Anda di halaman 1dari 15

DIMENSI PEMBELAJARAN

 FILSAFAH PEMBELAJARAN

Dalam dunia pendidikan, khususnya dalam masalah pembelajaran memahami filosofi


pembelajaran menjadikan hal yang sangat penting. Filosofi itu sendiri berasal dari kata
Filsafat. Menurut Suyitno (2009:6-7), Filosofis, berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas
suku kata philein/philos yang artinya cinta dan sophos/Sophia yang artinya kebijaksanaan,
hikmah, ilmu, kebenaran. Secara maknawi filsafat dimaknai sebagai suatu pengetahuan yang
mencoba untuk memahami hakikat segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau
kebijaksanaan.

Hubungan antara filsafat dan teori pendidikan sangatlah penting sebab ia menjadi dasar, arah
dan pedoman suatu sistem pendidikan. Sedangkan, Filsafat pendidikan merupakan aktivitas
pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses
pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan serta menerangkan nilai-nilai dan tujuan
yang ingin di capai. Berdasarkan uraian tersebut, maka jelaslah bahwa untuk melaksanakan
dan ketercapaian tujuan pendidikan dan pembelajaran dibutuhkan pemahaman hakikat yang
akan diajarkan kepada peserta didik. Sebagai manusia, peserta didik merupakan individu
yang tersendiri dengan segala kondisi kejiwaan yang ada padanya. Secara garis besar maka
pendidikan dapat disebutkan sebagai praktek, yaitu seperangkat kegiatan atau aktivitas yang
dapat diamati dan didasari dengan tujuan untuk membantu pihak lain (peserta didik) agar
memperoleh perubahan perilaku.

Dengan demikian, landasan filosofis pendidikan sebagai hasil studi pendidikan tersebut,
dapat dijadikan titik tolak dalam rangka studi pendidikan yang bersifat filsafiah, yaitu
pendekatan yang lebih komprehensif, spekulatif, dan normatif. 

Oleh sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu
memperkokoh landasan pendidikannya. Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi,
yaitu upaya memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami hakikat manusia
sebagai salah satu landasannya. Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan
berimplikasi terhadap konsep dan praktek pendidikannya.

Selanjutnya, dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut dalam praktek pembelajaran,
seorang guru membutuhkan seperangkat alat-alat pembelajaran. Pembelajaran akan dapat
dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan
efisien metode atau cara-cara pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu
pada suatu landasan yang kokoh.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dalam rangka melaksanakan pembelajaran di kelas,


seorang guru perlu memahami hal-hal sebagai berikut:

1. Bagaimana seharusnya siswa belajar di sekolah


2. Bagaimana seharusnya guru mengajar di sekolah
3. Bagaimana seharusnya bahan ajar atau materi pembelajaran disampaikan
4. Bagaimana pembelajaran yang baik, dengan strategi dan metode apa guru
menyampaikan pembelajaran

 RANAH PEMBELAJARAN KOGNITIF,AFEKTIF, DAN SKILL


1. Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan otak. Artinya, segala upaya
yang menyangkut aktifitas otak termasuk kedalam ranah kognitif. Berikut penjelasan
dari masing-masing tingkatan ranah kognitif menurut Winkel (2004) dan Mukhtar
(2003).
1) Pengetahuan (knowledge)
Yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat atau mengenali kembali
tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus, dan sebagainya; mencakup
ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan
yang meliputi fakta, kaidah, prinsip, serta metode yang deketahui.
Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan ini akan digali pada saat
diperlukan melalui bentuk mengingat (recall) atau mengenal kembali
(recognition). Dalam jenjang kemampuan ini, seseorang dituntut untuk
dapat mengenali atau mengetahui adanya suatu konsep, fakta, atau istilah
tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. Minsalnya, TIK yang
untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “siswa akan mampu
menyebutkan nama semua sekretaris jendral PBB, sejak saat PBB mulai
berdiri”.

2) Pemahaman (comprehension)
Yaitu kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu
setelah sesuatu itu diketahui atau diingat; mencakup kemampuan untuk
menangkap makna dari arti dari bahan yang dipelajari, yang dinyatakan
dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, atau mengubah data yang
disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain. Dalam hal ini, siswa
dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui
apa yang sedang dikomunikasikan, dan dapat memanfaatkan isinya tanpa
keharusan untuk menghubungkannya dengan hal-hal yang lain. Kemampuan
ini dapat dijabarkan ke dalam tiga bentuk, menerjemahkan (translation),
menginterpretasi (interpretation), dan mengekstrapolasi (extrapolation).
Minsalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “Siswa
akan mampu menguraikan, dalam kata-kata sendiri, garis-garis besar dalam
naskah Bahasa Inggris”.

3) Penerapan (application)
Yaitu kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide
umum, metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan
sebagainya dalam situasi yang baru dan konkret; mencakup kemampuan
untuk menerapkan suatu kaidah atau metode yang digunakan pada suatu
kasus atau problem yang konkret dan baru, yang dinyatakan dalam aplikasi
suatu metode kerja pada pemecahan problem yang baru. Situasi yang
digunakan haruslah baru, karena apabila tidak demikian, maka kemampuan
yang diukur bukan lagi penerapan, melainkan ingatan semata-mata.
Pengukuran kemampuan ini umumnya menggunakan pendekatan
pemecahan masalah (problem solving), dan melalui pendekatan ini siswa
dihadapkan pada suatu masalah yang perlu dipecahkan dengan
menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Misalnya, TIK yang untuk
sebagian dirumuskan sebagai berikut:”Siswa akan mampu menghitung
jumlah liter cat yang dibutuhkan untuk mencatsemua dinding di suatu ruang
dan jumlah uang yang harus dikeluarkan. Data mengenai ukuran-ukuran
ruang, kuantitas cat yang diperlukan untuk setiap m³ dan harga cat per
kaleng @ 2 liter, disajikan”.

