Anda di halaman 1dari 80

PENGEMBANGAN PRIBADI KONSELOR

Summary (makalah kelompok 1 - 12)

diajukan untuk memenuhi tugas akhir semester enam


mata kuliah jurusan bimbingan dan konseling
Pengembangan Pribadi Konselor

oleh

Syufiyatuddin Indah Haqqun 1206104030032

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM, BANDA ACEH

2015
Kelompok 1

IDENTITAS KONSELOR : “KETERKAITAN DAN PERBANDINGAN KONSELING,


BIMBINGAN DAN PSIKOTERAPI”

Summary

1. Identitas Konselor
1) Pengertian Konselor

Konselor adalah seorang yang mempunyai keahlian dalam melakukan konseling. Seeorang
bisa mendapat predikat seorang konselor apabila iamempunyai latar belakang pendidikan
minimal sarjana strata 1 (S1) dari jurusan Bimbingan dan Konseling. Dalam hal ini, mempunyai
organisasi profesi yang menaunginya yaitu Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN).
Melalui proses sertifikasi melihat kompetensi baik secara akademik maupun non akademik yang
dimiliki telah dimiliki konselor, asosiasi ini memberikan lisensi bagi para konselor tertentu
sebagai tanda bahwa yang bersangkutan dapat berwenang memberikan pelayanan konseling dan
pelatihan bagi masyarakat secara legal.

2) Karakteristik Seorang Konselor (Cavanagh)


 Self Knowledge (Pemahaman diri) konselor patut memahami dirinya dengan baik,
dia memahami secara pasti apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan hal itu, dan
masalah apa yang harus dia selesaikan.
 Competence (Kompeten)  konselor itu memiliki kualitas fisik, intelektual,
emosional, sosial, dan moral  sebagai pribadi yang berguna.
 Good Psychological Health (Kesehatan Psikologis yang Baik)  Konselor dituntut
untuk memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik dari kliennya. Hal ini penting
karena mendasari pemahamannya terhadap perilaku dan keterampilan.  
 Trustworthiness (Dapat Dipercaya)  konselor itu tidak menjadi ancaman atau
penyebab kecemasan bagi klien.
 Honesty (Jujur)  bahwa konselor itu bersikap transparan (terbuka), autentik, dan
asli (genuine). 
 Strength (Kekuatan)  konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal
itu klien akan  merasa aman.
 Warmth (Bersikap Hangat)  Bersikap hangat merupakan manifestasi sikap seperti
misalnya ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang.
 Actives responsiveness  bersifat dinamis, melalui respon yang aktif, konselor dapat
mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap kebutuhan klien.
 Patience (Sabar)  Melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat
membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami.
 Sensitivity (kepekaan)  Kualitas ini berarti bahwa konselor menyadari tentang
adanya dinamika psikologis yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung,
baik pada diri klien maupun dirinya sendiri.
 Holistic awareness (Kesadaran Holistik)  konselor memahami klien secara utuh
dan menyeluruh.
3) Beberapa Rangkaian Pekerjaan Khusus Untuk Konselor
 Konselor sekolah
 Konselor Kesehatan Mental Klinis (Badan Konselor)
 Konselor pernikahan, pasangan, dan Keluarga
 Kemahasiswaan dan Konselor Universitas
 Konselor Kecanduan
 Konselor rehabilitasi
 Konselor pastoral

2. Keterkaitan Dan Perbandingan Konseling, Bimbingan Dan Psikoterapi

Para ahli mempunyai beberapa pendapat tentang konseling dengan psikoterapi adalah sama,
yaitu sama-sama membantu orang lain. Hanya saja konseling lebih banyak digunakan di
kalangan pendidikan , sedangkan psikoterapi digunakan oleh pekerja sosial, psikolog, dan
psikiater.

1) Persamaan Konseling, Bimbingan Dan Psikoterapi

Pada dasarnya tujuan bimbingan, konseling dan psikoterapi adalah sama, yaitu eksplorasi
diri, pemahaman diri, dan perubahan perilaku. Ketiganya mencoba menghilangkan perilaku
merusak diri pada konseli/klien. Baik bimbingan, konseling dan psikoterapi menekankan pada
perkembangan pembuatan keputusan dan keterampilan pembuatan rencana oleh konseli/klien.
Hubungan antara konselor dengan konseli merupakan bagian paling penting dalam bimbingan,
konseling dan psikoterapi.

1) Perbandingan Konseling, Bimbingan Dan Psikoterapi

Perbedaan Bimbingan Konseling Psikoterapi


Bantuan non material, berupa
Jenis Bantuan non material
pemberian informasi atau Bantuan psikis.
Bantuan (bantuan psikologis).
orientasi.
 Para ahli
 Konselor. kejiwaan.
 Seseorang yang
 Konseli.  Individu yang
menguasai suatu bidang
mengalami
Pihak yang tertentu.
gangguan
terlibat  Individu yang
kejiwaan
membutuhkan informasi
(kesehatan
atau bimbingan.
mentalnya
terganggu).
 Pemahaman diri.
 Penerimaan diri.
 Pengelolaan diri.
 Mengoptimalkan
potensi dan Menyembuhkan
kemampuan konseli. atau
Memberikan informasi dan
 Pemecahan masalah. menghilangkan
Tujuan orientasi tertentu kepada
 Aktualisasi diri. gangguan kejiwaan
individu yang membutuhkan.
 Mengubah KES T yang diderita oleh
(Kehidupan Efektif pasien.
Sehari-hari
Terganggu) menjadi
KES (Kehidupan
Efektif Sehari-hari).
 Menggunakan
obat penenang.
 Wawancara konseling
 Biasanya menggunakan  Berkelanjutan
sebagai alat utama.
Proses metode ceramah. hingga
 Berkelanjutan.
 Normatif. gangguan
 Normatif.
kejiwaan
hilang.
Tahapan  Membina hubungan baik.  Membina hubungan Mengikuti tahapan
 Menyampaikan materi baik (rapport). dokter spesialis
bimbingan.  Explorasi masalah. gangguan
 Menyampaikan tujuan  Merumuskan tujuan. kejiwaan.
pemberian materi  Merencanakan
bimbingan (informasi). bantuan.
 Kegiatan inti.
 Evaluasi, tindak lanjut.
 Evaluasi.
Individu memiliki  Individu yang mandiri.
pemahaman terhadap suatu  Mencapai KES Gangguan
informasi yang ia butuhkan, (Kehidupan Efektif kejiwaan yang
Hasil
sehingga ia mampu Sehari-hari). diderita oleh
(output)
memutuskan apa yang harus  Terpecahkannya suatu pasien hilang
ia lakukan terhadap hasil masalah yang dihadapi (sembuh).
informasi tersebut. individu.

Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa, ada beberapa perbedaan konseling yang lebih
mendalam, yaitu:

 Konseling lebih berfokus pada konseren, ikhwal, masalah pengembangan, pendidikan,


dan pencegahan. Sedangkan psikoterapi lebih fokus pada konseren atau masalah
penyembuhan, penyesuaian, dan pengobatan.
 Konseling dijalankan atas dasar falsafah atau pandangan terhadap manusia, sedang
psikoterapi atas dasar ilmu atau teori kepribadian dan psikopatologi. Perlu ditambahkan
bahwa konseling juga memanfaatkan teori kepribadian dan teori psikologi lainnya, tetapi
bukan sebagai dasar kerjanya, melainkan hanya sebagai alat bantu dalam memahami
individu.
 Konseling dan psikoterapi berbeda dalam tujuan dan caranya dalam mencapai tujuan.
Tujuan psikoterapi adalah mengatasi kelemahan tertentu melalui beberapa cara praktis
mencakup “pembedahan psikis” dan pembedahan otak. Sedang konselor berurusan
dengan identifikasi dan pemgembangan kekuatan-kekuatan positif pada individu.
 Penekanan pada perbedaan subyek, konseling lebih menekankan pada hal-hal yang sadar
dan masa kini, sedangkan terapi pada masa yang lalu.
 Sifat gangguan yang ditangani konseling dan psikoterapi juga berbeda. Konseling lebih
pada masalah-masalah yang membutuhkan pemecahan. Sedang psikoterapi menangani
masalah disfungsi atau gangguan emosional yang parah.
Questions and Answers

1. Bagaimanakah kita mengetahui bahwa seorang konselor telah memiliki Holistic awareness
pada dirinya?
Jawaban Kelompok:

Seorang konselor telah dikatakan memiliki Holistic awareness pada dirinya ditandai dengan
dalam melakukan proses konseling seorang konselor tersebut telah memahami klien secara
utuh dan menyeluruh. Artinya bahwa, seorang konselor tidak memilih kasih kepada siapa,
dari golongan mana, keturunan siapa, pekerjaannya apa dalam melakukan proses konseling
kepada konseli/kliennya. Ia menerima klien secara utuh dan menyeluruh dalam proses
konseling yang dilakukan semata hanya untuk membantu klien dalam pemecahan
masalahnya.

2. Bagaimanakah jika kita ingin menjadi konselor kesehatan mental klinis ? Apa saja yang
harus kita tempuh ?
Jawaban Kelompok :

Seorang konselor kesehatan mental klinis adalah seseorang yang telah memperoleh gelarnya
dibidang konseling kesehatan mental klinis atau gelar yang terkait erat dalam konseling
(misalnya, lembaga konseling). Meskipun tidak semua program dapat terakreditasi,
seseorang yang memperoleh gelar dalam konseling kesehatan mental klinis atau yang
sederajat, pada umumnya dilatih untuk melakukan konseling atau psikoterapi untuk mereka
yang berjuang dengan masalah kehidupan, masalah emosional, atau gangguan kesehatan
mental. Mereka biasanya ditemukan bekerja di berbagai instansi atau dalam praktek swasta
yang melakukan konseling dan psikoterapi.

3. Apa perbedaan anatara konselor kecandauan dengan konselor rehabilitas? (marsauri)


Jawaban Kelompok :
 Konselor Kecanduan  Konselor kecanduan mempelajari berbagai gangguan kecanduan,
seperti penyalahgunaan zat (obat-obatan dan alkohol), gangguan makan, dan kecanduan
seksual. Mereka akrab dengan diagnosis, perencanaan perawatan, dan memahami
pentingnya ilmu pengobatan jiwa pada pekerjaan ini. Dalam hal ini, konselor bertugas
unutk memberikan informasi dalam hal pencegahan terhadap kecanduan zat-zat yang
berbahaya.
 Konselor rehabilitasi  Konselor rehabilitasi menawarkan berbagai layanan kepada
orang-orang dengan fisik, emosional, atau cacat perkembangan. Konselor bekerja di
negara bagian instansi kejuruan rehabilitasi, atau lembaga rehabilitasi swasta. Dewan
Pendidikan Rehabilitasi adalah badan akreditasi untuk konseling program rehabilitasi
yang meliputi kursus di SMK, evaluasi, analisis kerja, aspek medis dan psikososial
kecacatan, hukum dan masalah etika dalam rehabilitasi, serta sejarah konseling
rehabilitasi.
4. Bagaimana yang dikatakan konselor harus memiliki sikap hangat?
Jawaban Kelompok :

Warmth (Bersikap Hangat) Bersikap hangat merupakan manifestasi sikap seperti misalnya
ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang.

5. Bagaimana karakteristik konselor yang ideal dalam kaitannya dengan profesionalitas


konselor itu sendiri.
Jawaban Kelompok :

Konselor itu harus memiliki ;

1. Pengetahuan Mengenai Diri Sendiri (Self-knowledge)

Disini berarti bahwa konselor mawas diri atau memahami dirinya dengan baik, dia
memahami secara nyata apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan itu, dan masalah
apa yang harus dia selesaikan. Pemahaman ini sangat penting bagi konselor, karena
beberapa alasan sebagai berikut.

 Konselor yang memilki persepsi yang akurat akan dirinya maka dia juga akan memilki
persepsi yang kuat terhadap orang lain.
 Konselor yang terampil memahami dirinya maka ia juga akan memahami orang lain.
2. Kompetensi (Competence)

Kompetensi dalam karakteristik ini memiliki makna sebagai kualitas fisik, intelektual,


emosional, sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor untuk membantu klien. kompetensi
sangatlah penting, sebab klien yang dikonseling akan belajar dan mengembangkan
kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang efektif dan
bahagia. Adapun kompetensi dasar yang seyogianya dimilki oleh seorang konselor, yang
antara lain :

 Penguasaan wawasan dan landasan pendidikan


 Penguasaan konsep bimbingan dan konseling
 Penguasaan kemampuan assesmen
 Penguasaan kemampuan mengembangkan progaram bimbingan dan konseling
 Penguasaan kemampuan melaksanakan berbagai strategi layanan bimbingan dan
konseling
 Penguasaan kemampuan mengembangkan proses kelompok
 Penguasaan kesadaran etik profesional dan pengembangan profesi
 Penguasaan pemahaman konteks budaya, agama dan setting kebutuhan khusus

3. Kesehatan Psikologis yang Baik

Seorang konselor dituntut untuk dapat menjadi model dari suatu kondisi kesehatan psikologis
yang baik bagi kliennya, yang mana hal ini memiliki pengertian akan ketentuan dari konselor
dimana konselor harus lebih sehat kondisi psikisnya daripada klien. Kesehatan psikolpgis
konselor yang baik sangat penting dan berguna bagi hubungan konseling. Karena apabila
konselor kurang sahat psikisnya, maka ia akan teracuni oleh kebutuhan-kebutuhan sendiri,
persepsi yang subjektif, nilai-nilai keliru, dan kebingungan.

4. Dapat Dipercaya (trustworthness)

Konselor yang dipercaya dalam menjalankan tugasnya memiliki


kecenderungan memilki kualitas sikap dan prilaku sebagai berikut:

 Memilki pribadi yang konsisten


 Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapannya maupun perbuatannya.
 Tidak pernah membuat orang lain kesal atau kecewa.
 Bertanggung jawab, mampu merespon orang lain secara utuh, tidak ingkar janji dan mau
membantu secara penuh.

5. Kejujuran (honest

Yang dimaksud dengan Kejujuran disini memiliki pengertian bahwa seorang konselor itu


diharuskan memiliki sifat yang terbuka, otentik, dan sejati dalam pembarian layanannya
kepada konseli. Jujur disini dalam pengertian memiliki kongruensi atau kesesuaian dalam
kualitas diri actual (real-self) dengan penilain orang lain terhadap dirinya (public self). Sikap
jujur ini penting dikarnakan:

 Sikap keterbukaan konselor dan klien memungkinkan hubungan psikologis yang dekat
satu sama lain dalam kegiatan konseling.
 Kejujuaran memungkinkan konselor dapat memberikan umpan balik secara objektif
terhadap klien.

6. Kekuatan atau Daya (strength)

Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal
itu klien merasa aman. Klien memandang seorang konselor sebagi orang yang, tabaha
dalam menghadapi masalah, dapat mendorong klien dalam mengatasi masalahnya, dan
dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi.

Konselor yang memilki kekuatan venderung menampilkan kualitas sikap dan prilaku
berikut.

 Dapat membuat batas waktu yang pantas dalam konseling


 Bersifat fleksibel
 Memilki identitas diri yang jelas
7. Kehangatan (Warmth)

Yang dimaksud dengan bersikap hangat itu adalah ramah, penuh perhatian, dan
memberikan kasih sayang. Klien yang datang meminta bantuan konselor, pada
umumnya yang kurang memilki kehangatan dalam hidupnya, sehingga ia kehilangan
kemampuan untuk bersikap ramah, memberikanperhatian, dan kasih sayang. Melalui
konseling klien ingin mendapatkan rasa hangat tersebut dan melakukan Sharing
dengan konseling. Bila hal itu diperoleh maka klien dapat mengalami perasaan yang
nyaman.

8. Pendengar yang Aktif (Active responsiveness)

Konselor secara dinamis telibat dengan seluruh proses konseling. Konselor yang
memiliki kualitas ini akan: (a) mampu berhubungan dengan orang-orang yang bukan
dari kalangannya sendiri saja, dan mampu berbagi ide-ide, perasaan, (b) membantu
klien dalam konseling dengan cara-cara yang bersifat membantu, (c) memperlakukan
klien dengan cara-cara yang dapat menimbulkan respon yang bermakna, (d)
berkeinginan untuk berbagi tanggung jawab secara seimbang dengan klien dalam
konseling.

9. Kesabaran

Melaui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk
mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukan lebih
memperhatikan diri klien daripada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung
menampilkan sikap dan prilaku yang tidak tergesa-gesa.

10. Kepekaan (Sensitivity)

Kepekaan mempunyai makna bahwa konselor sadar akan kehalusan dinamika yang
timbul dalam diri klien dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat penting
dalam konseling karena hal ini akan memberikan rasa aman bagi klien dan klien akan
lebih percaya diri apabila berkonsultasi dengan konselor yang memiliki kepekaan.

11. Kesadaran Holistik


Pendekatan holistik dalam bidang konseling berarti bahwa konselor memahami secara
utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa
konselor seorang yang ahli dalam berbagai hal, disini menunjukan bahwa konselor
perlu memahami adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah klien, dan
memahami bagaimana dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang
lainnya. Dimensi-dimensi itu meliputi aspek, fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual,
dan moral-spiritual.

Konselor yang memiliki kesdaran holistik cenderung menampilkan karakteristik


sebagai berikut :

 Menyadari secara akurat tentang dimensi-dimensi kepribadian yang kompleks.


 Menemukan cara memberikan konsultasi yang tepat dan mempertimbangkan
perlunya referal.
 Akrab dan terbuka terhadap berbagai teori.

6. Dimana saja ranah kerja konselor pastoral?


Jawaban Kelompok :

Konselor pastoral biasanya ada pada pelayanan sosial yang bekerja dalam praktik swasta atau
keagamaan. Konselor pastoral sama saja dengan konselor agama mereka yang bekerja pada
bidang tersebut berorientasi pada spiritual yang berhubungan dengan nilai – nilai spiritual,
etika dan keagamaan. Baik yang ada pada peserta didik maupun dalam lingkup sosialnya.

