Makalah
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengembangan Pribadi
Konselor
oleh
A. Mursal (0106519045)
Ganjar Suargani (0106519017)
Julia Surya (0106519022)
dosen pengampu
Dr. Awalya, M.Pd., Kons.
Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL ................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Manfaat Penulisan ....................................................................................... 2
1.4. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2
II PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KEHIDUPAN KONSELOR
2.1. Konsep Nilai Kehidupan ............................................................................. 3
2.2. Hubungan Nilai dengan Kepribadian Konselor ..................................... 11
2.3. Kualitas Nilai Kepribadian Konselor ...................................................... 14
SIMPULAN ......................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA RUJUKAN ..................................................................... 20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
tidak ada yang lebih praktis dibanding menguasai pendekatan teoretis utama
dalam konseling. Konselor yang demikian akan sistematis dan terampil dalam
menerapkan teori dan metode dalam praktik mereka. Banyak yang menggunakan
tipe eklektisisme yang sehat dalam pekerjaannya. Mereka bekerja secara
sistematis dari ancangan perkembangan/kesejahteraan, model medis/patologis,
atau gabungan keduanya. Terlepas dari itu, konselor yang efektif tahu bagaimana
individu berkembang sepanjang masa kehidupannya.
Nilai juga dianggap sebagai sesuatu yang baik yang menjadi suatu norma
tertentu yang mengatur ketertiban kehidupan sosial manusia. Karena manusia
merupakan makhluk budaya dan makhluk sosial selalu membutuhkan bantuan
orang lain dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik berupa jasmaniah (segi
ekonomis) maupun rohaniah (segi spiritual) maka manusia dalam interaksi dan
interpendensinya harus berpedoman pada nilai-nilai kehidupan sosial yang terbina
dengan baik dan selaras.
3
4
Definisi ini menekankan bahwa nilai merupakan standar bagi sikap dan
aktivitas seseorang. Sedangkan Milton Rokeah seperti di kutip oleh Kosasih
Djahiri (1985: 20 ) mengartikan nilai: “suatu kepercayaan (belief) yang bersumber
pada sistem nilai seseorang, mengenai apa yang patut atau apa yang tidak patut
dilakukan seseorang mengenai apa yang berharga dan apa yang tidak berharga.
Berikut ini akan dikemukakan empat definisi nilai yang masing masing
mempunyai tekanan yang berbeda, yaitu :
1) Menurut Goldon Allport, seorang ahli psikologi (1964), nilai adalah
keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Nilai
terjadi pada wilayah psikologis yang membuat keyakinan, seperti hasrat,
motif, sikap, keinginan dan kebutuhan. Karena itu keputusan benar-salah,
baik-buruk, indah-takindah pada wilayah ini merupakan hasil dari serentetan
proses psikologis yang kemudian mengarahkan individu pada tindakan dan
perbuatan yang sesuai dengan nilai pilihannya.
2) Menurut Kupperman, seorang ahli sosiolog (1983), nilai adalah patokan
normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya diantara
cara-cara tindakan alternatif. Definisi ini mempunyai tekanan utama pada
norma sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku manusia. Oleh
sebab itu, salah satu bagian terpenting dalam proses pertimbangan nilai adalah
pelibatan nilai-nilai normatif yang berlaku di masyarakat.
3) Menurut Kluckhohn (Brameld, 1957), nilai sebagai konsepsi (tersirat atau
tersurat, yang sifatnya membedakan individu atau ciri-ciri kelompok) dari apa
yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan
tujuan akhir tindakan.
Menurut maknanya etika, etiket, hal hal etis, nilai dan norma dapat
berlaku atau mempunyai kesamaan secara universal. Akan tetapi, jika
diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk kata dan tindakan serta perilaku dalam
interaksi antar manusia, maka berbeda sesuai situasi dan kondisi serta lingkungan
interaksi itu terjadi. Orang-orang di benua Amerika, Eropa, Asia dan benua
lainnya mempunyai pengertian ataupun pemahaman yang relatif sama tentang
etika, etiket, hal-hal etis, nilai dan norma. Namun ada perbedaan dalam
mengimplementasikan hal tersebut pada kehidupan sehari-hari seperti halnya
dalam tindakan, ucapan kata-kata dan perilaku keseharian yang telah menjadi
kebiasaan masyarakat pada setiap wilayahnya. Akan menjadi sebuah masalah jika
kebiasaan tersebut dilakukan pada sikon yang tidak sesuai dengan nilai atau
norma pada wilayah –wilayah masyarakat tertentu.
Nilai atau value disini diartikan sebagai suatu ukuran pada diri seseorang
tergantung tentang suatu sikap, kata, situasi, dan lain-lain, yang dapat dan selalu
atau sering mempengaruhi perilakunya. Nilai selalu mempunyai kaitan dengan
norma atau petunjuk-petunjuk agar mempunyai hidup serta berprilaku yang baik.