4) Analisis (analysis)
Yaitu kemampuan seseorang untuk menguraikan Suatu bahan atau keadaan
menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan
diantaranya: mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam
bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat
dipahami dengan baik, yang dinyatakan dengan penganalisisan sebagai
bagian-bagian pokok atau komponen-komponen dasar dengan hubungan
bagian-bagian itu. Kemampuan analisis ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, yaitu analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis prinsip-
prinsip yang terorganisasi. Minsalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan
sebagai beriku: “Siswa akan mampu menempatkan suatu kumpulan bunga
berjumlah 20 kuntum bunga dalam empat kategori, menurut pilihannya
sendiri”.

5) Sintesis (synthesis)
Yaitu kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari kemampuan
analisis; mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola
yang baru, yang dinyatakan dengan membuat suatu rencana, yang menurut
adanya kriteria untuk menemukan pola dan struktur organisasi yang
dimaksud. Minsalnya, TIK yang untuk sebagian di rumuskan sebagai
berikut:”Siswa akan mampu memberikan uraian lisan tentang perlunya
pelatihan rencana bisnis, dengan berpegang pada suatu kerangka yang
menagndung pembukaan, inti, ringkasan pembahasaan dan kesimpulan”.

6) Evaluasi (evaluation)
Yaitu merupakan jenjang berfikir yang paling tinggi dalam ranah kognitif ini
yang merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan
terhadap suatu situasi, nilai, atau ide; mencakup kemampuan untuk
membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal dan
mempertanggungjawabkan pendapat itu berdasarkan kriteria tertentu yang
dinyatakan dengan kemampuan memberikan penilaian terhadap suatu hal.
Kriteria yang di gunakan untuk mengandalkan evaluasi ini dapat bersifat
intern dan ekstern. Kriteria intern adalah kriteria yang berasal dari situasi
atau keadaan yang dievaluasi itu sendiri, sedangkan kriteria ekstern adalah
kriteria yang berasal dari luar keadaan atau situasi yang dievaluasi tersebut.
Minsalnya, TIK yang dirumuskan sebagai berikut:”Mahasiswa FIP akan
mampu mengadakan evaluasi tertulis terhadap contoh-contoh perumusan
TIK yang diberikan dalam (1) sampai dengan (5) di atas, berdasarkan kriteria
yang berlaku bagi perumusan TIK yang baik. Karangan berjumlah maksimal 2
halaman folio bergaris dan minimal 1 ½ halaman”.
2. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai, dan sikap
seseorang dapat diramalkan perubahannya apabila iya telah memiliki penguasaan
kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri belajar afektif akan tampak pada siswa dalam berbagai
tingkah laku, seperti perhatiannya terhadap mata pelajaran pendidikan agama islam
akan meningkatkan kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran agama di sekolah.
a) Penerimaan (receiving)
Mencakup kepekaan akan adanya suatu rangsangan dan kesediaan untuk
memperhatikan rangsangan tersebut, yang dinyatakan dengan
memperhatikan sesuatu, walaupun perhatian itu masih bersifat pasif.
Dipandang dari segi pembelajaran, jenjang ini berhubungan dengan upaya
menimbulkan, mempertahankan, dan mengarahkan perhatian siswa.
Minsalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “siswa
akan rela memandangi peta geografi tanah Indonesia yang dipamerkan di
depan kelas”.
b) Partisipasi (responding)
Mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan turut
berpartisipasi dalam suatu kegiatan, yang dinyatakan dengan memberikan
suatu reaksi terhadap rangsangan yang disajikan. Minsalnya, TIK yang untuk
sebagian dirumuskan sebagai berikut: “Siswa akan rela berpartisipasi dalam
upacara kenaikan bendera, dengan berdiri tegak dan menyanyikan lagu
kebangsaan dengan volume suara penuh”.
c) Penilaian / penentuan sikap (valuing)
Mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan
memposisikan diri sesuai dengan penilaian itu. Artinya, mulai terbentuk
suatu sikap, yang dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dan konsisten
dengan sikap batin,baik berupa perkataan maupun tindakan. Minsalnya, TIK
yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “siswa akan menunjukkan
sikap positif terhadap belajar kelompok, dengan cara mempersiapkan
sejumlah pertanyaan secara tertulis, mendatangi pertemuan kelompok
secara rutin dan berpartisipasi dalam kegiatan belajar”.
d) Organisasi (organization)
Mencakup kemampuan untuk membentuk suatu system nilai sebagai
pedoman dan pegangan dalam kehidupan, yang dinyatakan dalam
pengembangan suatu perangkat nilai. Jenjang ini berhubungan dengan
menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antara nilai-
nilai tersebut, serta mulai membentuk suatu system nilai yang konsisten
secara internal. Minsalnya, TIK yang untuk sebagian besar dirumuskan
sebagai berikut: “mahasiswa akan mampu menguraikan secara tertulis,
bentuk keseimbangan yang wajar antara kewajiban pimpinan sekolah untuk
melaksanakan GBPP yang di terapkan secara nasional”.
e) Pembentukkan pola hidup (characterization by a value or value complex)
Mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian
rupa, sehingga dapat menginternalisasikannya dalam diri dan
menjadikannya sebagai pedoman yang nyata dan jelas dalam kehidupan
sehari-hari, yang dinyatakan dengan adanya pengaturan hidup dalam
berbagai bidang kehidupan. Kemampuan tersebut sulit dituangkan dalam
suatu TIK, karena mengandung unsur kebiasaan yang baru dibentuk setelah
waktu yang cukup lama, minsalnya kemampuan untuk menunjukkan
kerajinan, ketelitian, dan disiplin dalam kehidupan pribadi.

