Abstrak
Sistematika Carkhuff merupakan suatu sistematika yang ada dalam proses konseling
yang dapat membantu klien untuk mencari solusi dalam menyelesaikan permasalahannya di
bawah bimbingan konselor. Sistematika ini dapat di pandang sebagai suatu pola eklektik
dalam konseling karena merupakan perpaduan berbagai unsur yang di ambil dari beberapa
konsepsi serta pendekatan pada konseling. Dalam melakukan proses konseling, klien dan
konselor sama-sama aktif dalam mencari solusi dan menyelesaikan persoalannya. Konselor
membantu klien untuk menjadi pengarah dalam melewati proses atau tahapan-tahapan
dalam menyelesaikan masalahnya. Maka dari itu pendekatan ini dapat dipandang sebagai
suatu proses belajar; sebab klien akan belajar untuk menghadapi dan mengatasi masalahnya
dengan berpikir dan bertindak secara lebih konstruktif dan konselor dalam proses
pendampingannya akan belajar cara menyelesaikan persoalan sehingga dengan demikian
dia dapat meningkatkan pengalaman, pengetahuan dan keterampilannya dalam
mendampingi klien.
Kata kunci: Sistematika Carkhuff, membantu, proses belajar
1. Pengantar
Pada permulaan tahun 1960-an ada pendapat bahwa konseling dan psikoterapi tidak
berpengaruh pada kehidupan pasien. Untuk itulah pada lahun 1967 Rogers beserta timnya
meneliti dimensi-dimensi yang mungkin berpengaruh. Yang diteliti adalah empati, perhatian
tanpa syarat (unconditional positive regard) dan harmoni (congruence). Kemudian dimensi-
dimensi itu diubah, yaitu kehangatan yang tidak posesif sebagai pengganti perhatian tanpa
syarat dan kesungguhan bukan harmoni, akan tetapi sesungguhnya dimensi-dimensi tersebut
sama.
Carkhuff yang turut serta dalam penelitian tersebut kemudian mencoba untuk
memperkenalkan konsepnya sendiri. Dalam memperkenalkan konsep-konsepnya, Carkhuff
tidak menggunakan istilah terapis atau konselor, tetapi menggunakan istilah penolong
(helper) dan yang ditolong (helpee) untuk klien. Pada waktu yang sama keterampilan para
penolong juga ditingkatkan dengan pembukaan diri (self-disclosure), kekonkritan,
konfrontasi dan ekspresi segera. Melalui proses ini ditemukan bahwa empati yang sungguh-
sungguh merupakan hal yang prinsip untuk mengkomunikasikan penghormatan dan
pembukaan diri rnerupakan dasar dari kesungguhan.
1
Melalui paper ini, kelompok ingin mengajak kita melihat bagaimana sesungguhnya
sistematika Carkhuff tersebut. Lebih tepatnya dalam tulisan ini kita diajak untuk sama-sama
melihat bagaimana langkah-langkah dalam menolong menurut pandangan Carkhuff. Selain
itu kita juga diajak untuk melihat beberapa kemampuan yang hendaknya dimiliki oleh
seorang penolong dalam menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongan dalam hal
konseling.
Bagaian ini terdiri dari dua bagian pokok, yakni biografi singkat Carkhuff serta
sistematikanya. Biografi menjadi bagian yang penting karena untuk mempelajari pemikiran
seorang tokoh, hendaknya kita terlebih dahulu mengetahui siapa tokoh tersebut. Tanpa
mengetahui siapa tokoh yang mengemukakan suatu pandangan, tentu kita tidak akan dapat
menilai pandangannya secara objektif. Barulah pada bagian kedua kita akan bertemu dengan
sistematika Carkhuff yang terdiri dari langkah-langkah menolong dan kemampuan dalam
menolong.
Robert Carkhuff dilahirkan pada tahun 1934 dari orang tua golongan menengah di
Linden New Jersey. Pada tahun 1956, ia mencapai gelar BA dalam bidang ilmu politik.
Setelah mencapai gelar BA, ia mengabdi di angkatan perang selama tiga tahun. Setelah
selesai mengabdi, ia kemudian melanjutkan pendidikannya dan mendapatkan gelar Ph.D
psikologi di State University of New York pada tahun 1963. Setelah memperoleh gelar Ph.D,
ia kemudian menjadi kodirektur proyek penelitian psikoterapi di University of Kentucky.
Pada waktu yang sama ia juga berpartisipasi dalam penelitian Carl A. Rogers yang mendalam
tentang Skizofrenia. Setelah itu ia pindah ke the University of Massachussetts dan kemudian
ke the State University of Buffalo, sebelum akhimya pindah ke American International
College in Springfield di Massachussens.