Norma biasanya tidak tertulis namun berlaku dan disetujui secara umum. Jadi,
nilai – nilai hidup dan kehidupan merupakan keseluruhan tampilan diri, sikap,
kata, perbuatan, manusia sesuai sikonnya. Yang termasuk nilai-nilai hidup antara
lain :
1) Agama atau ajaran-ajaran agama
Agama atau ajaran agama biasanya besifat mutlak. Artinya tertanam dan
berakarnya nilai-nilai dalam diri seseorang, yang telah menjadi prinsip
hidupnya.
2) Norma ataupun kebiasaan yang berlaku dalam komunitas
Norma yang berlaku dalam komunitas biasana bersifat warisan bersama,
artinya semua anggota komunitas menyetujui dan mempraktekkannya, maka
hal itu terus menerus diturunkan kepada generasi berikutnya dan bisa dipakai
sebagai salah satu identitas bersama pada komunitas tersebut.
3) Pendidkan formal dan informal, disiplin, latihan, bimbingan orang tua
maupun guru
6
3) Nilai keindahan, seperti kemampuan intuk menghargai dan menikmati hal hal
indah, serasi, dan bagus.
4) Nilai keindahan fisik, seperti persepsi terhadap keadaan tubuh yang dianggap
ideal atau serasi.
5) Nilai kesehatan, seperti keinginan untuk memiliki keadaan tubuh yang jauh
dari penyakit.
6) Nilai keterampilan, seperti keinginan untuk memiliki kemampuan melakukan
berbagai hal dengan tepat, mudah, dan cepat.
7) Nilai rasa sejahtera dan aman, seperti memiliki keinginan untuk bebas dari
tekanan, kecemasan dan konflik batin.
8) Nilai pengetahuan, seperti tuntutan diri terhadap informasi, kebenaran, hal hal
yang dapat memuaskan rasa ingin tahu atau memiliki kemampuan untuk
mengetahui sesuatu yang diinginkan.
9) Nilai moral, seperti keinginan untuk memiliki pemikiran, keyakinan, dan
tindakan yang sesuai dengan norma yang diterima oleh masyarakat.
10) Nilai keagamaan atau kepercayaan, yaitu iman terhadap tuhan dan keinginan
untuk dapat hidup sesuai dengan agama dan kepercayaan.
11) Nilai keadilan, seperti keinginan untuk memiliki sikap adil, sifat tidak
memihak atau membedakan manusia, menghargai kebenaran dan fakta, serta
mampu memperlakukan orang lain secara adil.
12) Nilai altruisme, yaitu memiliki kemauan dan kemampuan untuk
memperhatikan kebutuhan, kepentingan dan kebahagiaan orang lain.
13) Nilai pengakuan atau penghargaan, seperti keinginan untuk mengakui bahwa
dirinya sendiri adalah pentin, berharga, dan layak mendapatkan perhatian
serta penghargaan dari orang lain.
14) Nilai kesenangan, seperti keinginan merasakan kenikmatan atau kegembiraan.
15) Nilai kebijaksanaan, seperti memiliki kemauan menggunakan akal sehat,
pengalaman dan pengetahuan dengan tepat.
16) Nilai kejujuran, seperti memiliki kebaikan hati, ketuluasan hati, kesungguhan
hati dan keterusterangan.
17) Nilai prestasi, seperti penghargaan terhadap hasil yang baik dari kerja keras.
8
18) Nilai kemandirian atau otonomi, seperti kemampuan untuk berdiri sendiri dan
tidak dikuasai orang lain.
19) Nilai kekayaan, seperti keinginan untuk memiliki banyak harta yang berharga
dan atau memiliki banyak uang.
20) Nilai kesetiaan, seperti keinginan memiliki keteguhan hati dalam
persahabatan, dalam ikatan dengan kelompok atau lembaga tertentu.
Nilai sebagai bagian integral dari perilaku sosial dalam suatu budaya
yang bersifat religius, spiritual, dan mengatur. Budaya merupakan warisan
sekaligus masa depan yang menjadi dasar bagi individu dan bangsa untuk
membentuk identitasnya. Budaya adalah sistem nilai dan kepercayaan yang
dipegang secara bersama oleh beberapa orang dan memberikan perasaan menjadi
bagian dari kelompok atau rasa identitas. Nilai pribadi konselor yang akan dikaji
yakni pribadi konselor dalam teori person centered therapy yang dicetuskan oleh
Carl Rogers.
phenomenal field, dan self concept. Organisme merupakan individu itu sendiri,
mencakup aspek fisik maupun psikologis. Sedangkan phenomenal filed yaitu
pengalaman-pengalaman hidup yang bermakna secara psikologis bagi individu,
berupa pengetahuan, pengasuhan orang tua dan hubungan pertemanan. Dan yang
terakhir self concept yakni interaksi organisme atau fisik individu sendiri dengan
phenomenal field yang akan membentuk (“I/me”/saya).
