu pendek. Saya bantu dia mengecet bangku taman,
katanya warnanya norak. Akhirnya, saya sebel banget karena ketika kami
makan di mall, dia bilang dia nggak suka makanannya.

Konselor:

Klien:
Saya nggak punya waktu, dari pagi sampai sore saya ngurus anak-anak saya.
Lalu hari Sabtu dan Minggu, kami pergi ke luar tapi saya yang harus
menyiapkan semua perlengkapan anak-anak, termasuk perlengkapan makan
mereka. Suami saya nggak pernah membantu dan mau tau beresnya saja.
Kalau anak-anak rewel dan saya marah, saya dibilang mama yang galak.

Konselor:

Klien:
Ayah saya baru meninggal sebulan yang lalu. Saya masih sering memikirkan
beliau dan tidak bisa menerima kalau papa sudah tidak ada lagi bersama
kami. Saya sering teringat saat-saat indah bersama papa dan bagaimana
beliau memberikan perhatian di hari perkawinan saya. Saya teringat
bagaimana papa sayang sama anak-anak saya dan bagaimana dia mengerti
kami anak-anaknya.

33
Konselor:

Kelompok micro skill: REFRAMING

Seorang klien (ibu, istri seorang pengusaha) menceritakan perpisahannya


dengan suaminya. Suaminya tidak mau diajak bicara sejak perpisahan itu dan
bahkan menolak untuk bertemu. Padahal klien ini ingin sekali menyelesaikan
masalah perkawinannya dengan lebih baik. Klien menceritakan keresahan serta
rasa sakit hatinya pada anda dan anda sebagai konselor telah merefleksikan
perasaannya sekaligus menggali perasaan-perasaan lainnya. Namun
demikian, anda juga ingin melakukan reframing tentang perilaku suami
klien anda:

Klien anda adalah seorang ayah yang memiliki anak tunggal, perempuan kelas
I SMA. Klien itu mengeluh pada anda tentang perilaku anaknya yang tidak bisa
diajak bicara, selalu memberontak dan tidak mau kompromi, jika
menginginkan sesuatu, maka ayahnya harus memenuhi keinginan itu, kalau
tidak maka dia akan melakukan sesuatu yang menjengkelkan ayahnya. Klien
ini menceritakan pada anda betapa marah dan kesalnya dia pada anak
perempuan satu-satunya ini, tapi sekaligus tidak berdaya karena dia adalah
anak tunggal yang sudah terlanjur dimanja sejak kecil. Anda mencoba
mereframe:

34
Klien (kelas II SMA):
Papi pasti tidak suka sama saya.Apapun yang saya lakukan selalu salah di mata
dia. Hampir setiap hari dia menanyakan apa yang saya lakukan dan mengkritik
apapun yang saya kerjakan... Dia ingin saya menjadi anak manis yang penurut,
padahal saya ini bukan anak kecil lagi kan....teman-teman saya malah udah ada
yang pacaran. Saya? Boro-boro pacaran, mau jalan-jalan sama teman cowok
aja dilarang......sebel dan bete banget deh.

Konselor:

Klien:
Saya sebel banget sama mama. Bisa-bisanya mama diperdaya sama kakak saya
yang mengancam akan bunuh diri bila tidak diijinkan jalan sama cowoknya.
Kan dia udah besar, udah bisa memutuskan sendiri apa yang baik dan nggak
buat dia. Kenapa mama mesti panik dan repot kayak gitu sih? Kalau saya sih
cuek aja, mau bunuh diri silahkan...emangnya berani dia? Lha, saya tahu persis
kakak saya itu orangnya manja minta ampun, apa-apa juga minta tolong orang
lain untuk melakukannya, bagaimana mungkin dia mau minum baygon?

Konselor:

35
Kelompok micro skill: KONFRONTASI

Klien anda mengatakan “saya memiliki pernikahan yang bahagia”, dengan


nada bicara tertekan dan duduk bersandar ‘hampir tenggelam’ di bangkunya.