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Sudrajat. 2008. Masalah Sertifikasi II, (Online), (www.pelanggaran sertifikasi konselor, diakses tanggal 55
Febuari 2015)
Bahan Ajar PLPG PSG Rayon 15 UM. 2010. Bimbingan dan Konseling. Malang: Universitas Negeri Malang
Hartono dan Boy Soedarmadji. 2012. Psikologi Konseling. Jakarta. Prenada Media Group.
Jones dan Richard Nelson. 2012. Pengantar Keterampilan Konseling (Introduction To Counselling Skills).
Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Mashudi, F. 2012. Psikologi Konseling. Jogjakarta: IRCiSoD.
Mappiare, Andi. 2010. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta. Rajawali Pers.
Nugent. Frank A and Karyn Dayle Jones. 2009. Introduction to the Profession of Counseling. London: Pearson
Education, Inc.
Sudarsono. 1997. Kamus Konseling. Jakarta. PT Rineka Cipta Anggota IKAPI.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Prayitno. 1987. Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor. Jakarta : Depdikbud Dirjen Dikti Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Kelompok 2

PERBANDINGAN PROFESI-PROFESI KESEHATAN MENTAL : (KONSELOR,


TERAPIS, PSIKOANALISIS, PSIKIATRIS, PSIKOLOG, PSIKOTERAPIS DAN
PEKERJA SOSIAL)

Summary

1. Identitas Konselor: Apa, Siapa, dan Bagaimana


1) Dasar Pemikiran Standarisasi Profesi Konselor

Standarisasi diperlukan oleh setiap profesi. Standarisasi profesi konselor dilakukan atas dasar
pertimbangan sebagai berikut:

 Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu
kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, dst (UU No.
20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6).
 PP nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
 UU nomor 14 tentang Guru dan Dosen, dalam UU No.14 dijelaskan bahwa konselor
memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang tidak sama persis dengan
guru .
 Pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang diampu oleh konselor berada dalam
konteks tugas “kawasan pelayanan yang bertujuan memandirikan individu dalam
memotivasi perjalanan hidupnya melalui pengambilan keputusan tentang pendidikan
termasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan
karir untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi
warga masyarakat yang peduli kemaslahatan umum melalui pendidikan”.
 Ekspektasi kinerja konselor yang mengampu pelayanan bimbingan dan konseling selalu
digerakkan oleh motif altruistik dalam arti selalu menggunakan penyikapan yang
empatik, menghormati keragaman, serta mengedepankan kemaslahatan pengguna
pelayanannya, dilakukan dengan selalu mencermati kemungkinan dampak jangka
panjang dari tindak pelayanannya itu terhadap pengguna pelayanan, sehingga pengampu
pelayanan professional itu juga dinamakan the reflective practitioner.
2) Syarat Konselor Sekolah

Pekerjaan konselor sekolah bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan ringan, sebab
individu-individu yang dihadapi dan ditangani di sekolah memiliki karakteristik, keunikan,
dan permasalahn yang berbeda. Konselor sekolah dalam menjalankan tugasnya harus
mempunyai kemampuan untuk mengahdapi berbagai individu. Oleh karena itu konselor
sekolah harus memenuhi syarat tertentu, antara lain:

 Persyaratan pendidikan Formal


 Secara general, konselor sekolah adalah sarjana pendidikan (S1) dalam bidang S-1
Bimbingan dan Konseling yang bermuara pada penganugerahan Ijasah Sarjana
Pendidikan dengan Kekhususan Bimbingan dan Konseling
 Secara Profesional, mengikuti Progam Pendidikan Profesi Konselor yang bermuara
pada penganugerahan Sertifikat Konselor yang memberi hak kepada lulusannya untuk
menggunakan gelar profesi Konselor, disingkat Kons
 Pengalaman
 Konselor sekolah yang professional hendaknya memiliki pengalaman mengajar atau
melaksanakan praktek bimbingan dan konseling.
 Mengikuti program pelatihan untuk meningkatkan profesionalitas konselor
 Terus menerus berusaha dalam meningkatkan kompetensinya dengan jalan mengikuti
perkembangan literatur dalam bidang bimbingan dan konseling, menyelenggarakan
dan memahami hasil-hasil riset, serta berperan serta secara aktif dalam pertemuan-
pertemuan organisasi profesi.
 Persyaratan kepribadian/kecocokan pribadi
 Mempunyai pemahaman terhadap orang lain secara obyektif dan simpatik
 Mempunyai kemampuan untuk bekerjasama yang baik dengan orang lain
 Memahami batas-batas kemampuan yang ada pada dirinya
 Mempunyai minat yang mendalam dengan individu-individu/para siswa dan
berkeinginan sungguh-sungguh untuk memberikan bantuan kepada mereka
 Mempunyai kematangan emosi, kedewasaan pribadi, mental, sosial dan fisik.
 Persyaratan sifat dan sikap
 Sifat genuin.
 Sikap konselor dalam menerima konseli.
 Penuh pengertian terhadap konseli. Sifat jujur dan kesungguhan.
 Kemampuan berkomunikasi.
 Kemampuan berempati.
 Kemampuan membina keakraban.
 Sikap terbuka.

3) Identitas Konselor

Seorang konselor hendaknya memiliki kemampuan untuk memahami gambaran perilaku


individu masa depan, dan konselor datang lebih awal memasuki dunia konseli. Sejarah
menunjukkan terjadinya ragam pemaknaan dan pemahaman terhadap bimbingan dan konseling,
dan menghadapkan konselor kepada konflik, ketidak konsistenan, dan ketidak kongruenan peran.
Untuk mempersempit kesenjangan semacam ini perlu ada langkah penguatan dan penegasan
peran dan identitas profesi. Langkah-langkah tersebut adalah:

 Memahamkan Kepala Sekolah


 Membebaskan konselor dari tugas yang tidak relevan
 Mempertegas tanggung jawab konselor
 Membangun standar supervise

4) Sifat Dasar Konselor

Konselor sebagai tenaga professional memiliki dua fungsi yakni membimbing dan
melakukan konseling. Dalam memberikan layanan bimbingan konselor memiliki sifat dasar
diantaranya mempunyai integritas, terampil, memiliki kemampuan menilai dan memprediksi.

5) Wawasan Konselor

Wawasan BK secara khusus meliputi: pemahaman tentang pengertian BK, visi misi BK,
bidang layanan BK, kode etik BK, kegiatan pendukung, dan bidang bimbingan BK.
2. Keterkaitan dan Perbedaan Bimbingan, Konseling, dan Psikoterapi.
1) Keterkaitan Bimbingan, Konseling, dan Psikoterapi.

Tujuan bimbingan, konseling, dan psikoterapi adalah sama, yaitu eksplorasi diri, pemahaman
diri, dan perubahan perilaku. Ketiganya mencoba menghilangkan perilaku merusak diri pada
konseli/klien dan sama-sama mengikuti norma-norma yang berlaku dilingkungan masyarakat
tempat ketiga kegiatan itu diselenggarakan.

2) Perbedaan Bimbingan, Konseling, dan Psikoterapi.


 Bantuan psikis, Pihak yang terlibat : ( Konselor, Konseli )
 Seseorang yang menguasai suatu bidang tertentu.
 Individu yang membutuhkan informasi atau bimbingan.
 Konseli.
 Para ahli kejiwaan, pihak yang terlibat :
 Individu yang mengalami gangguan kejiwaan (kesehatan mentalnya terganggu).
 Tujuan Memberikan informasi dan orientasi tertentu kepada individu yang
membutuhkan.
 Pemahaman diri.
 Penerimaan diri.
 Pengelolaan diri.
 Mengoptimalkan potensi dan kemampuan konseli.
 Pemecahan masalah.
 Aktualisasi diri.
 Mengubah KES T (Kehidupan Efektif Sehari-hari Terganggu) menjadi KES
(Kehidupan Efektif Sehari-hari).
 Menyembuhkan atau menghilangkan gangguan kejiwaan yang diderita oleh
pasien.
 Menurut Proses :
 Proses Konseling :
 Biasanya menggunakan metode ceramah.
 Normatif.
 Wawancara konseling sebagai alat utama.
 Berkelanjutan.
 Proses terapis Kejiwaan :
 Normatif.
 Menggunakan obat penenang.
 Berkelanjutan hingga gangguan kejiwaan hilang.
 Tahapan
 Membina hubungan baik.
 Menyampaikan materi bimbingan.
 Menyampaikan tujuan pemberian materi bimbingan (informasi).
 Kegiatan inti.
 Evaluasi.
 Membina hubungan baik (rapport).
 Explorasi masalah.
 Merumuskan tujuan.
 Merencanakan bantuan.
 Evaluasi, tindak lanjut. Mengikuti tahapan dokter spesialis gangguan kejiwaan.

Hasil (output) Individu memiliki pemahaman terhadap suatu informasi yang ia butuhkan,
sehingga ia mampu memutuskan apa yang harus ia lakukan terhadap hasil informasi tersebut.

 Individu yang mandiri.


 Mencapai KES (Kehidupan Efektif Sehari-hari).
 Terpecahkannya suatu masalah yang dihadapi individu. Gangguan kejiwaan yang diderita
oleh pasien hilang (sembuh).

3. Perbandingan Profesi-profesi Kesehatan Mental (Konselor,Terapis, Psikoanalisis,


Psikiatris, Psikolog, Psikoterapis, Pekerja Sosial).

1) Konselor  Latar belakang pendidikan minimal sarjana strata 1 (S1) dari jurusan
Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB), Bimbingan Konseling (BK), atau
Bimbingan Penyuluhan (BP). Mempunyai organisasi profesi bernama Asosiasi
Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN).
2) Terapis  orang yang dipercaya untuk memberikan terapi kepada klien yang mengalami
gangguan jiwa.
3) Psikoanalisis  orang yang mempraktekkan suatu bentuk terapi, yaitu psikoanalis. Untuk
menjadi seorang psikoalis, seseorang harus mendapatkan pendidikan spesialisasi di
institute psikoanalisis dan juga harus menjalani psikoanalisis.
4) Psikiatris  dokter yang sudah mengambil spesialis kedokteran jiwa. Setelah lulus
sarjana kedokteran (dokter Umum) seseorang yang hendak menjadi psikiatris harus
mengambil keahlian bidang psikiatris sekitar lima tahun. Baru layak menyandang gelar
spesialisasi Psikiatris. Psikiatris bertugas memberikan konsultasi seputar kesehatan jiwa
yang juga dapat memberikan resep obat.
5) Psikolog  gelar profesi yang diberikan kepada seseorang yang sudah lulus sarjana
Psikologi. Biasanya setelah lulus S1 Psikologi perlu waktu satu setengah tahun hingga
dua tahun menyelesaikan gelar profesi Psikolog. Bekerja atau praktek sebagai psikologi
klinis di rumah sakit
6) Psikoterapis  terapi atau pengobatan yang menggunakan cara-cara psikologik,
dilakukan oleh seseorang yang terlatih khusus, yang menjalin hubungan kerjasama secara
profesional dengan seorang pasien dengan tujuan untuk menghilangkan, mengubah atau
menghambat gejala-gejala dan penderitaan akibat penyakit.
7) Pekerja Sosial/Dokter  Untuk menjadi dokter biasanya diperlukan pendidikan dan
pelatihan khusus dan mempunyai gelar dalam bidang kedokteran.

Questions and Answers

1. Jelaskan beserta contoh perbedaan profesi (beserta tugas yang dikerjakan antara psikolog,
psikoanalis, psikiatris dan konselor) !
Jawaban Kelompok:
 Psikolog adalah gelar profesi yang diberikan kepada seseorang yang sudah lulus sarjana
psikologi. Biasanya setelah lulus S1 Psikologi perlu waktu satu setengah tahun hingga
dua tahun menyelesaikan gelar profesi Psikolog.
Seorang psikolog ada yang bekerja atau praktek sebagai psikologi klinis di rumah sakit.
Selain itu ada psikolog dengan spesialisasi psikologi industri dan organisasi dan psikologi
pendidikan. Psikolog industri dan organisasi biasanya bekerja di bagian Human
Resources and Development (HRD). Sedangkan Psikolog pendidikan berkecimpung di
dunia pendidikan, seperti konselor di sekolah.
Psikolog biasanya menggunakan pendekatan sosial dari permasalahan kejiwaan. Untuk
membantu diagnosa, psikolog terkadang menggunakan bantuan tes-tes psikologi. Untuk
menyembuhkan atau menghilangkan permasalahan kejiwaan, psikolog menggunakan
terapi konseling dan intervensi. Jenis tes itu antara lain tes IQ, minat, bakat, karir, tes
kepribadian, dll.
 Seorang psikiatris adalah dokter yang sudah mengambil spesialis kedokteran jiwa.
Setelah lulus sarjana kedokteran (dokter Umum) seseorang yang hendak menjadi
psikiatris harus mengambil keahlian bidang psikiatris sekitar lima tahun. Baru layak
menyandang gelar spesialisasi Psikiatris.
Psikiatris bertugas memberikan konsultasi seputar kesehatan jiwa. Sebab mereka
dilengkapi dengan berbagai kemampuan baik konseling dan psikoterapi. Mereka
belajar keahlian ini (dihitung dari S1) selama sepuluh tahun, bahkan bisa lebih.
Disamping itu psikiatris berhak memberikan (resep) obat kepada pasien atau klien.
Psikolog dan konselor sama sekali tidak berhak mengeluarkan resep.
 Psikoanalis adalah orang adalah orang yang mempraktekkan suatu bentuk terapi,
yaitu psikoanalis. Untuk menjadi seorang psikoalis, seseorang harus mendapatkan
pendidikan spesialisasi di institute psikoanalisis dan juga harus menjalani
psikoanalisis.
 Konselor sendiri adalah seseorang yang mempunyai keahlian dalam melakukan
konseling. Berlatar belakang pendidikan minimal sarjana strata 1 (S1) dari jurusan
Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB), Bimbingan Konseling (BK), atau
Bimbingan Penyuluhan (BP). Mempunyai organisasi profesi bernama Asosiasi
Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN).
Melalui proses sertifikasi, asosiasi ini memberikan lisensi bagi para konselor tertentu
sebagai tanda bahwa yang bersangkutan berwenang menyelenggarakan konseling dan
pelatihan bagi masyarakat umum secara resmi. Konselor bergerak terutama dalam
konseling di bidang pendidikan, tapi juga merambah pada bidang industri dan
organisasi, penanganan korban bencana, dan konseling secara umum di masyarakat.
2. Coba diperjelas lagi ranah kerja konselor disekolah, dan perbedaan dengan psikolog seperti
apa, karena mengingat banyak psikolog yang bekerja di sekolah!
Jawaban Kelompok:

Profesi konselor dan psikolog mungkin tidak terlalu populer khususnya di Aceh sendiri.
Akan tetapi, di luar negeri profesi ini telah ramai di jalankan. Di Indonesia khususnya,
bimbingan konseling mayoritas bekerja di ranah pendidikan, belum terlihat ramai yang
bekerja di ranah industri juga kesehatan. Oleh karena banyak nya yang belum familiar
dengan kedua profesi ini, masyarakat awam kerap menyamakannya.

Pada tahun yang lalu, formasi lowongan CPNS di salah satu daerah membuka lamaran dan
klasifikasi yang diminta untuk guru bimbingan konseling di sekolah/ konselor sekolah adalah
berijazah S1 Psikologi. Tentu ini menunjukkan betapa masih ada dari pemerintah kita yang
salah kaprah. Jika konselor sekolah adalah harus dari lulusan S1 Psikologi, maka mau dibawa
kemana lulusan S1 Bimbingan Konseling?. Inilah yang disebut mengambil ranah kerja orang
lain.

Jika pun dalam satu sekolah ada konselor yang lulusan S1 Bimbingan Konseling dan S1
Psikologi, biasanya konselor yang dari S1 Psikologi yang menjadi Koordinator BK nya,
bekerja sama dengan konselor yang lulusan S1 Bimbingan Konseling. Termasuk dalam
pembagian pekerjaan, konselor sekolah lulusan S1 Psikologi dibenarkan untuk memberikan
tes-tes psikologis di sekolah, sedangkan konselor lulusan S1 Bimbingan Konseling boleh
sebagai pengamat/ pembantu pengajaran.

3. Coba jelaskan dimana letak keterkaitan atau persamaan antara konselor dan psikolog!
Jawaban Kelompok:

Diantaranya,

 Konselor dan psikolog sama-sama punya organisasi yang menampung, seperti ABKIN
misalnya,
 Konselor dan psikolog sama-sama menggunakan teknik konseling dalam membantu
kliennya, hanya saja konselor tidak menggunakan teknik konseling yang terlalu jauh
seperti psikolog,
 Baik konselor maupun psikolog, yang menjadi penanganannya adalah manusia, tetapi
tetap dalam ranah berikut,
KONSELOR Normal, namun bermasalah.

PSIKOLOG Abnormal

4. Mengenai wawasan seorang konselor, bagaimana jika seorang konselor sekolah yang tidak
memiliki wawasan yang luas dan tidak up to date, lalu bagaimana pengaruhnya terhadap
layanan konseling yang diberikannya di sekolah?
Jawaban Kelompok:

Dunia konseling yang dulunya adalah bergerak lebih pada penyembuhan, sekarang lebih
dikenal dengan counseling development, artinya pengembangan. Istilah counseling for all
pun sekarang tengah diagung-agungkan. Jika konselor yang ranah penangannya manusia
yang baik dari cara pikirnya, cara berkesehariannya terus berubah, dinamis tidak mampu
mengikuti perkembangan diri manusinya, tidak mampu up to date dengan perkembangan
manusianya, maka yang terjadi adalah konseling yang tidak menyeluruh, konseling yang ada
tidak efektif.

Berbeda jaman, beda pula permasalahan yang ada. Disinilah konselor dituntut untuk terus
menerus belajar dan belajar selaku agent of change bagi semua zaman, dituntut untuk peka
terhadap lingkungan nya.

DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. 2005. Bandung. PT.Refika Aditama.
Mappiare, Andi. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. 2010. Jakarta. Rajawali Pers.
Jones dan Richard Nelson. Pengantar Keterampilan Konseling ( Introduction To Counselling Skills). 2012.
Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Akhmad Sudrajat. 2008. Masalah Sertifikasi II, (Online), (www.pelanggaran sertifikasi konselor, diakses tanggal 15
febuari 2015)
Bahan Ajar PLPG PSG Rayon 15 UM. 2010. Bimbingan dan Konseling. Malang: Universitas Negeri Malang
Brown, Duane and David J.Srebalus. 1998. An Introduction to The Conseling Profession. Bostob: Allyn & Baccon
Nugent. Frank A and Karyn Dayle Jones. 2009. Introduction to the Profession of Counseling. London: Pearson
Education, Inc.
Prayitno. 1987. Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor. Jakarta : Depdikbud Dirjen Dikti Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Kelompok 3

PRIBADI KONSELOR SEBAGAI INSTRUMENT TERPENTING, DAYA PENYEMBUH


DAN KARAKTERISTIK PERSONAL KONSELOR EFEKTIF

Summary

1. Pribadi Konselor

Sebagai “helper” yang profesional konselor hendaknya memiliki kelebihan-kelebihan. Kelebihan


yang hendak dimiliki adalah:

 Sebagai mediator bagi konseli dalam menyelesaikan masalah.


 Sebagai penunjuk dalam pemecahan masalah konseli.
 Keberanian untuk tidak sempurna.
 Sebagai pribadi yang menarik.
 Menjaga rahasia.
 Kemampuan mengungkap masalah berbagai masalah konseli.
 Mampu melihat permasalahan dari berbagai aspek.
 Mampu berkomunikasi dengan konseli yang berbeda budaya.
 Pemahaman diri dan teori yang digunakan.
 Memiliki rasa kepedulian.

