Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

PSIKOLOGI KONSELING

TEKNIK TEKNIK DAN METODE DALAM KONSELING

Kelas : 3 PA 18

Kelompok : 6

Anggota :

Bimo Anggoro Putro (12514183)

Diena Islamiati Hanifah (13514065)

Fakhri Alwan Maulana (13514899)

Vidyakansha Purnagita (1C514040)

Wulan Sundari (1C514329)

UNIVERSITAS GUNADARMA

2017
Pendahuluan

Penggunaan teknik konseling yang tepat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dari sisi
konselor itu sendiri, penentuan konseling dipengaruhi oleh dasar-dasar teori yang di pelajari
dan di dalami. Sedangkan dari pihak klien bergantung pada kompleksitas msalah yang
dihadapi maupun persoalan waktu yang tersedia dari pihak klien untuk menjalankan proses
konseling.
~Teknik teknik konseling~

Umumnya teknik konsling itu dibagi menjadi tiga yaitu :

Teknik Langsung (Directive)


Tidak langsung ( Non Directive)
Ekletik (ecletic)

1. Teknik Langsung (Directive)


Pendekatan langsung disebut juga dengan pendekatan yang berpusat pada konselor
(conselor centered approach) yaitu konselor lebih banyak berperan aktif untuk menentukan
sesuatu. Tokoh yang dianggap sebagai pendiri dari teknik ini adalah Williamson.
Menurutnya, konselor dengan semua pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki
memahami keadaan klien dan membantunya mengatasi masalah serta menyesuaikan diri
dengan keadaan yang tidak menyenangkan. Dalam pendekatan ini konselor bertindak aktif
dalam mengajarkan sesuatu atau menanamkan pengertian baru kepada klien. Konselor
berperan sanga aktif dan mendominasi seluruh interaksinya dengan klien. Sebaliknya peran
klien adalah sangat pasif dan cenderung menerima serta tentunya diharapkan akan
mnyetujui dan melaksanakan sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh konselor.

Pendekatan secara langsung dapat dilakukan dengan cara sederhana dan diarahkan
langsung pada masalhanya, yaitu dengan cara mngarahkan, membimbing, mempengaruhi
atau memeberikan hal hal yang diperlukan klien agar bisa mngikuti apa yang ditentukan
secara otoriter oleh konselor.

Teknik ini hanya bisa diberikan kepada klien yang tidak memiliki pengertian (insight)
sama sekali dalam menghadapi msalah, yang tidak bisa menciptakan hubungan dengan
konselor, yang tidak memiliki informasi memadai untuk memecahkan masalah itu sendiri.
Singkatnya pendekatan langsung hanya bisa diberikan kalau klien kita jelas-jelas tidak akan
bisa mengatasi masalahnya sendiri. Kemudian teknik ini juga dipandang secara baik untuk
diterapkan kepada klien yang tidak memiliki motivasi,sumber untuk mengatasi msalahnya
itu sendiri, tetapi juga pendekatan ini dipandang kurang efektif jika diberikan kepada klien
yang memiliki taraf intelegensi tinggi dan punya motivasi tinggi untuk memecahkan
masalahnya itu sendiri.

1. Teknik Tidak Langsung (Non Directive)


Pendekatan Non-Direktif Pendekatan ini semula dikembangkan oleh Carl Rogers.
Dewasa ini, pendekatan ini disebut sebagai konseling yang berpusat pada klien. Asumsi
dasar yang melandasi pendekatan ini adalah bahwa manusia pada dasarnya rasional, baik,
dapat dipercaya, bergerak ke arah aktualisasi diri, sehat, realisasi diri, bebas, dan otonomi.
Permasalahan yang dihadapi dalam pendekatan ini yaitu konseli merasa cemas sebab terjadi
ketidakseimbangan antara konsep dirinya dan pengalamannya. Dalam pendekatan ini,
teknik konselingnya dipusatkan pada si konseli, bukan pada masalahnya. Cara konselor
menanganinya yaitu dengan menunjukkan sikap-sikap kongruensi, empati, dan ketulusan
tanpa syarat pada kliennya.