Konfrontasi anda:

Seorang klien menceritakan masalah orientasi seksnya yang tidak diterima oleh
lingkungan (kecenderungan menyukai sesama jenis). Setelah menceritakan
masalahnya, dia menutup dengan menceritakan bagaimana dia memiliki
masalah dengan dengan gajinya yang tidak naik-naik di perusahaan di mana dia
bekerja.

Konfrontasi anda:

Seorang ayah datang dengan masalah mencari tahu bagaimana anaknya selama
ini bergaul dengan teman-teman prianya. Si ayah ini tidak suka kalau anaknya

36
bergaul dengan ‘junkies’ dan mengancam anaknya akan menghentikan segala
pembiayaan uang sekolah kalau masih berteman dengan mereka. Dia tidak
sadar akibat dari ancaman itu bagi anaknya.

Konfrontasi anda:

LAMPIRAN 5

KASUS-KASUS KODE ETIK

Latihan-latihan yang tersaji dalam topik ini akan diberikan melalui studi
kasus untuk membantu peserta pelatihan memahami isu-isu penting dalam
topik hubungan ganda dalam konseling.

(1) KASUS SIRLEY

Klien anda bernama Sirley, kelihatan sangat tergantung pada anda. Seringkali
bertanya masalah-masalahnya bahkan yang kecil sekalipun. Sangat terlihat
kalau dia tidak terlalu percaya diri dan mencari figure ideal dalam hidupnya.
Dia bertanya tentang kehidupan keluarga anda dan perkawinan anda,
bagaimana anda mendapatkan kehidupan yang harmonis untuk
dicontohnya. Beberapa kali dia menceritakan kalau dia seringkali ragu
mengambil keputusan tentang siapa yang akan menjadi pendamping
hidupnya, karena khawatir tidak akan mendapatkan kehidupan harmonis
seperti anda. Meskipun dia sadar kalau tidak bisa terus menerus bertanya
pada anda, tapi dia masih sering minta bantuan anda untuk mengambil
keputusan.

1.Bagaimana anda bersikap terhadap Sirley?


2.Apa yang akan anda katakan dan lakukan pada Sirley?
3.Jika ada beberapa klien anda selain Sirley bersikap seperti ini, apa
yang harus anda refleksikan?

37
(2) KASUS ANDA

Anda adalah seorang mahasiswa calon konselor yang baru menjalankan


praktikum di sebuah sekolah bersama teman-teman seangkatan anda. Setiap
minggu, anda dan teman-teman, berdiskusi kasus-kasus yang ditangani
dengan supervisor anda semua. Suatu hari, ketika anda baru makan di kantin
dengan tiga teman anda sesama mahasiswa yang praktikum, mereka mulai
mendiskusikan kasus-kasus mereka dengan detil. Dalam diskusi itu (dimana
mereka bicara agak keras bahkan tertawa-tawa seolah ada yang lucu), mereka
menyebutkan nama kasus yang mereka tangani. Apa yang anda lakukan?

 Anda akan mengatakan pada mereka untuk menghentikan


diskusi ini karena sangat mungkin orang lain di kantin akan
mendengar dan anda akan mengatakan bahwa mereka telah
bersikap tidak profesional.
 Anda akan berusaha menghentikan percakapan itu dan
menganjurkan untuk melanjutkan di tempat yang lebih privat.
 Anda akan bawa masalah ini dalam pertemuan mingguan
dengan supervisor anda.
 Anda tidak akan melakukan apapun mengingat mereka yang
mungkin mendengarkan percakapan teman-teman anda tidak
tahu menahu soal kasus-kasus itu.
 Anda tidak akan melakukan apa-apa, karena sangat natural
untuk bercanda tentang klien dan mendiskusikan kasus mereka.