Untuk menilai tujuan belajar siswa yang berhubungan dengan sikap dan nilai, maka
perlu dikumpulkan data siswa dengan berbagai cara, minsalnya dengan meneliti
tingkah laku siswa, juga pendapat atau komentar siswa mengenai sesuatu. Harus
diakui bahwa penggolongan ini masih bertumpang tindih di antara tahapan-
tahapannya dengan ranah kognitif, dan cenderung mengikuti fase-fase dalam
perkembangan moral seorang anak kecil sampai dewasa dalam perkembangan
siswa.

3. Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar
kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (kecenderungan untuk
berperilaku).
I. Persepsi (perception)
Mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara
dua perangsang atau lebih, berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik yang
khas pada masing-masing rangsangan, yang dinyatakan dengan adanya
suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan
(stimulation) dan perbedaan antara rangsangan-rangsangan yang
ada.misalnya, TIK untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “Siswa akan
mampu membedakan antara huruf d dan huruf g atau antara bentuk angka
6 dan 9 yang ditulis di papan tulis”.
II. Kesiapan (set)
Mencakup kemampuan untuk menempatkan diri dalam keadaan akan
memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan, yang dinyatakan dalam
bentuk kesiapan jasmani dan mental. Misalnya, TIK untuk sebagian
dirumuskan sebagai berikut: “Siswa akan mampu mengambil posisi tubuh
yang tepat, sebelum meninggalkan garis start dalam perlombaan lari cepat”.
III. Gerakan terbimbing (guided response)
Mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik yang
dinyatakan dengan menggerakkan anggota tubuh menurut contoh yang
telah diberikan. Minsalnya, TIK untuk sebagian dirumuskan sebagai beriku:
“siswa akan mampu membuat lingkaran di atas kertas secara tepat dengan
menggunakan sebuah jangka sesuai dengan contoh yang diberikan oleh guru
di papan tulid”.
IV. Gerakan yang biasa (mechanical response)
Mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik
dengan lancer, tanpa memperhatikan lagi contoh yang di berikan, karena iya
sudah mendapat latihan yang cukup, yang dinyatakan dengan
menggerakkan anggota tubuh. Minsalnya, TIK untuk sebagian dirumuskan
sebagai berikut: “ siswa akan mampu meloncat dan menitipkan bola voli
dalam net selama 10 menit, dengan membuat kesalahan minimal 5 kali”.
V. Gerakan yang kompleks (complex response)
Mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan yang terdiri
atas berbagai komponen, dengan lancer, tepat, dan efisien, yang dinyatakan
dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan, serta Menggabungkan
beberapa sub keterampilan menjadi suatu keseluruhan gerakan yang
teratur. Minsalnya, TIK untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “siswa
akan mampu membuat sebuah sekrup yang panjangnya 3cm dan tebalnya ¼
cm, dalam waktu setengah jam dengan menggunakan mesin listrik di
bengkel”.
VI. Penyesuaian pola gerakan (adjustment)
Mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan penyesuaian
pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan suatu
taraf keterampilan yang telah mencapai kemahiran. Minsalnya seorang
pemain yang menyesuaikan pola permainannya dengan gaya bermain dari
lawannya atau dengan kondisi lapangan. Taraf kemahiran ini jarang akan
tercapai dalam mengajar satu TIK saja.
VII. Kreativitas (creativity)
Mencakup kemampuan untuk melahirkan pola-pola gerak-gerik yang bari,
yang dilakukan atas prakarsa atau inisiatif sendiri. Hanya orang yang
berketerampilan tinggi dan berani berfikir kreatif, akan mampu mencapai
tingkat kesempurnaan ini, seperti kadang-kadang dapat disaksikan dalam
pertunjukkan tarian dilapisan es dengan diiringi music instrumental.

Menilai tujuan belajar psikomotor berbeda dengan cara menilai tujuan belajar
kognitif. Tidak semua tujuan belajar psikomotor dapat diukur dengan tes, melainkan
tujuan belajar yang bersifat keterampilan ini dapat diukur dengan kemampuan atau
keterampilan siswa dalam mengajarkan sesuatu.