Selain itu, kualitas pribadi konselor yang termasuk dalam kategori baik
menunjukkan bahwa konselor (1) memiliki banyak informasi yang dapat
disampaikan kepada siswa, sungguh-sungguh dalam menjelaskan informasi, dan
menyampaikan informasi yang bermanfaat (resource person), (2) komunikator
dan pendengar yang baik (model of communication), (3) rela berkorban,
mengutamakan kepentingan orang lain, dan ikhlas dalam membantu (altruisis),
(4) pribadi yang berpedoman pada nilai dan norma agama dan mengutamakan
ibadah (pengembangan landasan dan identitas religius), (5) mampu menghayati
masalah yang sedang dialami siswa dan memberikan respon yang dapat
menenangkan (pengembangan empati), (6) pribadi yang tenang, tidak mudah
cemas, tidak mudah marah dan tersinggung, pribadi yang kuat/kokoh, mampu
berintrospeksi diri (pengembangan pribadi terhadap toleransi stres dan frustasi),
(7) memiliki keyakinan terhadap sisi positif orang lain, bersyukur, dan memiliki
jiwa optimis (pengembangan berpikir positif), (8) pribadi yang taat terhadap
aturan-aturan dan mampu membina hubungan baik dengan sesama manusia
(pengembangan nilai-nilai kehidupan pribadi), (9) memiliki kesadaran dan
penerimaan terhadap perbedaan budaya yang dimiliki oleh setiap orang, tidak
menaruh kecurigaan, dan tidak membeda-bedakan perlakuan (prasangka dan
stereotif budaya positif), (10) kemampuan mengarahkan, memantau, dan
mengontrol (pengembangan manajemen diri) (Ahadiyah & Awalya, 2017, p. 4-5).
Apa yang diungkap oleh Willis maupun yang dirumuskan oleh ABKIN
di atas, mengisyaratkan bahwa porsi kecerdasan atau kematangan emosi dan
spiritual konselor harus lebih ditekankan daripada sisi intelektual dan
keterampilan teknis. Persoalannya adalah mampukah lembaga pendidikan menjadi
konselor yang memenuhi kriteria tersebut atau pertanyaan besar bagi para ahli
bimbingan dan konseling adalah mampukah kita mendidik atau
mengembangkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Seorang konselor yang bekerja dengan diatur oleh kode etik dan memiliki tugas
untuk membanu menangani masalah konseli harus memiliki nilai kehidupan
dalam melaksanakan profesinya secara professional. Ketentuan ini dapat dilihat di
poin pertama pada “Kualifikasi Dan Kegiatan Profesional Konselor” di dalam
ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling), yang berbunyi sebagai berikut:
Kualifikasi dan kegiatan professional konselor terdiri dari dua poin, yaitu:
1) Memiliki nilai, sikap. Keterampilan, pengetahuan dan wawasan dalam bidang
profesi bimbingan dan konseling. Nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan dan
wawasan yang harus dimiliki konselor adalah sebagai berikut:
a) Konselor wajib terus menerus berusaha mengembangkan dan menguasai
dirinya
b) Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar,
menepati janji, dapat dipercaya, jujur, tertib dan hormat
c) Konselor wajib memiliki rasa tanggungjawab terhadap saran ataupun
peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan seprofesi
yang berhubungan dengan pelaksanaan ketentuan tingkah laku
professional
d) Konselor wajib mengusahakan mutu kerja yang tinggi dan tidak
mengutamakan kepentingan pribadi termasuk material, finalsial dan
popularitas
e) Konselor wajib terampil dalam menggunakan teknik dan prosedur khusus
dengan wawasan luas dan kaidah-kaidah ilmiah
2) Memperoleh pengakuan atas kemampuan dan wewenang sebagai konselor.
a) Pengakuan keahlian
b) Kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yang diberikan
kepadanya.
19
DAFTAR PUSTAKA RUJUKAN
Ahadiyah, M. F., & Awalya. (2017). Hubungan Antara Kualitas Pribadi Konselor
dan Minat Siswa Terhadap Layanan Konseling Perorangan. Indonesian
Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application, 6(3), 1-7.
Retrive from http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jbk
Triyono, Al-Ghozaly, S., & Imanti, V. (2018). Peningkatan Soft Skills Pribadi
Konselor Mahasiswa BKI Melalui Career Development Program (CDP).
KONSELI: Jurnal Bimbingan dan Konseling (E-Journal), 5(2); 171-182.
Doi: https://doi.org/10.24042/kons.v5i2.3207
20