Anda di halaman 1dari 14

PENDEKATAN EKLETIK MUNROE

Disusun Oleh :
1. Muliati Meliala (A1L022018)
2. Regina Serevia M (A1L022032)
3. Tio Mahendra (A1L022040)
4. Latifah Dewi I (A1L022042)
5. Yemima Joyce C H (A1L022060)

Dosen Pengampu :
Dra. Sri Saparahayuningsi, M.Pd
Mayang T. Afriwilda, M.Pd

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karuniaNya
kami dapat menyelesaikan makalah ini, shalawat serta salam kami senandungkan kepada
junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang dengan perjuangan beliaulah kita dapat
hidup di alam yang berilmu pengetahuan ini.

Terimakasih kami ucapkan kepada Dosen yang telah membimbing kami dalam
pembuatan makalah yang berjudul “ Pendekatan Ekletik Munroe ” dan juga kepada teman-
teman yang membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami sadar bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu masukan, kritik, serta saran yang
membangun, sangat kami harapkan dari para pembaca.

Selanjutnya, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai
bahan pembelajaran bagi kita dalam mencapai pendidikan di masa yang akan datang.
Sekian terimakasih.

Bengkulu, 23 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sesi konseling, konselor pastilah menghadapi keunikan, keragaman, dan
kompleksitas masalah yang dialami konseli. Terkadang untuk terentasnya masalah konseli
tidak dapat dilaksanakan melalui satu pendekatan secara khusus, konselor harus
mengkombinasikan berbagai pendekatan yang ada untuk membantu mengentaskan masalah
konseli. Menurut para pendukung pendekatan ini, menggunakan satu pendekatan konseling
saja dalam sesi konseling akan membatasi ruang gerak konselor, sehingga tidak dapat
memberikan bantuan secara maksimal. Pendekatan konseling ini sering disebut dengan
pendekatan konseling eklektik.
Meskipun pendekatan ini tidak dilandasi oleh teori tertentu, teknik konseling eklektik ini
telah diakui sebagai salah satu pendekatan dalam konseling, dan justru termasuk pendekatan
yang paling sering dilakukan oleh konselor dalam praktiknya. Pendekatan eklektik tidak
hanya menggabungkan dua pendekatan yang sering dipakai, yakni pendekatan langsung atau
tidak langsung. Lebih dari itu, pendekatan ini menggabungkan pendekatan-pendekatan lain
dalam psikoterapis, diantaranya psikoanalisis dengan behavioristik, atau terapi-kognitif
dengan pendekatan terpusat pada pribadi (person centered).
Konseling eklektik diperkenalkan pertama kali oleh Frederick Thorne. Teknik ini
merupakan hasil analisis Thorne terhadap sumbangan-sumbangan pemikiran dari berbagai
teori dalam psikologi konseling, dan mencoba mengintegrasikan unsure-unsur positif pada
masing-masing teori konseling tersebut ke dalam sistematika baru yang terpadu, baik secara
teoritis maupun praktis. Konseling eklektik dianggap sesuai untuk diterapkan untuk individu-
individu yang tergolong normal, yaitu individu yang tidak menunjukkan gejala-gejala
kelainan dalam kepribadiannya, atau individu yang tidak mengalami gangguan kesehatan
mental yang berat.
Pada pendekatan konseling eklektik, konselor memiliki kebebasan dalam metodologi dan
menggunakan berbagai ketrampilan konseling yang dimiliki. Peran konselor, tahapan, dan
teknik konseling pada pendekatan konseling eklektik dilakukan dengan fleksibel. Konselor
dapat berperan sebagai psikoanalisis, mitra konseli, motivator, pelatih, atau peran-peran
lainnya tergantung pada kombinasi pendekatan konseling yang dipakai. Oleh karenanya,
dalam menerapkan pendekatan konseling ini, diperlukan kejelian dan kecermatan konselor
dalam memilih dan mengkombinasikan pendekatan dan teknik konseling yang dianggap
paling tepat. Konselor dituntut untuk memiliki kecakapan dan kemampuan menggunakan
teknik-teknik dan pendekatan yang dipergunakannya.
B. Rumusan Masalah
1. Siapa pengembang teori pendekatan ekletik munroe?
2. Bagaimana konsep dasar teori pendekatan ekletik munroe?
3. Bagaimana struktur kepribadian teori pendekatan ekletik munroe?
4. Bagaimana proses konseling teori pendekatan ekletik munroe?
5. Bagaimana teknik konseling teori pendekatan ekletik munroe?
6. Apa kelebihan dan kelemahan teori pendekatan ekletik munroe?
7. Bagaiamana contoh kasus dari teori pendekatan ekletik munroe?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahu isiapa pengembang teori pendekatan ekletik munroe.
2. Untuk mengetahui konsep dasar teori pendekatan ekletik munroe.
3. Untuk mengetahui struktur kepribadian teori pendekatan ekletik munroe.
4. Untuk mengetahui proses konseling teori pendekatan ekletik munroe.
5. Untuk mengetahui teknik konseling teori pendekatan ekletik munroe.
6. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan teori pendekatan ekletik munroe.
7. Untuk mengetahui contoh kasus teori pendekatan ekletik munroe.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengembang Teori Pendekatan Ekletik Munroe

