Anda di halaman 1dari 4

Eklektisme (eclectism) adalah pandangan yang berusaha menyelidiki berbagai sistem metode,

teori, atau doktrin,yang dimaksudkan untuk memahami dan bagaimana menerapkannya


dalam situasi yang tepat. Eklektiksme berusaha untuk mempelajari teori-teori yang ada dan
menerapkannya dalam situasi yang dipandang tepat.
Pendekatan konseling eklektik berarti konseling yang di dasarkan pada berbagai konsep dan
tidak berorientasi pada satu teori secara eksklusif. Eklektisme berpandangan bahwa sebuah
teori memiliki keterbatasan konsep,prosedur, teknik. Karena itu eklektisme “dengan sengaja”
mempelajari berbagai teori dan menerapkan sesuai keadaan rill klien. Konseling eklektik
dapat pula disebut konseling integratif.
Konseling eklektik dapat pula disebut dengan pendekatan konseling integratif. Perkembangan
pendekatan ini dimulai sejak tahun 1940-an, yaitu ketika F.C.Thorne menyumbangkan
pemikirannya dengan mengumpulkan & mengevaluasi semua metode konseling yang ada.
Brammer & Shostrom (1982) sejak 1960 mengembangkan model konseling yang dinamakan
“actualization counseling” & telah membawa konseling ke dalam kerangka kerja yang luas,
yang tidak terbatas pada satu pendekatan tapi mengupayakan pendekatan yang integratif dari
berbagai pendekatan, dan pada akhir 1960-an hingga 1977, R.Carkhuff juga telah
mengembangkan konseling eklektik, dengan melakukan testing & riset secara komperhensif,
sistematik, & integratif. ahli lain yang turut membantu perkembangan konseling eklektik di
antaranya G.Egan (1975) dengan istilah Systemic helping, prochaska (1984) dengan nama
Integrative eclectic.
Menurut pandangan Shertzer & Stone dalam buku Fundamentals of Counseling, konseling
eklektik sebagaimana dikonsepsikan oleh Trone, mengandung:
• Unsur Positif diantaranya usaha menciptakan suatu sistematika dalam memberikan layanan
konseling
• Unsur Negatif diantaranya menjadi mahir dalam penerapan satu pendekatan konseling
tertentu cukup sulit bagi seorang konselor.

A. PERBANDINGAN EKLEKTIK DENGAN PENDEKATAN LAIN

Keistemewaan pendekatan ini dibandingkan dengan teori-teori lain?


Capuzzi dan Gross (1991) mengemukakan bahwa dalam penerapannya terdapat 3 aliran
konseling yaitu:
• Formalisme atau Puritisme
Penganut formalisme akan “menerima atau tidak sama sekali”sebuah teori . seluruh kerangka
teoritiknya secara bulat tanpa ada kritik sedikitpun. Teori yang tidak disetujui akan ditolak
keseluruhannya. Dengan demikian penganut formalisme akan menerima apa adanya tanpa
kritik.
• Sinkertisme
Pandangan ini beranggapan bahwa setiap teori adalah baik, efektif & positif. Kalangan
sinkertisme menerapkan teori-teori yang dipelajari tanpa perlu melihat kerangka & latar
belakang teori itu dikembangkan. Penganut sinkertisme akan mencampur adukan teori yang
satu dengan teori lain sesuai dengan kehendak sendiri.
• Eklektisme
Penganut pandangan eklektik akan menyeleksi berbagai pendekatan yang ada. Prinsipnya
setiap teori memiliki kelemahan dan keunggulan. Suatu teori dapat diterapkan sesuai dengan
masalah klien dan situasinya. Konselor menyeleksi teori-teori yang ada & membawa kedalam
kerangka menyeleksi teori-teori yang ada & membawa kedalam kerangka kerja prinsip-
prinsip teoritik & prosedur praktis.
Kecocokan antara masalah dengan pendekatan yang digunakan merupakan pertimbangan
utama konselor dalam menetapkan jenis pendekatan apa yang hendak digunakan. Oleh karena
itu konselor eklektik semestinya memahami berbagai pendekatan dan memiliki kemampuan
untuk menerapkannya dalam situasi yang diharapkan .
Penganut eklektik menyatakan bahwa fleksibilitas dalam menggunakan kerangka teori sangat
penting. Konselor eklektik tidak masalah dengan konseling psikoanalisis, yang berpusat
paada person, rasional emotif behavioral, maupun behavioral
Pendekatan eklektik ini sangat ilmiah, sistematik, dan logis. Konselor tidak perlu terikat
dengan salah satu teori. Dalam pendekatan eklektik konselor menjalankan konseling secara
sesuai dengan situasi kliennya. Mereka tidak bekerja secara
serampangan,emosional,popularitas,interes khusus,ideologi atau atas kemauan dirinya
sendiri. Lebih dari itu pendekatan eklektik itu sendiri secara konstan berkembang dan
berubah sesuai dengan ide, konsep dan teknik serta hasil-hasil riset mutakir.