Setelah sekian lama berpindah dari institusi yang satu ke yang lain, pada tahun 1970
Carkhuff akhirnya mendirikan The Carkhuff Institute for Human Technology. la juga
mendirikan Human Technology. Inc., suatu organisasi yang melayani pemerintah dan swasta
dalam pengembangan dan implementasi pelatihan orqanisasi dan sistem. la juga menulis tiga
buah buku yang banyak dikutip oleh ahli-ahli ilmu sosial, yaitu Toward Effective Counseling
2
(1967. dengan C.B. Truax) dan Helping and Human Relations volume I & II yang diterbitkan
pada tahun 1969.
Kejeniusan Churkhuff terletak pada pendapatnya bahwa manusia dapat menjadi lebih
dari apa yang ada, dan ia membuat cara-cara bagaimana mengajar manusia untuk mencapai
itu. Freud mengajar kita bahwa apa yang kita ketahui dapat melukai kita. Rogers mengajar
kita bahwa kita dapat menjadi lebih daripada kita sekarang. Carkhuff mengajar kita
bagaimana menghindari apa yang dikatakan Freud dan bagaimana mencapai apa yang
dikatakan Rogers.
Pada umumnya ada tiga langkah proses konseling yang biasa diterapkan oleh konselor
dalam menolong konseli, yakni: menjawab, mempribadikan, pra-menolong dan memulai.
Sedangkan konseli menjalani tiga langkah proses yang parallel dengan langkah konselor,
yaitu: mengeksplorasi diri, memahami diri dan bertindak.
3
2.2.1.1. Langkah-Langkah Konselor
2.2.1.1.1. Menjawab
Titik pertama dalam proses menolong konseli ialah menjawab. Dari pihak
konselor dibutuhkan dan dituntut kualitas kepribadian yaitu empati atau kepekaan, sikap
hormat atau kehangatan dan konkrit atau spesifik. Tujuannya ialah: pertama, agar konselor
tahu dan mampu untuk masuk ke dalam lingkungan psikologis (frame of reference) dari
konseli. Kedua, menstimulus konseli agar lebih berani dan terbuka untuk mengeksplorasi dan
mengungkapkan pengalaman-pengalaman dirinya sendiri.
2.2.1.1.2. Memulai
Dalam langkah proses ini, setelah konseli mengekplorasi dan mengungkapkan
pengalaman-pengalamannya, konselor memfilter pengalaman-pengalaman konseli tersebut
dengan pengalaman konselor itu sendiri. Dengan cara demikian, konselor dan konseli dapat
secara terus menerus sampai kepada tindakan nyata untuk memecahkan masalah konseli.
Dalam proses ini dituntut kualitas lain dari konselor, yaitu: otentik atau keaslian, kemampuan
membuka diri dan berbagi pengalaman pribadi dan konkrit-spesifik dalam memecahkan
masalah dan menyusun suatu program tindakan. Bahkan dalam situasi khusus, konselor
dituntut untuk mampu melihat dan menunjukkan pertentangan-pertentangan yang tampak
dalam tingkah laku verbal dan non-verbal dari konseli.
2.2.1.1.3. Mempribadikan
Proses ini merupakan faktor penentu dalam mengefektifkan titik memulai, yaitu
menuntut konseli untuk lebih memahami dirinya secara lebih mendalam. Dengan kata lain,
proses ini menyadarkan konseli bahwa masalah-masalah yang ia hadapi adalah masalahnya
sendiri dan ia sendirilah pelaku yang bertanggung jawab atas persoalan-persoalan yang
terjadi. Konseli harus sadar bahwa masalah-masalah terjadi karena ia berbuat satu hal dan
tidak berbuat yang lain.
2.2.1.1.4. Pra-menolong
Sebelum memulai proses menolong, konselor harus dan mutlak memiliki
kemampuan pra-menolong, yakni: kapasitas untuk menaruh perhatian dan minat kepada
konseli sehingga konseli merasa bahwa ia sendiri terlibat (aktif) dalam proses menolong
tersebut. Dengan kapasitas demikian, konselor dalam proses menjawab akan menjadi sangat
efektif dan juga mendorong konseli untuk semakin berani dan terbuka mengeksplorasi
pengalaman-pengalamannya lebih mendalam.
4
2.2.1.2. Langkah-langkah Konseli
Hal fundamental dari proses menolong adalah sejauh mana konseli dapat melihat
dan menyadari kembali pengalaman-pengalamannya sendiri (pengolahan intra-personal).
