Anda di halaman 1dari 5

Nama: Adelce Inosensya Ongirwalu

NIM: 15 2017 40 10 07

Program Studi: Pastoral Konseling

MK: Pastoral Klinis

VERBATIM BAGI PEMUDA (KONSELING SEBAYA)

PENDAHULUAN

Nama : J V B (Inisial)

Umur : 22 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat Percakapan : Aula Gereja

Waktu / Durasi Percakapan : 40 Menit

Status : Belum menikah, anak pertama di antara dua bersaudara

Hari/tanggal percakapan : Minggu, 11 April 2021

Catatan:

 Konseli dan konselor sudah saling mengenal dan cukup akrab. Konseli adalah teman pemuda dari
konselor dan berdomisili di jemaat yang sama.
 Konseli sering memanggil konselor dengan sebutan Adele.
 Percakapan ini sudah direncanakan. Karena sebelumnya konseli sudah pernah mengatakan bahwa
ada hal yang ingin konseli ceritakan kepada konselor.

OBSERVASI

Percakapan ini terjadi pada sore hari selesai ibadah pemuda jemaat. Pertama situasi di dalam aula tidak
mendukung untuk dilaksanakan percakapan, karena banyak rekan-rekan pemuda yang masih berada di
aula. Akhirnya konseli dan konselor memutuskan untuk melakukan percakapan setelah rekan-rekan
pemuda yang lain pulang. Di aula gereja, terdapat kursi, meja, papan tulis, speaker. Di aula gereja pada
saat itu kurang rapi karena baru selesai ibadah pemuda jemaat.

JALANNYA PERCAKAPAN

Pada saat rekan-rekan pemuda yang lain pulang, konseli dan konselor langsung melakukan percakapan.

 Ko: Jadi Yop, apa yang ingin kamu bicarakan dengan saya? (sambil menepuk pundak konseli).
Ki: Begini Del (kata konseli sambil malu-malu), ini tentang keluarga saya.
 Ko: Ada apa dengan keluarga kamu? Bukannya keluarga kamu baik-baik saja?
Ki: Iya sih, kelihatannya keluarga saya memang baik-baik saja. Tapi, sebenarnya ada masalah
yang terjadi di dalam keluarga saya.
 Ko: Masalah apa Yop, kalau boleh saya tahu! (dengan wajah penasaran)
Ki: Ini tentang ayah saya (dengan raut wajah yang sedih).
 Ko: Kenapa dengan ayah kamu? Memang apa yang terjadi sama ayah kamu Yop?
Ki: Apa kamu sudah dengar kalau ayah saya sedang terlibat masalah kriminal? (sambil
menunjukkan wajah kekecewaan).
 Ko: Oh ya? (terkejut), saya belum tahu tentang kejadian itu. Terus di mana ayah kamu sekarang
dan bagaimana keadaanya?
Ki: Di kantor polisi (Polsek Ambon). Kalau keadaannya sekarang saya belum tahu, karena saya
belum pernah berkunjung ke kantor polisi untuk melihat keadaan ayah saya.
 Ko: Oh ya? (sekali lagi Yop membuat saya terkejut). Kenapa kamu tidak pernah mengunjungi
ayah kamu Yop?
Ki: Nah! itu yang menjadi permasalahannya Del. Sampai saat ini saya belum bisa menerima apa
yang sudah dilakukan ayah terhadap saya dan keluarga saya. Saya merasa sangat kecewa dengan
apa yang sudah dilakukan ayah saya, sampai-sampai melihat wajahnya pun saya enggan. Yang
ada di dalam hati saya saat ini hanyalah amarah, kekecewaan, dan kebencian (dengan wajah yang
penuh amarah). Saya malu sama teman-teman karena perbuatan ayah saya (sambil mata berkaca-
kaca). Terus lagi saya kasihan sama mama, setiap harinya mama selalu menangis baik di kamar
sampai mau makan pun. Sedangkan adik saya perempuan tiap pulang sekolah dia sering
menangis, karena selalu di ejek oleh teman-temannya karena perbuatan ayah saya. Jadi,
sementara ini saya yang bekerja banting tulang untuk membantu menafkai keluarga saya. Karena
saya anak paling tua, sedangkan adik saya masih sekolah. Del, seandainya kamu berada diposisi
saya saat ini, apa yang akan kamu lakukan?
 Ko: Jika saya berada di posisi kamu Yop, saya pun akan merasa sama seperti apa yang kamu
rasakan saat ini, bahkan mungkin saya tidak tahu apa saya bisa kuat seperti kamu Yop (terdiam
sejenak). Dipihak lain, bagus kalau kita memikirkan yang positif tentang ayah kamu misalnya
apakah kamu tidak merasa kasihan dengan ayah kamu Yop? Bukankah ayah kamu sangat
membutuhkan perhatian, bahkan dorongan dari keluargamu Yop? Memang tidak gampang
menerima apa yang sudah dilakukan ayah kamu Yop, apalagi memaafkannya. Kalau boleh saya
tahu memangnya ayah kamu terlibat masalah kriminal apa?
Ki: Ayah saya terlibat masalah percabulan Del (dengan wajah yang penuh dengan kekecewaan).
 Ko: Percabulan? (terkejut)
Ki: Itu yang membuat saya marah, kecewa, benci kepada ayah saya. Sampai-sampai mau
memberi maafpun saya tidak mau. Tapi, saya pikir apa yang kamu katakan ada benarnya juga,
mungkin saya terlalu keras kepada ayah. Tapi ada benarnya juga, ayah pasti membutuhkan
dorongan dari saya dan keluarga. Mungkin selama ini saya egois hanya memikirkan diri saya saja
(dengan wajah yang merasa bersalah), sehingga saya tidak memikirkan perasaannya.
 Ko: Ya benar apa yang kamu katakan tadi. Kita sebagai anak Tuhan diajarkan untuk saling
mengasihi dan mengampuni satu sama lain? Apalagi dia adalah ayah kamu Yop. Jadi, sebaiknya
kamu bisa menerima apa yang sedang terjadi dan coba membuka pintu maaf bagi ayah kamu.
Ki: Benar juga ya Del. Bagaimanapun juga dia itu ayah saya, biar dia sudah menyakiti saya dan
keluarga. Terima kasih ya Del atas nasihatnya, akhirnya saya bisa menerima keadaan saya saat
ini. Besok saya akan mengunjungi ayah di kantor polisi. Tolong doakan pergumulan keluarga
saya ya Del dan saya pun akan berdoa untuk keluarga juga, pasti Tuhan akan membuka jalan
untuk keluarga. Sekali lagi terima kasih, mungkin kalau tidak ada kamu kepada siapa saya bisa
menceritakan masalah ini.
 Ko: Baguslah Yop kamu bisa memaafkan ayah kamu. Iya sama-sama, terima kasih juga ya Yop
kamu mau berbagi masalah kamu dengan saya. Dan saya akan selalu mendoakan kamu dan
keluargamu. Kelihatannya, muka kamu sudah ceria lagi, jadi tambah ganteng saja (sambil
mencairkan suasana yang tadinya sedih dan dengan nada bercanda).
Ki: (sambil tersenyum malu)
 Ko: Kenapa raut wajahmu menjadi merah? Malu ya? (dengan nada bercanda). Eh, Yop tidak
terasa ya sudah lonceng pertama untuk masuk gereja malam. Kamu sudah masuk gereja Yop?
Ki: Sudah Del (sambil tersenyum). Saya tadi masuk gereja subuh. Kalau kamu sudah masuk
gereja?
 Ko: Sudah Yop. saya kan paling rajin, kalau mau ibadah (dengan nada bercanda). Ya sudah kalau
begitu, nanti kita lanjutkan kembali percakapan kita.
Ki: Oke deh Del. Yang penting kamu tidak bosan mendengarkan curahan hati saya! (sambil
tersenyum dan wajah yang penuh mengharapan)
 Ko: Tentu saja tidak (sambil tersenyum), saya siap menjadi tempat curahan hati kamu Yop, kapan
pun kamu membutuhkan saya.
Ki: Makasi ya Del. (dengan muka yang terlihat lega)
 Ko: Sama-sama Yop Jangan lupa ya titip salam buat ayah kamu dari saya.
Ki: Pasti saya akan sampaikan Del

Akhirnya percakapanpun selesai. Konselor dan konseli bersiap-siap untuk pulang ke rumah masing-
masing.

ANALISIS

 Analisis ekonomis: Keadaan ekonomi konseli dilihat dari kesehariannya, dia berasal dari orang
yang mampu. Dilihat juga dari cara berpakaiannya dan barang-barang elektronik yang dia miliki.
 Analisis spiritual: Dilihat dari percakapan, keadaan spiritual konseli tidak terganggu karena
konseli masih mau hadir dalam ibadah pemuda jemaat, dan selalu mengandalkan Tuhan dalam
menghadapi pergumulannya (lihat Ki 9, dan percakapan terjadi sesudah ibadah pemuda jemaat,).
Konseli pun rajin pergi ke ibadah-ibadah (Ki 11).
 Analisis psikologis: menurut konselor, secara psikologi konseli terganggu bisa dilihat dari
kebencian terhadap ayahnya dan tidak mau memaafkan ayahnya (lihat Ki 5, 6, 8) namun pada
akhirnya konseli mau menerima nasihat dari konselor dan memutuskan untuk memaafkan
ayahnya ( lihat Ki 8,9).
 Analisis sosiologis: menurut konselor, konseli adalah orang yang mudah bergaul. Dia sangat
disenangi teman-temannya karena dia baik, tidak sombong, lucu, dan ceria sehingga
kehadirannya selalu dinantikan oleh teman-temannya. Sampai-sampai ada istilah dari teman-
temannya untuk dia “ kalo gak ada loe, gak rame “. Dia juga aktif dalam organisasi keagamaan
maupun organisasi kemahasiswaan.
 Analisis Fisik: konseli memiliki postur tubuh yang besar dan tinggi. Badan konseli tidak gemuk.
Daya tahan tubuh konseli lemah karena konseli alergi terhadap debu.
 Analisis teologis: dilihat dari percakapan ini, konseli dapat mengambil keputusan bahwa ia harus
menerima keadaan ini dan tidak lagi membenci ayahnya (Ki 9).

EVALUASI MENYELURUH :
Percakapan ini masih perlu dilanjutkan, meskipun tidak ada persetujuan tentang kepastian waktunya,
ketika melihat konseli menyatakan kepercayaannya kepada konselor untuk menjadi tempat curahan
hatinya (Ki 12).

Percakapan ini menuai hasil positif karena konseli sudah bisa menerima apa yang terjadi dan mau
memaafkan ayahnya (lihat Ki 8,9). Semua itu bisa berhasil karena konseli orangnya terbuka dan mau
menceritakan masalahnya kepada orang lain (lihat Ki 1, 2, 3, 4, 5, 6,7). Dan juga karena konselor mampu
menjadi pendengar yang baik dan bisa membimbing konseli untuk menemukan jawaban untuk masalah
yang dihadapi konseli ( lihat Ki 8,9 ).

Anda mungkin juga menyukai