B. TEORI KEPRIBADIAN
Teori kepribadian eklektik pada dasarnya menggabungkan elemen-elemen yang valid dari
keseluruhan teori ke dalam satu kerangka kerja untuk menjelaskan tingkah laku manusia.
Thorne (1961) mengemukakan konseling eklektik menggunakan data klien yang utama
adalah data yang diperoleh dari studi secara individu terhadap klien yang meliputi
keseleruhan kehidupan sehari-hari yang harus mengalami perubahan, eklektik memandang
kepribadian mencakup konsep yang terintegritas, bersifat psikologis, perubahan dinamis,
aspek perkembangan organisme & factor social budaya. Integritas dimaksudkan bahwa
organisme berada dalam perkembangan yang terjadi secara terus-menerus dan organisme itu
sendiri secara konstan mengembangkan,mengubah, dan mengalami integrasi pada tingkat
berbeda. Integrasi tertinggi pada semua individu adalah aktualisasi diri atau integritas yang
memuaskan (satisfactory integrity) dari keseluruhan kebutuhan
Eklektik mengutamakan aspek psikologis daripada sifat kepribadian sebagai focus sentral lain
dari kepribadian. Thorne memandang tingkah laku atau kepribadian berada dalam perubahan
terus-menerus selalu berkembang dan berubah dalam dunia yang berubah pula (Gillialand
dkk.1984)

C. ASUMSI KONSELING
Eklektik mempunyai sejumlah Asumsi Dasar berkaitan dengan proses konseling. Asumsi
dasar itu adalah:
1. Tidak ada sebuah teori yang dapat menjelaskan seluruh situasi klien
2. Pertimbangan profesional/pribadi konselor adalah faktor penting akan keberhasilan
konseling pada berbagai tahap konseling.
Menurut Gilland dkk (1984) asumsi yang telah disebutkan ditunjang oleh kenyataan berikut :
1. Tidak ada dua klien/ situasi klien yang sama
2. Klien adalah pihak yang paling tau problemnya
3. Kepuasaan klien lebih di utamakan diatas pemenuhan kebutuhan konselor
4. Konselor menggunakan keseluruhan sumber professional dan personal yang tersedia dalam
situasi pemberian bantuan (konseling)
5. Konselor dan proses konseling dapat salah dan dapat tidak mampu untuk melihat secara
jelas atau cepat berhasil dalam setiap konseling atau situasi klien
6. Secara umum,efektivitas konseling adalah proses yang dikerjakan “dengan” klien bukan
“kepada” atau “untuk” klien.
Berangkat dari asumsi dan fakta ini maka konseling elektik tidak mendukung dan secara
eksekulsif mengikuti teori tertentu. Eklektik di dasarkan pada prinsip umum untuk
memahami dam memprediksi tingkah laku klien dan menggunakan teori dan strategi serta
teknik konseling sesuai dengan situasi nyata.

D. TUJUAN KONSELING
Tujuan konseling menurut eklektik adalah membantu klien mengembangkan integrasinya
pada level tertinggi,yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang
memuaskan.