Maka dari pihak konseli dituntut sikap dasar untuk melibatkan diri, mengeksplorasi
pengalaman-pengalaman pribadi, memahami objek dan bertindak sesuai dengan program.
2.2.1.2.1. Keterlibatan
Sebelum konseli dapat mengolah pengalaman-pengalaman pribadinya, ia harus
terlebih dahulu merasa terlibat dalam dinamika proses menolong tersebut. Keterlibatan yang
dimaksud ialah keterbukaan konseli untuk mampu membagikan dan mengkomunikasikan
pengalamannya sendiri kepada konselor. Keterlibatan ini menjadi bernilai ketika konseli
dapat memusatkan perhatiannya kepada nilai dan arti pengalaman-pengalaman pribadinya.
Proses menolong dalam konteks ini dapat dimulai dengan mempertanyakan apa yang
mendorong konseli untuk mencari pertolongan atau bantuan konselor.
5
2.2.1.2.4. Tindakan yang Sesuai dengan Rencana
Setelah pemahaman mengenai sasaran yang ingin dicapai tepat, maka tiba momen
di mana konseli merencanakan dan merealisir suatu tindakan. Pada tahap ini, konseli diituntut
untuk membuka mata dengan cermat untuk melihat tindakan mana yang lebih berdaya guna
dalam menghadapi situasi konkrit dalam hidup sehari-hari, sehingga tercapai tingkat atau
keadaan yang diinginkan. Maka prosesnya ialah konseli merumuskan dengan jelas sasaran-
sasaran yang ingin dicapai, menyusun program konkrit mencapainya dan merealisasikan
langkah-langkah dari program yang telah disusun tersebut.
2.2.1.2.5. Umpan-balik
Umpan balik (feedback) yang dimaksud adalah apa yang telah dilakukan konseli
dalam rangka merealisir program yang telah disusun. Informasi tentang feedback ini menjadi
input baru bagi konselor untuk semakin akurat dalam pengenalan terhadap konseli. Dalam
proses menolong, feedback dikatakan baik apabila relevan dengan sasaran yang ingin dicapai.
Jadi, informasi yang diperoleh oleh konselor adalah tingkat prestasi (keberhasilan) konseli
dalam mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Apa sasaran-sasaran
yang telah ditentukan dan hendak dicapai, dalam kenyataan telah berhasil dicapai oleh
konseli tersebut.
Pada tahap ini konseli membuat konselor terlibat dalam proses konseling. Menurut
sebuah sumber, banyak klien enggan (relacted) memasuki proses konseling karena konselor
gagal menciptakan attending pada awal proses konseling.
6
-Menyiapkan diri sendiri. Bagian ini mencakup mengingat kembali pengetahuan
tentang konseli melalui catatan/ data/ kesan, melihat sasaran umum dari suatu
proses yakni membuat konseli mengeksplorasi diri dan menyiapkan diri agar
lebih tenang.
b) Memberi perhatian pada orang yang bersangkutan
Pada bagian ini konselor mengkomunikasikan ketertarikannya kepada konseli
supaya minat konseli untuk datang lagi lebih berkembang. Caranya bisa dengan
posisi berhadapan, menjaga kontak mata dan posisi badan sedikit condong ke
arah konseli.
c) Mengamati
bagian ini konselor perlu mampu melihat dan memahami tingkah laku non-verbal
dari konseli dan aspek-aspek eksteriornya. Konselor perlu mempelajari bahasa
tubuh karena tingkah laku tidak selalu selaras dengan kebenaran, namun bahasa
tubuh mampu mengungkapkan kebenaran yang sesungguhnya tanpa disadari.
-Mengamati tingkat energi fisik. Hanya orang yang sehat yang bisa
menjalankan tugasnya secara penuh. Konselor mengamati tingkat energi fisik dari
dinamisme sikap tubuh melalui posisi tubuh dan perawakan diri.
-Mengamati keadaan emosinya. Konselor mengamati sumber-sumber
representatif dari kehidupan emosional konseli, seperti ekspresi wajah, perawakan
diri, gerakan tubuh, kecepatan bergerak, dll.
-Kesiapan konseli untuk menerima pertolongan. Perlu diperhatikan apakah
konseli memang sudah siap ditolong atau belum melalui pengamatan.
d) Mendengarkan
Input yang sangat bermanfaat dalam konseling diperoleh lewat pesan verbal dari pihal
konseli. Selama mendengarkan, konselor perlu juga merefleksikan isi pesan konseli.
Beberapa cara untuk meningkatkan kemampuan ini adalah:
7
-Menangguhkan penilaian pribadi. Ini berarti konselor menangguhkan nilai-nilai
dan opini-opini subjektif atau dari persepsi orang lain. Ini perlu untuk menghindari nasehat
atau solusi yang tergesa-gesa sebab semua pengalaman manusia itu unik. Pertanyaan yang
harus terjawab terkait dengan siapa, apa, di mana, mengapa, bagaimana dan kapan.
-Memusatkan perhatian pada konseli. Konselor fokus pada momen konseling dan
mengesampingkan semua hal yang mendistraksi perhatian konselor terhadap konseli.
Tahap menjawab adalah kunci yang akan membawa konseli memahami diri dan
pemasalahannya. Karena itu konselor perlu menguasai beberapa hal.
Konseli dapat menanggapi dengan memperdalam apa, siapa, mengapa, kapan di mana
dan bagaimana. Misalnya, konseli mengatakan “Saya yakin bahwa orang-orang akan
membenci saya”. Konselor menjawab “Siapa mereka itu dan mengapa mereka akan
membenci Anda?”
Suatu bentuk jawaban yang baik adalah konselor merumuskan kembali isi
pengalaman konseli dengan kata-katanya sendiri. Misalnya, “kamu mengatakan bahwa …”
b) Menjawab perasaan
8
- Mengidentifikasi perasaan konseli. Konselor menempatkan dirinya di posisi
konseli dan bertanya pada dirinya bagaimana perasaannya ketika berada di situasi konseli.
Konselor perlu mengidentifikasi jenis perasaan konseli (bingung, kaget, marah, senang) dan
kedalaman perasaan itu (tinggi, sedang, rendah).
-Mendeskripsikan isi perasaan. Setiap perasaan ditentukan oleh isi. Perasaan: “Saya
bahagia” bisa memiliki isi “bila saya bisa mengaplikasikan mata kuliah dalam karya
pelayanan saya”. Ini menunjukkan bahwa perasaan tidak muncul dari ruang hampa.
Rumusannya dapat berupa, “Kamu merasa …(perasaan) sebab …. (isi)”.
Di samping itu, seringkali konseli mengungkapkan banyak isi dan perasaan sekaligus.
Konselor perlu teliti agar tidak ada yang diabaikan. Dengan demikian, konseli merasa
dipahami dan sungguh terlibat.
Sebuah catatan atas tahap responding adalah, konselor harus berhati-hati agar kesan
konseli terhadap konselor bukanlah tukang “interogasi” yang senantiasa mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan dan membuat mereka merasa malu. Konseli dapat
merasa bahwa konselor selalu ingin mengetahui rahasia dan permasalahan mereka tanpa
memberi solusi. Konselor harus berhati-hati agar tidak mengajukan pertanyaan yang tidak
terarah.
2.2.2.3. Pembatinan
Melalui pembatinan, konseli memahami di mana dia berada sekarang, ke mana dia ingin
pergi dan bagaimana dia ingin berada. Proses ini mencakup beberapa kegiatan, yakni:
9
a) Mendeskripsikan makna. Konselor menyebutkan atau memberitahukan
langsung kepada konseli tentang makna dari pengalamannya. Konselor
memperhatikan mengapa pengalaman-pengalaman itu bermakna bagi konseli.
Konselor bertanya “apa akibatnya situasi itu bagi konseli”.
b) Konfrontasi. Konselor dapat mengkonfrontasi pendapat konseli sejauh itu
membantu konseli terarah pada solusi.
2.2.2.4. Memprakarsai
3. Penutup
3.1. Kesimpulan
Hal yang paling diutamakan dalam pendekatan ini adalah adanya hubungan positif
antara konseli dan konselor. Hubungan yang baik akan membantu konseli untuk
mengeksplorasi seluruh permasalahannya. Sebab konseli merupakan pihak yang paling tahu
akan masalah yang dihadapinya. Maka dari itu seorang konselor perlu membangun suasana
yang baik, keterampilan dalam berkomunikasi dan kemampuan untuk mendengarkan.
10
Keprofessionalan atau pribadi yang baik dari konselor merupakan faktor yang paling penting
terwujudnya keberhasilan konseling dalam berbagai tahap proses konseling.
Dalam pandangan Sartre, diri yang otentik itu adalah diri yang tidak terikat oleh
apapun. Jadi seorang individu atau konseli dalam menyelesaikan permasalahannya harus
menemukan keadaan yang sebenarnya terjadi. Dengan itu dia dapat menjadi pribadi yang
bebas dan memiliki kemampuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya. Dengan kata
lain, pandangan ini membantu kita untuk memahami arti tanggung jawab pribadi dalam
menemukan solusinya sendiri.
11
Hal ini menuntut kemampuan konselor dalam menemukan dan menyelesaikan masalah
konseli.
12