Seorang konselor Non-direktif bertindak sejenis katalisator. Ia berbicara sangat sedikit,


sebaliknya menggunakan sebagian besar waktunya untuk mendengarkan dan menunggu.
Selain itu peran konselor adalah sebagai fasilitator dan reflektor. Tugasnya adalah
menolong konseli memahami dirinya, menjernihkan serta merefleksikan kembali perasaan-
perasaan dan sikap-sikap yang dinyatakan konseli. Konselor berusaha menciptakan iklim di
mana konseli mampu melakukan perubahan di dalam dirinya.

Adapun tujuan pendekatan Non-direktif ada beberapa macam.Yaitu:

a. Membebaskan klien dari berbagai konflik psikologis yang dihadapinya.

b. Menumbuhkan kepercayaan pada diri klien, bahwa ia memiliki kemampuan


untuk mengambil keputusan terbaik bagi dirinya tanpa merugikan orang lain.

c. Memberikan kesempatan kepada klien untuk mempercayai orang lain dan siap
menerima pengalaman orang lain yang bermanfaat baginya.

d. Memberikan kesadaran kepada klien bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu
lingkungan sosial budaya yang luas.

e. Menumbuhkan keyakinan pada klien bahwa dirinya terus tumbuh dan


berkembang (process of becoming).

Dalam pendekatan ini ada beberapa kebaikan dan kelemahan. Adapun kebaikan -
kebaikan pendekatan Non-Direktifakan membantu jika:

a. Klien mengalami kesukaran emosional dan tidak dapat menganalisis secara


raional dan logis.

b. Konselor memiliki kemampuan yang cukup tinggi untuk menangkap penghayatan


emosi dalam mengungkapkan masalah dari klien dan memantulkan kembali
kepada klien dalam bahasa dan tindakan yang sesuai. c. Pendekatan ini sangat
baik digunakan jika klien memiliki kemampuan untuk merefleksikan diri dan
mengungkapkan perasaan-perasaan serta pikiran-pikirannya secara verbal. dll

Adapun kelemahan dalam pendekatan Non-Direktif yaitu meliputi :

a. Pendekatanini menyita banyak waktu bila wawancara konseling tidak terarah.

b. Kemampuan dan keberanian klien untuk mengungkapkan secara verbal seluruh


permasalahannya sangat terbatas.

c. Kesukaran-kesukaran klien dalam menerima dan memahami diri sendiri.


d. Pendekatan ini menuntut sifat dan sikap kedewasaan dari klien.

e. Kesukaran-kesukaran konselor dalam aspek klinis sering merupakan masalah,


karena konselor belum terlatih dalam masalah psikologis.

Rogers menjelaskan terdapat tiga kondisi yang perlu dan dianggap cukup untuk
konseling, yaitu :

Empati
Penerimaan tak bersyarat (positive regard/acceptance)
Congruence (Genuineness)

Empati : Adalah kemampuan konselor untuk merasakan bersama dengan klien dan
menyampaikan pemahaman ini kembali ke klien. Empati juga dipandang sebagai
usaha untuk berpikir bersama tentang atau untuk mereka. Berdasarkan hasil
penelitian, rogers menjelaskan bahwa empati dalam suatu hubungan mungkin
adalah faktor yang paling berpengaruh dan sudah pasti merupakan salah satu
faktor yang membawa perubahandan pembelajaran. Dengan empati konselor
mampu memahami oranglain dari sudut kerangka berpikir kliennya.

Positive regard : Dikenal juga sebagai akseptansi merupakan penerimaan yang tulus
(genuine caring) dan mendalam untuk klien sebagai pribadi, artinya
konselor sangat menghargai klien karena keberadaannya. Seorang
konselor harus mampu menerima kliennya dengan nilai-nilai yang mereka
anut. Sehingga jangan mengharap klien memiliki nilai-nilai yang sama
dengan yang dipunyai konselor.

Kongruensi : Adalah kondisi transparan dalam hubungan terapeutik dengan tidak memakai
topeng atau pulasan-pulasan. Artinya, seorang konselor yang baik adalah
konselor yang baik adalah konselor yang memahami dirinya sendiri yang
terlihat dari adanya keserasian antara pikiran, pengalaman dan perasaan.
Dengan memiliki pemahaman yang baik akan dirinya, maka konselor mampu
membedakan dirinyadengan oranglain.

Teknik ini berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat keputusan-
keputusan, sebab klient merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya, dan pantas
menemukan tingkah laku yang pantas bagi dirinya.