Konseling eklektik munroe mulai dikembangkan sejak tahun 1940-an oleh Frederick
Thorne yang merupakan promotor utama dari corak konseling. Pada saat itu Frederick
Thorne mulai mengelola majalah: Journal of Clinical Psychology pada Tahun l945 dan
menyebarluaskan pandangan-pandangannya dalam beberapa buku, antara lain Principles of
Personality Counseling (1950). yang mencoba mengintegrasikan unsur-unsur positif dari
masing-masing aliran dalam suatu sistematika baru dan terpadu.

Teori konseling ini menunjukkan suatu sistematika dalam konseling yang berpegang pada
pandangan teoritis dan pendekatan hasil perpaduan berbagai unsur yang diambil atau dipilih
dari beberapa konsepsi serta pendekatan. Hal ini bermaksud untuk mengembangkan dan
memanfaatkan kemampuan konseli untuk berpikir benar dan tepat, sehingga konseli menjadi
mahir dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapinya.

Thorne menggunakan teknik-teknik konseling verbal yang sesuai bagi saat-saat konseli
tidak membutuhkan pengarahan berupa penyadaran arus pikiran, informasi, saran, dan
sebagainya serta menggunakan teknik-teknik konseling verbal yang sesuai bagi saat-saat
konseli. Thorne menganjurkan supaya konseli diberi kesempatan untuk menemukan sendiri
penyelesaian atas masalahnya tanpa pengarahan dari konselor; bilamana ternyata konseli
belum dapat menemukan penyelesaian atas prakarsa sendiri; barulah konselor mulai
memberikan pengarahan yang jelas. Pada awal proses konseling, bila konseli baru
mengutarakan masalahnya serta mengungkapkan semua pikiran dan perasaannya tentang
masalah itu, digunakan banyak teknik verbal yang tidak mengandung pengarahan tegas oleh
konselor, seperti ajakan untuk mulai, refleksi pikiran dan perasaan, klarifikasi pikiran dan
perasaan, permintaan untuk melanjutkan, pengulangan satu-dua kata, dan ringkasan
sementara. namun, dalam keseluruhannya proses konseling tidak dibiarkan berjalan ala
kadarnya, tetapi diatur menurut urutan fase-fase penutup.

Konselor sebagai psikolog ahli, yang. menguasai berbagai prosedur dan teknik untuk
memberikan bantuan psikologis kepada orang lain, berkompeten untuk mendampingi konseli
dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hidup secara tuntas. Konseling eklektik
sebagaimana dikembangkan oleh Thorne dianggap sesuai untuk diterapkan terhadap orang-
orang yang tergolong normal, yaitu tidak menunjukkan gejala-geiala kelainan dalam
kepribadiannya atau gangguan kesehatan. mental yang berat. Orang-orang yang normal itu
dapat saja menghadapi berbagai persoalan hidup, yang dapat mereka selesaikan tanpa dituntut
perombakan total dalam kepribadiannya. Dalam hal ini, Konseli sebagai manusia dianggap
memiliki dorongan, yang timbul dari dirinya sendiri, untuk
mempertahankan (maintenance) dan mengembangkan dirinya sendiri, seoptimal
mungkin (actualization), namun realisasi dari dorongan dasar ini dapat terhambat karena
konseli belum mempergunakan kemampuannya untuk berpikir secara efisien dan efektif.