38
(3) KASUS RENI

Reni adalah seorang gadis berusia 20 tahun yang menjalankan sesi konseling
dengan Roy. Suatu ketika setelah beberapa sesi berjalan , dia datang pada Roy
dan menyampaikan bahwa ia diberhentikan dari pekerjaannya sehingga
sangat mungkin tidak bisa membayar biaya konseling lagi. Reni sedih karena
dia merasa sudah sangat cocok dengan Roy sebagai konselornya. Roy bisa
memahami situasi Reni dan mengatakan bahwa Reni tidak perlu sedih dan
dapat melanjutkan konseling dengannya jika mau menjadi baby sitter di
rumah Roy sebagai ganti biaya konseling. Reni menerima tawaran ini dengan
suka cita. Setelah beberapa minggu, Reni ternyata merasa tidak nyaman
bekerja di rumah Roy karena tidak cocok dengan istri Roy yang terlalu
menuntut. Reni menulis surat ke Roy, bahwa ia terpaksa minta berhenti
bekerja sebagai baby sitter dan juga menghentikan sesi konseling dengan
Roy.

1. Apakah Roy sudah melakukan tindakan yang benar? Mengapa?


2. Jika anda Roy apa yang akan anda lakukan pada Reni?

39
(4) KASUS TU CHEE

Tu Chee adalah seorang konselor pria yang sangat ramah. Dia seringkali
memberikan sentuhan pada klien-klienya, baik pria maupun wanita. Seorang
kliennya, Ida, adalah perempuan lajang berusia 35 tahun. Ida datang ke Tu
Chee untuk berkonsultasi masalah kesendiriannya. Sebagaimana biasanya,
Tu Chee menyambut dengan ramah dan hangat sambil memeluk dan
memegang tangan Ida. Ida sangat terkesan dengan keramahan serta
kehangatan Tu Chee dalam konseling itu. Di akhir konseling, Ida
mengungkapkan perasaannya yang tersentuh oleh kehangatan Tu Chee dan
caranya memperlakukan Ida. Ida juga berharap agar hubungan ini bisa
diteruskan bahkan ditingkatkan di luar kesempatan konseling. Tu Chee
terkejut atas respon Ida dan menjelaskan bahwa itu dilakukan pada semua
klien tanpa pandang bulu atau maksud tertentu. Ida sangat kecewa, dan tidak
datang lagi pada pertemuan-pertemuan berikutnya.

1.Menurut anda bagaimana sikap Tu Chee sebagai konselor?


2.Perlukah menjelaskan kepada semua klien kebiasaan anda
‘menyentuh’ klien? Mengapa?
3.Jika anda Tu Chee apa yang seharusnya anda lakukan?

40
(5) KASUS MARTIN

Martin adalah seorang klien yang telah berkonsultasi selama beberapa bulan
ke Risa, konselornya. Suatu hari, Martin datang ke sesi konseling dengan
mabuk dan terlihat sangat marah. Dia baru saja tahu kalau istrinya
berselingkuh dengan salah seorang teman baiknya. Dia sangat terluka atas
peristiwa ini. Martin juga terlihat ingin membalas perlakuan teman baiknya
itu yang telah mengkhianatinya. Dia mengatakan, “Sialan orang ini, saya
nggak bisa terima perbuatannya, saya pingin banget tembak dia”. Martin
terlihat sudah lega dengan katarsis emosinya di sesi konseling dengan Risa
tsb. Risa telah melakukan apa yang dia bisa untuk membantu menenangkan
Martin sebelum sesi konseling berakhir. Sesi konseling itupun berlangsung 2
jam, lebih lama dari sesi-sesi biasanya. Risa juga minta Martin untuk
menelpon dia setiap hari untuk mengecek situasi Martin. Sebelum Martin
meninggalkan sesi konseling, Risa meminta Martin menandatangani surat
kontrak untuk tidak mendatangi rumah temannya dan melakukan sesuatu
yang bodoh (membunuh). Risa percaya pada Martin karena dia mengenal
Martin sebagai orang yang sebenarnya bukan pelaku kekerasan, sehingga
membiarkan Martin meninggalkan sesi tsb tanpa berdiskusi soal kewajiban
Risa untuk melaporkan Martin jika melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan hukum. Martin setuju untuk menelpon Risa sesering mungkin untuk
meyakinkan bahwa dia tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
hukum. Di sesi berikutnya, Martin datang kembali dan mengatakan bahwa
dia sangat terbantu bercerita dengan Risa di sesi minggu lalu dan merasa
lebih tenang (tidak marah dan dendam pada temannya itu). Dia mengatakan,
“Aku tidak akan mau masuk penjara hanya karena seorang teman yang tidak
tahu diuntung itu”.

Menurut anda:
1. Apakah Risa sudah melakukan hal-hal yang diperlukan sebagai
seorang konselor untuk kasus Martin ini? Jelaskan.
2. Jika anda jadi Risa, apa yang akan anda lakukan ketika bertemu klien
seperti Martin?

41
DAFTAR BACAAN

Geldard K., & Geldard D. (2011). Keterampilan Praktik Konseling.


Pendekatan Integratif. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Gladding, S.T. (2007). Counseling: A Comprehensive Profession. New


Jersey:Prentice Hall.

McLeod, J. (2003). Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus. Jakarta:


Kencana Prenada Media Group.

Soenarno, A. (2005). Ice Breaker. Permainan Atraktif Edukatif untuk pelatihan


manajemen. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

42
PANDANGAN YESUS

Dalam Injil Lukas kami membaca tentang peristiwa berikut ini:

Petrus berkata:
“Tidak, aku tidak tahu apa yang kamu lakukan”.
Seketika itu juga, sementara ia masih berkata-kata, berkokoklah ayam.
Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus...
Dan Petrus pergi keluar dan menangis tersedu-sedu.

Hubunganku dengan Tuhan cukup baik. Aku biasa memohon sesuatu


kepadaNya, berbicara denganNya, memujiNya, bersyukur kepadaNya...

Tetapi sudah lama aku merasa kurang enak. Sebab, aku selalu merasa, bahwa
Ia ingin agar aku memandang mataNya...Dan aku tidak mau. Aku mau
bicara, tetapi aku melihat ke arah lain kalau kurasa Ia memandangku. Selalu
aku berpaling ke arah lain dan aku tahu apa sebabnya. Aku takut. Kusangka
di sana aku akan menghadapi tuduhan dosa yang belum kusesali.

Kukira di sana aku akan menghadapi suatu tuntutan: ada sesuatu yang
diinginkanNya dariku.

Akhirnya, suatu hari kukumpulkan seluruh keberanianku dan kupandang


Dia! Tidak ada tuduhan. Tidak ada tuntutan. MataNya hanya berkata: “Aku
mencintaimu!” Lama aku memandang mata itu. Dengan tajam dan penuh
perhatian. Satu-satunya pesan dan masih sama: “Aku mencintaimu”.

Lalu aku keluar, dan sama seperti Petrus, aku menangis.

Burung Berkicau
Anthony de Mello, SJ
1984

43
Penulis adalah seorang dosen dan konselor yang lahir di Jakarta, 8 Februari
1965. Penulis menamatkan pendidikan S1 jurusan Psikologi Pendidikan di
Universitas Negri Jakarta (dahulu IKIP Jakarta), kemudian S2 Psikologi
Konseling di Santa Clara University, California USA dan terakhir meraih
gelar Doktor dari Dept. Of Public Health, Faculty of Medicine, Dentistry and
Health Science, University of Melbourne, Australia dengan disertasi
berjudul,” Understanding the dynamics of violence and exploring the potential
application of Logotherapy for women survivors of domestic violence in Indonesia”.
Penulis yang bekerja di Unika Atma Jaya Jakarta sejak tahun 1987 ini, pernah
menjadi Pembantu Dekan III di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendikan,
Pembantu Dekan II dan III di Fakultas Psikologi dan sebagai Dekan Fakultas
Psikologi Unika Atma Jaya Jakarta tahun 2005 - 2009. Penulis juga pernah
menjabat sebagai Dekan di Fakultas Pendidikan, Sampoerna University,
tahun 2013 – 2015, setelah sebelumnya menjabat sebagai Wakil Dekan bidang
Akademik dan Kemahasiswaan di Fakultas yang sama. Sekarang, penulis
memiliki usaha sendiri sebagai konsultan wellness, trainer dan co-founder
HidupHarmoni.com

44

Anda mungkin juga menyukai