2. Eklektisme (eclectism)
Adalah pandangan yang berusaha menyelidiki berbagai sistem metode, teori, atau
doktrin,yang dimaksudkan untuk memahami dan bagaimana menerapkannya dalam
situasi yang tepat. Eklektiksme berusaha untuk mempelajari teori-teori yang ada dan
menerapkannya dalam situasi yang dipandang tepat.
Pendekatan konseling eklektik berarti konseling yang di dasarkan pada berbagai
konsep dan tidak berorientasi pada satu teori secara eksklusif. Eklektisme berpandangan
bahwa sebuah teori memiliki keterbatasan konsep,prosedur, teknik. Karena itu
eklektisme dengan sengaja mempelajari berbagai teori dan menerapkan sesuai keadaan
rill klien. Konseling eklektik dapat pula disebut dengan pendekatan konseling integratif.
Perkembangan pendekatan ini dimulai sejak tahun 1940-an, yaitu ketika F.C.Thorne
menyumbangkan pemikirannya dengan mengumpulkan & mengevaluasi semua metode
konseling yang ada. Brammer & Shostrom (1982) sejak 1960 mengembangkan model
konseling yang dinamakan actualization counseling & telah membawa konseling ke
dalam kerangka kerja yang luas, yang tidak terbatas pada satu pendekatan tapi
mengupayakan pendekatan yang integratif dari berbagai pendekatan, dan pada akhir
1960-an hingga 1977, R.Carkhuff juga telah mengembangkan konseling eklektik, dengan
melakukan testing & riset secara komperhensif, sistematik, & integratif. ahli lain yang
turut membantu perkembangan konseling eklektik di antaranya G.Egan (1975) dengan
istilah Systemic helping, prochaska (1984) dengan nama Integrative eclectic.

Menurut pandangan Shertzer & Stone dalam buku Fundamentals of Counseling,


konseling eklektik sebagaimana dikonsepsikan oleh Trone, mengandung:

Unsur Positif diantaranya usaha menciptakan suatu sistematika dalam


memberikan layanan konseling
Unsur Negatif diantaranya menjadi mahir dalam penerapan satu pendekatan
konseling tertentu cukup sulit bagi seorang konselor.

Teknik ekletik

Pendapat yang paling relevan bagi konselor yang menggunakan teknik eklektik adalah
tingkat keaktifan konselor dalam bekerja dengan konseli. Setelah menelusuri sejarah dari
dasar pemikiran tentang peran konselor, Thorne membuat kesimpulan tentang
penggunaan teknik aktif dan teknik pasif:

Metode pasif harus digunakan bila memungkinkan.


Metode aktif harus digunakan hanya dengan indikasi tertentu. Pada umumnya,
hanya meminimalkan campur tangan secara langsung yang diperlukan untuk
mencapai tujuan terapeutik.
Teknik pasif biasanya menggunakan metode pilihan pada tahap awal terapi saat
klien bercerita dan untuk melepaskan emosional.
Hukum parsimoni harus diamati setiap saat. Metode yang sulit digunakan setelah
metode sederhana gagal dilakukan.
Semua terapi berpusat pada klien. Ini berarti bahwa kepentingan klien menjadi
pertimbangan utama. Ini tidak berarti bahwa metode aktif kontra-indikasi. Dalam
banyak kasus, kebutuhan klien menunjukkan tindakan direktif.\
Memberi kesempatan kepada setiap klien untuk menyelesaikan masalahnya
secara tidak langsung.
Metode aktif biasanya ditunjukkan dalam situasi ketidakmampuan dimana solusi
tidak dapat dicapai tanpa kerja sama dengan orang lain.
Konseling eklektik cenderung mengutamakan klien yang aktif dan konselor yang
pasif. Tetapi bila teknik pasif yang dilakukan konselor mengalami hambatan,
maka konselor baru menggunakan teknik aktif.
Daftar Pustaka

Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika
Aditama

http://psychology12marissavh.blogspot.co.id/2015/10/tugas-makalah-teknik-konseling-
dan.html

http://www.academia.edu/9396793/Pendekatan_Dan_Tekni_Bimbingan_Dan_Konseling

http://bimbingankonsling.blogspot.co.id/2009/12/teori-konseling-eklektik.html?m=1

http://bkuny.blogspot.co.id/2008/06/teori-eklektik.html?m=1

http://afrinata.blogspot.co.id/2012/05/teori-konseling-eklektik.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai