Anda di halaman 1dari 17

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN

TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Gedung H lt 4 Kampus, Sekaran, Gunungpati, Semarang
50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id
SOAL UJIAN
No. Dokumen Tanggal Terbit Review Kajur/ Kaprodi
No. Revisi
FM-02-AKD- Hal 1 dari 1 September 2012 Tanda Tangan
02
19

UJIAN TENGAH SEMESTER (Reguler)

Nama Mata Kuliah : Teori dan Pendekatan Konseling


SKS : 3
Semester/Tahun : Genap /2020
Prodi/Jurusan : S2 Bimbingan dan Konseling PPs
Pengampu : Prof. Dr. DYP. Sugiharto, M.Pd, Kons.; Mulawarman, Ph.D.
Hari/Tanggal : 23 April 2020
Waktu : Take Home (dikumpulkan hardcopy deadline tanggal 26 April
2020).

Petunjuk pengerjaan :
• Jawablah soal-soal ujian tengah semester ini dengan cermat. Dilarang mencopy-
paste jawban dari internet (pemberlakuan scan plagiat terhadap jawaban soal ujian).
Upayakan untuk mencoba mengekplorasi, menganalisis dan menjawab sesuai
konsep yang telah saudara pahami selama ini.
• Tuliskan jawaban saudara dengan mengetikkan di kertas A4 (margin standar).
Berikan identitas terlebih dahulu sebelum saudara menjawab soal ujian. Pada
soal ujian ini terdapat 2 bagian, yaitu:
1. (Soal A) Jawablah beberapa pertanyaan no.1-2 dengan cermat
2. (Soal B) Buatlah analisis terhadap kasus yang tercantum pada bagian soal B.
NAMA : Burhanudin (0106519019)

Rombel : Reguler A

Program Studi : Pacasarjana Bimbingan dan Konseling

Mata Kuliah : Teori dan Pendekatan Konseling

Soal Ujian :
A. Pernyataan Benar/Salah
1. Analisis dan deskripsikan secara ringkas masing-masing pendekatan konseling
yaitu pendekatan konseling psikoanalisis, Eksistensial Humanistik dan Person-
centered memandang masalah pada individu. Hasil analisis dan deskripsi masing-
masing pendekatan tersebut juga dibuat dalam bentuk skema/diagram alur.

a. PSIKOANALISIS
Sebelum memahami bagaimana psikoanalisis memandang masalah pada
individu, terlebih dahulu kita ketahui konsep-konsep yang ada dalam psikoanalisis
itu sendiri. Karna dengan memahami konsep-konsep ini membantu kita memahami
permasalahan yang muncul dalam diri individu.
Seperti yang kita ketahui bahwa Psikoanalisis merupakan salah satu teori
pendekatan konseling yang menekankan pada dinamika, faktor mental yang
menentukan perilaku manusia, dan memandang pengalaman masa lalu memiliki
pengaruh besar terhadap keperibadian individu di masa depan. Psikoanalisis
memandang bahwa manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irrasional,
motivasi-motivasi tidak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan
biologis dan naluriah oleh peristiwa-peristiwa psikoseksual yang terjadi pada masa
lalu dari kehidupannya. Konsep yang menjadi ciri khas dan paling terkenal dari
Freud, yakni terkait pandangannya terhadap tingkat kehidupan mental: Uncounsious,
pre-conscious dan conscious.
1) Conscious/Sadar
Conscious adalah segala sesuatu yang kita sadari saat ini, berhubungan dengan
realitas. Kita bisa merasakan perasaan kita, aktifitas mental dlam kesadaran
sifatnya, sangat singkat.
2) Pre-Conscious/Prasadar
Prasadar atau ambang sadar adalah segala sesuatu yang dulu disadari namun,
hilang. Namun, Pre-Conscious merupakan jembatan antara Unconsicious dan
Conscious. Disebut demikian karena bisa me-recall kembali pengalaman-
pengalaman yang ada di bawah sadar kea lam sadar bisa muncul dalam bentuk
misalkan salah ucap (slip of Tongue), Mimpi, melamun, dan lain sebagainya.
3) Unconscious/Tidak sadar
Unconscious merupakan wilayah paling luas diantara ketiga tingkat kepribadian
atau mental. Corey (2017) menyebut bahwa ketidaksadaran tempat semua
pengalaman, kenangan, dan material yang ditekan. Kebutuhan dan motivasi yang
tidak dapat diakses di luar kesadaran juga berada di luar lingkup kendali sadar.
Sebagian besar fungsi psikologis ada di luar kesadaran atau bawah kesadaran.
Proses tidak sadar ini merupakan akar dari semua bentuk gejala dan perilaku
neurotik.
Kemudian freud juga memiliki tiga konsep lain yang berfungsi melengkapi konsep
yang sebelumnya. Konsep ini bisa kita sebut sebagai wilayah pikiran atau system
kepribadian yakni id, ego, superego. Ini adalah nama untuk struktur psikologis dan
tidak boleh dianggap sebagai bagian-bagian terpisah dalam mengoperasikan
kepribadian. Corey (2017) menjelaskannya, dalam tiga segmen yang saling
berkaitan yakni:
1) Id
Id adalah sumber utama energi psikis dan insting. Sifatnya menuntut, dan
ngotot. Id tidak bisa mentolerir ketegangan, dan berfungsi untuk melepaskan
ketegangan segera. Diperintah oleh prinsip kesenangan, yang bertujuan
mengurangi ketegangan, menghindari rasa sakit, dan mendapatkan kesenangan,
id itu tidak logis, amoral, dan didorong untuk memenuhi kebutuhan instingtual.
Id ini sifatnya tidak pernah matang, diumpamakan seperti anak nakal manja
dalam kepribadian. Tidak ada proses berpikir bagi id yang dibutuhkan hanya
keinginan atau tindakan. Id sebagian besar tidak sadar, atau keluar dari wilayah
kesadaran (unconsciousness).
2) Ego
Kemudian selain id ada yang namanya ego yang berperan dalam melakukan
kontak dengan dunia luar realitas. Ego bersifat eksekutif berfungsi
mengendalikan, dan mengatur kepribadian menengahi antara naluri dan
lingkungan sekitarnya. Diperintah oleh prinsip realitas, ego melakukan
pemikiran realistis dan logis dan merumuskan rencana tindakan untuk
memenuhi kebutuhan. Ego, sebagai pusat kecerdasan dan rasionalitas,
memeriksa dan mengendalikan dorongan buta id. Sedangkan id hanya tahu
realitas subjektif, ego membedakan antara gambaran mental dan hal-hal di
dunia luar.
3) Superego
Merupakan kode moral seseorang, yang menentukan suatu tindakan itu baik
atau buruk, benar atau salah. Ini mewakili yang ideal daripada yang nyata dan
berusaha bukan untuk kesenangan tetapi untuk kesempurnaan. Superego
mewakili nilai-nilai tradisional dan cita-cita masyarakat ketika mereka
diturunkan dari orang tua kepada anak-anak. Ini berfungsi untuk menghambat
impuls id, untuk membujuk ego untuk menggantikan tujuan moralistik dengan
yang realistis, dan untuk berjuang untuk kesempurnaan. Sebagai internalisasi
standar orang tua dan masyarakat, superego terkait dengan penghargaan dan
hukuman psikologis. Imbalannya adalah perasaan bangga dan cinta diri;
hukumannya adalah perasaan bersalah dan rendah diri.
Relasi antara Tingkat Mental dan Sistem Kepribadian
Antara Conscious, PreConscious, Unconscious dan Id, Ego serta Superego ini
marupakan kesatuan yang saling berkaitan. Id, Ego dan Super Ego ini menyebar ke
dalam alam sadar, ambang sadar maupun bawah sadar.
Id sering kali berkedudukan di alam bawah sadar (seringkali kita tidak menyadari
adanya id di alam bawah sadar). Ego memiliki akses ke semua tingkat baik
Conscious, PreConscious, Unconscious. Namun biasanya Ego lebih cenderung
berada di alam sadar Conscious ia membantu individu menghadapi realita.
Kemudian Super ego sama seperti ego di juga bisa berada di tingkat Conscious,
PreConscious, Unconscious. Untuk memahami ini bisa kita lihat dalam gambr
skema berikut:

Dunia Luar

Conscious/Alam Sadar
Prilaku yang tampak

Ego
PreConscious/Ambang Sadar
Super Ego

Unconscious/Bawah Sadar Id

Gambar 0. 1 (Skema Kedudukan Tingkat Kepribadian dan Struktur Psikologis

Psikoanalisis memandang penyebab munculnya masalah individu


1) Ketidakseimbangan antara Id, Ego Super Ego
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Id segala sesuatu yang
bergejolak dalam diri individu seperti rasa bahagia, rasa lapar, dorongan seks serta
hal-hal lain yang sifatnya menyenangkan (pleasure principle) namun juga bersifat
amoral atau lepas dari nilai-nilai moral. Kemudian, Ego adalah kontrol diri kita
dalam menghadapi realita (Reality) fungsinya menengahi, antara Id yang terus
mendorong dari bawah sadar dan super ego yang menekan dari atas, Ego
menimbang-nimbang nilai benar atau salah. Ego juga menentukan kapan suatu
kepuasan atau insting itu dipuaskan. Menentukan apakah cenderung ke Id atau ke
Superego. Ego berusaha memenuhi kebutuhan Id sekaligus kebutuhan moral
manusia. Berusaha bagaimana Id ini bisa sinkron dengan moral atau aturan yang
ada dalam superego. Sedangkan, Superego ini merupakan kebalikan dari Id, yang
berisi nilai, norma dan aturan bisa berupa nilai-nilai social, hal-hal yang terkait
dengan norma budaya dan agama (Moral principle).
Nah psikoanalisis memandang bahwa permasalahan yang muncul dari
individu ini terkadang dikarenakan ketidakseimbangan atara Id, Ego dan Super
Ego. Misalnya ketika dorongan Id sangat kuat, namun ego tidak siap, maka
munculah kecemasan-kecemasan. Misalnya ketika dorongan serta perasaan seksual
yang kuat akhirnya menerobos masuk menghancurkan pertahanan ego. Ego pun
gagal berfungsi dan akhirnya memunculkan gejala-gejala kecemasan neurotik pada
individu.
Kemudian permasalahan juga bisa disebabkan oleh nilai-nilai dalam super
ego yang ditabrak. biasanya karena ini individu akan merasa bersalah atau
menghukum diri inilah yang kemudian disebut dengan kecemasan moral.
Super Ego

` Ego Ketenangan/
Kontrol diri
Berfungsi
sehat
Defence
Ego Cemas
Realistik
Mecanism
Muncul
sebagai
bentuk
Id

Ego Gagal Kecemasan Cemas pertahanan


Berfungsi Neurotik diri
melindungi
Individu dari
Cemas kecemasan
Moral merasa
Cemas

Gambar 0. 2 (Diagram Alur ketidakseimbangan Id, Ego, Super Ego)

2) Kegagalan proses belajar dalam masa kanak-kanak atau Pengalaman


pengalaman pahit yang terjadi di masa lalu
Psikoanalisis memandang masalah individu itu bisa jadi dikarenakan pengaruh
masa lalu kebutuhan-kebutuhan, misalnya kebutuhan kasih sayang yang sejak kecil
tidk terpenuhi, mungkin dari fase infantil (fase membangun pondasi mental), laten
maupun genital. Hal ini mungkin karena pola asuh orang tua yang penuh dengan
nuansa ketenganan, kekerasan sehingga kebutuhan-kebutuhan yang seharusnya
terpenuhi akhirnya terpaksa direpresi ke alam bawah sadar.
Kemudian hal lain bisa disebabkan individu mengalami tekanan atau pengalaman-
pengalaman pahit di masa kecil yang menimbulkan kecemasan berlanjut atau bisa
disebut traumatik. Trauma juga bisa menguasai ego, menerobos pertahanannya dan
menjadikan individu cenderung defensive, tidak berdaya dan tidak bisa berfungsi.
Kemudian menurut Corey (2017) Freud menciptakan istilah itu sebagai paksaan
pengulangan untuk menggambarkan kecenderungan bawah sadar seseorang pada
orang dewasa yang mengulangi perilaku traumatis masa lalu, dalam upaya untuk
menyelesaikan perasaan ketidakberdayaan dan konflik.
Pengalaman Kecemasan
pahit/kegagalan Muncul
belajar di masa Melalui Stimulus kembali di
lalu tertentu/diantarkan
Disimpan di wilayah
melalui preconscious Conscious Masalah
wilayah
Dalam bentuk Prilaku
Unconscious

Gambar 0. 3 (Skema Pengaruh Masa lalu terhadap Masalah Individu)

b. HUMANISTIK EKSISTENSIAL
Eksistensial-Humanistik pada dasarnya meyakini jika seorang individu
memiliki potensi untuk secara aktif memilih, menentukan dan membuat keputusan
bagi diri sendiri maupun lingkungannya. Teori ini sangat menekankan tentang
kebebasan (freedom). Dalam artian, individu memiliki kebebasan yang luasnya dalam
melakukan melakukan setiap tindakan,maupun dalam menjalani kehidupan namun
tetap dibarengi dengan kesiapan bertanggung jawab sekalipun itu memiliki resiko bagi
dirinya. Teori eksistensial memandang bahwa individu selalu mengalami transisi yang
dinamis atau selalu berubah, ketika individu lahir maka mereka akan terus berevolusi,
dan menjadi. Untuk benar-benar diakui sebagai manusia, individu harus menyadari
keberadaannya sendiri di dunia, dan senantiasa memiliki pertanyaan dalam diri, “Mau
jadi siapa saya? Siapa saya? Dari mana saya berasal? " Manusia bertanggung jawab
untuk itu rencana dan takdir mereka sendiri.

Asumsi Individu Bermasalah


Teori Eksistensial sangat lekat dengan konsep kebermakanaan hidup
pembahasannya tidak jauh dari nilai-nilai eksistensi. Karena sesuai Namanya
“eksistensial” teori ini berkaitan erat dengan Ontologi, Epistemologi, Aksiologi.
Begitu pula dalam memandang masalah teori EH sealalu beracuan pada filsafat
eksistensial. Akar kecemasan atau masalah yang terjadi dalam diri individu berawal
dari bagaimana mereka memaknai nilai-nilai eksistensial yang ada dalam diri atau
kehidupan mereka.
Nilai-nilai Eksistensial
Yalom (1980) dalam Corey mencontohkan tema-tema eksistensial termasuk
diantaranya: hidup dan mati; kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan; isolasi dan
cinta; dan makna dan ketidakberartian.
1) Hidup dan Mati (Living and Dying)
Kita tidak tahu bagaimana kita akan mati atau berapa lama kita akan hidup,
tetapi kesadaran akan kematian tidak bisa dihindari. Individu mungkin
menemukan bahwa hubungan dekat melindungi kecemasan mereka tentang
kematian. Meski kesadaran akan kematian bisa menciptakan ketakutan pada
individu, itu juga dapat mengarah pada pengembangan kehidupan kreatif.
Semakin seseorang merasa dekat dengan kematian maka kemungkinan ada dua
rekasi. Entah semakin cenderung merasa cemas atau semakin cenderung lebih
baik.
2) Kebebasan, Tanggung Jawab, dan Pilihan
Dalam mengejar kebebasan mereka, individu bertanggung jawab atas dunia
mereka sendiri, rencana hidup mereka, dan pilihan mereka. Meskipun istilah
kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan mungkin awalnya tidak saling
berkaitan, namun mereka berjalan secara integral, karena sebenarnya individu
bebas memilih dengan cara apa mereka akan bertanggung jawab untuk
menjalani hidup mereka secara tersirat.
Tanggung jawab
Karena eksistesial humanistik memandang bahwa individu memiliki pilihan
sendiri dalam berurusan dengan kebebasan. Sartre menggunakan istilah itikad
buruk untuk menunjukkan bahwa individu itu terbatas. Bagi seorang individu
untuk mengatakan, "Saya tidak bisa memperlakukan anak-anak saya dengan
baik, karena memang begitu dilecehkan sebagai seorang anak "atau" Karena
saya tidak pergi ke sekolah menengah yang baik, saya tidak bisa pergi ke
perguruan tinggi yang baik ”adalah bertindak dengan itikad buruk dengan
menyalahkan orang lain atas masalahnya dan tidak memeriksa keterbatasan
sendiri. Orang yang secara kompulsif menyerahkan mencuci dapat, dari sudut
pandang eksistensial, dilihat sebagai bertindak dengan itikad buruk.
3) Isolasi dan Mencintai (Isolation and Loving)
Dalam membahas isolasi, Yalom menurut Sharf (2012) membedakan tiga jenis
isolasi: interpersonal, intrapersonal, dan eksistensial. Isolasi interpersonal
mengacu pada jarak dari yang lain secara geografis, psikologis, atau sosial.
Misalnya, seseorang dengan skizofrenia terisolasi secara pribadi dengan
individu lain karena kurangnya kemampuan untuk mengembangkan hubungan.
Isolasi intrapersonal terjadi ketika seseorang memisahkan diri dengan
menggunakan mekanisme pertahanan atau metode lain untuk tidak menyadari
keinginan sendiri. Orang yang focus pada apa yang harus dia lakukan mungkin
tidak mempercayai penilaiannya dan tidak menyadarinya kemampuan dan
sumber daya internalnya. Isolasi eksistensial bahkan lebih mendasar daripada
keduanya isolasi pribadi atau intrapersonal.
4) Makna dan Tidak Berarti (Meaning and Meaningless)
May and Yalom dalam Sharf (2012) menjelaskan bahwa kadang pertanyaan
tentang makna hidup dapat menghantui seseorang setiap waktu selama hidup
mereka. Seorang sering bertanya pada diri mereka sendiri seperti “Mengapa
saya ada di sini?” “Bagaimana dengan hidup saya apa yang saya anggap
bermakna?” “Apa yang ada di hidupku memberiku tujuan? Kenapa saya ada?
Manusia pada dasarnya membutuhkan rasa kebermaknaan dalam kehidupan
mereka. Perasaan makna menyediakan cara menafsirkan peristiwa yang terjadi
pada kehidupan individu, dan itu menyediakan sarana untuk pengembangan
nilai tentang bagaimana orang hidup dan ingin hidup.
Masalah Eksistensial
• Kegagalan mentransendensi Ketakberadaan
(Non-Being)
• Kebebasan/Freedom tanpa tanggung jawab
• Mengisolasi diri (interpersonal, intrapersonal
& eksistensial)
• Meaningless (Ketakbermaknaan hidup) &
Purposeless (hidup tanpa tujuan, arah,harapan)

Kecemasan Rasa Bersalah

Kecemasan Kecemasan Rasa Bersalah Rasa Bersalah Rasa Bersalah


Normal Neurotik Eksistensial Normal Neurotik

Bersifat Bersifat Kesadaran Bayangan


Konstruktif Destruktif Kegagalan
ats Aspek Injungsi
memaknai 4
Etika Orang lain,
Dimensi
masyarakat
eksistensi
dan norma

Eigenwelt Mitwelt Umwelt Uberwelt


Gagal Distorsi Rasa bersalah Gagal
mewujudkan Relasi pada dengan Alam mentaransendensi diri
potensi diri sesama dengan Tuhan

Gambar 0. 4 (Diagram Alur Asumsi Individu Bermasalah dalam Pendekatan


Eksistensial Humanistik)
c. PERSON CENTERED
Terapi person-centered didasarkan pada filosofi sifat manusia yang mendalilkan
upaya bawaan untuk aktualisasi diri. Ini pula yang menjadi poin penting atau core inti
dalam konseling person-centered yakni aktualisasi diri (Self-Actualization). Setiap
individu memiliki motivasi untuk mengaktualisasikan dirinya dalam kenyataan yang
mereka lihat. Konsep aktualisasi diartikan sebagai kecenderungan individu untuk
tumbuh dari sesuatu yang simpel menjadi sesuatu yang kompleks, dari ketergantungan
menjadi kemandirian, dan dari kekakuan menuju proses perubahan serta kebebasan
berekspresi.
Corey (2017) menjelaskan bahwa pandangan Carl Rogers tentang sifat manusia
adalah fenomenologis; yang artinya kita adalah diri kita sendiri sesuai dengan persepsi
kita dalam realitas. Arti dari pandangan Rogers ini adalah bahwa segala perilaku yang
muncul dari individu adalah kehendak dari dirinya sendiri, sehingga jika ada suatu
masalah yang terjadi pada dirinya maka, dirinya sendiri lah yang mampu
mengatasinya. Dengan demikian, Rogers tidak melihat inti dari motivasi manusia
sebagai sesuatu yang negatif (bertentangan dengan asumsi teori psikoanalisis), yaitu,
bermusuhan, antisosial, destruktif, atau jahat serta tidak netral. Sebaliknya, Rogers
melihat manusia di level terdalam mereka bahwa setiap individu pada dasarnya positif,
memiliki motif dasar, bawaan dari semua organisme hidup: kecenderungan aktualisasi
untuk tumbuh, memiliki kemampuan menyembuhkan sendiri ketika terluka, dan
mampu mengembangkan potensinya secara penuh.
Motif aktualisasi ini membuat orang pada dasarnya bergerak maju, konstruktif,
dan realistis. Rogers percaya bahwa, pada intinya, manusia cenderung menuju
pengembangan, individualitas, dan hubungan kerja sama; menuju pergerakan dari
ketergantungan ke kemerdekaan dan kemandirian; menuju pola pengaturan diri (self
Management) yang harmonis, kompleks, dan lancar; dan menuju pelestarian,
peningkatan, dan evolusi lebih lanjut tentang diri. Rogers menganggap manusia, pada
tingkat paling esensial, dapat dipercaya.
Peran lingkungan dalam Aktualisasi diri
Corey (2017) menjelaskan bahwa sudut pandang Rogers tentang konsep-diri
sangat dipengaruhi oleh hubungan-hubungan dengan orang lain yang signifikan
(significant others) dalam lingkungan social. Rogers percaya bahwa konsep diri
seorang anak mulai terbentuk, ketika anak tersebut mengembangkan penghargaan
kebutuhan akan hal positif (Need of Positive Regard) dari orang lain yang signifikan.
Ketika kebutahan positive regard ini terpenuhi dan diinternalisasiakn individu
maka akan muncul kepuasan, dan individu akan melakukan peneriaman terhadap
dirinya sendiri. Positive regrard bisa diwujudkan oleh lingkungan dalam bentuk
empatik, penerimaan, dan harga diri dari keberadaan dan pengalaman batin terhadap
anak. Namun, di sisi lain, significant others yang ada dalam Soscial environment
kadangkala juga menuntut hal positif yang bersyarat, (Condition of worth) individu
akan dipahami secara empatik, diterima, dan dihargai jika hanya, ketika keberadaan
dan pengalaman batiniahnya cocok dengan beberapa nilai yang ditentukan oleh yang
signifikan others itu sendiri.
Self Actualization/ Lingkungan Sosial
Aktualisasi diri Significant others

Penilaian Conditions of
Organismik worth

Positive Regard Conditional


Positive Regard

Realita/Diri Self-
Sebenarnya concept/ideal
INKONGRUENSI
self
KECEMASAN

Gambar 0. 5 (Keterkaitan Lingkungan/Society dan aktualisasi diri)

Person Centered Memandang Masalah Individu


Ketidakselarasan/Inkongruensi
Dalam proses aktualisasi diri tidak selamanya konsep diri yang dimiliki individu
itu sesuai dengan realitas yang ada atau real self-nya yang dipersepsikan oleh
lingkungan atau pengalaman dalam medan fenomenalnya. Ketidaksesuai inilah yang
kemudian disebut Rogers sebagai Incongruence/Inkongruensi. Inkongruensi dapat
menimbulkan permasalahan dalam diri individu. Seperti yang dijelasakan oleh
Kirschenbaum dalam Fall, dkk (2017) bahwa “Semakin tidak selaras seseorang
(inkongruensi), semakin kurang baik orang tersebut. Orang-orang dalam keadaan tidak
selaras “merasakan kecemasan atau konflik karena konsep diri mereka seolah sedang
terancam perasaan atau fakta yang tidak konsisten dengan pandangan mereka tentang
diri mereka sendiri”.

Konsep diri
Citra diri dalam kenyataan
Juga aspek pengalaman

Inkongruensi

Gambar 0. 6 (Skema Inkongruensi)


Perilaku seseorang biasanya merupakan ekspresi dari konsep-diri seseorang:
Seseorang biasanya bertindak berdasarkan pada siapa yang dipikirkannya, sesuai
dengan kesadaran akan keberadaannya. Namun, semakin tidak selaras, semakin besar
kemungkinan akan muncul beberapa reaksi.
Fall, dkk (2017) menjelaskan bahwa salah satu reaksi yang muncul ketika
pengalaman ditolak, yakni rasa cemas, dan kadang-kadang, tidak mampu bertahan.
Dengan melemahnya kemampuan untuk menekan, secara selektif memahami, atau
mengubah pengalaman, maka pengalaman itu pecah menjadi kesadaran dan, karena itu
bertentangan dengan kondisi nilai dalam konsep-diri, mengganggu konsep-diri.
Seseorang akan semakin tidak konsisten, semakin besar kemungkinan akan mengalami
kecemasan dan kebingungan dan akan terombang-ambing antara perilaku yang
konsisten dengan konsep-diri dan perilaku yang tidak sesuai dengan konsep-diri.
Secara umum, semakin besar tingkat inkongruensi/ketidaksesuaian, semakin besar
tekanan emosi seseorang dan disfungsi perilakunya.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa inkongruensi/ketidaksesuaian
dapat menciptakan reaksi semacam ketegangan internal: Semakin banyak pengalaman
yang dibantah atau didistorsi, semakin banyak yang mengalami "tekanan" untuk diakui
secara akurat dalam kesadaran, dan juga dalam konsep-diri. Namun, semakin banyak
kondisi konsep diri seseorang yang layak, semakin seseorang menyangkal dan
memutarbalikkan pengalaman yang bertentangan dengannya. Dengan demikian
individu tersebut terperangkap dalam tarik menarik internal, yang mengakibatkan
timbulnya konflik batin yang sering kali diselesaikan orang melalui konseling.
Rogers menurut Fall, dkk (2017) merujuk pada ketidaksesuaian dalam berbagai
istilah. Dia menyebutnya inkongruensi semacam perceraian diri dari diri sendiri.
Rogers menganggap kondisi ini sebagai keterasingan fundamental manusia dari
dirinya sendiri. Maka tidak mengherankan, bahwa pemutusan internal dari pengalaman
dan koneksi kembali dengan itu adalah konsep sentral dalam pendekatan Rogers untuk
konseling dan psikoterapi.

.
2. Pendekatan eksistensial-humanistik memandang bahwa manusia dapat
melakukan sesuatu yang bermakna dengan melalmpaui situasi dan kepentingan
dirinya sendiri. Jelaskan konsep tersebut dan berikan contoh dari penjelasan
tersebut!

Mei dan Yalom dalam Sharf (2012) bahwa sifat eksistensial manusia untuk
melampaui situasi langsung mereka dan kepentingan diri mereka untuk berjuang
menuju sesuatu di atas diri mereka sendiri itu disebut Self-trancendence. Kemudian
Boss dalam Sharf (2012) menyatakan bahwa individu memiliki kapasitas untuk
melampaui situasi langsung mereka karena mereka memiliki kemampuan untuk
memahami situasi mereka sendiri menjadi dan mengambil tanggung jawab untuk
menjadi (Being). Dengan menggunakan imajinasi dan kreativitas, individu melampaui
kebutuhan mereka sendiri sehingga mereka dapat menyadari orang lain dan bertindak
secara bertanggung jawab terhadap mereka. Individu bisa melampaui ruang dan waktu
melalui imajinasinya. Individu juga bisa melampaui diri kita sendiri dan menempatkan
dirinya pada posisi orang lain dan merasakan kesusahan atau kebahagiaan yang
mungkin ia alami. Seperti yang dituliskan oleh Kierkegaard dalam Sharf (2012),
“imajinasi adalah milik individu yang paling penting, membantu individu untuk
melampaui diri mereka sendiri dan merenungkan keberadaan mereka dan keberadaan
orang lain”. Ada banyak contoh orang yang melampaui diri mereka sendiri. Berita
menjelaskan kadang-kadang detail bagaimana individu menyerahkan hidup mereka
sehingga orang lain mungkin hidup. Berikup contoh sikap transendensi.
Contoh
Bentuk transendensi yang nyata akhir-akhir ini ada seorang wanita bernama Ninuk
(37) yang berprofesi sebagai perawat di RS Dr. Cipto Mangun Kusumo. Dia bekerja
sebagai perawat selama 12 tahun dalam rumah sakit itu. Dia penuh dedikasi dan
loyalitas yang tinggi hingga ketika wabah Covid-19 menyebar luas di Indonesia, ia
pun menjadi salah satu perawat yang berada di garda terdepan dalam menangani para
pasien covid. Ketika perawat yang lain enggan dan merasa waswas berhadapan
dengan pasien covid Ninuk tidak gentar menghadapi wabah virus tersebut. Bahkan
karena keterbatasan APD ia pun memberanikan diri merawat pasien tanpa alat-alat
pengaman diri. Dia mengesampingkan kepentingan pribadinya dan mendahulukan
kepentingan orang lain ia beranggapan bahwa apa yang dilakukannya ini adalah betuk
pengabdiaannya. Karna keberaniannya yang tinggi dan melamapaui batas
kemampuannya akhirnya ia pun turut menjadi korban dari keganasan virus Covid-19
dan akhirnya ia pun Syahid dan meninggal dunia dalam tugasnya. Kalimat terakhirnya
saat mendekati ajal ia berkata kepada suaminya “Saya hidup untuk orang yang saya
sayangi dan mati untuk orang yang saya sayangi termasuk (untuk) profesi saya”
Cerita ini mengingatkan dengan cerita yang disampaikan oleh Frankl (1992)
betapa seseorang yang memiliki Self-Transcendence ia mampu memahami dirinya
sendiri serta tanggung jawabnya terhadap segala tindakan di hidupnya. Ia mampu
melampaui batas dari kemampuannya, hingga melupakan dirinya sendiri bahkan
menyerahkan kehidupannya demi membuat orang lain tetap hidup.
B. Analisis Kasus
Petunjuk: Analisislah kasus Mawar dibawah ini dengan menggunakan salah satu
sudut pandang teoritik konseling yang telah anda pelajari (dari psikoanalisis s.d.person
centered, pilih salah satu). Gambarkan pula skema problemnya dari sudut pandang teori
konseling yang anda pilih untuk menganalisis kasus tersebut.

Riwayat Mawar
Saya bernama Mawar. Siswa kelas II di suatu SMK. Saya berumur 16 tahun, putri
kedua dari lima bersaudara. Orangtua saya berpendidikan SLTA dan berhasil menciptakan
suasana kehidupan keluarga yang akrab. Dalam kehidupan sehari-hari saya sangat
membenci teman laki-laki. Setiap kali diajak bicara oleh laki-laki saya berusaha
menghindar dan menolak bicara. Di samping itu, setiap kali saya segera lari ke teman-
teman putri untuk meminta perlindungan ketika ada laki-laki yang mendekatinya. Setiap
kali ada anak laki-laki saya selalu berpikir bahwa mereka semua adalah anak yang jahat,
maunya menindas cewek, dan melecehkan serta menghina. Ya, memang semua laki-laki
itu brengsek. Bagi saya hanya tiga laki-laki saja yang menurut saya baik, yakni ayah saya
yang sangat perhatian dan dua adik saya yang masih di SD yang sayang kepada saya.
Saya juga sering berpikir untuk tidak menikah dengan laki-laki ketika dewasa nanti
daripada jatuh ke dalam lembah kenistaan, diperlakukan semena-mena, dihina dan disiksa.
Setiapkali didekati oleh seorang cowok saya selalu berpikir kalau mereka akan menyiksa,
melecehkan, dan menghina saya. Ketika masih Sekolah Menengah Pertama rambut saya
sering ditarik-tarik oleh beberapa teman-teman putra. Saya merasa kesakitan ketika
rambut saya ditarik-tarik. Terkadang saya sempat menangis tetapi mereka malah
menertawakan saya. Saya ingin sekali rasanya melaporkan perbuatan mereka kepada
orang tua atau guru tetapi saya tidak pernah merasa berani karena mereka selalu
mengancam saya. Di kampung saya banyak pemuda yang menghina saya karena wajah
saya berjerawat. Hal ini yang terkadang membuat saya tidak percaya diri untuk bertemu
dengan laki-laki. Saya sangat khawatir mereka akan menghina saya kalu saya dekat-dekat
dengan mereka.
Ketika merasa kesal terkadang terlintas dalam benak saya untuk menyiksa dan
membunuh mereka, tetapi ketika saya sadar bahwa saya adalah seorang wanita yang
lemah saya menjadi merasa tidak berdaya dan bersalah. Sungguh suatu kemalangan bagi
saya untuk dilahirkan sebagai wanita.
Terkadang saya juga ingin bisa merasa seperti teman-teman, memiliki seorang pacar
yang menyayangi saya. Tetapi saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya tidak
tahu bagaimana harus berubah. Yang jelas sampai saat ini saya masih tidak bisa
mempercayai kalau seorang laki-laki itu bisa berbuat baik kepada seorang cewek.
Menghindar dari laki-laki adalah yang terbaik yang saya pikirkan saat ini agar saya dapat
menjalani kehidupan ini dengan baik. Seandainya saya diberi kesempatan untuk membuat
larangan kepada semua orang maka larangan yang ingin saya buat adalah melarang cewek
untuk dekat-dekat dengan cowok karena mendekati cowok hanya dapat menambah
penderitaan dalam hidup.
ANALISIS KASUS MAWAR MELALUI PERSPEKTIF PSIKOANALISIS

Kecemasan neurotik kuncinya id dan ego (idnya takut tidak dipenuhi sehingga
egonya rusak menyebabkan, ketidaktenangan, resah, cemas) dan jika dibiarkan kecemasan
neurosis bisa berdampak fatal karna awal dari kegilaan-kegilaan inilah yang dialami
Mawar. Ego mawar berusaha memahamkan bahwa masalah fisik bukan hal penting.
Namun Idnya yang berisi kecemasan berkata tidak bisa bahwa fisik sangat mempengaruhi
keberadaannya id ini dipengaruhi pengalaman traumatic dalam bawah sadarnya.
Awalnya Mawar mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan sebelumnya
ketika SMP ia di-bully, secara fisik, dia mengalami body-shaming oleh pemuda di
kampungnya (pangalaman pahit pada fase genital). Oleh sebab itu ia merasa marah dan
cemas. Namun, Mawar cenderung defensif merasa lemah dan tak berdaya tidak mampu
melakukan perlawanan akhirnya dia cenderung undoing (diam) dan memilih untuk
merepresi semua pengalaman itu mencoba menekan semuanya ke alam bawah sadar.
Ketika pengalaman itu disingkirkan ke dalam wilayah bawah sadar, sebenarnya itu
tidak hilang dan muncul sewaktu-waktu. Kadang-kadang pengalaman ini keluar secara
tidak sengaja melalui stimulus tertentu. Misalnya ketika Mawar melihat seorang laki-laki
asing maka pengalaman itu balik lagi ke dalam pikiran Mawar akhirnya ia cenderung lari
dan menghindar atau ketika ingatan itu kembali maka muncul keinginan atau reaksi untuk
melakukan agresi atau menyerang.
Defends mechanism berupa represi ini sebenarnya bisa membebani alam bawah
sadar menumpuk pengalaman hingga membuat Mawar stress. Rasa cemas dan amarah
yang dipendam oleh Mawar ini sebenarnya berpengaruh negative bagi dirinya. Dan
sebenarnya untuk membersihkan alam bawah sadar Mawar dari pengalaman-pengalamn
pahit tersebut yakni dengan mengeluarkan pengalaman pengalaman di bawah sadar ke
alam kesadaran. Sehingga Mawar dapat memahami pengalaman-pengalamannya lalu
memaafkan semua pengalaman buruk itu. Corey (2017) menjelaskan bahwa tujuan terapi
psikoanalitik adalah untuk membuat motif yang tidak disadari sadar, karena hanya dengan
demikianlah seseorang dapat menggunakan pilihannya. Memahami peran bawah sadar
sebagai pusat untuk memahami esensi dari model perilaku psikoanalitik.
Salah satu Teknik untuk membersihkan alam bawah sadar yang ditawarkan
psikoanalisis itu salah satunya yakni free association yakni dengan mengungkap,
menggali, melepaskan pengalaman masa lalu baik yang terkait dengan semua emosi,
pemgalaman atau peristiwa-peristiwa traumatis di masa lalu, melepaskan id yang ada
dalam bawah sadar (Katarsis). Sehingga mawar bisa sadar dan memaklumi semua
peristiwa-peristiwa traumatik itu.
Dalam hal ini tentu membutuhkan seorang yang ahli karna ini berkaitan dengan
privasi maka tak jarang, bisa saja konseli atau klien melakukan resistensi/penolakan.
Assosiasi Bebas/Free Assosiation bisa dilakukan dengan Teknik bercerita seluas-luasnya
tentang apa saja yang Mawar pikirkan, apa yang disembunyikan.supaya tidak hanya
menumpuk di alam bawah sadar dia akan menganggu perkembangan serta aktifitasnya
sehari-hari. Mengajak Mawar untuk menjadikan hal yang tidak sadar menjadi sadar
kembali, mendiskusikan, menghayati masa kanak-kanaknya. Pokok dalam konseling
psikoanalisis adalah konsep ketak sadaran yang menjadi focus, karna setiap pengalaman
menyakitkan itu pasti bersumber dari alam bawah sadar. Ini sesuai dengan ungkapan freud
bahwa hari ini dipengaruhi masa lalu.

Childhood
Experiences/pengalaman
masa kanak-kanak

Incidents
Pengalaman traumatic
(Prilaku bullying yang
dialami)
(ditekan)
Direpresi
Defence Mecanism yang
dilakukan Mawar
Berusaha mendiamkan dan
memandam pengalaman
buruk ke bawah sadar
REPRESI

Alam Bawah Sadar


Unconsciousness
Melalui stimulus tertentu
pengalamn yang ditekan
Stimulus

dapat kembali ke alam


sadar dalam bentuk
kecemasan berulang yang
mempengaruhi emosi,
prilaku dan respon Mawar

Kecemasan
Neurotik
berpengaruh pada:

Emosi Respon
Prilaku Psikis

Gambar 0.7 (Skema permasalahan Mawar)

Assosiasi bebas/Free Association


Assosiasi bebas adalah teknik sentral dalam terapi psikoanalisis, dan memainkan peran
kunci dalam proses mempertahankan kerangka analitik. Dan Assosiasi bebas, dirasa jadi
Teknik terapi yang tepat untuk kasus-kasus traumatic, fobia dam kasus-kasus seperti yang
dalami Mawar. Seperti yang dijelaskan Corey (2017) bahwa Teknik Assosiasi bebas adalah
salah satu alat dasar yang digunakan untuk membuka pintu bagi keinginan, fantasi, konflik,
dan motivasi yang tidak disadari. Teknik ini sering mengarah pada beberapa ingatan
pengalaman masa lalu dan, juga digunakan untuk alat melakukan katarsis atau pelepasan
perasaan intens yang telah diblokir
Corey (2017) menjelaskan bahwa dalam teknik Assosiasi bebas klien didorong untuk
mengatakan apa pun yang terlintas dalam pikirannya, terlepas dari betapa menyakitkan,
konyol, sepele, tidak logis. Intinya, klien mencoba mengalirkan pikiran dengan perasaan
atau hal apa pun dengan menceritakan sejujur-jujurnya tanpa ditutup-tutupi.
Selama proses asosiasi bebas, tugas terapis adalah mengidentifikasi bahan yang
ditekan yang terkunci di bawah sadar. Urutan asosiasi memandu terapis dalam memahami
koneksi yang dibuat klien di antara berbagai peristiwa. Pemblokiran atau gangguan dalam
asosiasi berfungsi sebagai isyarat untuk bahan yang membangkitkan kecemasan. Ketika
proses analisa berlangsung, sebagian besar klien kadang-kadang akan menyimpang dari
aturan dasar, dan melakukan resistensi. Walau demikian resistensi yang dilakukan oleh klien
sebenarnya dapat menjadi kunci dari inti permasalahan yang dihadapi. Dan ini akan
ditafsirkan oleh terapis pada waktu yang tepat untuk melakukannya.
Misalnya ketika Mawar melakukan penolakan enggan menceritakan mengapa ia
membenci laki-laki, maka sebenarnya bagian yang enggan diceritakan Mawar itulah yang
menjadi inti permasalahannya (penyebab ia membenci laki-laki). Maka konselor/terapis
harus bisa membangun hubungan yang kuat agar dapat mengungkap bagian-bagian tersebut.
Dan ketika terapis mendengarkan melalui Teknik asosiasi bebas, mereka sebenarnya tidak
hanya mendengar konten permukaan tetapi juga makna tersembunyi. Area yang tidak
dibicarakan klien sama pentingnya dengan semua permasalahan yang mereka diskusikan.

Dinterpretasi Penerimaan Diri,


Dan Klien memaafkan
didiskusiakan semua
pengalamannya

Klien
Bercerita
tanpa
sensor

Bercerita Seluas
luasnya
Pengalaman- Klien diminta
Diungkap melalui
pengalaman berbaring atau
Assosiasi Bebas
bawah Sadar mengambil posisi
senyaman
mungkin
Klien
melakukan
resistensi

Membangun
Hubungan Pengungkapan hal-
terapeutik hal simbolik yang
Agar klien tersembunyi
percaya

Gambar 0.8 (Skema Proses Assosiasi Bebas)


Daftar Rujukan

Corey, G. 2017. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. USA :


Thomson Brooks/Cole.
Fall, Kevin A, dkk. 2017. Theoretical Models Of Counseling Psychotherapy. New
York: Routledge.
Sharf, Richard S. 2012. Theories of Psychotherapy and Counseling: Concepts and
Cases. USA: Cengage Learning.
Callistasia Wijaya, 2020. “Virus Corona: Perawat yang Meninggal Akibat Covid-19:
‘Saya Hidup, Mati untuk Orang yang Saya Sayangi, Termasuk untuk Profesi’,
30 Maret 2020 diakses dari www.bbc.com, pada 01 April.

Anda mungkin juga menyukai