 SYSTEM PEMBELAJARAN

Sistem adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan dan saling
berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan.
(A.Atresna,1991) Sistem adalah suatu keseluruhan dari bahagian-bahagian yang
bekerja sama untuk mencapai hasil yang di harapkan.
Berdasarkan pengertian diatas,maka ada tiga hal penting yang menjadi karakteristik suatu
sistem. Pertama, setiap sistem pasti memiliki tujuan. Tujuan merupakan ciri utama suatu
sistem.Tak ada sistem tanpa tujuan.Tujuan merupakan arah yang harus dicapai oleh suatu
pergerakan sistem.Semakin jelas tujuan,maka semakin mudah menentukan pergerakan
sitem.Kedua,sistem selalu mengandung suatu proses.Proses adalah rangkaian
kegiatan.kegiatan diarahkan untuk mencapai tujuan.Semakin kompleks tujuan,maka semakin
rumit juga proses kegiatan.Ketiga proses kegiatan dalam suatu sistem selalu melibatkan dan
memanfaatkan berbagai komponen atau unsur-unsur tertentu.
Suatu sistem memiliki ukuran dan batas yang relatif. Bisa terjadi suatu sistem tertentu
pada dasarnya merupakan subsistem dari suatu sistem yang lebih luas.Misalnya sistem
pembelajaran yang memiliki komponen-komponen tertentu pada dasarnya merupakan
subsistem dari sistem pendidikan; dan sistem pendidikan merupakan subsistem dari sistem
sosial masyarakat.Dalam sistem pembelajarannya itu pun memiliki subsistem-subsistem yang
lebih kecil,misalnya subsistem media,strategi,dan lain sebagainya.
Kemudian mengapa pembelajaran dikatakan sebagai suatu sistem?
Karena pembelajaran adalah kegiatan yang bertujuan,yaitu membelajarkan siswa.Proses
membelajarkan itu merupakan rangkaian kegiatan yang melibatkan berbagai komponen.itulah
pentingnya setiap guru memahami sistem pembelajaran.Melalui pemahaman sistem ,minimal
setiap guru akan memahami tentang tujuan pembelajaran atau hasil yang diharapkan,proses
kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan,pemanfaatan setiap komponen dalam proses
kegiatan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Sistem bermanfaat untu merancang atau merencanakan suatu proses pembelajaran.
(Ely,1979) “Perencanaan adalah proses dan cara berfikir yang dapat membantu menciptakan
hasil yang diharapkan.
1. Melalui sistem perencanaan yang matang,guru akan terhindar dari keberhasilan secara
untung-untungan,dengan demikian pendekatan sistem memiliki daya ramal yang kuat
tentang keberhasilan suatu proses pembelajaran.
2. Melalui sistem perencanaan yang sistematis,setiap guru dapat menggambarkan
berbagai hambatan yang mungkin dihadapi sehingga dapat menentukan berbagai
strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
3. Melalui sistem perencanaan,guru dapat menentukan berbagai langkah dalam
memanfaatkan berbagai sumber dan fasilitas yang ada untuk ketercapaian tujuan.
B.Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sistem pembelajaran
a. Faktor Guru
Guru adalah komponen faktor yang sangat menentukan dalam implementasi suatu
strategi pembelajaran.Tanpa guru bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi,maka
strategi itu tidak mungkin dapat diaplikasikan. Keberhasilan implementasi suatu startegi
pemeblajaran akan tergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan
metode,teknik,dan taktik pembelajaran.Guru yang menganggap mengajar hanya sebatas
menyampaikan meteri pelajaran,akan berbeda dengan guru yang menganggap mengajar
adalah suatu proses pemberian bantuan kepada peserta didik.
Guru,dalam proses pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Peran
guru,apalagi untuk siswa pada usia pendidikan dasar,tidak mungkin dapat digantikan oleh
perangkat lain,seperti televisi,radio,komputer,dan lain sebagainya.Sebab siswa adalah
organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang
dewasa.Dalam prose spembelajaran guru bukanlah hanya berperan sebagai model atau
teladan bagi siswa yang diajarinya,akan tetapi juga sebagai pengelola
pembelajaran(manager of learning).Dengan demikian,efektivitas proses pembelajaran
terletak dipundak guru.Norman Kirby(1981)” One underlying emphasis should be
noticeable:that the quality of the teacher is the essential,constant featur in the succes of
any educational system”
Dunkin(1974),ada sejumlah aspek yang dapat memektor guru,yaang dapat
memengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari dari faktor gutu,yaitu;”teacher
formative experince,teacher training experience and teacher properties.
 Teacher formative experince,meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman
hidup guru yang latar belakang sosial mereka.Yang termasuk kedalam aspek
ini diantaranya,meliputi tempat asal kelahiran guru,termasuk suku,latar
belakang budaya dan adat istiadat,keadaan keluarga dari mana guru itu
berasal,misalkan apakah guru itu berasala dari keluarga yang tergolong
mampu atau tidak;apakah mereka berasal dari keluarga harmonis atau bukan.
 Teacher training experince,meliputi pengalaman-pengalaman yang
berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru,misalnya
pengalaman latihan profesional,tingkatan pendidikan,pengalaman jabatan,dan
lain-laian.
 Teacher propeties adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang
dimiliki guru,misalnya sikap guru terhadap profesinya,sikap guru terhadap
siswa,kemampuan atau inteligensi guru,motivasi dan kemampuan mereka baik
kemampuan dalam pengolahan pembelajaran termasuk didalamnya
kemampuan dalam merencanakan dan evaluasi pembelajaran maupun
kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran
b. Faktor Siswa
Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap
perkembangannya.perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek
kepribadiaannya,akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak
pada setiap aspek tidak selalu sama.Seperti halnya guru, faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek sisa meliputi aspek latar
belakang siswa yang menurut Dunkin disebut pupil formative experinces serta faktor
sifat yang dimiliki siswa (pupil properties).
Siswa yang termasuk berkemampuan tinggi biasanya ditunjukkan oleh
motivasi yang tinggi dalam belajar,perhatian dan keseriusan dalam mengikuti
pelajaran dan lain sebagainya,Sebaliknya siswa yang tergolong pada kemampuan
rendah ditandai dengan kurangnya motivasi belajar,tidak adanya keseriusan dalam
mengikuti pelajaran termasuk menyelesaikan tugas,dan lain sebagainya.Perbedaan-
perbedaan semacam ini menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam
penempatan atau pengelompokkan siswa maupun dalam perlakuan guru dalam
menyesuaikan gaya belajar.
Sikap dan penampilan siswa didalam kelas,juga merupakan aspek lain yang
dapat mempengaruhi proses pembelajaran.Adakalanya ditemukan siswa yang sangat
aktif(hyperkinetic)dan ada pula siswa yang pendiam,tidak sedikit juga ditemukan
siswa yang memiliki motivasi yang rendah dalam belajar.Semuan itu akan
mempengaruhi proses pembelajaran didalam kelas.Sebab,bagaimanapun faktor siswa
dan guru merupakan faktor yang sangat menentukan dalam interaksi belajar.
c. Faktor Sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala sesuatau yang mendukung secara langsung terhadap
kelancaran proses pembelajaran,misalnya media pembelajaran,alat-alat
pelajaran,perlengkapan sekolah,dan lain sebagainya.sedangkan prasarana adalah
segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses
pembelajaran,misalnya,jalan menuju sekolah,penerangan sekolah,kamar kecil,den lain
sebagainya.Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam
penyelenggaraan proses pembelajaran.
Terdapat beberapa keuntungan bagi sekolah yang memiliki kelengkapan
sarana dan prasarana.Pertama,kelengkapan sara dan prasarana dapat menumbuhkan
dan motivasi guru mengajar.Mengajar dapat dilihat dari dua dimensi,yaitu sebagai
proses penyampaian materi pelajaran dan sebagai proses pengaturan lingkungan yang
dapat merangsang siswa untuk belajar.Apabila mengajar dipandang sebagai proses
penyampaian materi,maka dibutuhkan sarana pembelajaran berupa alat dan bahan
yang dapat menyalurkan pesan secara efektif dan efisien.sedangkan manakal
mengajar dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa dapat
belajar,maka dibutuhkan sarana yang berkaitan dengan berbagai sumber belajar yang
dapat mendorong siswa untuk belajar.Kedua,Kelengkapan sarana dan prasarana dapat
memberikan berbagai pilihan pada siswa untuk belajar.Siswa yang bertipe audif akan
lebih mudah belajar melalui pendengaran,sedangkan tipe siswa yang visual akan lebih
mudah belajar melalui penglihatan.kelengkapan saran dan prasaran akan
memudahkan siswa menentukan pilihan dalam belajar.
d. Faktor Lingkungan
Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat mempengaruhi
proses pembelajarn,yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial-psikologis.
Faktor organisasi kelas yang didalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu
kelas merupakan aspek penting yang dapat memengaruhi proses
pembelajaran.Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai
tujuan pembelajaran.Kelompok belajar yang besar dalam satu kelas
berkecenderungan:
1. Sumber daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah
siswa sehingga waktu yang tersedia akan semakin sempit.
2. Kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan
menggunakan semua sumber daya yang ada.Misalnya,dalam
penggunaan waktu diskusi;jumlah siswa yang terlalu banyak akan
memakan waktu yang banyak pula,sehingga sumbangan pikiran akan
sulit didapatkan dari setiap siswa.
3. Kepuasaan belajar setiap siswa akan cenderung menurun.Hal ini
disebabkan kelompok belajar yang terlalu banyak akan mendapatkan
pelayanan yang terbatas dari setiap guru,dengan kata lain perhatian
guru akan semakin terpecah.
4. Perbedaan individu antara anggota akan semakin tampak,sehingga
akan semakin sukur kesepakatan.Kelompok yang terlalu besar
cenderung akan terpecah kedalam sub-sub kelompok yang saling
bertentangan.
5. Anggota kelompok yang terlau banyak berkecenderungan akan
semakin banyak siswa yang terpaksa menunggu untuk sama-sama
maju mempelajari materi pelajaran baru.
6. Anggota kelompok yang terlalu banyak akan cenderung semakin
banyak siswa yang enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan
kelompok.
Faktor lain dari dimensi lingkunyan yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran
adalah faktor iklim sosial-psikologis,maksudnya adalah keharmonisan hubungan antara orang
yang terlibat dalam proses pembelajaran.iklim sosial-psikologis dapat terjadi secara internal
dan eksternal.Internal adalah hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan
sekolah,misalnya iklim sosial antara siswa dengan siswa;antara siswa dengan guru;antara
guru dengan guru bahkan antara guru dengan pimpinan sekolah.Eksternal adalah
kerhamonisan hubungan antara pihak sekolah dengan dunia luar,misalnya hubungan sekolah
dengan orang tua siwa,hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga masyarakat,dan lain
sebagainya.
Sekolah yang memiliki hubungan baik secara internal,yang ditunjukkan oleh kerja
sama antara guru,saling menghargai dan saling membantu,maka memungkinkan iklim belajar
menjadi sejuk dan tenang sehingga akan berdampak pada motivasi belajar siswa.Sebaliknya
manakala hubungan keharmonisan,iklim belajar akan penuh dengan ketegangan dan
ketidaknyamanan sehingga akan mempengaruhi psikologis siswa dalam belajar.

 KOMPONEN PEMBELAJARAN
1. Kurikulum
Manajemen kurikulum dan program pengajaran merupakan bagian dari MBS.
Manajemen kurikulum dan program pengajaran mencakup kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian kurikulum. Perencanaan dan pengembangan kurikulum
nasional pada umumnya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada
tingkat pusat. Karena itu level sekolah yang paling penting adalah bagaimana
merealisasikan dan penyesuaian kurikulum tersebut dengan kegiatan pembelajaran.
Di samping itu, Sekolah juga bertugas dan berwenang untuk mengembangkan
kurikulum muatan lokal sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan
setempat.
Sekolah merupakan ujung tombak pelaksanaan kurikulum baik kurikulum nasional
maupun muatan local, yang diwujudkan melalui proses belajar mengajar untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional, institusional, kurikuler, dan instruksional. Agar
proses belajar mengajar dapat dilakukan secara efektif dan efisien, serta mencapai
hasil yang diharapkan, diperlukan kegiatan manajemen program pengajaran.
Manajemen atau administrasi pengajaran adalah keseluruhan proses
penyelenggaraan kegiatan di bidang pengajaran yang bertujuan agar seluruh
kegiatan pengajaran terlaksana secara efektif dan efisien.
Untuk menjamin efektivitas pengembangan kurikulum dan program pengajaran
dalam MBS kepala sekolah sebagai pengelola program pengajaran bersama dengan
guru-guru harus menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci dan operasional ke
dalam program tahunan, catur wulan dan bulanan. Adapun program mingguan atau
program satuan pelajaran, wajib dikembangkan guru sebelum melakukan kegiatan
belajar-mengajar. Berikut diperinci beberapa prinsip yang harus diperhatikan:
 Tujuan yang dikehendaki harus jelas, makin operasional tujuan, makin
mudah terlihat dan makin tepat program-program yang dikembangkan
untuk mencapai tujuan.
 Tujuan itu harus sederhana dan fleksibel
 Program-program yang disusun dan dikembangkan harus sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan.
 Program yang dikembangkan harus menyeluruh dan harus jelas
pencapaiannya.
 Harus ada koordinasi antar komponen pelaksanaan program di sekolah.

Oleh karena itu perlu dilakukan pembagian tugas guru, penyusunan kalender
pendidikan dan jadwal pelajaran, Pembagian waktu yang digunakan, penetapan
pelaksanaan evaluasi belajar, penetapan nilai, penetapan norma kenaikan kelas,
pencatatan kemajuan belajar peserta didik, serta peningkatan perbaikan pengajaran
serta pengisian waktu jam kosong.

2. Guru
Profesi guru jelas bukan profesi yang berkelas dengan gaji besar, bukan
profesi yang enak dan mengasyikkan. Status ini penuh beban moral dan sosial yang
menuntut hidupnya sesuai dengan apa yang diajarkan, sesuai dengan apa yang
diucapkannya, baik itu dalam relasi sosialnya di sekolah maupun di luar sekolah.
Peran sosial yang dimainkan dalam sekolah adalah mengajarkan ilmu
pengetahuan yang dijadikan kebijakan dan pedoman sekolah tersebut dan
menerjemahkan keinginan kepala sekolah dalam mendidik. Dalam proses
mengajarnya ia harus melakukan konsultasi dan meminta petunjuk dari kepala
sekolah ketika menghadapi kesulitan dalam menjalankan peran sosialnya di sekolah
yaitu mengajar.
Di dalam kelas guru memiliki daya utama yang menentukan norma-norma di
dalam kelasnya dan otoritas guru sukar dibantah. Guru menentukan apa yang harus
dilakukan oleh murid agar Ia belajar, Ia menuntut agar anak-anak menghadiri setiap
pelajaran agar mereka berlaku jujur dalam ulangan, dating pada waktunya
kesekolah, dan melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.
Juga, dalam kelakuan anak sehari-hari, tentang berpakaian, cara bergaul,
cara mengatasi konflik dan hal-hal moral, pergaulan antara seks, soal kejujuran sikap
terhadap agama, terhadap antara orang tua, dan pemerintah guru itu akan
dipengaruhi norma-norma golongan dari mana dia berasal. Tentang peraturan-
peraturan sekolah telah ada yang ditentukan oleh pemerintah adapula oleh kepala
sekolah dan staff guru, minsalnya mengenai kehadiran disekolah, larangan merokok,
pembayaran iyuran sekolah, dan sebagainya yang harus dipatuhi oleh semua anak,
lepas dari status sosial orang tua anak (Nasution, 1983:69-70).
Guru merupakan sumber utama bagi murid-muridnya, namun pada
umumnya orang tidak memandang guru sebagai orang yang pandai yang
mempunyai intelegensi yang tinggi. Orang yang berIQ tinggi akan menjadi dokter
atau insinyur dan tidak menjadi guru walaupun dalam kenyataanterbukti bahwa
guru yang beralih jabatan dapat melakukan tugasnya dengan baik sebagai jendral,
gubernur, menteri, duta besar, bupati, camat, juga sebagai usahawan, seniman,
pengarang, dan sebagainya. Walaupun demikian, orang tetap berpegang pada
stereotif guru.
Tentunya, stereotif guru beragam. Secara garis besar, terdapat beberapa
ciri-ciri stereotif guru, yaitu sebagai berikut:
 Guru tidak memperlihatkan kepribadian yang fleksibel. Ia cenderung
mempunyai pendirian yang tegas dan mempertahankannya. Ia
kurang terbuka bagi pendirian lain yang berbeda. Karena sifat ini, ia
sulit melihat kebenaran orang lain atau cara orang lain memecahkan
suatu masalah. Guru tidak suka diberi pertanyaan oleh murid,
apalagi menerima jawaban yang berbeda dengan guru.
 Guru pandai menahan diri. Iya hati-hati dan tidak segera
menceburkan diri dalam pergaulan dengan orang lain. Karena itu,
iya tidak dapat memberikan partisipasi penuh dalam kegiatan sosial.
 Guru cenderung menjauhkan diri karena hambatan batin untuk
bergaul secara intim dengan orang lain. Orang lain juga sukar untuk
mengadakan hubungan akrab dengan guru.
 Guru berusaha menjaga harga diri dan merasa keterikatan
melakukannya pada norma-norma yang berkenaan dengan
kedudukannya. Baginya, guru itu orang terhormat dan karena itu iya
harus berkelakuan sesuai dengan kedudukan itu.
 Guru cenderung untuk bersikap otoriter dengan ingin menggurui
dalam diskusi. Sebagai orang yang serba tahu dalam kelas, dia akan
memperlihatkan sikap yang sama di luar kelas.
 Guru cenderung bersikap konserfatif baik dalam pendiriannya
maupun dalam hal-hal lahiriah, seperti mengenai pakaian. Sebagai
guru, ia bertugas menyampaikan kebudayaan nenek moyang kepada
generasi muda. Dengan demikian, generasi muda dapat turut
mempertahankan dan mengawetkan kebudayaan.
 Guru pada umumnya tidak didorong oleh motivasi yang kuat untuk
menjadi guru. Seorang memasuki lembaga pendidikan guru sering
karena pilihan lain tertutup.
 Guru pada umumnya tidak mempunyai ambisi yang kuat untuk
mencapai kemajuan.
 Guru lebih cenderung mengikuti pimpinan dari pada memberi
pimpinan.
 Guru dipandang kurang agresif dalam menghadapi berbagai
masalah.
 Guru cenderung memandang guru-guru sebagai kelompok yang
berbeda dari golongan pekerja lainnya. Kecenderungan ini turut
menimbulkan stereotif guru.
 Guru menunjukkan kesediaan untuk berbakti dan berjasa (Nasution,
1983:104-105).