2. Kualitas Pribadi Konselor

Corey: 1986 menyatakan “alat” yang paling penting untuk dipakai dalam pekerjaan
seorang konselor adalah dirinya sendiri sebagai pribadi (our self as a person). Pada bagian dari
tulisannya itu, ia tidak ragu-ragu mengatakan bahwa “para konselor hendaknya mengalami
sebagai konseli pada suatu saat, karena pengenalan terhadap diri sendiri bisa meinaikkan tingkat
kesadaran (self awarness)” konselor.

3. Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor

Dalam Permendiknas nomor 27 tahun 2008, tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi  Konselor, dijelaskan bahwa sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi
akademik dan profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan
ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional konseling. Kompetensi akademik merupakan
landasan bagi pengembangan kompetensi profesional, yang meliputi:

 Memahami secara mendalam konseli yang dilayani


 Menguasai landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan konseling
 Menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan
 Mengembangkan pribadi dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan.

4. Pribadi konselor sebagai instrument terpenting

Pribadi konselor merupakan instrument yang menentukan bagi adanya hasil yang positif
dalam proses konseling. Kondisi ini akan didukung oleh keterampilan konselor mewujudkan
sikap dasar dalam berkomunikasi dengan konselinya. Pemaduan secara harmonis dua instrumen
ini (pribadi dan keterampilan) akan memperbesar peluang keberhasilan konselor.

Tyler: 1969, menyatakan: “…success  in counseling depend more upon personal qualities
than upon correct use of specified techniques”. Pribadi konselor yang amat penting mendukung
efektivitas perannya adalah pribadi yang altuistis (rela berkorban) untuk kepentingan konseli.

Brammer juga mengakui adanya kesepakatan helper tentang pentingnya pribadi konselor
sebagai alat yang mengefektifkan proses konseling, ia mengatakan: “A general dictum among
people helpers says that if I want to become more affective I must begun with my self; own
personalities thus the principal tools of the helping process…”.

5. Konselor Sebagai Pribadi Penyembuh


 Konselor yang efektif adalah mereka yang memiliki identitas.
 Mereka menghargai dan menaruh rasa hormat pada diri sendiri.
 Mereka mampu mengenal dan menerima kekuatan mereka sendiri. 
 Mereka terbuka pada perubahan.
 Mereka memperluas kesadaran mereka akan diri mereka sendiri dan diri orang lain.
 Mereka bersedia dan mampu untuk menerima adanya ambiguitas.
 Mereka mengembangkan gaya konseling mereka sendiri.
 Mereka dapat mengalami dan mengetahui dunia kliennya, namun rasa empati mereka
bukanlah diwarnai dengan keinginan untuk memiliki.
 Mereka rasakan dirinya bergairah hidup dan pilihan mereka berorientasi pada
kehidupan.
 Mereka adalah orang-orang yang otentik, bersungguh-sungguh dan jujur.
 Mereka memiliki rasa humor.
 Mereka bisa membuat kesalahan dan mau mengakuinya.
 Mereka biasanya hidup di masa kini.
 Mereka menghargai adanya pengaruh budaya.
 Mereka mampu untuk menggali kembali sosok pribadi mereka sendiri.
 Mereka adalah orang yang membuat pilihan-pilihan yang bisa membentuk hidup mereka.
 Mereka menaruh perhatian yang serius terhadap kesejahteraan orang lain.
 Mereka menjadi terlibat secara penuh dalam karya mereka dan menyerap makna
darinya.

6. Karakteristik personal konselor yang efektif (Brammer)


 Awareness of self and values (kesadaran akan diri dan nilai)
 Awareness of cultural experience (kesadaran akan pengalaman budaya).
 Ability to analyze the helper’s own feeling (kemampuan untuk menganalisis kemampuan
konselor sendiri)
 Ability so serve as model and influencer (kemampuan melayani sebagai teladan dan
pemimpin atau “orang yang berpengaruh”).
 Altruism (altuisme)
 Strong sense of ethics (penghayatan etik yang kuat).
 Responsibility (tanggung jawab)

Virginia Satir (Willis, 2004: 79) mengemukakan beberapa karakteristik konselor


sehubungan dengan pribadinya yang membuat konseling berjalan efektif.

 resource person, artinya konselor adalah orang yang banyak mempunyai informasi dan
senang memberikan dan menjelaskan informasinya.
 model of communication, yaitu bagus dalam berkomunikasi, mampu menjadi pendengar
yang baik dan komunikator yang terampil.

Cavanagh: 1982 mengemukakan bahwa kualitas pribadi konselor ditandai dengan 


karakteristik sebagai berikut.

a. Pemahaman Diri
 Self awareness, berarti bahwa konselor memehami dirinya dengan baik, memahami
secara pasti apa yang akan dilakukan, mengapa dilakukan, dan masalah apa yang harus
diselesaikan.
 Konselor yang memiliki persepsi yang akurat tentang dirinya cenderung akan
memiliki persepsi yang akurat tentang orang lain
 Konselor yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia akan terampil memahami
orang lain
 Konselor yang memahami dirinya akan mampu mengajarkan cara memahami diri
kepada orang lain
 Pemahaman tentang diri memungkinkan konselor untuk dapat merasa dan
berkomunikasi secara jujur dengan konseli pada saat proses konseling berlangsung.
 Kompeten (Competence), diartikan bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik,
intelektual, emosional, social, dan moral sebagai pribadi yang berguna.
 Kesehatan Psikologis, Konselor yang memiliki kesehatan psikologis yang baik memiliki
kualitas sebagai berikut.
 Memperoleh pemuasan kebutuhan rasa aman, cinta, kekuatan dan seks
 Dapat menghadapi masalah-masalah pribadi yang dimilki
 Menyadari kelemahan, atau keterbatasan kemampuan diri
 Menciptakan kehidupan yang lebih baik. Konselor dapat menikmati kehidupan secara
nyaman.
 Dapat Dipercaya, konselor yang dapat dipercaya sangat penting karena alasan sebagai
berikut.
 Esensi tujuan konseling adalah mendorong konseli untuk mengmukakan masalah
dirinya yang paling dalam Konseli dalam konseling perlu mempercayai karakter dan
motivasi konselor.
 Konseli yang mendapat penerimaan dan kepercayaan dari konselor, maka akan
berkrmbang dalam dirinya sikap percaya diri. Konselor yang dapat dipercaya
cenderung memiliki kualitas sikap dan perilaku sebagai berikut.
 Memiliki pribadi yang konsisten
 Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapan maupun perbuatan
 Tidak pernah membuat orang lain kecewa atau kesal
 Bertanggung jawab, mampu merespon orang lain secara utuh, tidak inkar janji, dan
mau membantu secara penuh.
 Jujur, konselor bersikap transparan (terbuka), autentik, dan asli (genuine).
 Kekuatan (Strength), Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam
konseling, sebab dengan hal itu konseli akan merasa aman.
 Dapat membuat batasan waktu yang pantas dalam konseling
 Besifat fleksibel
 Memiliki identitas diri yang jelas.
 Besikap Hangat, konselor besikap penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang.
Dengan rasa hangat tersebut mendorong konseli untuk mendapat kehangatan dan
melakukan “sharing” (bercerita) dengan konselor.
 Actives Responsiveness, konselor dapat mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap
kebutuhan konseli.
 Sabar, sikap sabar konselor dalam konseling dapat membantu konseli untuk
mengembangkan diri secara alami. Sikap sabar konselor menunjukkan lebih
memperhatikan diri konseli dari pada hasilnya.
 Kepekaan, konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologis yang tersembunyi
atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik pada diri konseli maupun dirinya sendiri.
 Kesadaran Holistik (Holistic Awareness), konselor memahami konseli secara utuh dan
tidak mendekatinya secara serpihan.
7. Pribadi Konselor sebagai instrument, daya penyembuh dan karakteristik konselor

Pribadi konselor harus mampu menampilkan jati dirinya secara utuh, tepat, dan berarti
serta membangun hubungan antarpribadi (interpersonal)  yang unik dan harmonis, dinamis,
persuasif dan kreatif sehingga menjadi motor penggerak keberhasilan layanan bimbingan dan
konseling.
Sosok Konselor yang utuh memiliki kompetensi konselor yang mencakup kompetensi
akademik dan profesional sebagai satu keutuhannya. Kompetensi akademik merupakan landasan
ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional konseling yang dijelaskan dalam
Permendiknas nomor 27 tahun 2008, tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Konselor, konselor secara terintegrasi membangun keutuhan kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional.

Comb dalam George dan Christiani (1991) mengungkapkan bahwa faktor personal
konselor tidak hanya bertindak sebagai pribadi semata tetapi dijadikan sebagai instrumen dalam
meningkatkan kemampuan membantu konselinya (self instrument). Untuk menopang peran
sebagai konselor yang efektif, dia perlu mengetahui apa dan siapa “pribadinya”. Kesadaran
konselor terhadap personalnya akan menguntungkan konseli.Dimensi personal yang harus
disadari konselor dan perlu dimiliki adalah spantanitas; fleksibilitas; konsentrasi; keterbukaan;
stabilitas emosi; berkeyakinan akan kemmapuan untuk berubah; komitmen pada rasa
kemanusiaan; kemauan membantu konseli mengubah lingkungannya; pengetahuan konselor;
totalitas.

Sembilan karakteristik seorang konselor itulah yang akan mampu membantu klien untuk
mengembangkan dirinya, sehingga mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya.
ada sembilan karakteristik konselor yang efektif adalah :

1. Konfrontasi,
2. Tulus, dapat juga dikatakan   ikhlas
3. Jujur,
4. Hangat
5. Empati
6. Jelas, dalam memberikan   konseling 
7. Polos
8. Hormat
9. Positive regard
Questions and Answers

1. Bagaimana jika ada yang tidak memiliki keinginan untuk berubah kearah yang lebih baik,
bagaimana seorang konselor sebagai penyembuh dan karakteristiknya?
Jawaban Kelompok :
Upaya yang dilakukan oleh konselor untuk menumbuhkan keinginan dalam diri konseli
untuk berubah kearah yang lebih baik adalah konselor bisa meberikan pemahaman tentang
masalah yang dialaminya, dampak dari masalah yang dialaminya kalau dia tidak memiliki
keinginan untuk berubah. Selai itu konselor juga bisa memberikan semacam tips-tips untuk
berubah sesuai dengan masalah yang dialaminya. Dengan begitu konseli bisa berfikir
kedepan. Karena kita sebagai konselor hanya bisa memberikan pemahaman sedangkan
semua keputusan ada ditangan konseli. Jadi, kalau konseli belum memiliki keinginan untuk
berubah maka konselor tidak bisa memaksa konseli harus berubah.
2. Bagaimana cara mengakui kesalahan ketika kita melakukan kesalahan pada konseli?
Jawaban Kelompok :
Cara mengakui kesalahan yang konselor lakukan pada konseli kita adalah, konselor harus
mengatakan kepada konseli bahwa dia salahpahan terhadap apa yang kita tapsirkan
permasalahan yang dialaminya. Selain itu konselor juga bisa melakukan pancingan atau
pengulangan pertanyaan kepada konseli untuk untuk meyakinkan diri konselor terhadap
pernyataan konseli.
3. Perhatian yang seperti apa yang diberikan konselor kepada kesejahteraan hidup orang lain?
Jawaban Kelompok :
Mereka menaruh perhatian yang serius terhadap kesejahteraan orang lain. Perhatian ini
didasarkan pada rasa hormat, kepedulian, kepercayaan, dan penghargaan yang tulus kepada
orang lain. Implikasinya ialah pada kesediaan mereka untuk menantang orang yang
signifikan dalam hidupnya untuk juga tetap membuka diri agar bisa terus berkembang.
4. Dalam melakukan konseling HP konselor bordering, apayang harus dilakukan konselor?
Jawaban Kelompok :
Ketika sedang melakukan konseling, konselor harus berkonsentrasi penuh terhadap konseli,
karna didalam proses konseling konselor harus membina hubungan baik dengan konselinya
agar terciptannya hubungan yang saling membutuhkan adanya yang membutuhkan dan yang
membantu. Nah, ketika konseli sudah akrab sama konselor, sudah terbuka maka konselor
harus menunjukkan sikap pemerimaannya, dan pada saat proses konseling diharapkan
konselor mendiamkan HP-nya, jangan samapi ketika konseli menceritakan permasalahannya
bisa mengganggu konseli, apalagi konselor sampai mengangkat telponnya. Maka konseli
akan merasa tidak dihargai, sehingga menghilangkan rasa hormat konseli kepada konselor.
5. Jelaskan kembali tentang otentik dan hidup masa kini dan konselor harus menganalisis
kemampuan konselor sendiri?
Jawaban Kelompok :
 Otentik itu adalah keaslian, konselor harus bersungguh-sungguh dan jujur konselor
tidak hidup di alam pura-pura melainkan berusaha untuk menjadi orang seperti yang
dia pikirkan dan dia rasakan. konselor bersedia untuk membuka diri terhadap orang lain
yang telah mereka pilih. Mereka tidak bersembunyi di balik topeng, benteng pertahanan
diri, peran-peran yang mandul dan tampang muka.
 Mereka biasanya hidup di masa kini. Mereka tidak terpaku pada masa silam, namun
juga tidak terpaut erat dengan masa depan. Mereka mampu untuk berkutat pada “hari
ini”, hidup di masa kini, dan hadir di masa kini dengan orang lain Mereka bisa berbagi
penderitaan atau kegembiraan dengan orang lain oleh karena mereka terbuka terhadap
pengalaman emosional mereka sendiri.
 konselor harus menganalisis kemampuan konselor sendiri adalah konselor harus
mengetahui kelemahan dan kelebihannya, sehingga dalam proses konseling konselor
bisa berjalan dengan baik. Dengan konselor menganalisis dirinya sendiri konselor
mengetahui letak kekurangan dan kelebihannya sehingga konselor bisa memperbaiki
diri.
DAFTAR PUSTAKA

Afipudin. 2012. Kualitas pribadi konselor. (http://afipudin16.blogspot.com)


Lelyokvitasari. 2002. Psikologi Konseling. (http://lelyokvitasari.blogspot.com)
Maynollima. 2013. Karakteristik pribadi konselor. (http://maynollima.blogspot.com)
Mozaikbimbingankonseling. 2013. Kekuatan dan kelemahan konselor.
(http://mozaikbimbingankonseling.blogspot.com)
Ujangkhiyarusoleh. 2011. Kualitas pribadi konselor. (http://ujangkhiyarusoleh.blogspot.com)
Source: Corey, Gerald. 1991. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. California:
Brooks/Cole Publishing Company. 
Prayitno. 2004. Dasar-dasar bimbingan konseling. Jakatra: rineka cipta
Yusuf, syamsu. 2011. Landasan Bimbingan Konseling. Bandung: pt. Remaja rosdakarya
Kelompok 4

EKSPLORASI DIRI SEBAGAI KONSELOR & PERSONAL TERAPY

Summary

1. Eksplorasi Diri Sebagai Konselor

Menurut Willis eksplorasi adalah keterampilan konselor untuk menggali perasaan,


pengalaman dan pikiran. Dengan demikian eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan,
pikiran, dan pengalaman. Hal ini penting dilakukan, agar konselor dapat megenali diri dan
kemampuannya dalam kemampuannya sebagai konselor.

Teknik eksplorasi ada tiga jenis:


1) Eksplorasi Perasaan
Eksplorasi perasaan, yaitu keterampilan konselor menggali perasaan konseli yang
tersimpan.
2) Eksplorasi Pengalaman
Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan konselor untuk menggali pengalaman yang
dialami oleh konseli
3) Eksplorasi Pikiran
Eksplorasi pikiran adalah keterampilan konselor untuk menggali ide, pikiran, dan
pendapat konseli.

2. Kualitas Pribadi Konselor

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pribadi konselor menjadi faktor
penentu bagi pencapaian konseling yang efektif. Calon konselor dituntut untuk memfasiliotaskan
perkembangan pribadi mereka yang berkualitas, yang dapat bertanggung jawab.

Menurut Munro, dkk (1970) menyatakan bahwa tidak ada pola yang tegas tentang sifat-sifat
atau cirri-ciri kepribadian yang harus dimiliki oleh konselor yang efektif, tetati sekurang-
kurangnya seorang konselor hendaknya memiliki sifat-sifat luwes, hangat, dapat menerima orang
lain, terbuka, dapat merasakan penderitaan orang lain, mengenal diri sendiri, tidak berpura-pura,
menghargai orang lain, tidak mau mengenang sendiri, dan obyektif. Munro, dkk (1979)
mengatakan bahwa untuk menunjukkan sifat-sifat kepribadian konselor yang diingin kan dalam
diri konselor adalah:

 Konselor  sebagai Model


Dalam konseling meniru perbuatan konselor serta mengambil hal-hal yang diyakininya
baik untuk menjadi dirinya sendiri. Oleh sebab itu konselor hendaknya selalu menyadari dan
menerima dirinya, nilai-nilainya, dan berbagai tingkah lakunya, sehingga penampilannya
merupakan model yang mantap dan berguna bagi hubungan dan pemecahan masalah secara
efektif.

 Hubungan Konseling
Konselor yang efektif adalah mereka yang dapat menciptakan hubungan yang bersifat
membantu dan tanpa tekanan dengan kliennya, sehingga konselor dank lien itu sama-sama dapat
merasakan tentram dan aman untuk saling berhubungan secara bebas dan spontan.

 Keberanian Melakukan Konseling


Seorang yang sungguh-sungguh menjadi seorang konselor yang efektif yang harus
menerima tanggungjawab dan ketidakpastian serta berani menempatkan dirinya sendiri dalam
suasana yang mengandung resiko secara pribadi, resiko menyangkut perasaan, menyangkut
hubungan orang lain.

Berdasarkan hasil penelitian tentang hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik konselor
meliputi:
 Sikap Konselor, oleh Shertzet & Stone, (1980)

 Penerimaan diri konseling oleh konselor.


 Pandangan konselor tentang hakikat manusia.
 Gendin melaporkan modifikasi terapi client-clientred.
 Termasuk dalam aspek sikap ialah pemahaman realitas.
 Sikap emphaty terhadap klien, menghormati klien secara wajar.