Oleh karena itu, bantuan yang diberikan oleh konselor bukan hal yang bersifat dikotomi
(tidak ada pengarahan), melainkan bergeser-geser pada suatu kontinum dari pengarahan
minimal sampai pengarahan maksimal, sesuai dengan keadaan konseli pada saat tertentu.
Thorne menekankan perlunya dikumpulkan data sebanyak mungkin tentang konseli, yang
diperoleh dari berbagai sumber informasi (cease history). Data itu dianggap perlu, supaya
konselor dapat membuat suatu diagnosis dan hubungan sebab-akibat antara unsur-unsur
dalam persoalan konseli menjadi jelas (psychological diagnosis), dan supaya kelanjutan dari
proses konseling dapat direncanakan dengan lebih baik. Menurut norma atau patokan yang
dipegang oleh Thorne, seseorang dikatakan telah berhasil dalam menjalani proses konseling
bila dia mampu, mengungkapkan perasaan-perasaan dan motif-motifnya secara lebih
memadai; mampu mengatur dirinya sendiri dengan lebih baik; memandang dirinya sendiri
dan lingkungan hidupnya secara lebih realistis; mampu berpikir lebih rasional dan logis;
mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang lebih selaras dan lebih konsisten yang satu
dengan yang lain; mengatasi penipuan diri dengan meninggalkan penggunaan berbagai
mekanisme pertahanan diri; dan menunjukkan tanda-tanda lebih mampu mandiri dan
bertindak secara lebih dewasa.

B. Konsep Dasar Teori Pendekatan Ekletik Munroe

Kata eklektik berarti menyeleksi, memilih doktrin yang sesuai atau metode dari berbagai
sumber atau sistem. Teori konseling eklektik menunjuk pada suatu sistematika dalam
konseling yang berpegang pada pandangan teoritis dan pendekatan, yang merupakan
perpaduan dari berbagai unsur yang diambil atau dipilih dari beberapa konsepsi serta
pendekatan.

Konselor yang berpegang pada pola eklektik berpendapat bahwa mengikuti satu orientasi
teoritis serta menerapkan satu pendekatan terlalu membatasi ruang gerak konselor sebaliknya
konselor ingin menggunakan variasi dalam sudut pandangan, prosedur dan teknik sehingga
dapat melayani masing-masing konseli sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai dengan ciri
khas masalah-masalah yang dihadapi. Ini tidak berarti bahwa konselor berpikir dan bertindak
seperti orang yang bersikap oportunis, dalam arti diterapkan saja pandangan, prosedur dan
teknik yang kebetulan membawa hasil yang paling baik tanpa berpegang pada prinsip-prinsip
tertentu. Konselor yang berpegang pada pola eklektik menguasai sejumlah prosedur dan
teknik serta memilih dari prosedur-prosedur dan teknik-teknik yang tersedia, mana yang
dianggapnya paling sesuai dalam melayani konseli tertentu. (Winkel, 1991: 373)

Dari pengetahuannya pada persepsi, pengembangan, pembelajaran dan kepribadian,


konselor eklektik mengembangkan metode dan memilih yang paling sesuai dengan masalah
yang dihadapi individu. Konselor mengembangkan pandangan eklektik yang digambarkan
oleh Brammer dengan urutan sebagai berikut :

1. Konselor menolak penekanan teori secara khusus dengan mengamati dan menilai
klien dan perilaku konselor lainnya.
2. Konselor mempelajari sejarah dari konseling dan psikoterapi untuk mengembangkan
pengetahuannya.
3. Konselor yang mengembangkan pandangan eklektik mengetahui kepribadiannya
sendiri dan menyadari gaya interaksi yang perlu dikembangkan dalam hubungan
konseling sesuai dengan karakteristik klien yang berbeda-beda.