E. STRATEGI KONSELING
1. Hubungan konselor dan klien :
Untuk mencapai hasil, konseling eklektik memandang pentingnya hubungan positif antara
konselor dengan klien yang tergantung pada:
1. Iklim konseling
2. Ketrampilan konseling
3. Komunikasi verbal dan non verbal
4. Kemampuan mendengarkan

2. Interviu
Eklektik memandang interviu sebagai strategi untuk membangun atau menciptakan struktur
hubungan. Awal interviu merupakan tahap untuk membuka dan menciptakan hubungan
kepercayaan. Dengan interviu akan dapat mengidentifikasikan dan menjelaskan peran dan
tanggung jawab konselor dan klien, mengidentifikasikan alas an klien datang ke konselor,
membangun kepercayaan dan hubungan.

3. Assesmen
Assesmen berguna untuk mengidentifikasikan alternatif dan mengembangkan alternatif itu
secara realistik,merencanakan tindakan dan membantu klien meningkatkan potesinya.

4. Perubahan ide
Eklektik memandang bahwa alternative pemecahan dilaksanakan dengan sangat
fleksibel,maka pemecahan masalah diganti dengan cara lain yang lebih efektif. Konselor
membutuhkan fleksibelitas pemikiran dan fleksibilitas dalam pemecahan masalah.

F. TAHAPAN KONSELING
1. Tahap eksplorasi masalah
Konselor menciptakan hubungan klien, membangun saling kepercayaan, menggali
pengalaman klien pada perilaku lebih dalam,mendengarkan apa yang menjadi perhatian klien
atau menggali pengalaman-pengalaman klien dan merespon isi dari dibicarakan klien

2. Tahap Perumusahan Masalah


Masalah klien baik efeksi,kognisi maupun tingkah laku di perhatikan oleh konselor setelah
itu keduanya merumuskan dan membuat kesepakatan masalah apa yang sedang di hadapi.
3. Tahap Identifikasi Alternatif
Konselor dengan klien mengidentifikasi alternatif-alternatif pemecahan dari rumusan masalah
yabg telah disepakati. Konselor dapat membantu klien menyusun alternatif-alternatif dan
klien memiliki kebebasan memilih alternative yang ada
4. Tahap Perencanaan
Setelah klien menetapkan pilihan dari sejumlah alternative, selajutnya menyusun rencana
tindakan. Rencana yang baik jika realistic, bertahap, tujuan setiap tahap juga jelas dan dapat
dipahami klien (Rencana bersifat tentatif sekaligus pragmatif
5. Tahap Tindakan atau Komitmen
Tindakan berati operasionalisai rencana yang disusun. Usaha klien untuk melaksanakan
rencana sangat penting bagi keberhasilan konseling
6. Tahap Penilaian Umpan balik
Konselor dan klien perlu mendapatkan umpan balik dan penilaian tentang keberhasilannya.
Jika terdapat kegagalan perlu di cari penyebabnya,dan mungkin diperlukan rencana-rencana
baru yang lebih sesuai dengan keadaan klien dan perubahan-perubahan yang di hadapi klien

G. PERAN KONSELOR
Dalam konseling eklektik peran konselor tidak terdefinisi secara khusus. Jika dalam proses
konseling itu menggunakan pendekatan psikoanalisis, maka peran konselor adalah sebagai
psikoanalisis,sementara jika pendekatan yang digunakan berpusat pada person maka
perannya sebagai patner klien dalam membuka diri terhadap penggalamannya. Beberapa ahli
eklektik memberikan penekanan bahwa konselor perlu memberi perhatian pad
kliennya,menciptakan iklim kondusif bagi perubahan yang diinginkan klien.

DAFTAR PUSTAKA
• Latipun (2003) Psikologi Konseling. Malang : UPT Penerbit Universitas Muhammadiyah
Malang.(hal.163-176)
• Winkel.W.S,1991.Bimbingan dan Konseling di institusi Pendidikan. Jakarta : Penerbit PT
Gramedia widiasarana Indonesia (hal.371-380)

Anda mungkin juga menyukai