Dari sinilah kemudian surya memberikan penilaian atas keberadaan guru,


terutama jaman sekarang. Guru di zaman sekarang berada pada posisi tersandung,
terjebak, atau terbebani. Hal ini dikaitkan dengan jabatan guru selalu dikaitkan
dengan rujukan nilai-nilai, yang bersifat normative sehingga selalu dipandang
sebagai jabatan mulia. Guru dipandang sebagai sumber keteladanan dan dituntut
berperilaku ideal secara normative. Maka, munculah sanjungan terhadap guru
seperti yang digugu dan ditiru, pahlawan tanpa tanda jasa dan pejabat yang mulia.

3. Siswa
Di suatu sekolah, dapat kita temukan macam-macam kedudukan murid dan
hubungan antara murid, antara lain sebagai berikut.
 Hubungan dan kedudukan berdasarkan usia dan tingkat kelas.
 Struktur sosial berhubungan dengan kurikulum.
 Klik atau kelompok persahabatan di sekolah.
 Hubungan antara struktur masyarakat dan pengelompokkan disekolah.
 Kelompok elit.
 Kelompok siswa mempunyi organisasi formal (Nasution, 1983:81-82).
Peran dan kedudukan murid adalah sebagai pelajar, orang yang menimbang
ilmu dalam sekolah tersebut. Oleh karena itu, kedudukan mereka berada di bawah
kepala sekolah dan guru. Akan tetapi, terlepas dari latar belakang sosial ekonomi
orang tua mereka, kedudukan murid disekolah dalam pola hubungannya dengan
guru dan kepala sekolah selalu menempatkan kedua kelas tersebut sebagai yang di
atas. Pengertian dari yang di atas ini adalah dalam konteks keilmuan, mereka tunduk
dan patuh atas apa yang dibberikan oleh guru, baik itu pelajaran maupun nasihat-
nasihatnya, juga dari kepala sekolah. Kalaupun ada yang dipertanyakan, yang tidak
sesuai dengan pengetahuan yang diperoleh dari bacaan dan internet, maupun dari
pengetahuan lewat pergaulan, mereka biasanya mengonfirmasikan lebih dahulu dan
tidak langsung menyangkalnya. Kalaupun ada yang berbuat langsung menyangkal,
itu dalam kategori murid yang nakal dan Bengal.

Oleh karena itu, pola hubungan sosial mereka terhadap guru, kepala sekolah,
staf administrasi, petugas keamanan, maupun petugas kebersihan selalu dalam
konteks murid menghormati mereka, murid menjadikan mereka sebagai orang tua
disekolah. Ketika terjadi pola hubungan menyimpang, minsalnya berani menyangkal
atau berani membantah, itu merupakan proses kelanjutan dari pola hubungan sosial
kedua belah pihak. Terkadang guru, kepala sekolah, staf administrasi, petugas
keamanan, atau petugas kebersihan tidak menempatkan posisinya sebagai orang
yang sudah tua, atau melalaikan pekerjannya. Hal itu menjadikan murid bersikap
berbeda dan berani bertindak lebih jauh. Terkadang dalam diri murid terdapat
watak yang terlalu berani.

Kebanyakan sekolah biasanya terlampau memusatkan perhatian kepada


pendidikan akademis. Ini kemudian menjadikan para pemangku kebijakan
pendidikan disekolah kurang memberikan perhatian dan memupuk hubungan sosial
di kalangan murid-murid. Program pendidikan yang diaplikasikan tidak bisa
mengabaikan relasi antar murid karena mereka memiliki struktur sosialnya msing-
masing ada tidaknya golongan minoritas dikalangan mereka memengaruhi
hubungan antara kelompok iti. Apalagi, Negara kita mempunya penduduk yang
multirasial, menganut agama yang berbeda-beda, dan mengikuti adat kebiasaan
yang berlainan. Murid-murid kita disekolah juga sering menunjukkan perbrdaan asal
kebangsaan, kesukuan, agama, adat istiadat, dan kedudukan sosial. Berdasarkan
perbedaan itu, mungkin timbul golongan minoritas di kalangan murid-murid yang
tersembunyi atau nyata.

4. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran diatur oleh sebuah hokum, di mana hokum tersebut
mengatur tentang pengoperasian dari proses belajar negajar. Hukum dari metode
mengajar adalah kesiapan, latihan, dan akibat. Ketika hokum tersebut harus menjadi
bahan pertimbangan yang memadai untuk diaplikasikan dalam setiap pembelajaran
yang akan diterapkan dikelas.
Berikut ini beberapa prinsip metode mengajar yang harus diperhatikan oleh seorang
guru ketika berada di kelas;
 Metode mengajar harus berasal dari sesuatu yang diketahui oleh siswa.
Guru dapat menggunakan pengalaman masa lalu siswa yang mengandung
unsur kemiripan dengan materi yang diajakarkan, sehingga dapat
mempermudah proses pembelajaran. Prinsip ini akan mudah dicapai apabila
siswa mampu memberikan korelasi dan pembandingan, karena dimualai dari
bahan yang telah diketahui siswa.
 Metode harus didasarkan pada dua konsep, yaitu teori dan praktik, yang
sinergis dengan tujuan agar pembelajaran dapat berjalan maksimal dan
siswa dapat merasakan manfaat dari pembelajaran. Pembelajaran yang
monoton membuat siswa bosan dan praktik dapat menetralisir terjadinya
kebosanan tersebut.
 Metode mengajar harus memperhatikan perbedaan individu melalui proses
yang sesuai dengan ciri pribadi, seperti kebutuhan, minat, dan kematangan
mental siswa.
 Metode harus mampu merangsang kemampuan daya nalar berfikir siswa
dengan kritis. Mekanisme dan dapat diaplikasikan adalah dengan
memberikan peluang kepada siswa untuk berfikir dan melakukan kegiatan
pengorganisasian yang kontinu. Tugas mandiri atau kelompok dapat
membantu siswa dalam mengembangkan daya nalar yang konstruktif.
 Metode mengajar harus disesuaikan dengan kemajuan siswa dalam hal
menerima materi, mengembangkan keterampilan, mengasah pengetahuan,
dan gagasan serta sikap siswa.
 Metode pembelajaran harus menyediakan pengalaman belajar yang cukup
bagi siswa melalui kegiatan belajar mengajar yang bervariasi. Variasi
pembelajaran ini untuk memastikan bahwa siswa telah memahami secara
konseptual materi yang diberikan.
 Metode mengajar harus menantang dan memotivasi siswa kea rah kegiatan
yang menyangkut proses diferensiasi dan integrasi. Proses penyatuan
pengalaman sangat membantu terbentuknya tingkah laku yang baik.
 Metode mengajar yang diaplikasikan seorang guru harus mampu
memberikan peluang bagin siswa untuk berinteraksi dan berdialog, baik
dalam bentuk bertanya atau menjawab pertanyaan maupun memberikan
peluang kepada guru untuk menemukan kekurangan pembelajaran agar
dapat dilakukan evaluasi serta pembaikan terhadap gaya mengajar yang
diterapkan di dlam kelas.
 Metode mengajar mampu menyempurnakan kekurangan dan kelemahan
gaya mengajar yang diterapkan melalui evaluasi secara berkala. Mengajar
dengan diskusi atau lainnya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
untuk melihat strategi mengajar dalam bentuk lainnya. Prinsipnya bahwa
semakin banyak metode dan gaya mengajar diterapkan, maka indra akan
semakin sering dirangsang.
5. Materi Pembelajaran
Materi oembelajaran adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus
dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang telah
ditetapkan. Materi pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari
keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan supaya pelaksanaan pembelajaran
bisa mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai dengan kompetensi inti dan
kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa.
6. Alat Pembelajaran
7. Evaluasi
Istilah evaluasi bukan lagi merupakan suatu kata yang asing dalam kehidupan masa
sekarang, apalagi bagi orang yang terlibat dalam dunia pendidikan. Aktivitas evaluasi
ini sudah dilaksanakan manusia sejak zaman dahulu,sejak manusia mulai berfikir.
Istilah evaluasi sekarang sudah mempunyai padanan kata dalam bahasa Indonesia,
yaitu penilaian. Kenyataannya, sekarang ini banyak orang yang melakukan kegiatan
evaluasi, tetapi tidak mempunyai pemahaman yang utuh terhadap istilah evaluasi
tersebut.
Secara khusus, ada beberapa pengertian yang telah dikemukakan oelh para pakar,
sebagai berikut:
1. Edwin Wandt dan Gerald W. Brown (1997) mengemukakan istilah evaluasi
memunjukkan pada suatu pengertian, yaitu suatu tindakan atau proses
untuk menentukan nilai dari sesuatu.
2. Ten Brink dan Terry D (1994) mengemukakan evaluasi adalah proses
mengumpulkan informasi dan menggunakannya sebagai bahan untuk
pertimbangan dalam membuat keputusan.
3. Suharsimi Arikunto (2004) mengemukakan evaluasi adalah kegiatan
mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu; dalam mencari sesuatu
tersebut, juga termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai
keberadaan sesuatu program, produksi, prosedur, serta alternatif strategi
yang diajukan untuk mencapai tujuan yang telah di tentukan.

Dengan demikian, evaluasi berarti menentukan sampai seberapa jauh sesuatu itu
berharga, bermutu, dan bernilai. Evaluasi terhadap hasil belajar yang di capai oleh
siswa dan terhadap proses pembelajaran mengandung penilaian terhadap hasil
belajar atau proses pembelajaran mengandung penilaian terhadap hasil belajar atau
proses belajar itu, sampai seberapa jauh keduanya dapat dinilai baik. Sebagai contoh
yang dapat membuat kita memahami tentang pengertian beberapa istilah diatas,
dapat dikemukakan bahwa tes merupakan daftar pertanyaan yang diberikan oleh
seorang guru kepada siswanya untuk memperoleh keterangan mengenai hasil
belajar siswa tersebut. Jawaban siswa terhadap pertanyaan tersebut diolah oleh
guru tersebut melalui prosedur tertentu, dan haasilnya akan menggambarkan
mengenai kedudukan setiap siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran, dan
kedudukan siswa dengan siswa lainnya.

Anda mungkin juga menyukai