Teori konseling eklektik seperti yang dipersepsikan oleh Thorne membutuhkan tanggapan
dari klien tentang sejarah masa lalu mereka, situasi saat ini, dan kemungkinan di masa yang
akan datang, dengan memanfaatkan pengetahuan perkembangan kepribadian dari ilmu
biologi dan sosial. Oleh karena itu, konselor perlu memiliki pengetahuan yang mendalam
tentang perwujudan diri individu. Selain itu teori konseling eklektik dibangun atas kebutuhan
akan memaksimalkan intelektual individu sebagai sumber daya untuk mengembangkan
pemecahan masalah. Penyesuaian yang salah diyakini sebagai hasil dari kegagalan klien
dalam belajar menggunakan sumber daya intelektual.

Menurut Thorne, konseling dan psikoterapi dipahami sebagai proses pembelajaran yang
meliputi :

1. Mendiagnosis faktor-faktor psiko dinamika etiologi dalam rangka untuk merumuskan


masalah yang akan dipelajari.
2. Menyusun suasana kondusif untuk pembelajaran.
3. Menguraikan dan membimbing langkah-langkah pendidikan.
4. Menyediakan kesempatan untuk praktik.
5. Memberi wawasan terhadap proses yang alami dan hasilnya untuk meningkatkan
motivasi belajar.
C. Struktur Kepribadian
D. Proses Konseling Teori Pendekatan Ekletik Munroe
Proses konseling ini meliputi tujuan dan tahapan
1. Tujuan teori pendekatan ekletik munroe
Tujuan konseling menurut eklektik adalah membantu klien mengembangkan
integritasnya pada level tertinggi, yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan
integritas yang memuaskan. Untuk mencapai tujuan yang ideal ini maka klien perlu
dibantu untuk menyadari sepenuhnya situasi masalahnya, mengajarkan klien secara
sadar dan intensif mamiliki latihan pengendalian di atas masalah tingkah laku.
Eklektik berfokus pada tingkah laku, tujuan, masalah, dan sebagainya.
2. Tahapan teori pendekatan ekletik munroe
Tahapan konseling ekletik sebenarnya tidak menganut tahapan-tahapan yang spesifik.
Carkhuff sebagai salah seorang ahli pada pendekatan ekletik ini mengemukakan
model konseling sistematik yaitu tahap eksplorasi masalah, tahapan perumusan, tahap
identifikasi alternatif, tahap perencanaan, tahap tindakan atau komitmen, dan tahap
penilaian dan umpan balik ( Gilli Land dalam Latipun, 2003). Keenam tahap ini akan
dijelaskan sebagai berikut.
 Tahap eksplorasi masalah

Pada tahap ini yang terpenting adalah konselor menciptakan hubungan baik dengan klein,
membangun saling kepercayaan, menggali pengalaman klien pada perilaku yang lebih
dalam, mendengarkan apa yang menjadi perhatian klien, menggali pengalaman-pengalam
klien dan merespon isi, perasaan dan arti yang dibicarakan klien

 Tahap perumusan masalah

Masalah-masalah klien baik afeksi, kognisi, maupun tingkah laku diperhatikan oleh
konselor. Setelah itu keduanya, konselor dan klien, merumuskan dan membuat
kesepakatan masalah apa yang sedang dihadapi. Masalah sebaiknya dirumuskan dalam
Terminologi yang jelas. Jika rumusan masalah tidak disepakati perlu kembali ke tahap
pertama.
 Tahap identifikasi alternatif

Konselor bersama klien mengidentifikasi alternatif-alternatif pemecahan dari rumusan


masalah yang telah disepakati. Alternatif yang di identifikasi adalah yang sangat mungkin
dilakukan, yaitu yang tepat dan realistik. Konselor dapat membantu klien menyusun
daftar alternatif-alternatif, dan klien memiliki kebebasan untuk memilih alternatif yang
ada. Dalam hal ini konselor tidak boleh menentukan alternatif yang harus dilakukan klien.

 Tahap perencanaan

Jika klien telah menetapkan pilihan dari sejumlah alternatif, selanjutnya menyusun
rencana tindakan. Rencana tindakan ini menyangkut apa saja yang akan dilakukan,
bagaimana melakukannya, kapan mulai di lakukan dan sebagainya. Rencana yang baik
realistik, bertahap, tujuan setiap tahap juga jelas dan dapat di pahami oleh klien dengan
kata lain, rencana yang di buat bersifat tentative sekaligus pragmatis

 Tahap tindakan atau komitmen

Tindakan berarti operasionalisasi rencana yang di susun. Konselor perlu mendorong klien
untuk berkemauan untuk berkemauan melaksanakan rencana-rencana itu. Usaha klien
untuk melaksanakan rencana sangat penting bagi keberhasilan konseling, karna tanpa ada
tindakan nyata proses konseling tidak ada artinya.