 Ras, Jenis Kelamin, dan Umur Vontres menyatakan bahwa sulit membina hubungan
konselor dan konseling bila berlainan ras. Ahli lain menyatakan bahwa konselor wanita
lebih asertif, lebih aktif, dan lebih mendorong konseling kearah pemahaman diri.
 Pengalaman  Kehas dan Moris meneliti konselor yang sebelumnya pernah menjadi
guru. Menjadi guru bahwa ternyata menyebabkan ia lebih memahami konseling, namun
ia mengalami kesulitan dalam hal peranannya.
 Keterbukaan  Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa ada hubungan yang erat antara
keterbukaan konselor dengan kemampuan konseling membuka diri.
 Persepsi  Konseling yang berhasil menunjukkan adanya hubungan sosial yang lebih
baik, dan ini disebabkan adanya persepsi yang lebih luas dari konselor.
 Konsep Diri  Konselor yang tergolong baik, mempunyai konsep diri yang baik dengan
cirri-ciri antara lain: memahammi dirinya, serius, sabar, bicaranya lunak, sadar akan
kepribadiannya, lebih kekeluargaan dan semangat tidak mudah kondor.
 Komunikasi  Komunikasi verbal atau non verbal dapat digunakan tergantung
situasinya. Tingkah laku yang dapat menunjang komunikasi adalah hangat, empati, dan
keaslian.

3. Personal Theraphy

Terapi yang dilakukan untuk menyelami diri sendiri, untuk melihat kemampuan dan
keterampilan yang dimiliki dalam mengembangkan keahlian di bidang kesehatan mental.
Sehingga dalam praktek kerjanya nanti, individu ini dapat dengan baik dan efektif dalam
melakukan kewajibannya. Personal terapi ini meliputi :

1) Meningkatkan Empati

Mempercayai bahwa duduk di kursi konseli mingguan - mengalami apa rasanya menjadi
konseli - akan sangat meningkatkan empati konselor pemula. Konselor yang telah berpartisipasi
dalam personal theraphy mereka sendiri akan memiliki empati yang lebih besar bagi konseli
mereka karena mereka telah ada.

2) Meningkatkan Kesabaran dan Toleransi Ketidakpastian

Dengan menjadi konseli sendiri, konselor pemula memperoleh kemantapan batin yang
meningkatkan kemampuan mereka untuk membantu orang lain. Dalam belajar penerimaan diri
dan kesabaran melalui personal theraphy, konselor pemula akan merasa lebih mudah untuk
bersabar dengan konseli dan menghormati proses yang unik masing-masing individu dan
berulang-ulang. Ini juga akan menjadi kurang dari sebuah tantangan untuk mentolerir
ketidakpastian dan ambiguitas yang tak terelakkan dari pekerjaan klinis. (Konselor harus ingat,
bagaimanapun, bahwa beberapa konseli mungkin dirugikan oleh ketidakpastian berkelanjutan
dan memerlukan struktur yang lebih dalam pekerjaan klinis.)

3) Terapi Memfasilitasi

Diri pengetahuan yang didapat melalui personal theraphy adalah alat penting bagi
konselor. Salah satu manfaat lebih jarang dibahas ini pengetahuan diri adalah bahwa hal itu
memfasilitasi terapi. Memuncak kesadaran konselor 'perasaan mereka menyediakan, sebagai
menjelaskan, "sumber terbaik data yang dapat diandalkan" tentang konseli.

4) Mencegah Bahaya Konseli Melalui Pengetahuan Diri

Pengetahuan yang didapat melalui personal theraphy ini menjadi pusat tanggung jawab
etis seorang konselor. ACA Kode Etik menyatakan bahwa "Konselor bertindak untuk
menghindari merugikan konseli mereka" (Standard A.4.a.) dan "Konselor menyadari nilai-nilai
mereka sendiri, sikap, keyakinan dan perilaku dan menghindari memaksakan nilai-nilai yang
tidak sesuai dengan tujuan konseling "(Standard A.4.b.). Hal ini menunjukkan bahwa
pengetahuan diri sangat penting untuk menghindari kerugian pada konseli.

5) Mencegah Bahaya Konseli Melalui Perawatan Diri

Personal theraphy adalah komponen inti dari perawatan diri konselor, yang merupakan
cara lain untuk mencegah bahaya konseli. Standard C.2.g. Kode Etik ACA mengatakan,
"Konselor selalu waspada terhadap tanda-tanda gangguan dari masalah fisik, mental atau
emosional mereka sendiri dan menahan diri dari menawarkan atau memberikan jasa profesional
ketika gangguan tersebut cenderung merugikan konseli atau orang lain. Mereka mencari bantuan
untuk masalah yang mencapai tingkat kerusakan profesional. "

6) Penurunan Stigma Psikoterapi

Pengalaman personal theraphy untuk konselor pemula bermanfaat tidak hanya angka dua
klinis tetapi juga profesi secara keseluruhan karena mengurangi stigma terapi. Menekankan
personal theraphy dalam proses pendidikan akan, awal karir konselor, menanamkan terapi
sebagai pilihan kesehatan mental diterima, sehingga normalisasi itu, mendorong mereka untuk
melihatnya sebagai alat lain yang tersedia dan mengajar mereka untuk tidak negatif menilai
penggunaannya oleh konselor lainnya.

7) Melampaui Pengawasan

Meskipun pengawasan sangat membantu dalam menyoroti dan membahas bagaimana


keyakinan pribadi konselor yang berdampak karyanya atau klinis nya, pengawasan adalah suatu
usaha yang berfokus pada konseli. Pengawasan bisa, bagaimanapun, akan difasilitasi oleh
personal theraphy, memberikan angka dua pengawas dengan lebih solid, dasar yang luas untuk
memahami pengalaman konselor dan kontratransferensi.

Tanpa personal theraphy, dipercaya konselor pemula cacat - konseling lain tanpa
mengetahui dampak potensial dan sumber daya jiwa mereka sendiri dan menerapkan
pengetahuan tanpa mengalami kebenaran dari dalam ke luar. Agar efektif, sadar dan etika dalam
pekerjaan kami dengan klien, kita harus mengalami pekerjaan terapeutik kita sendiri.

Questions and Answers

1. Jelaskan kembali maksud eksplorasi dalam konseling


Jawaban Syufiyatuddin Indah Haqqun :

Eksplorasi merupakan teknik konseling, yang bertujuan untuk menggali hal yang belum
terungkap secara mendalam. Hal ini dilakukan untuk mengenali diri secara mendalam dan
dapat mengetaui kelebihan dan kekurangan individu dengan baik.

2. Jika konselor dalam keadaan lelah dalam melakukan konseling, apa yang harus dilakukan
untuk menghadapi konseli?
Jawaban Syufiyatuddin Indah Haqqun :
 Berikan pengertian tentang keadaan diri konselor kepada konseli (atas azaz dalam
konseling mengenai keterbukaan yang tidak menutup-nutupi keadaan yang sebenarnya).
 Buat kesepakatan kepada koseli jika ia terus memaksa konselor untuk melakukan
konseling, berikan pemahaman bahwa jika konselor dalam kondisi tidak sehat kegiatan
layanan konseling yang akan dilakukan belum tentu berjalan maksimal.
 Bentuklah kerjasama yang solid antara konselor dengan konseli sehingga membangun
kepercayaan untuk melakukan konseling dengan baik.
 Dengan membentuk hubungan yang hangat dan kerjsama yang baik, maka layanan
konseling yang dilakukan akan terlaksana dengan baik.

3. Bagaimana maksud personal terapi dalam membangun pribadi konselor?


Jawaban Syufiyatuddin Indah Haqqun :

Personal terapi adalah merupakan terapi yang dilakukan untuk menguji kesiapan konselor
atau tenaga ahli kesehatan mental sebelum mereka melakukan prakteknya dilapangan. Hal ini
untuk melihat kelayakan kemampuan sebagai tenaga profesional terlepas dari pendidikan
teori yang mereka dapatkan dalam masa pembelajaran teori.

Maksud kegiatan personal terapi dalam membangu pribadi konselor disini adalah untuk
membangun keyakinan para tenaga akli kesehatan mental termasuk konselor untuk siap
dalam memilih profesinya. Sehingga dalam prakteknya dilapangan tidak tercipta
kesalahpahaman ataupun mal praktek yang berakibat fatal kepada klien yang dihadapinya.
Kegiatan dalam personal terapi juga untuk mempertajam kemampuan kemanusiaan, seperti
empati, kesabaran, toleransi, dll. Disebutkan juga bahwa personal terapi dapat membantu
konselor dalam :

 Meningkatkan Empati
 Meningkatkan Kesabaran dan Toleransi Ketidakpastian
 Terapi Memfasilitasi
 Mencegah Bahaya Konseli Melalui Pengetahuan Diri
 Mencegah Bahaya Konseli Melalui Perawatan Diri
 Melampaui Pengawasan

4. Bagaimana cara mengubah prilaku yang tidak sabaran dengan personal terapi!
Jawaban Syufiyatuddin Indah Haqqun :

Personal theraphy membantu konselor baru belajar kesabaran dan ketenangan bagaikan air
tak terduga dari pekerjaan klinis. Tanpa personal theraphy, dipercaya konselor lebih rentan
terhadap bertindak prematur dan menumbangkan periode sulit dan bera sangat penting untuk
kemajuan terapi. (Konselor harus ingat, bagaimanapun, bahwa beberapa konseli mungkin
dirugikan oleh ketidakpastian berkelanjutan dan memerlukan struktur yang lebih dalam
pekerjaan klinis.)

Dengan menjadi konseli sendiri, konselor pemula memperoleh kemantapan batin yang
meningkatkan kemampuan mereka untuk membantu orang lain. Dalam belajar penerimaan
diri dan kesabaran melalui personal theraphy, konselor pemula akan merasa lebih mudah
untuk bersabar dengan konseli dan menghormati proses yang unik masing-masing individu
dan berulang-ulang. Ini juga akan menjadi kurang dari sebuah tantangan untuk mentolerir
ketidakpastian dan ambiguitas yang tak terelakkan dari pekerjaan klinis.

5. Jelaskan serta beri contoh dari eksplorasi perasaan, pikiran dan pengalaman.
Jawaban Syufiyatuddin Indah Haqqun :
 Eksplorasi Perasaan

Eksplorasi perasaan, yaitu keterampilan dalam menggali perasaan yang tersimpan.


Maksudnya konselor dapat mengetahui hal-hal yang dirasakannya, hal ini dapat
mengembangkan keterrampilan dalam mengendalikan emosi sehingga konselor
mampumengontrol emosinya dengan baik. Sehingga dalam melakukan kegiatan layanan
bibingan konseling konselor mampu mengendalikan emosinya untuk tidak terbawa dan larut
ke dalam emosi yang disalurkan oleh konseli.

Contoh : ketika konselor mengeksplorasikan perasaannya seperti, “bagaimana perasaan anda


ketika ingin melakukan kegiatan konseling untuk pertama kalinya…”

 Eksplorasi Pengalaman

Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan dalam menggali pengalaman. Hal ini bertujuan
untuk melihat seberapa besar kesiapan konselor untuk melakukan layanan konseling. Untuk
mengetahui kesanggupan konselor dalam menangani permasalahan yang cukup krisis dan
melihat seberapa tangguh kemampuan konselor dalam melakukan layanan konseling.
Contoh : ketika konselor mengeksplorasikan pengalamannya seperti, “bagaimana cara anda
menghadapi konseli yang bersikeras harus melakukan layanan konseling dengan anda ketika
anda sedang tidak dalam keadaan maksimal untuk melakukan layanan konseling…”.

 Eksplorasi Pikiran

Eksplorasi pikiran adalah keterampilan dalam menggali ide, pikiran, dan pendapat.
Eksplorasi pikiran ini bertujuan untuk melihat seberapa kreatif dan terampilnya konselor
dalam menaggapi permasalahan kegiatan layanan konseling.

Contoh : ketika konselor mengeksplorasikan pikirannya seperti, “apa yang anda lakukan
ketika merhadapan dengan konseli yang ingin mengakhiri hidupnya ketika sedang melakukan
konseling dengan anda…”

DAFTAR PUSTAKA

Arintoko. 2011. Wawancara Konseling di Sekolah. Yogyakarta: Penerbit Andi.


Corey, Gerald. 1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Lumongga Lubis, Namora. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling. Jakarta: Kencana.
Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta
Norcross, Amanda E. 2010. A case for personal therapy in counselor education.
http://ct.counseling.org/2010/08/reader-viewpoint/.
Latipun. 2006. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press
Gantina. Eka dan Karsih. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT Indeks
Mc Leod, John.2006.Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus.Jakarta:Fajar Interpratama
Offset.
Walgito Bimo. Bimbingan + konseling. CV Andi : Yogyakarta. 2010.
Surya Muhamad. Teori-Teori Konseling. Pustaka Bani Quraisy : Bandung. 2003.
Kelompok 5

NILAI-NILAI KONSELOR DAN PROSES KONSELING SERTA PERAN NILAI


DALAM PROSES KONSELING

Summary

1. Nilai-nilai Konselor

Karakteristik kepribadian dan nilai-nilai yang perlu dimiliki seorang konselor adalah
sebagai berikut:

 Beriman dan bertakwa


 Menyenangi manusia
 Komunikator yang terampil
 Pendengar yang baik
 Memiliki ilmu yang luas, terutama tentang wawasan tentang manusia dan sosial-budaya
 Menjadi narasumber yang kompeten
 Fleksibel, tenang, dan sabar
 Menguasai keterampilan atau teknik
 Memiliki intuisi
 Memahami etika profesi
 Respek, jujur, asli, menghargai, dan tidak menilai
 Empati, memahami, menerima, hangat, dan bersahabat
 Fasilitator dan motivator
 Emosi stabil; pikiran jernih, cepat, dan mampu
 Objektif, rasioanl, logis, dan konkrit
 Konsisten dan tanggung jawab.

Sementara itu, ABKIN (Asosiasi Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia)


merumuskan bahwa salah satu komponen standar kompetensi yang harus dijiwai dan dimiliki
oleh konselor adalah mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara berkelanjutan, yang di
dalamnya meliputi :

 Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;


 Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat;
 Memiliki kesadaran diri dan komitmen terhadap etika profesional;
 Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat tugas dan secara eksternal
antarprofesi; dan
 Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling.

2. Nilai-nilai Proses Konseling


1) Konsep nilai-nilai pribadi
 Sifat bermakna,  hubungan konseling mengandung harapan bagi konseli dan
konselor, juga bertujuan, yaitu tercapainya perkembangan konseli.
 Bersifat Efek,  Efek hadir dalam hubungan konseling karena adanya keterbukaan
diri ( self-disclosure) konseli, keterpikatan, keasyikan diri (self-absorbed ) dan saling
sensitif satu sama lain.
 Integrasi Pribadi, Integritas pribadi menyangkut sikap yang genuine” dari kedua
belah pihak (konseli dan konselor),
 Persetujuan Bersama, adanya komitmen bersama, bukan sebuah paksaan.
 Kebutuhan, kebutuhan konseli dalam hubungannya dengan persoalan yang tengah
dihadapi.
 Perubahan,  Tujuan hubungan konseling adalah perubahan positif yang terjadi pada
diri konseli.
2) Keyakinan konselor terhadap hakikat manusia

Filsafat bimbingan dan konseling bersumber dari filsafat tentang hakikat manusia.Ragam
penafsiran dalam memahami hakikat manusia dapat digolongkan ke dalam tiga model.

 Pertama, penafsiran rasionalistis atau klasik, bersumber dari filsafat yunani dan romawi,
yang memandang manusia sebagai makhluk rasional dan manusia di pahami dari segi
hakikat dan keunikan pikirannya.
 Kedua, penafsiran teologis melihat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dan dibuat
menurut aturan Tuhan. Manusia hanya akan menemukan dirinya apabila dia mampu
mengakui hakikat dirinya kepada Tuhan
 Ketiga, penafsiran ilmiah yang diwarnai ragam sudut pandang keilmuan, antara lain ilmu-
ilmu fisis yang menganggap manusia sebagai bagian dari alam fisikal sehingga harus
dipahami dari segi-segi hukum fisis dan biologisnya.
3. Peran Nilai Dalam Proses Konseling

Polmantier (1966) telah mengadakan survei dan studi mengenai nilai-nilai kepribadian
konselor menyatakan:

 Konselor menjadi pribadi yang intelegen, memiliki kemampuan berpikir verbal dan
kuantitatif, bernalar dan mampu memecahkan masalah secara logis dan persetif.
 Konselor dapat menunjukkan minat kerja sama dengan orang lain, di samping seorang
ilmuwan yang dapat memberikan pertimbangan dan menggunakan ilmu pengetahuan
mengenai tingkah laku individual dan social
 Konselor dapat menampilkan kepribadian yang dapat menerima dirinya dan tidak akan
menggunakan kliennya untuk kepuasan kebutuhan pribadinya melebihi batas yang
ditentukan oleh kode etik profesionalnya.
 Konselor memiliki nilai-nilai yang diakui kebenarannya sebab nilai-nilai ini akan
mempengaruhi perilakunya dalam situasi konseling dan tingkah lakunya secara umum.
 Konselor menunjukkan sifat yang penuh toleransi terhadap masalah-masalah yang mendua
dan ia memiliki kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut
tanpa terganggu profesinya dan aspek kehidupan pribadinya.
 Konselor cukup luwes untuk memahami dan memperlakukan secara psikologis tanpa
tekanan-tekanan sosial untuk memaksa klien menyesuaikan dirinya.
4. Peran Nilai Dalam Pengembangan Tujuan-Tujuan Konseling

Selain dengan perkembangannya konsepsi bimbingan dan konseling, maka tujuan bimbingan
dan konseling pun mengalami perubahan, dari yang sederhana sampai ke yang lebih
komprehensif. Perkembangan itu dari waktu ke waktu dapat dilihat dari kutipan dibawah ini :

...untuk membantu individu membuat pilihan-pilihan, penyesuaian-penyesuaian dan


interpretasi-interpretasi dalam hubungannya denga situasi tertentu. (Hamrin & Clifford, dalam
Jones, 1951)
... untuk membantu orang-orang menjadi insan yang berguna, tidak hanya sekedar mengikuti
kegiatan-kegiatan yang berguna saja. &Tiedeman, dalam Bernard & Fullmer. 1969)

Questions and Answers.

1. Jika dalam proses konseling seorang konselor tidak memiliki atau tidak
mengindahkan nilai-nilai yang sudah sepatutnya dimiliki oleh seorang konselor. Itu
bagaimana?
Jawaban Kelompok:

Pada dasarnya saat konselor mengadakan konseling itu ada banyak langkah yang patut ia
persiapkan. Seorang konselor yang siap melayani konselinya juga buka konselor yang asal-
asal yang tidak mengetahui bagaimana sebenarnya proses konseling itu seharusnya berjalan.

Nah, jika dalam hal ini konselor akan melakukan proses konseling dengan konselinya tetapi ia
tidak paham betul atau bahkan tidak memiliki nilai-nilai yang sepatutnya dimiliki oleh
konselor. Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi. Kemungkinan tersebut antara lain:

 Pertama proses jalannya konseling kemungkinan efektifnya itu sedikit


 Hasil yang dicapai dalam konseling tidak tercapai secara sempurna
 Konseli merasa risih berhubungan dengan konselornya
 Tujuan utama dalam konseling tidak tercapai dengan baik
 Pengentasan masalah dilakukan oleh konselor sendiri yang berupa nasehat-nasehat

2. Bagaimana yang dimaksud gambaran nilai dalam proses konseling?


Jawaban Kelompok:

Nilai selalu muncul apabila manusia mengadakan hubungan sosial dan bermasyarakat dengan
manusia lain. Namun dalam proses konseling nilai ini akan terlihat saat terjadi interaksi
timbal-balik, yang di dalamnya terjadi hubungan saling mempengaruhi antara konselor
sebagai pihak yang membantu dan klien sebagai pihak yang dibantu

Nilai yang terkandung dalam proses konseling:


 proses konseling terjadi karena adanya keterbukaan diri (self-disclosure) konseli,
keterpikatan, keasyikan diri (self-absorbed ) dan saling sensitif satu sama lain.
 adanya sikap yang genuine” dari kedua belah pihak (konseli dan konselor), yaitu sikap
yang menunjukkan ketulusan, tanpa kepura-puraan, menampilkan keaslian diri,
membuang kesombongan, arogansi dan kebohongan. Adanya ketulusan, kejujuran
keutuhan dan keterbukaan.
 Hubungan konseling terjadi atas persetujuan bersama,adanya komitmen bersama, bukan
sebuah paksaan.
 Tercapainya tujuan konseling yaitu perubahan positif yang terjadi pada diri konseli.
Misalnya kemampuan konseli dalam mengatasi masalah,mampu melakukan penyesuaian
diri, mampu mengembangkan diri secara optimal.

3. Apa pentingnya seorang konselor meyakini hakikat manusia?


Jawaban Kelompok:

Sebagai seorang konselor yang profesional, saat akan melakukan praktek konseling di
sekolah. Maka ia harus sudah benar benar paham tentang segala sesuatu mengenai
konselinya.

Hal ini penting karena pada saat konselor melayani konselinya saat kegiatan konseling itu
agar konselor tidak menganggap konseli itu bersalah, agar konselor itu tdak berprasangka
buruk terhadap konselinya. Karena pada dasarnya setiap konseli itu tidak pernah salah,
konseli tidak selamanya datang dengan keadaan yang tidak baik. Karna beberapa alasan
itulah yang mana konselor penting untuk memahami hakikat manusia itu sendiri. Seperti kata
B.F Skinner dan Watsan (Gerold Corey, Terjemahan E. Koeswara, 1988). Menerangkan
tentang hakikat manusia : Manusia dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan
positif dan negatif yang sama. Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh
lingkungan sosial budaya.

4. Bagaimana peran nilai dalam pengembangan tujuan-tujuan konseling?


Jawaban Kelompok:
Bahwa nilai dalam konseling akan terlihat saat proses konseling terjadi antara konselor dan
klien. Dengan adanya nilai dalam proses konseling ini sangat membantu dalam pencapaian
tujuan-tujuan dalam proses konseling. Dimana dengan nilai dalam proses konseling yang
sangat membedakan antara mana keadaan tukar pikiran biasa dan mana proses teurapetik
(konseling). Nilai-nilai proses konseling ini menjadi suatu ciri khas yang menentukan
jalannya proses konseling, jika nilai-nilai ini dijalankan dengan baik antara klien dan
konselor maka akan terbentuk hubungan teurapetik yang memang sangat diharapkan dalam
konseling. Jika nilai ini sudah dijalankan dengan semestinya maka tujuan-tujuan konseling
akan tercapai dengan sempurna, dan diharapkan tidak ada pihak yang dirugikan dalam proses
konseling karena sudah dilandasi oleh nilai yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Anas Salahudin, “Bimbingan dan Konseling”, hal. 194.


Anas Salahudin, 2010.“Bimbingan dan Konseling”. Bandung: CV Pustaka Setia.Hal: 194.
Farid mashudi, 2013.“Psikologi Konseling”. Jogjakarta: IRCiSoD. Hal: 97.
Jamal Ma’mur Asmani, 2010.“Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling Di Sekolah”.
Sampangan: DIVA Press, 2010.Hal: 170.
Jamal Ma’mur Asmani, “Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling Di Sekolah”, hal. 196.
John McLeod, 2006,“Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus”.Jakarta: Kencana Prenada
Media Group. Hal: 546.
Mansur, Tamin, “Psikologi Konseling”, hal. 124.
Mansur, Tamin, 1987,“Psikologi Konseling”. Selangor: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka,
hal. 119.
Namora Lumongga Lubis, 2011. “Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan
Praktik”.Jakarta: Kencana Predana Media group. Hal: 24
Prayitno dan Erman Amti, 2008 “Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling”. Jakarta : Rineka
Cipta. Hal: 112
Kelompok 6

PROSEDUR PENGENALAN POTENSI DIRI PADA KONSELOR PEMULA

Summary

5. Masalah Yang Dihadapi Konselor Dalam Melakukan Konseling


1) Masalah-Masalah yang Berkaitan Personal Sosial Individu
 Konflik dan Frustasi
Dalam beberapa faktor yang dapat memicu timbulnya frustasi antara lain:
 Frustasi lingkungan,
 Frustasi pribadi, frustasi yang timbul karena perbedaan antara kemampuan dan
keinginan. Atau ada perbedaan antara ideal self dengan real self.
 Frustasi konflik
 Stres,
 Masalah adaptasi
Proses penyesuaian diri sering menimbulkan masalah terutama bagi individu itu sendiri.
Jika individu dapat berhasil memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungannya maka
disebut "Well adjusted". Dan jika sebaliknya, jika individu gagal dalam proses penyesuaian
diri disebut "maladjusted".

2) Masalah yang Berhubungan Dengan Akademik


Berbagai masalah akademik yang dapat dialami individu diantaranya:
 Diagnosa kesulitan belajar
 Multiple Intelegence (Kecerdasan Majemuk)
 Kecerdasan spiritual (spiritual Quotion)
 Pengembangan kreativitas

6. Cara Mengenal Potensi Diri


 Bidang apa saja yang kita senangi
 Bertanya kepada orang terdekat
 Mencoba hal-hal baru
 Banyak membaca, melihat dan merasakan
3. Cara Mengenal Kelemahan Diri dan Cara Mengatasinya
1) Cara Mengenal Kelemahan Diri
Hal yang penting untuk melakukan introspeksi adalah :
 Menghilangkan perasaan superior,
 Jangan pernah menganggap orang lain lemah, sebelum menemukan kelemahan diri
sendiri.
 Menanamkan pemahaman kepada diri sendiri bahwa tujuan introspeksi adalah untuk
memperbaiki diri agar lebih baik dalam bersikap maupun bertingkahlaku.
 Memperhatikan kritikan yang masuk.
 Menggunakan bantuan alat ukur dalam bentuk angket atau kuersioner yang khusus
dibuat untuk menguji kelemahan diri. Ini biasanya dilakukan oleh lembaga psikologi.
2) Cara Mengatasi Kelemahan Diri
 Evaluasi diri secara obyektif
 Beri penghargaan yang jujur terhadap diri
 Positive thinking
 Gunakan self-affirmation
Untuk memerangi negative thinking, gunakan self-affirmation yaitu berupa kata-kata
yang membangkitkan rasa percaya diri.
 Berani mengambil resiko
 Belajar mensyukuri dan menikmati rahmat Tuhan
 Menetapkan tujuan yang realistik

Questions and Answers

1. Potensi diri yang bagaimana yang harus dimiliki oleh konselor pemula ?
(Taufik Hidayat)
Jawaban Kelompok:

Ada beberapa potensi yang harus di miliki konselor pemula salah satunya yaitu percaya
diri,percaya diri sangatlah penting bagi konselor pemula dalam melakukan pelayanan
bimbingan konseling,karena biasanya konselor pemula sulit prcaya diri dalam melakukan
konseling karena ia menganggap dirinya belum banya berpengalaman dalam melakukan
layanan .apabila seorang konselor tidak memiliki rasa percaya diri dalam melakukan layanan
maka akan menghambat proses layanan tersebut,selain percaya diri konselor juga harus
mempunyai potensi seperti bertanggung jawab,maksud bertanggung jawab disini adalah
bertanggung jawab apa pun hal –hal yang terjadi dalam proses konseling.

2. Contoh permasalahan dan bagaimana cara menanggapi ? serta jelaskan


Konflik dan kaitannya dengan potensi konselor! (Marsauri)
Jawaban Kelompok:

Dalam proses konseling terutama konselor pemula pasti banyak mengalami permasalahan
saat melakukan proses konseling salah satu permasalahan yang di hadapi konselor pemula
adalah kebosanan,ini sangat sering sekali terjadi pada konselor pemula,cara menanggapi
yaitu Untuk mengatasinya, konselor harus benar-benar memetakan apa akar permasalahan
yang telah ditangkap dari ungkapan tersirat/tersurat dari kien, memberikan feedback kepada
klien terkait akar permasalahan yang konselor ungkapkan apakah itu sudah benar atau tidak
dan bila perlu, gantilah jadwal pertemuan di hari lain.

Potensi adalah kemampuan sesuatu yang telah dimiliki oleh seseorang,sedangkan potensi
konselor adalah kemampuan yang harus dimiliki dan harus didalami oleh konselor dalam
memberikan layanan kepada kliennya nanti,apabila seorang konselor tidak memiliki potensi
konselor yang sesuai maka akan menimbulkan konflik di dalam dirinya.

3. Potensi seperti apa yang harus dimiliki oleh konselor ? (Yuwinda Ardila)
Jawaban Kelompok:

Telah di jelaskan pada pertanyaan pertama bahwa beberapa potensi yang harus di miliki
konselor pemula salah satunya yaitu percaya diri,percaya diri sangatlah penting bagi konselor
pemula dalam melakukan pelayanan bimbingan konseling,karena biasanya konselor pemula
sulit prcaya diri dalam melakukan konseling karena ia menganggap dirinya belum banya
berpengalaman dalam melakukan layanan .

4. Jelaskan kembali permasalahan pada yang dialami konselor.Apa yang dimaksud kesulitan
tersembunyi ? (Dina Mahmuliana)
Jawaban Kelompok:

Sebagai konselor pemula pasti akan terjadi permasalahan pada proses awal pelaksaan
konseling baik kesalahan yang sadar maupun yang tidak sadar.Agar proses konseling
berjalan secara efektif dan sesuai dengan tujuan yang di inginkan maka ada beberapa hal
yang perlu di perhatikan oleh konselor pemula salah satunya yaitu kesulitan
bersembunyi.SepertiPenerimaan yang berlebihan,penerimaan sangat penting dalam
melakukan proses konseling agar konseli merasa di terima,tetapi apabila penerimaan
dilakukan secara berlebihan juga tidak baik dalam proses konseling maka dari itu konselor
harus memperhatikan hal ini
5. Apa yang harus kita lakukan jika tidak diperhatikan oleh konselor pemula ? (Ayufiyatuddin
Indah Haqqun)
Jawaban Kelompok:

Hal yang harus kita lakukan adalah menyadari hal-hal yang ada pada proses konseling karena
konselor harus memliki kemampuan dan pengetahuan yang luas. Agar tidak terjadinya
malpraktik dalam memberikan pelayanan BK pada konselor pemula. Kita juga harus
mehetahui dan memhami kelemahan dan potensi yang ada pada diri kita dan belajar untuk
meingkatkannya.

6. Kesehatan psikologis tidak kukuh (goyang) apa yang dilakukan konselor pemula ? (Qonita
Fitriana)
Jawaban Kelompok:

Kesehatan psikologis koselor mempuyai peranan penting bagi keefektifan konselor. Namun
jika kesehatan psikologis tidak kukuh, maka yang harus dilakukan konselor pemula yaitu
belajar untuk dapat memahami kesehatan psikologis yang dihadapi klien. Tidak terpengaruh
dengan permasalahan yang dihadapi oleh klien tersebut dan perasaan yag dirasakan oleh
konselor jika ada konseli atau konselor yang mempunyai perasaan terhadap salah satunya.

DAFTAR PUSTAKA

Munifah, Siti. 2006. Bimbingan Konseling. STKIP Ponorogo.


Habsari, Sri. (2005). Bimbingan & Konseling SMA kelas XI. Jakarta: Grasindo
Wiyono, Slamet. (2006). Managemen Potensi Diri. Jakarta: PT Grasindo.
Prayitno, H. 2001. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling Di Sekolah.
Jakarta : PT Rineka Cipta
Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi).
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Dra. Siti munifah M.Pd, Bimbingan Konseling, STKIP Ponorogo, 2006
Goleman, Daniel. 2003. Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
McGraw, Martha Mary. 2006. 60 Cara Pengembangan Diri. Yogyakarta: Kanisius.
Suparno, 1987. Manajemen Kepribadian. Jakarta: Pilar Multisindo.
Kelompok 7

PENGEMBANGAN KARAKTERISTIK KONSELOR YANG EFEKTIF

Summary

1. Konselor yang Efektif


1) Pengetahuan akademik
2) Kualitas pribadi
Kualitas pribadi seorang konselor yang efektif memiliki ciri–ciri sebagai berikut :
 Memiliki human interest (pribadi yang menarik)
 Memiliki kemampuan untuk mendengar
 Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan nyaman
 Memiliki pemahaman tentang empati yaitu kemampuan konselor untuk masuk
kedalam internal frame of reference (kerangka acuan pikir) klien dengan mengontrol
peran dia sebagai seorang konselor.
 Pemahaman secara penuh pada hal-hal emosi
 Selalu introspeksi diri
 Memiliki kemampuan untuk tidak melayani dirinya sendiri
 Memiliki kemampuan untuk menahan kedekatan emosional
 Memiliki sense of humor (mempunyai cita rasa yang menyenangkan
 Bekerja sesuai wewenang yang dimilikinya
3) Keterampilan konseling
 Ketrampilan antar pribadi
 Keterampilan intervensi
 Keterampilan integrasi

2. Karakteristik Konselor yang Efektif

Menurut Carl Rogers (1971) dalam Jeanette (2006) menyebutkan ada tiga karakteristik utama
yang harus dimilki oleh seorang konselor yang efektif, yaitu :

1) Cogruence (genuineness, authenticity),  konselor yang efektif mampu membedakan


individu mana yang betul-betul sesungguhna adalah dirinya, yang benar – benar
mengatakan apa yang ingin dikatakannya (means exactly what he says), dan perasaan
yang ada di dalam lubuk hatinya yang terdalam adalah sama dengan yang dia
ekspresikan.
2) Unconditional positive regard (acceptance),  Seorang konselor harus dapat menerima
bahwa orang-orang yang dihadapinya mempunyai nilai-nilai sendiri, kebutuhan-
kebutuhan sendiri yang lain daripada yang dimiliki olehnya.
3) Empathy

3. Perbedaan Konselor Efektif Dan Non Efektif

Barbara F. okun (Sofyan S. Willis, 2004 ) telah mengidentifikasi beberapa prilaku verbal
dan nonverbal konselor yang efektif dan tidak efektif sebagaimana tampak dalam table berikut
ini:

Prilaku Verbal

Efektif Tidak Efektif


Menggunakan kata – kata yang dapat Memberi nasihat
dipahami klien
Memberikan referensi dan penjelasan Terus – menerus menggali dan bertanya
terhadap pernyataan lain terutama bertanya “ mengapa “
Penafsiran yang baik / sesuai Bersifat menentramkan klien
Membuat kesimpulan – kesimpulan Menyalahkan klien
Merespon pesan utama klien Menilai klien
Memeberi dorongan minimal Membujuk klien
Memanggil kilen dengan nama Menceramahi
panggilan atau “ anda “
Member informasi sesuai keadaan Mendesak klien
Menjawab pertanyaan tentang diri Terlalu banyak berbicara mengenai diri
konselor sendiri
Menggunakan umur secara tepat Menggunakan kata – kata yang tidak di
tentang pernyataan klien ungkapi
Penafsiran yang sesuai dengan situasi Penafsiran yang berlebihan
Sikap merendahkan klien
Sering menuntut / meminta klien
Menyimpang dari topic
Sok intelektual
Analisi yang berlebihan
Selalu menyalahkan klien
Prilaku Nonverbal
Efektif Tidak Efektif
Nada suara disesuaikan dengan klien Bebicara terlalu cepat atau terlalu pelan
(tenang, sedang )
Memelihara kontak mata yang baik Duduk menjauh dari klien
Selalu menganggukkan kepala Senyum menyeringai / senyum sisnis
Wajah yang bersemangat Menggerakkan dahi
Kadang – kadang member isyarat Cemberut
tangan
Jarak dengan klien relative dekat Merapatkan mulut
Ucapan tidak terlalu cepat atau lambat Menggoyang – goyangkan
Duduk agak condong kearah klien Menguap
Sentuhan disesuaikan dengan usian Gerak – gerak isyarat yang mengacaukan
klien dengan budaya local
Air muka ramah dan senyum Menutup mata atau mengantuk
Nada suara tidak menyenangkan
Membuang pandangan

Questions and Answers

1. Apa yang dilakukan konselor jika klien datang dalam keadaan lusuh, apakah harus diterima?
(Rizka Tami Untari)
Jawaban Kelompok:

Kita harus menerima klien apa adanya dengan tangan terbuka, karena salah satu karakteristik
konselor efektif adalah acceptance, yaitu penerimaan tanpa syarat atau respect kepada klien
harus mampu ditunjukkan oleh seorang konselor kepada klien. Seorang konselor harus dapat
menerima bahwa orang yang dihadapinya mempunyai nilai-nilai tersendiri, kebutuhan
sendiri. Jika klien datang dalam keadaan lusuh maka konselor harus kreatif agar konselor
tetap nyaman dengan kedatangan klen tersebut. Sehingga klien merasa diterrima oleh
konselor. Misalnya klien yang bau mulut, konselo bisa berinisiati dengan memasang kipas
angin untuk menghindari bau tersebut.

2. Bagaimana cara menghadapi klien yang balik bertanya kepada konselor? (Lia Riski Andani)
Jawaban Kelompok:

Selama apa yang ditanyakan klien masih behubungan dengan topik permasalahan. Konselor
bisa menjawab pertanyaan tersebut. Karena jawaban dari konselor dapat menimbulkan nilai-
nilai positif yang bisa diambil oleh konselor. Akan tetapi jika pertanyaan diluar topik, maka
konselor harus bisa mencutting off pembicaraan, atau mengalihkan pembicaraan agar tetap
fokus. Pengalihan topik ini harus sopan dan tidak menyinggung perasaan klien tersebut.
3. Bagaimana menyadarkan klien tanpa menyinggung perasaannya? (Darma Sena)
Jawaban Kelompok:

Cara yang tepat untuk menyadarkan klien adalah dengan menanyakan kembali kepada klien
apakah menurutnya perbuatan yang telah ia lakukan itu baik atau tidak, benar atau tidak. Jika
ia menjawab tidak maka hendaklah konselor menanyakan kembali apakah ia ingin berubah
atau tidak. Dengan pertanyaan tersebut maka klien akan berpikir ulang tentang apa yang telah
ia lakukan. Sehingga dalam hal ini ia akan perlahan sadar akan perbuatannya. Dan konselor
pun tidak menyinggung perasaan klien.

4. Bagaimana contoh ekspresi menggerakkan dahi? (Cut Nurul Wazna)


Jawaban Kelompok:

Maksud dari ekspresi menggerakkan dahi adalah prilaku nonverbal yang tidak efektif, karena
akan membuat keraguan klien terhadap konselor. Klien merasa bahwa konselor tidak
memahaminya, karena bisa saja gerakan dahi itu merupakan tanda bingungnya konselor
terhadap permasalahan klien. Oleh karena itu gerakan ini harus dihindari karena akan
mengurangi kepercayaan klien

5. Apakah kualitas pribadi konselor menyangkut semua aspek kehidupan konselr? (M. Bahagia)
Jawaban Kelompok:

Tidak, dalam hal ini Kualitas pribadi yang dimaksud adalah kemampuan dari seorang
konselor dalam melakukan konseling. Bukanlah meliputi semua aspek kehidupan. Kualitas
pribadi yang dimaksud meliputi:

 Memiliki human interest (pribadi yang menarik)


 Memiliki kemampuan untuk mendengar
 Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan nyaman
 Memiliki pemahaman tentang empati yaitu kemampuan konselor untuk masuk kedalam
internal frame of reference (kerangka acuan pikir) klien dengan mengontrol peran dia
sebagai seorang konselor.
 Pemahaman secara penuh pada hal-hal emosi
 Selalu introspeksi diri
 Memiliki kemampuan untuk tidak melayani dirinya sendiri
 Memiliki kemampuan untuk menahan kedekatan emosional
 Memiliki sense of humor (mempunyai cita rasa yang menyenangkan
 Bekerja sesuai wewenang yang dimilikinya
DAFTAR PUSTAKA

Brammer, L.M & Shostrom, E.L. 1982. Therapeutic Psychology. New Jersey : Prentice-Hall.
Inc.
Corey, M.S (2007). Becoming a Helper, USA: Thomson Brooks/cole
DYP. Mugiharto dan Mulawarman. 2007. Psikologi Konseling. Buku Ajar Universitas Negeri
Semarang
Janette Murad Lesmana,. Dasar – dasar konseling, ( Jakarta: universitas Indonesia, 2005 )
Lesmana, J.M. 2006. Dasar – Dasar Konseling. Jakarta : UI Press.
Surya, M. 2003. Psikologi Konseling. Bandung : C.V. Pustaka Bani Quraisy.
Syamsu yusuf dan A. Juntika Nurihsan,. Landasan bimbingan dan konseling. ( Bandung: PT
remaja rosda karya, 2005 )
Thohari Musnamar dan Tim (Ed.). (1992). Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling
Islami. Yogyakarta : UII Press.
Kelompok 8

ETIKA PROFESIONAL DALAM KONSELING

Summary

1. Dasar Kode Etik Profesi BK

Adapun dasar-dasar dari kode etik profesi dari bimbingan dan konseling itu sendiri, antara
lain (Rizka Ratnasari, 2013):

 Pancasila, mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan


terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang
bertanggung jawab.
 Undang-Undang Dasar 1945
 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan)
 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.

2. Fungsi Kode Etik Profesi Konselor

Biggs dan Blocher ( 1986 : 10) dalam Husna Elviza, 2009, mengemukakan tiga fungsi kode
etik yaitu:

 Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah


 Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi
 Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.

3. Tujuan Kode Etik Profesi Konselor


 Menjunjung tinggi martabat profesi
 Melindungi pelanggaran dari perbuatan mala-praktik
 Meningkatkan mutu profesi
 Menjaga standard mutu dan status profesi
 Menegakkan ikatan antara tenaga profesi dan profesi yang disandangnya (Pengurus Besar
ABKIN, 2005).

4. Pentingnya Kode Etik

Kode etik profesional diperlukan dengan beberapa alasan antara lain:

1) Untuk melindungi profesi sesuai dengan ketentuan dan kebijaksanaan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
2) Untuk mengontrol terjadinya ketidak-sepahaman dan persengketaan dari para pelaksana.
3) Melindungi para praktisi dalam masyarakat terutama dalam kaitan kasus-kasus
malapraktek (praktek-praktek yang salah).
4) Melindungi klien dari praktek-praktek yang menyimpang dari orang-orang yang secara
profesional tidak berwenang.

5. Kode etik profesi konselor :


1) Konselor mampu menjaga kerahasiaan permasalahan konseli.
2) Konselor mampu memberi bantuan konseli sesuai dengan kebutuhan konseli.
3) Konselor pada saat memberi bantuan konseli mampu menjalin hubungan hangat.
4) Konselor mampu menerapkan teknik Bimbingan dan Konseling secara profesional.
5) Konselor mampu membantu konseli untuk mengembangkan diri konseli secara optimal.
6) Konselor mampu menjalin hubungan yang baik dengan rekan sekerja dalam usaha untuk
memberikan pelayanan terhadap konseli.
7) Konselor mampu bekerja sama dengan sesama konselor untuk dapat memperlancar
memberi bantuan konseli.
8) Konselor selalu berusaha untuk mengembangkan diri , inovatif agar dapat memberi
bantuan atau pelayanan konseli sesuai dengan perkembangan kehidupan
masyarakat,bangsa dan Negara.
9) Konselor dalam memberi batuan pada konseli selalu berpegang pada kaidah moralitas.
10) Konselor perlu menjalin hubungan baik dengan stok holder didalam sekolah agar mampu
mencapai keberhasilan dalam memberi bantuan pada konseli.
11) Konselor perlu menjalin hubungan baik dengan stok holder yang ada di luar sekolah agar
mampu mencapai keberhasilan dalam memberi bantuan pada konseli.
12) Konselor mampu mengembangkan bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial,
bimbingan belajar, bimbingan karier, untuk konseli.
13) Konselor mampu mengembangkan berbagai kegiatan layanan Bimbingan dan Konseling
untuk konseli.
14) Konselor mampu mengembangkan berbagai kegiatan pendukung untuk konseli.
15) Konselor didalam mengarahkan konseli berpegang pada kaidah hukum yang berlaku.
16) Konselor didalam mengarahkan konseli berpegang pada kaidah religius yang dapat
meningkatkan keimanan dan ketakwaan konseli terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
17) Konselor selalu berusaha untuk meningkatkan profesionalitas dalam usaha memberi
bantuan konseli.
18) Konselor memberi kesempatan kepada konseli untuk memilih alternative pemecahan
masalah.
19) Konselor memberi kesempatan kepada konseli untuk mengambil keputusan didalam
memecahkan masalah.
20) Konselor mampu mengembangkan program Bimbingan dan Konseling secara inovatif
agar dapat memberi bantuan pada konseli secara maksimal.

6. Bentuk pelanggaran kode etik


1) Terhadap Konseli
 Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan
kepentingan konseli.
 Melakukan perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis).
 Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.
 Kesalahan dalam melakukan pratik profesional (prosedur, teknik, evaluasi, dan tindak
lanjut).
2) Terhadap Organisasi Profesi
 Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
 Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan
pribadi dan atau kelompok).
3) Terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain Yang Terkait
 Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja
sama, sikap arogan).
 Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan masalah
konseli.
7. Sanksi Pelanggaran
 Konselor wajib mematuhi kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Apabila terjadi
pelanggaran terhadap kode etik Profesi Bimbingan dan Konseling maka kepadanya
diberikan sangsi sebagai berikut.
  Memberikan teguran secara lisan dan tertulis.
 Memberikan peringatan keras secara tertulis.
 Pencabutan keanggotan ABKIN.
 Pencabutan lisensi.
 Apabila terkait dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan diserahkan pada pihak
yang berwenang.

8. Mekanisme Penerapan Sanksi


 Mendapatkan pengaduan dan informasi dari konseli dan atau masyarakat.
  Pengaduan disampaikan kepada dewan kode etik di tingkat daerah.
 Apabila pelanggaran yang dilakukan masih relatif  ringan maka penyelesaiannya
dilakukan oleh dewan kode etik di tingkat daerah.
  Pemanggilan konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data yang disampaikan oleh
konseli dan atau masyarakat.
 Apabila berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode etik
 daerah terbukti kebenarannya maka diterapkan sangsi sesuai dengan masalahnya.

Questions and Answers

1. Tindakan kekerasan psikologis yang bagaimana yang dimaksud


oleh kelompok didepan ? (Ipak rima tuah niate)
Jawaban Kelompok:
Tindakan psikologis yang dimaksud oleh kelompok adalah hal-hal yang membuat konseli
merasa terancam ataupun tidak nyaman bahkan merasa sakit hati dengan perkataan konselor,
misalnya konselor bukannya memberikan relaxasi kepada konseli tetapi juga malah membuat
konseli merasa terancam dengan masalah yang sedang ia hadapi.
Bentuk kekerasan psikologis lainnya yaitu mengejek konseli ataupun kalimat menjatuhkan
mental konseli yang membuat konseli merasa semakin terpuruk dengan masalah yang sedang
ia hadapi, sebagai seorang konselor kita seharusnya membuat konseli merasa lega ataupun
membantu konseli untuk mengurangi beban yang di hadapinya, bukan malah elakukan
tindakan kekerasan psikologis

2. Adakah perbedaan kode etik antara konselor pemula dengan


konselor ahli? (Auliani putri)
Jawaban Kelompok:

Tidak ada perbedaan kode etik antara konselor pemula ataupun konselor yang sudah ahli,
karena setiap orang yang sudah menyendang profesi konselor, harus mematuhi kode etik
yang telah ditetapkan, jikalau konselornya masih dikategorikan pemula maka baiknya ia
lebih berhati-hati dan terus melatih diri adar ia terbiasa dan kemudian menjadi ahli dengan
pengalaman-pengalamannya.

Jikalau seandainya ada keringanan kode etik untuk konselor pemula maka seorang konselor
tidak pernah mau berusaha untuk menjadi ahli, maka selamanya ia akan menjadi konselor
pemula. Hal ini akan merugikan profesi karena dianggap tidak professional.

Jadi, kode etik itu sama dalam sebuah profesi dan juga berlaku untuk seluruh anggota profesi.

3. Jika seorang guru bk terbukti melanggar kode etik, maka


bagaimana tindakan abkin, apakah langsung dipecat, ataupun ada peringatan terlebih
dahulu.? (Ariyana rustam)
Jawaban Kelompok:

Penerapan kode etik itu mempunyai aturan sendiri dalam sebuah profesi, begitu juga dengan
profesi konseling, penerapannya juga ada kaidah tersendiri, jikalau ada guru bk yang
melanggar aturan atau pun kode etik, maka akan diberi sangsi sesuai dengan pelanggaran
yang ia lakukan.

Jikalau pelanggaran ringan maka bisa jadi tindakannya ditangani oleh organisasi profesi
tingkat daerah, misalnya dengan membrikan nasehat ataupun peringatan kepada guru bk
tersebut. Jikalau sudah berat maka akan ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku.

Penerapan sangsi dan hukuman juga mempunyai aturan sendiri juga terlah ditetapkan secara
tertulis dalam kode etik yang telah dirumuskan bersama.

4. Apabila yang melanggar adalah anggota abkin sendiri, maka siapakah


yang akan mengambil tindakan ? (Miranda zr)
Jawaban Kelompok:

Yang akan mengambil tinadakan jika anggota abkin yang melanggar adalah pihak yang
berwewenang yang juga manjadi pengawas anggota abkin yang bertugas, mungkin orang
yang menjadi petinggi yang mengawasi ataupun pihak yang bertugas mengambil tindakan.
Walaupun tindakan yang akan diberikan kepada anggotanya sendiri. Peraturan harus di
junjung tinggi, kode etik yang telah ditetapkan berlaku untuk semua anggota yang
menyandang profesi dibawah naungan abkin yaitu profesi konselor.

Dalam sebuah profesi biasanya ada bagian tersendiri yang bertugas dalam berbagai bidang,
termasuk juga bagian yang memberikan sangsi terhadap pelanggaran ataupun bagian penjaga
atau penegak kode etik, maka merekalah yang akan bertindak memberikan sangsi.

5. Alih tangan kasus yang bagaimana yang termasuk pelanggaran kode etik?
(Taufik hidayat)
Jawaban Kelompok:

Alih tangan kasus yang konselinya di referalkan kepihak yang bukan ahli dari pada masalah
yang sedang dihadapi konseli. Misalnya konseli menderita gangguan jiwa, konselor
mereferalkan konseli tersebut kepihak kepolisian. Hal ini melanggar kode etik karena dapat
merugiakn konseli.
Tindakan ini bukan menyelesaikan masalah konseli malah dapat merugikan konseli. Karena
akan timbu masalah baru yang harus dihadapinya.

Alihtangan kasus boleh dilakukan sesuai dengan kebutuhan, ahli tangan kasus juga
mempunyai aturan sendiri dalam melakukannya. Misalnya konselor sudah tidak mempu lagi
menangani konseli, maka konselor boleh mengambil tindakan alih tangan kasus.

Alih tangan kasus juga bisa dilakukan bila mana setelah didalami permasalahan konseli
ternyata hal itu bukan ranahnya konselor. Misalnya ini berhungan dengan penyakit fisik,
maka konseli boleh mereferalkan konselinya ke dokter.

6. Bagaimanakah tindakan kita bila melihat guru bk disekolah membongkar


rahasia muridnya ? (Dina mahmuliana)
Jawaban Kelompok:

Tindakan kita sebagai orang yang mengerti bahwa itu adalah pelanggaran kode etik adalah
harus mengambil sebuah tindakan. Tindakan itu dapat berupa mengingatkan guru tersebut
bahwa hal itu tidak boleh dilakukan karena dapat menganggu atau merugikan konseli.

Jikalau keadaaan tidak memungkinkan. Maka kita bisa mengambil tindakan lain, misalnya
melapor kepada pengawas kinerja guru bk. Atau melaporkan kepada guru bk lainnya. Agar
diingatkan keguru bk tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari resiko terhadap
hubungan kita dengan guru bk tersebut.

Jikalau tetap tidak diindahkan maka kita boleh melapor kepada pihak yang berwewenang.
Misalnya ke bakin untuk diberikan tindakan kepadanya ataupun peneguran.

7. Apakah kode etik yang ditetapkan abkin juga berlaku jika seorang
konselor tidak sedang menjalankan tugasnya sebagai konselor. Misalnya ia lagi cuti atau
tidak sedang bekerja ? (Syufiatuddin indah haqqun)
Jawaban Kelompok:

Kode etik harus dipatuhi oleh setiap orang yang menjalankan profesi, termasuk konselor
dimanapun ia berada, asalkan dia sudah menyandang status sebagai anggota profesi maka
berarti ia wajib mematuhi kode etik.
kode etik itu mengatur seluruh aspek kehidupan. Ada yang berlaku saat menjalankan profesi,
ada juga yang berlaku saat ia tidak menjalankan profesi, misalnya seorang yang lagi cuti, ia
juga harus menjaga kehormatan profesinya dengan tidak melakukan perbuatan diluar norma
karena itu akan merugikan nama baik profesinya.

Namun bagi sebagian kode etik harus dijaga hanya ketika ia menjalankan profesinya sebagai
konselor ataupun saat ia berhadapan dengan konselinya.

Hal ini semua telah diatur dengan rapi dalam kode etik, ada aturan dan waktu tersendiri yang
juga harus benar-benar dipahami oleh seorang konselor

8. Bagaimana cara kita mengetahui bahwa seseorang melanggar kode etik ?


(Darma sena)
Jawaban Kelompok:

Cara kita mengetahui bahwa seseorang melanggar kode etik adalah dengan memahami kode
etik tersebut. Jikalau kita tidak memahaminya kita tidak bisa mngatakan bahwa seseorang
melanggar kode etik.

Kita juga bisa melihat tindakan yang ia lakukan tidak sesuai dengan norma atau merugikan
konseli ataupun pihak lain. Hal-hal yang merugikan orang lain biasanya termasuk kedalam
pelanggaran kode etik.

DAFTAR PUSTAKA
D.K.Sukardi, 2008, Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta, Rineka Cipta.
Hunainah.2013.etika profesi bimbingan dan konseling.bandung: rizqi pres
Prayitno dkk.2013. Dasar-dasar bimbingan dan konseling.jakarta: rineka cipta
Syamsu Yusuf .JLN, 2010, Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung, Remaja Rosda
Karya.
Tohirin.2009. bimbingan konseling di sekolah dan madrasah .jakarta: Rajawali pres
Kelompok 9

PENTINGNYA EKSPLORASI PENGALAMAN DALAM PROSES KONSELING

Summary

1. Terapi Pribadi Pengalaman

Konselor harus memiliki pengalaman dalam program pendidikan yang menantang agar dapt
tumbuh secara intelektual dan secara pribadi. Filosofi dari program BK adalah siswa perlu
lingkungan yang mendukung di mana mereka dapat merasa cukup untuk berbagi, sementara pada
saat yang sama, ditantang untuk tumbuh aman. Ini merupakan "konstruktif pengembangan" yaitu
filosofi penting bagi banyak program pendidikan konselor, dengan membangun keyakinan
bahwa jika diberikan lingkungan pengasuhan, siswa dapat mengembangkan peningkatan
fleksibilitas dan relativis berpikir dengan cara pemahaman dunia mereka (Eriksen & McAuliffe,
2006; McAuliffe & Eriksen, 2010). Hal ini juga merupakan kualitas yang diperlukan bagi
seorang konselor yang efektif.

2. Proses konseling

Menurut Ansbacher & Anbacher (Shertzer & Stone, 1980, 204) ada tiga komponen
pokok dalam proses konseling :

 Memperoleh pemahaman gaya hidup klein yang spesifik, gejala dan masalahnya, melalui
empati, intuisi dan penaksiran konselor. Dalam unsur ini konselor membentuk hipotesis
mengenai gaya hidup dan situasi klien.
 Proses menjelaskan kepada klien, dalam komponen ini hipotesis gaya hidup yang
dikembangkan dalam komponen pertama harus ditafsirkan dan dikomunikasikan dengan
klien sehingga dapat diterima. Psikologi individual menekankan pentingnya membantu
klien untuk memperoleh tilikan terhadap kondisinya.
 Proses memperkuat minat sosial, klien dengan menghadapkan mereka, secara seimbang,
dan menunjukkan minat dan kepedulian mereka.
3. Pengertian Eksplorasi

Dengan demikian eksplorasi adalah teknik yang digunakan oleh konselor untuk memecahkan
masalah klien dengan cara menggali perasaan, pikiran dan pengalaman klien. Dengan begitu
klien dapat memaparkan masalah yang ada dalam dirinya hingga tidak ada lagi kesulitan untuk
memaparkannya.

4. Eksplorasi Pengalaman

Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan konselor untuk menggali pengalaman yang


dialami oleh klien.

Contoh:
Saya terkesan dengan pengalaman yang anda lalui. Namun saya ingin memahami lebih jauh
tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda.

Seorang konselor dapat dikataan berhasil dalam mengeksplorasi kliennya atau dalam
latihan mikronya jika:
 Calon konselor mampu berkomunikasi dengan klien dengan menggunakan kata/kalimat
yang dapat menggugah perasaan, pikiran, dan pengalamannya sehingga dengan jujur
mengungkapkan secara dalam dan rinci.
 Agar para calon konselor mampu membuat rasa aman terhadap diri klien sehingga di
terbuka, jujur, dan berpartisipasi dalam konseling.

Questions and Answers

Pertanyaan:
1. Di dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling terdapat azas kekinian, apakah ada
hubungannya dengan tehnik eksplorasi. (Riska Tami Untari)
Jawaban Kelompok:

Azas kekinian merupakan permasalahan yang sedang dirasakan oleh klien bukan masalah
yang sudah lampau, dan juga bukan masalah yang mungkin akan dialami di masa yang akan
datang. Sedangkan tehnik eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran dan
pengalaman klien. Dan menurutnya pula eksplorasi ini penting dilakukan karena banyak klien
atau konselee menyimpan rahasia batin, menutup diri atau tidak mampu mengemukakan
pendapatnya. Dengan demikian teknik eksplorasi ini memumungkinkan klien untuk bebas
berbicara tanpa rasa takut tertekan dan terancam.

Dengan demikian eksplorasi adalah teknik yang digunakan oleh konselor untuk memecahkan
masalah klien dengan cara menggali perasaan, pikiran dan pengalaman klien. Dengan begitu
klien dapat memaparkan masalah yang ada dalam dirinya hingga tidak ada lagi kesulitan
untuk memaparkannya.

Jadi terdapat hubungan antara azas kekinian dengan tehnik eksplorasi yaitu bisa saja
permasalahan yang sedang dialami oleh klien pada saat ini disebabkan oleh pengalamannya
pada masa lalu.

2. Jelaskan langkah-langkah eksplorasi itu seperti apa. .? (Auliani Putri)


Jawaban Kelompok:

Tehnik eksplorasi dapat dilakukan dengan cara konselor mennggali perasaan, pikiran dan
pengalaman klien karena teknik eksplorasi memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa
rasa takut, tertekan, dan terancam. Sebagaimana refleksi, eksplorasi ada tiga jenis:

1) Eksplorasi perasaan,  keterampilan konselor menggali perasaan klien yang tersimpan.


Konselor dapat menggunakan kalimat-kalimat berikut ini untuk memulai keterampilan
eksplorasi perasaan.
 ”Bisakah Saudara menjelaskan bagaimana perasaan bingung yang Anda maksudkan”
 “Saya kira rasa sedih Anda begitu dalam pada peristiwa tersebut. Dapatkah Anda
kemukakan perasaan Anda lebih jauh? ”
2) Eksplorasi pengalaman,  keterampilan konselor untuk menggali pengalaman yang
dialami oleh klien.
 Saya terkesan dengan pengalaman yang anda lalui. Namun saya ingin memahami
lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda.
3) Eksplorasi pikiran,  keterampilan konselor untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat
klien. Dalam mengoperasikan keterampilan ini konselor dapat menggunakan kalimat
berikut ini.
 Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih jauh tentang apa pendapat anda tentang
hadirnya ibu tiri dalam rumah Anda.
 Saya kira, pendapat Anda mengenai hal itu sangat baik sekali, dapatkan Anda
menguraikannya lebih lanjut?
Seorang konselor dapat dikataan berhasil dalam mengeksplorasi kliennya atau dalam
latihan mikronya jika:
 Calon konselor mampu berkomunikasi dengan klien dengan menggunakan
kata/kalimat yang dapat menggugah perasaan, pikiran, dan pengalamannya sehingga
dengan jujur mengungkapkan secara dalam dan rinci.
 Agar para calon konselor mampu membuat rasa aman terhadap diri klien sehingga di
terbuka, jujur, dan berpartisipasi dalam konseling.

3. Bagaimanakah solusi untuk konseli yang belum selesai permasalahannya akan tetapi dia
tidak ingin mrlanjutkan proses konseling kembali. Apakah konselor perlu melakukan
eksplorasi masalah terhadap permasalahan sedangkan konseli sendiri tidak mau
menyelesaikannya. (Cut nurul wazna)
Jawaban Kelompok:

Eksplorasi masalah adalah tehnik dalam konseling dan juga keterampilan yang harus dimilki
oleh konselor untuk menggali pikiran, perasaan dan persaan.

Dalam kasus diatas, pada tahap eksplorasi masalah adanya aspek yang tidak diperhatikan
oleh konselor, baik dalam mengeksplorasi perasaan maupun pikiran atau pengalaman.
Mungkin dalam proses mengeksplorasi konselor menyinggug perasaan konseli tersebut, yang
menyebabkan dia tidak ingin melanjutkan proses konseling lagi. Dalam hal ini konselor
harus mengklarisifikasinnya dengan konseli, tetapi jika konseli tetap tidak mau
melanjutkannya maka proses konseling dihentikan.hal ini dilihat dari azas kesukarelaan
dalam konseling yang tidak memperbolehkan untuk memaksa konseli dalam mengikuti
kegiatan konseling.

4. Hambatan apa saja yang ditemukan konselor dalm mengeksplorasi perasaan klien. .? (Windria
riska)
Jawaban Kelompok:
Dalam mengeksplorasi baik perasaan, pikiran maupun pengalaman yang akan menjadi
hambatan bagi konselor adalah konseli yang introvert.pribadi seperti ini cenderung untuk
menutupi segala hal yang dirasakan maupun dialaminya. Dalam hal ini konselor harus
berusaha lebih keras dan membentuk raport yang mendalam untuk membuat konseli percaya
dan yakin untuk terbuka dalam melakukan proses konseli.

DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Arintoko. 2011. Wawancara Konseling di Sekolah. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko Dinamik
(Klinis) : Jakarta : Kanisius
Corey, Gerald. 1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Djumhar I dan Moh. Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance &
Counseling). Bandung : CV Ilmu.
Lumongga Lubis, Namora. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling. Jakarta: Kencana.
Nurihsan, A. Juntika. 2007. Bimbingan & Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan.
Bandung: Refika Aditama.
Prayitno& Amti Erman. 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.PT. Rineka Cipta Jakarta.
Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi).
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. 2008. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Kelompok 10

ISU ETIK DALAM PRAKTIK KONSELING

Summary

1. Pengertian Etika dan Kode Etik

Kode etik merupakan seperangkat aturan atau kaidah – kaidah, nilai-nilai yang mengatur segala
perilaku (tindakan dan perbuatan serta perkataan) suatu profesi atau organisasi bagi para
anggotanya.

2. Pentingnya Kode Etik

Kode etik profesional diperlukan dengan beberapa alasan antara lain:

1) Untuk melindungi profesi sesuai dengan ketentuan dan kebijaksanaan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Kode etik ini
akan memberikan kemungkinan profesi dapat mengatur dirinya sendiri dan melaksanakan
fungsinya secara otomatis dalam kendali perundang-undangan yang berlaku.
2) Untuk mengontrol terjadinya ketidak-sepahaman dan persengketaan dari para pelaksana.
Dengan demikian kode etik dapat menjaga dan meningkatkan stabilitas internal dan
eksternal profesi.
3) Melindungi para praktisi dalam masyarakat terutama dalam kaitan kasus-kasus
malapraktek (praktek-praktek yang salah). Bila kegiatan praktek sesuai dengan garis-
garis etika, maka perilaku praktek dapat dianggap memenuhi standar.
4) Melindungi klien dari praktek-praktek yang menyimpang dari orang-orang yang secara
profesional tidak berwenang.

3. Peran dan Kode Etik Konselor


1) Memiliki kompetensi dan keahlian yang disiapkan melalui pendidikan dan latihan khusus
dalam standar kecakapan yang tinggi.
2) Ada perangkat aturan untuk mengatur perilaku profesional dan melindungi kesejahteraan
publik. Aspek penting dalam hal ini adalah kepercayaan :
a. Adanya kodifikasi perilaku profesional sebagai aturan yang mengandung nilai
keadilan dan kaidah-kaidah perilaku profesional yang tidak semata-mata melindungi
anggota profesi tetapi juga melindungi kesejahteraan publik.
b. Bahwa anggota profesi akan mengorganisasikan dan bekerja dengan berpegang
kepada standar professional conduct. Diyaknini bahwa seorang profesional akan
menerima tanggung jawab mengawasi dirinya sendiri; mampu melakukan self
regulation. Dua aspek penting dari self regulation adalah: (i) melahirkan sendiri kode
etik, dan (ii) standar praktek
3) Anggota profesi dimotivasi untuk melayani orang-orang dengan siapa mereka bekerja.
Keyakinan ini barangkali paling rawan; menyangkut komitmen seorang profesional
terhadap nilai yang melintasi nilai-nilai kepentingan pribadi dan motivasi finansial.

4. Landasan dari Praktik Etis

Ada kemungkinan seorang praktisi sadar dan beritikat baik dalam mengikuti kode etik
profesinya masih bisa berlaku tidak etis secara “tidak sadar” dan telah melakukan pelanggaran.
Sebagai kesimpulan umum dapat dikatakan bahwa praktik etis menguntungkan klien, sementara
praktik tidak etis dilakukan demi keuntungan praktisi. Beberapa praktik jelas-jelas etis, dan yang
lainnya tidak etis.

1) Menilai Praktek Etis dan Tidak Etis

Pope, Tabachnick, dan Keith Spiegel (Corey, 2005:) mengutip hasil survey yang
dilakukan oleh para peneliti tentang identifikasi terapis yang melalukan praktek baik, dan yang
buruk. Adapaun penjelasan singkatnya sebagai berikut :

a. Sex
 Terapis (konselor) mengadakan kontak seksual dengan klien
 Melakukan kegiatan erotic dengan klien
 Melepas pakaian didepan klien
 Membiarkan klien melepaskan pakaiannya
 Berhubungan seks dengan orang yang dibawah pengawasan klinik.
Kelima hal tersebut diatas, sama sekali tidak dibenarkan dan sangat tidak etis karena akan
mencenderai proses pelayanan konseling yang efiktif dan professional.

b. Aktifitas bisnis
 Mereferal (mengalihtangankan) klien kepada pihak lain dengan imbalan uang
 Berbisns dengan klien
 Meminjam uang dari klien
c. Isu kerahasiaan
Pope, dkk (Corey 2005:), mengemukakan beberapa contoh berkenaan dengan isu
kerahasiaan ini, yaitu tanpa sengaja membuka data rahasia dan membahas keadaan klien
(dengan menyebutkan nama) kepada teman.

Sehubungan dengan pengelolaan kerahasiaan ini Bigg & Blocher (1986:137-144)


mengemukakan tiga level kerahasiaan yang bisa diterapakan dalam situasi klinis, yakni :

 Tingkat pertama. Pada level ini dasar yang penting sekali adalah bahwa semua
informasi mengenai individu, organisasi, yang menyangkut harga diri, rahasia pribadi
dan lain-lain, di handle/ ditangani secara professional, jenis rahasia ini bukan hanya
diterapkan pada klien yang ditandai, tapi juga para individu lain atau organisasi lain
seperti teman, keluarga, sekolah, agen-agen keamanan dan lain-lain yang mungkin
memberikan informasi, dijaga kerahasiannya sebagai bagian dari proses klinis. Para
professional menyimpan informasi tersebut yang tidak akan pernah dibocorkan secara
sembrono kepada siapapun.
 Tingkat kedua. Ciri yang menonjol dari tingkat kerahasiaan ini adalah bahwa
informasi-informasi hanya akan dibocorkan untuk kebaikan klien.
 Tingkat ketiga. Dalam tingkat ini kerahasiaan akan dibocorkan hanya dalam situasi
yang ekstrim seperti membahayakan orang lain.
d. Memberi pelayanan kompetensi
Beberapa contohnya yakni :
 Terlibat hubungan seks dengan mantan klien
 Memberi terapi kepada salah seorang teman anda
 Mengundang klien ke pesta atau pertemuan keakraban
 Secara langsung  mengusulkan seseorang untuk menjadi klien anda
2) Hak Klien
 Hak untuk menyatakan persetujuan atas hal-hal yang telah diinformasikan
sebelumnya.
 Hak untuk mendapatkan rujukan yaitu apabila konselor sudah tidak mampu lagi
membantu meyelesaikan permasalahan klien.
 Factor yang mempengaruhi keinginan klien untuk masuk dalam kegiatan konseling

5. Pelanggaran Kode Etik Bagi Konselor

Sebagaimana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab X, Pasal 26 ayat 1 dan 2
sebagai berikut:

 Pada organisasi tingkat nasional dan tingkat propinsi dibentuk Dewan Pertimbangan
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
 Dewan Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia sebagaimana
yang dimaksud oleh ayat (1) mempunyai fungsi pokok:
a. Menegakkan penghayatan dan pengalaman Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Indonesia.
b. Memberikan pertimbangan kepada Pengurus Besar atau Pengurus Daerah ABKlN
atau adanya perbuatan melanggar Kode Etik Bimbingan dan Konseling oleh
Anggota setelah mengadakan penyelidikan yang seksama dan bertanggungjawab.
c. Bertindak sebagai saksi di pengadilan dalam perkara berkaitan dengan profesi
bimbingan dan konseling.

1) Sangsi Pelanggaran
 Memberikan teguran secara lisan dan tertulis.
 Memberikan peringatan keras secara tertulis.
 Pencabutan keanggotan ABKIN.
 Pencabutan lisensi.
 Apabila terkait dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan diserahkan pada pihak
yang berwenang.
2) Mekanisme Penerapan Sangsi
 Mendapatkan pengaduan dan informasi dari konseli dan atau masyarakat.
 Pengaduan disampaikan kepada dewan kode etik di tingkat daerah.
 Apabila pelanggaran yang dilakukan masih relatif  ringan maka penyelesaiannya
dilakukan oleh dewan kode etik di tingkat daerah.
 Pemanggilan konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data yang disampaikan oleh
konseli dan atau masyarakat.
 Apabila berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode etik daerah terbukti
kebenarannya maka diterapkan sangsi sesuai dengan masalahnya.

Questions and Answers

1. Pada layanan bk jika konselornya laki-laki dan konselinya seorang perempuan .jika timbul
suatu perasaan suka atau cinta pada saat proses konseling apakah hal itu melanggar kode
etik? (Dina mahmuliana)
Jawaban Kelompok:

hal itu melanggar kode etik dan dinilai sangat tidak etis karena layanan konseling tidak akan
berjalan optimal dan maksimal apabila antara klien dan konselor terikat oleh hubungan
emosional. Oleh sebab itu diperlukan adanya ketahanan diri seorang konselor sebagai tenaga
yang profesional dibidangnya.

Namun, apabila di antara klien dan konselor tidak mampu membendung perasaan mereka
masing-masing maka akan lebih bijak bila konselor menyerahkan permasalahan klien pada
konselor lain yang dinilai mampu menyelesaikan masalah yang dialami klien (referal).

2. Apa hubungan seks dengan praktek etis dan tidak etis dan kompetensi apa yang ada dalam
layanan bk? (Dika fadila)
Jawaban Kelompok:

hubungan tentang seks dengan praktik etis dan tidak etisnya suatu layanan konseling terletak
pada kemungkinan-kemungkinan yang memang mungkin terjadi di antara klien dan konselor
senagai manuasia biasa, diantaranya :
mengadakan kontak seksual dengan klien, Melakukan kegiatan erotic dengan klien, Melepas
pakaian didepan klien, Membiarkan klien melepaskan pakaiannya, Berhubungan seks dengan
orang yang dibawah pengawasan klinik.

Hal ini yang membuat penilaian tidak etis pada saat melakukan proses konseling sehingga
melanggar kode etik. Kompetensi yang ada pada layanan bk yaitu konselor menghindari
perbuatan-perbuatan yang melanggar kode etik seperti Terlibat hubungan seks dengan
mantan klien, Memberi terapi kepada salah seorang teman anda, Mengundang klien ke pesta
atau pertemuan keakraban, Secara langsung  mengusulkan seseorang untuk menjadi klien.
Jadi konselor harus memiliki kemampuan untuk memahami bagaimana menjadi seorang
konselor yang profesional dan memahami kode etik dalam bimbingan koseling.

3. Bagaimana hubungan antara aktifitas bisnis dengan kode etik? (Rayyan)


Jawaban Kelompok:

hubungan yang dimaksud adalah adanya penyimpangan yang dilakukan salah satu pihak
ketika proses layanan konseling sedang berlangsung. Misalnnya aktifitas bisnis yang
menguntungkan pihak tertentu yang tak peduli dengan kerugian yang dialami pihak lain
seperti Mereferal (mengalihtangankan) klien kepada pihak lain dengan imbalan uang,
Berbisnis dengan klien, Meminjam uang dari klien. Hal ini sangat berhubungan dengan kode
etik yaitu melanggar kode etik dimana sebagai seorang konselor tidak seharusnya
menjadikan pelayanan bk untuk aktifitas bisnis melainkan untuk memberikan suatu
pemahaman dan informasi kepada klien serta membantunya menyelesaikan masalh hidup
yang menghambat perkembangann diri klien itu sendiri.

4. Apa maksud dari anggota profesi dimotivasi untuk melayani orang-orang dengan siapa orang
bekerja? (Ariyana rustam)
Jawaban Kelompok:

maksudnya adalah Seorang konselor profesional mesti menaruh kepedulian khusus terhadap
klien, karena klien amat rawan untuk dimanipulasi dan dieksploitasi. Etika konseling harus
melibatkan kesadaran dan komitmen untuk memelihara pentingnya tanggung jawab
melindungi kepercayaan klien (client trust). Seorang konselor harus menyadari akan
kemungkinan pengaruh tindakannya terhadap status klien pada saat ini dan yang akan datang,
dan harus mampu membuat judgmen moral/etik.

5. Bagaimana peran konselor dalam menerapkan kode etik yang melakukan pelanggaran? (Lia
rizki andhani)
Jawaban Kelompok

Jawaban: Konselor wajib mematuhi kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Apabila
terjadi pelanggaran terhadap kode etik Profesi Bimbingan dan Konseling maka kepadanya
diberikan sangsi sebagai berikut.

1. Memberikan teguran secara lisan dan tertulis.


2. Memberikan peringatan keras secara tertulis.
3. Pencabutan keanggotan ABKIN.
4. Pencabutan lisensi.
5. Apabila terkait dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan diserahkan pada pihak
yang berwenang.

DAFTAR PUSTAKA
McLeod, John. (2010). Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus. Jakarta :
Kencana Prenada Media Group.
Haries, Ronald. 2013. Psikologi Konseling. Depok: Penerbit Romeo Press
Corey,Gerald.,Schneider.Corey,Marianne & Callanan,Patrick. (2005). Issues and Ethics In The
Helping Professions Eight Edition. Brooks/Cole,Cengage Learning. Belmont,CA,USA.
http://lilis-istiqomah.blogspot.com/2013/06/isu-etika-dalam-praktik-konseling_23.html diakses
pada 18 Maret 2015 pukul 11.00
ABKIN. 2007. Rambu Rambu Penyelenggaraan Bimbingan Dan Konseling Dalam Jalur
Pendidikan Formal. [online]. Tersedia : http://sunaryo.fip.upi.edu. [18 Maret 2015]
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan
Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: PPB UPI.
Tersedia : http://www.te2n.com/peran-dan-kode-etik-konselor (18 Maret 2015)
Kelompok 11

ISSUE ETIK DALAM PERSPEKTIF LINTAS BUDAYA

Summary

1. Konselor sadar budaya dalam Pelaksanaan Konseling


Lintas Budaya

Karakteristik konselor dalam tuntutan konseling lintas budaya sebagai berikut :

1. Konselor lintas Budaya sadar terhadap nilai-nilai pribadi yang dimiliki dan asumsi-
asumsi terbaru tentang prilaku manusia
2. Konselor sadar bahwa dia memiliki nilai-nilai sendiri yang dijunjung tinggi dan akan
terus dipertahankan.
3. Konselor lintas budaya sadar terhadap karakteristik konseling secara umum
4. Konselor memiliki pemahaman yang cukup mengenai konseling secara umum sehingga
akan membantunya dalam melaksanakan konseling, sebaiknya sadar terhadap pengertian
dan kaidah dalam melaksanakan konseling.
5. Konselor lintas budaya harus mengetahui pengaruh kesukuan dan mereka mempunyai
perhatian terhadap lingkungannya
6. Konselor dalam melaksanakan tugasnya harus tanggap terhadap perbedaan yang
berpotensi untuk menghambat proses konseling. Terutama yang berkaitan dengan nilai,
norma dan keyakinan yang dimiliki oleh suku agama tertentu.
7. Konselor lintas budaya tidak boleh mendorong klien untuk dapat memahami budaya dan
nilai-nilai yang dimiliki konselor.
8. Konselor lintas agama dan budaya dalam melaksanakan konseling harus mempergunakan
pendekatan ekletik. Pendekatan ekletik adalah suatu pendekatan dalam konseling yang
mencoba untuk menggabungkan beberapa pendekatan dalam konseling untuk membantu
memecahkan masalah klien.
2. Perspektif etik dan emik

Definisi Emik dan Etik Secara sangat sederhana, emik mengacu pada pandangan warga
masyarakat yang dikaji, sedangkan etik mengacu pada pandangan si peneliti. Kontruksi emik
adalah deskripsi dan analisis yang dilakukan dalam konteks skema dan kategori konseptual yang
dianggap bermakna oleh partisipan dalam suatu kejadian atau situasi yang dideskripsikan dan
dianalisis. Kontruksi etik adalah deskripsi dan analisis yang dilakukan dalam konteks skema dan
kategori konseptual yang dianggap bermakna oleh komunitas penganut ilmiah.

Deskripsi dan eksplanasi antropologi adalah etik apabila memenuhi hal-hal sebagai berikut :

 Deskripsi harus bermakna sesuai dengan komunitas luas pengamat ilmiah.


 Deskripsi harus divalidasi oleh pengamat secara independen.
 Deskripsi harus memenuhi persyaratan berupa aturan-aturan dalam memperoleh
pengetahuan dan bukti ilmiah.
 Deskripsi harus dapat diterapkan secara lintas budaya.
 Kajian-kajian dalam konteks teori tahap-tahap perkembangan yang mengilustrasikan
bahaya yang bakalan menimpa ilmu-ilmu sosial yang gagal membedakan emik dan etik.

3. Bias Budaya
Kata bias dapat diartikan sebagai pembelokan. Atau tidak adanya kesamaan, atau tidak
adanya titik temu dalam suatu masalah. Bias budaya terjadi karena adanya ketidak samaan dalam
memahami kebenaran atau nilai - nilai budaya. Hal ini terjadi antara satu dengan yang lain,
memahami budaya yang ada dengan menggunakan kerangka pandangnya sendiri – sendiri.

Bias disini merupakan kecenderungan berprasangka yang menghambat, membelokan,


atau mencegah penilaian yang imparsial. Menurut dia, komunikasi yang efektif terjadi apabila
dua individu memiliki banyak kesamaan (homophilous). Pada intinya yang dimaksud dengan
bias budaya, tidak adanya kesefahaman terhadap suatu budaya atau saling memahami budaya
yang lain. Itulah bias budaya. Faktor penyebab bias budaya antara lain:

 Bahasa
 Usia
 Latar pendidikan keluarga
 Nilai
 Stereotip
 Kelas Sosial
 Ras atau suku
 Jenis kelamin(gender)
 Usia
 Preferensi Seksual/ Orientasi.
 Gaya Hidup
 Keadaan orang-orang cacat

Qoestions and Answers

1. Apakah berhak konselor membuang gaya hidup


konseli yang buruk tapi tidak berkenaan dengan masalah? (Rizka tami untari)
Jawaban Kelompok:

berhak, apabila gaya hidup tersebut berpengaruh dengan masalah yang dialami konseli,
karena bagaimanapun gaya hidup yang buruk pasti ada hubungannya dengan masalah yang ia
alami, jadi konselor berhak membuang gaya hidupnya yang buruk tersebut.tetapi apabila
gaya hidup tersebut memang tidak berpengaruh sama sekali, mungkin konselor hanyak
berhak menasehati agar ia bisa hidup lebih baik lagi.

2. Apakah mempengaruhi bagi konselor pemua dalam


menerima ilmu dari dosen yang sudah berumur? (Taufik hidayat)
Jawaban Kelompok:

Konseling merupakan ilmu sosial, maka dari itu ilmu ini akan terus berkembang berdasarkan
kebutuhan manusia yang terus bertambah. Oleh karena itu kemungkinan akan menimbulkan
pengaruh bagi mahasiswa yang belajar konseling dengan dosen lama yang kurang menerima
perubahan, tetapi apabila dosen tersebut terus belajar menyesuaikan ilmu yang telah
dimilikinya dengan perubahan yang ada maka akan lebih baik. Tetapi jika mahasiswa yang
masih saja mendapat ilmu dari dosen yang kurang menerima perubahan tersebut, maka
mahasiswa itu bisa mencari pengetahuan lain disekitarnya, atau mencati informasi terbaru
tentang konseling di berbagai media, dengan demikian ia tidak sepenuhnya mengambil
pengetahuan dari dosen tersebut.

3. Sebutkan contoh stereotip ! (Febriyanti)


Jawaban Kelompok:
1) Stereotipe berdasarkan jenis kelamin, misalnya: laki-laki kuat sedangkan perempuan
lemah.
2) Stereotipe berdasarkan etnis, misalnya: Jawa halus, Batak kasar, dan seterusnya.
3) Stereotipe berdasarkan negara, Jerman orangnya kaku, Indonesia ramah
4) Stereotipe berdasarkan usia, misalnya orang lanjut usia jika berbicara biasanya
menggurui,suatu pekerjaan memberi masa pensiun kepada lansia karena lansia sudah
tidak dapat bekerja secara maksimal
5) Stereotipe berdasarkan ekonomi, misalkan orang yang secara ekonomi berlebih
biasanya berpenampilan glamour,orang dari ekonomi pas-pasan berpenampilan
sederhana

4. Jelaskan maksud dari unconditional positive regard ?


(Ariyana rustam)
Jawaban Kelompok:

Jawab : Menerima keadaan klien secara utuh tanpa memberikan penilaian apapun terhadap
keberadaan dan prilaku klien. Konselor berusaha berpikir positif memahami dunia klien apa
adanya tanpa adanya kritikkan yang akan membuat klien membangun mekanisme pertahanan
diri yang kuat, sehingga menciptakan rasa aman yang membuat klien bisa memahami
masalahnya secara utuh.

DAFTAR PUSTAKA
Jumarlin. 2002. Dasar – Dasar Konseling Lintas Budaya. Yokyakarta : Pustaka Pelajar
Syamsu Yusuf, 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: Rosdakarya
Singgih Gunarsa, 2007. Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: Gunung Mulia.
Yusuf, Yusmar. Psikologi Antar Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Winkel, W.S. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT
Grasindo, 1991
Arik Aryanto. 2011. Etika Konseling Lintas Budaya.
Anak Agung Ngurah Adhiputra, Konseling Lintas Budaya, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2013)
Ahmadi, H. Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta
Kelompok 12

ISU ETIK DALAM PERSPEKTIF LINTAS BUDAYA “Peran Asesmen dan Diagnostik
dalam Konseling Sadar Budaya, Dual dan Multi Relasi dalam Praktik Konseling”

Summary

1. Sensifitas Budaya
Konseling antar budaya akan berhasil apabila telah mengembangkan 3 dimensi kemampuan
yaitu dimensi keyakinan, dan sikap pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan klien
antar budaya yang akan dilayani. Konselor tidak dipersiapkan secara khusus untuk menangani
klien-klien yang latar belakang budaya, suku atau ras, dan kelompok- Kelompk sosial ekonomi
tertentu, akan tetapi menangani klien yang bersifat antar budaya atau bahkan multi budaya.

2. Perbedaan Budaya Yang Mempengaruhi


Konselor Lintas Budaya
Antara konselor dengan konseli pada hakekatnya merupakan hubungan dua orang yang
saling berbeda. Perbedaan tersebut didasari atas latar belakang yang berbeda dari kedua belah
pihak tersebut, yang diantaranya dapat berasal dari lingkungan kelurganya, usia, agama, jenis
kelamin, sosial ekonominya, bahasa dan yang lainnya.
Konselor harus pandai memahami persoalan-persoalan konseli yang memiliki pandangan
berbeda-beda. Keadaan yang ada pada konseli itu juga terjadi pada konselor, namun karena
posisi konselor sebagai helper, maka konselor harus memiliki kesadaran diri
Menurut Draguns (dalam Pedersen et al.,1981) mengutip beberapa tema tumpang tindih yang
sering muncul dalam berbagai bentuk. Tema tersebut diantaranya:
1) Pemilihan etic dan emic

Istilah ini dari ahli seorang bahasa. Isu ini melihat budaya dari luar dan dari dalam. Etik
memandang data dalam konsep eksternal budaya yang sifatnya universal. Emik memandang data
atas dasar praktik-praktik pribumi (indigenous) atau keunikan budaya.

Isu etik emik menjadi perdebatan karena pada akhirnya berkenaan dengan masalah
hubungan konselor-konseli. Dalam hubungannya, kedua pihak mengadakan transaksi yang
datangnya dari latar budaya yang bebeda.
2) Dilema autoplastis dan aloplastis
Konsep autoplastis mengacu pada bagaiman mengakomodasikan seseorang pada suatu
latar dan struktur sosial yang bersifat memberi. Apabila konseling mengacu pada model
autoplastis maka intinya konselor mengajak konseli untuk mengadakan penyesuaian dengan
lingkungan. Sebaliknya, konselor yang berorientasi aloplastis mengajak konseli untuk mengubah
lingkungan.

3) Hubungan versus teknik


Isu ini berkenaan dengan hubungan konselor-konseli versus teknik-teknik konseling.
Apabila ditinjau dari hakekat konseling, isu ini mengacu pada persoalan-persoalan apakah proses
konseling perlu dilakukan dalam kerangka budaya konselor atau dapat dlakukan diluar kerangka
budaya konselor?, konseling merupakan inti hubungan konselor-konseli atau merupakan
penerapan teknik-teknik yang dapat dimanipulasi sesuai dengan lingkungan budaya yang
berbeda-beda?

4) Hubungan bilateral antara konselor-konseli


Yang dimaksud hubungan bilateral disini ialah hubungan konselor-konseli yang mengacu
pada tingkat proses belajar dalam konseling yang mempengaruhi konselor maupun konseli.
Pengalaman konseling merupakan proses belajar bilateral, pengaruh timbal balik konselor dan
konseli.

3. Peran asesmen dan diagnostik dalam konseling sadar


budaya.
Seorang konselor perlu memahami, menggali potensi, serta membimbing konseli dalam
memahami dirinya sendiri. Oleh karena itu konselor perlu data yang akurat untuk menggali
informasi dari konseli dengan menggunakan metode yang tepat. Data tentang konseli dan juga
lingkungannya harus diolah dan diarsipkan secara baik dan teratur sehingga mudah diperoleh
kembali jika suatu saat diperlukan

4. Dual dan multi dalam praktik konseling


Sebagai rangkuman dari apa yang telah dijelaskan di atas, maka ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam kaitannya dengan konseling lintas budaya. Menurut Pedersen (1980)
dinyatakan bahwa konseling lintas budaya memiliki tiga elemen yaitu:
1) konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan melakukan
konseling dalam latar belakang budaya (tempat) klien;
2) konselor danklien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan melakukan
konseling dalamlatar belakang budaya (tempat) konselor; dan
3) konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan melakukan
konseling di tempat yang berbeda pula.

Lebih lanjut, menurut Pedersesn, Lonner dan Draguns (dalam Carter, 1991) dinyatakan
bahwa beberapa aspek dalam konseling lintas budaya adalah (1) latar belakang budaya yang
dimiliki oleh konselor, (2) latar belakang budaya yang diimiliki oleh klien, (3) asumsi-asumsi
terhadap masalah yang akan dihadapi selama konseling, dan (4) nilai-nilai yang mempengaruhi
hubungan konseling, yaitu adanya kesempatan dan hambatan yang berlatar belakang tempat di
mana konseling itu dilaksanakan.

Questions and Answers

Pertanyaan :

1. Saya kurang mengerti tentang dual dan multi relasi, tolong di jelaskan kembali beserta
contohnya!
2. Tolong kelompok jelaskan tentang hubungan judul kelompok dengan kaitannya dalam
pengembangan pribadi konselor!
3. Saya kurang mengerti tentang arti dari “ada perbedaaan yang mempengaruhi Konseling
Lintas Budaya” tolong dijelaskan kembali beserta contohnya!
4. Dimanakah letak peran assesmen dalam Konseling Lintas Budaya, dan maksud dari
“Penilaian menyajikan fungsi-fungsi assesmen, berikan contoh!

Jawaban :

1. Maksud dari dual dan multi relasi yaitu konselor perlu menyadari akan nilai-nilai yang
berlaku secara umum. Kesadaran akan nilai-nilai yang berlaku bagi dirinya dan
masyarakat pada umumnya akan membuat konselor mempunyai pandangan yang sama
tentang sesuatu hal. Persamaan pandangan atau persepsi ini merupakan langkah awal bagi
konselor untuk melaksanakan konseling.
Sebagai rangkuman dari apa yang telah dijelaskan di atas, maka ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan konseling lintas budaya. Menurut
Pedersen (1980) dinyatakan bahwa konseling lintas budaya memiliki tiga elemen yaitu:
a. konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan
melakukan konseling dalam latar belakang budaya (tempat) klien;
b. konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan
melakukan konseling dalam latar belakang budaya (tempat) konselor; dan
c. konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan
melakukan konseling di tempat yang berbeda pula.
Contohnya adalah dimana konselor dan konseli mampu beradaptasi dengan
budaya masing-masing serta budaya ditempat dilakukan konseling tersebut, seperti
konselor adalah orang Aceh dan konseli adalah orang Jawa dan mereka melakukan proses
konseling misalnya di sulawesi. Maka konselor dan konseli perlu untuk saling
beradaptasi dengan budaya mereka ddan proses konselingnya disesuaikan dengan norma-
norma yang ada di lingkungan tempat berlangsungnya kegiatan konseling tersebut seperti
apabila disulawesi tersebut tidak dibolehkan untuk berduaan di cafe maka konselor
haruslah mengajak konselinya untuk melakukan proses konseli di kantor saja dan tidak
menjadwalkan kegiatan di cafe.
2. Dengan adanya konselor mengetahui dan mendapatkan wawasan seputar isu etik dalam
perspektif lintas budaya maka diharapkan konselor mampu untuk melakukan proses
konseling dengan profesioanal dan dapat menerima konseli dan beradaptasi dengan latar
belakang dari budaya konseli itu sendiri.
3. Antara konselor dengan konseli pada hakekatnya merupakan hubungan dua orang yang
saling berbeda. Perbedaan tersebut didasari atas latar belakang yang berbeda dari kedua
belah pihak tersebut, yang diantaranya dapat berasal dari lingkungan kelurganya, usia,
agama, jenis kelamin, sosial ekonominya, bahasa dan yang lainnya. Pada dasarnya
budayalah yang membedakan sesorang dengan orang lain (konselor dan konseli),yang
tampak berupa perbedaan pada nilai-nilai mereka dan dapat mempengaruhi tingkah laku
mereka.Orang-orang biasanya mencoba untuk sailng berhubungan satu sama lain
sekalipun berasal dari kebudayaan yang berbeda, agar apa yang menjadi kebutuhan dalam
hubungannya dengan orang lain dapat tercapai dengan berhasil dan begitupun
berhubungan dengan alam.
4. Letaknya adalah pada saat awal konselor bertemu dengan konseli, maka konselor perlu
untuk mengetahui biodata dari konselinya agar konselor dapat lebih memahami dan bisa
beradaptasi dengan kepribadian, lingkungan tempat tinggalnya serta budayanya yang bisa
juga dipakai nanti untuk menerapkan metode konseling dan cara pemecahan masalah
yang sesuai dengan konseli itu sendiri. Sementara maksud dari “penilaian menyajikan
fungsi-fungsi assesmen itu adalah fungsi dari penilaian itu sendiri yaitu:
a. Untuk merangsang konselor dan klien untuk mempertimbangkan berbagai
masalah,
b. Untuk menjelaskan sifat masalah atau masalah,
c. Dapat menyarankan solusi untuk masalah,
d. Menyediakan sebuah metode untuk membandingkan berbagai alternatif sehingga
keputusan dapat dibuat atau dikonfirmasi, untuk mengaktifkan konselor dan klien
dalam mengevaluasi efektivitas solusi tertentu.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Arifin,Zaenal (2009),  Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Arniatiu (2010). Evaluasi Pembelajaran. Makalah Perkuliahan. Padang : Non-     Publikasi.
Daryanto (2008), Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sudijono,Anas (2009) Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Fuadi, Athok. 2006. Sistem Pengembangan Evaluasi.  Bandung: Ponorogo Press
Nana Sudjana. 1989. Penilaian hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya
Rahayu, Iin Tri,dkk. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang: Bayumedia
Danandjaja, James. 1994. Antropologi Psikologi: Teori, Metode, dan Sejarah Perkembangannya.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kode etik profesi konseling 2003.
Wantu, Tuti. 2010. Konseling Lintas Budaya. Gorontalo UNG: Tidak di terbitkan

Anda mungkin juga menyukai