 Tahap penilaian dan umpan balik

Konselor dan klien perlu mendapatkan umpan balik dan penilaian tentang
keberhasilannya. Jika ternyata ada kegagalan maka perlu di dicari apa yang menyebabkan
dank lien harus bekerja mulai dari tahap yang mana lagi. Mungkin diperlukan rencana-
rencana baru yang lebih sesuai dengan keadaan klien dan perubahan-perubahan yang di
hadapi klien. Jika ini yang di perlukan maka konselor dank lien secara fleksibel
menyusun alternatif atau rencana yang lebih tepat.

E. Teknik Konseling Teori Pendekatan Ekletik Munroe

Pendapat yang paling relevan bagi konselor yang menggunakan teknik eklektik adalah
tingkat keaktifan konselor dalam bekerja dengan klien. Setelah menelusuri sejarah dari dasar
pemikiran tentang peran konselor, Thorne membuat kesimpulan tentang penggunaan teknik
aktif dan teknik pasif. Metode aktif harus digunakan hanya dengan indikasi tertentu.
Sedangkan metode pasif harus digunakan bila memungkinkan. Pada umumnya, teknik
tersebut hanya meminimalkan campur tangan secara langsung yang diperlukan untuk
mencapai tujuan konseling. Berikut penjelasan dari teknik aktif dan pasif :

1) Teknik pasif biasanya menggunakan teknik pilihan pada tahap awal terapi saat klien
bercerita dan untuk melepaskan emosional.
2) Hukum parsimony harus diamati setiap saat. Metode yang sulit digunakan setelah
metode sederhana gagal dilakukan.
3) Semua proses konseling berpusat pada klien. Ini berarti bahwa kepentingan klien
menjadi pertimbangan utama. Ini tidak berarti bahwa metode aktif kontra-indikasi.
Dalam banyak kasus, kebutuhan klien menunjukkan tindakan direktif.
4) Memberi kesempatan kepada setiap klien untuk menyelesaikan masalahnya secara
tidak langsung.
5) Teknik aktif biasanya ditunjukkan dalam situasi ketidakmampuan di mana solusi tidak
dapat dicapai tanpa kerja sama dengan orang lain.
6) Konseling eklektik cenderung mengutamakan klien yang aktif dan konselor yang
pasif. Tetapi bila teknik pasif yang dilakukan konselor mengalami hambatan, maka
konselor baru menggunakan teknik aktif.
7) Teknik pemecahan masalah juga dilaksanakan dengan sangat fleksibel, jika alternatif
pemecahan masalah yang semula ternyata tidak efektif maka pemecahan masalah
dapat diganti dengan cara-cara lain yang lebih efektif. Konselor membutuhkan
fleksibilitas pemikiran dan fleksibilitas dalam pemecahan masalah.
F. Kelebihan dan Kelemahan Teori Pendekatan Ekletik Munroe
 Kelebihan
a. Dapat menciptakan suatu sistematika dalam memberikan layanan konseling.
b. Menghindari posisi dogmatik dan kaku dengan berpegang pada satu kerangka
teoretis dan pendekatan praktis saja.
c. Proses konseling bersifat efektif karena menetapkan/memadukan berbagai
pendekatan dengan menggunakan berbagai variasi prosedur dan teknik, sehingga
dapat melayani klien sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai dengan ciri khas
masalah yang dihadapi.
d. Konselor dianggap lebih fleksibel karena dapat berada dalam continue dari
direktif dan non direktif.
 Kelemahan
a. Pendekatan konseling ekletik adalah teori konseling yang tidak memiliki teori atau
prinsip khusus tentang kepribadian.
b. Dibutuhkan konselor yang benar-benar profesional karena menjadi mahir dalam
penerapan satu pendekatan konseling tertentu sudah cukup sulit bagi seorang
konselor, apalagi mengembangkan suatu pendekatan konseling yang memadukan
unsur-unsur dari berbagai pendekatan konseling
c. Konseli dapat merasa bingung bila konselor mengubah-ubah siasatnya sesuai dengan
keadaan konseli pada fase-fase tertentu dalam proses konseling
d. Masih diragukan apakah konselor mampu menentukan siasat yang paling sesuai
hanya berdasarkan reaksi dan tanggapan konseli pada saat-saat tertentu selama proses
konseling berlangsung.
G. Contoh Kasus dari Teori Pendekatan Ekletik Munroe

Mila, sebut saja begitu. Seorang mahasiswa tingkat tiga di salah satu Universitas ternama di
kota Makassar. Mila dalam keseharian dikenal sebagai seorang mahasiswa yang ramah oleh
teman-temannya. Tidak ada yang salah dalam perilakunya, namun lain halnya bagi teman-
teman dekat Mila. Mereka merasa bahwa Mila memiliki kecemasan yang berlebihan,
sehingga setiap saat harus ditemani oleh temannya. Terutama dalam hal-hal yang
membutuhkan pilihan. Bagi teman-temannya, perilaku Mila yang terlalu bergantung pada
orang lain cukup mengganggu, mereka mengkhawatirkan apa yang akan terjadi jika tidak ada
mereka disamping Mila. Setelah melakukan wawancara langsung dengan Mila yang
dibungkus dalam bentuk curhat-curhatan, Mila mengaku bahwa ia menjadi seperti itu karena
Mila yang juga merupakan anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan di keluarganya
sewaktu kecil segalanya diuruskan oleh orang tua dan kakak-kakaknya. Mila mengatakan
bahwa pernah sekali ia bermain dengan ayahnya, ketika sang ayah tidak melihat Mila yang
tengah bersembunyi dibalik tembok dan tiba-tiba mengagetkan ayahnya. Namun, ternyata
ayahnya langsung jatuh dan kejang-kejang sambil memegang dadanya, dan setelah dirujuk ke
dokter diketahui bahwa ayahnya terkena penyakit jantung. Mila sangat sedih dan ketakutan
dan mengaku bahwa saat itulah pertama kalinya ia dimarahi habis-habisan oleh kakak-
kakaknya.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
1. Dengan menggunakan pendekatan konseling eklektik, konselor dapat menyesuaikan
pendekatannya dengan jenis masalah yang dihadapi konseli, misalnya masalah
program studi lebih baik diselesaikan menurut pola pendekatan trait and factor.
Dengan demikian, konselor tidak menerapkan pola pendekatan yang sama terhadap
semua masalah yang diungkapkan kepadanya.
2. Koselor dapat mengambil posisi tertentu pada garis kontinum antara ujung memberi
pengarahan minimal (metode nondirektif) dan ujung memberikan pengarahan
maksimal (metode direktif) serta pendekatan yang memberikan pengarahan sejauh
kebutuhan konseli (metode eklektik)
3. Konselor perlu menguasai suatu pendekatan yeng secara luas dapat diterapkan
terhadap kasus-kasus yang dibicarakan dengannya.
4. Konselor menyadari bahwa tidak semua kasus konseli mengandung suatu masalah
yang memerlukan pembahasan mengenai penyelesaiannya pada saat sekarang.
B. Saran
1. Diharapkan calon konselor tidak mempertanyakan mana pendekatan konseling yang
paling baik diterapkan selama proses konseling, karena setiap persoalan yang
dihadapi konseli berbeda-beda, sehingga membutuhkan cara yang berbeda pula dalam
menyelesaikannya. Cara yang baik untuk konseli A belum tentu baik untuk konseli B,
ini terjadi karena kondisi yang dialami setiap orang berbeda.
2. Agar calon konselor sekolah dapat menggunakan pendekatan konseling eklektik,
paling tidak calon konselor sekolah tamatan program S1 menguasai kerangka teoritis
dan pendekatan yang khas untuk Konseling Trait and Factor, Konseling Behavioristik
dan Konseling Rational Emotive. Karena banyak kasus dapat diselesaikan secara
tuntas dengan menerapkan salah satu dari pendekatan itu.
DAFTAR PUSTAKA

http://pradita1114500095.blogspot.com/2016/06/pendekatan-konseling-eklektik.html?m=1

http://silviagustina24.blogspot.com/2018/01/konseling-eklektik.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai