Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“MEMAHAMI PERANAN NILAI-NILAI KONSELOR

DALAM PROSES KONSELING”


Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan Pribadi Konselor yang diampu oleh

Dra. Titin Indah Pratiwi, M.Pd.

DI SUSUN OLEH :

Annisa Cahyani 16014010010

Yulian Arifatul Hasanah 16010014034

Karin Ovieyanti Y 16010014040

Theresa Pakarti W 16010014042

Shinta Wulan Happyane 16010014060

Atikah Putri Aini A 16010014068

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

TH. 2017/2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang,
kami panjatkan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayahnya kepada saya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “ MEMAHAMI NILAI-NILAI KONSELOR DALAM PROSES
KONSELING ”

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu
saya menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan
tangan terbuka saya mengharapakan saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah kami dapat memberikan manfaat dan
inspirasi terhadap pembaca.

Surabaya, 5 September 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang........................................................................................................................4

Rumusan Masalah.................................................................................................................4

Tujuan....................................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

Nilai-nilai Pribadi Konselor...............................................................................................5

Pandangan Tentang Nilai Pribadi Konselor....................................................................5

Kualitas Konselor..................................................................................................................7

Peran Nilai Dalam Proses Konseling................................................................................17

Peran Nilai Dalam Pengembangan Tujuan-Tujuan Konseling.....................................20

BAB III PENUTUP

Kesimpulan...........................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latabelakang

Nilai  suatu yang dianggap baik yang menjadi suatu norma tertentu mengatur
ketertiban kehidupan sosial manusia. Karena manusia merupakan makhluk budaya
dan makhluk sosial [selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari, baik berupa jasmaniah (segi-segi ekonomis) maupun rohani
(segi spiritual)] maka manusia dalam interaksi dan interdependensinya harus
berpedoman pada nilai-nilai kehidupan sosial yang terbina dengan baik dan selaras

Dalam rangka mengembangkan sifat sosial, manusia selalu menghadapi masalah-


masalah sosial yang berkaitan dengan nilai-nilai (Ahmadi, 1990:12). Nilai-nilai itu
merupakan faktor internal dengan hubungan antar sosial tersebut, sebagaimana
dikatakan Celcius, ubi societas, ibiius “di mana ada suatu masyarakat, disana pasti ada
hukum”.  Dengan kata lain, sebagaimana pandangan aliran progressivisme, nilai itu
timbul dengan sendirinya, tetapi ada faktor-faktor lain dari masyarakat saat nilai itu
timbul (Muhammad Noor Syam, 1986:127). Sehingga Nilai akan selalu muncul apabila
manusia mengadakan hubungan sosial dan bermasyarakat dengan manusia lain. Hal
ini sesuai dengan aliran progressivisme bahwa “masyarakat menjadi wadah nilai-nilai”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa sajakah nilai-nilai konselor ?
2. Apa peran nilai dalam proses konseling ?
3. Apa peran nilai dalam pengembangan tujuan-tujuan konseling ?

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami nilai-nilai konselor
2. Untuk mengetahui peran nilai dalam proses konseling
3. Untuk mengetahui peran nilai dalam pengembangan tujuan-tujuan konseling

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 NILAI-NILAI PRIBADI KONSELOR

A. PANDANGAN TENTANG NILAI PRIBADI KONSELOR

Koselor dan peneliti sependapat bahwa kepribadian konselor merupakan faktor


yang paling penting dalam  konseing. Seperti yang dinyatakan Perez, “temuan
penelitian menunjukkan bahwa pengalaman, orentasi teoris dan teknik yang
digunakan bukanlah penentu utam dalam keefektifan seorang terapis, akan tetapi
kualitas pribadi konselor, bukan pendidikan dan pelatihanya sebagai kriteria dalam
evaluasi keefektifannya. ”

Di antara kompetensi konselor, yang paling penting adalah kualitas pribadi


konselor  karena konselor sebagai pribadi harus mampu menampilkan jati dirinya
secara utuh, tepat, dan berarti serta membangun hubungan antarpribadi
(interpersonal)  yang unik dan harmonis, dinamis, persuasif dan kreatif sehingga
menjadi motor penggerak keberhasilan layanan bimbingan dan konseling. Dalam
hal ini, Corey (1986: 358-361), menyatakan “alat” yang paling penting untuk
dipakai dalam pekerjaan seorang konselor adalah dirinya sendiri sebagai pribadi
(our self as a person). Pada bagian dari tulisannya itu, ia tidak ragu-ragu mengatakan
bahwa “... para konselor hendaknya mengalami sebagai konseli pada suatu saat,
karena pengenalan terhadap diri sendiri bisameinaikkan tingkat kesadaran (self
awarness)” konselor.

Brammer (1979: 4) mendeskripsikan kualifikasi konselor sekolah sebagai pribadi


memiliki sifat-sifat dan sumber kepribadian seperti memiliki perhatian pada orang
lain, bertanggung jawab, empati, sensitivitas dan sebagainnya. Menurut Furqon
(2001) ditemukan bahwa konselor sekurang-kurangnya perlu memiliki tiga
kompetensi, di samping perlu dukungan kondisi yang kontekstual dan lingkungan,
yaitu kompetensi pribadi (personal competencies), kompetensi inti (core competencies),
dan kompetensi pendukung (supporting competencies).

Kompetensi pribadi (personal competencies) merujuk kepada kualitas pribadi


konselor yang berkenaan dengan kemampuan untuk membina hubungan baik
antarpribadi (rapport) secara sehat, etos kerja dan komitmen profesional, landasan
etik dan moral dalam berperilaku, dorongan dan semangat untuk mengembangkan
diri, serta berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah.

5
Pribadi konselor merupakan ‘instrumen’ yang menentukan bagi adanya hasil
yang positif dalam proses konseling. Kondisi ini akan didukung oleh keterampilan
konselor mewujudkan sikap dasar dalam berkomunikasi dengan konselinya.
Pemaduan secara harmonis dua instrumen ini (pribadi dan keterampilan) akan
memperbesar peluang keberhasilan konselor.

Untuk dapat melaksanakan peranan profesional yang unik dan terciptanya


layanan bimbingan dan konseling secara efektif, sebagaimana adanya tuntutan
profesi, konselor harus memiliki kualitas pribadi.Keberhasilan konseling lebih
tergantung pada kualitas pribadi konselor dibandingkan kecermatan teknik.
Mengenai ini, Tyler (1969) menyatakan: “…success  in counseling depend more upon
personal qualities than upon correct use of specified techniques”. Pribadi konselor yang
amat penting mendukung efektivitas perannya adalah pribadi yang altuistis (rela
berkorban) untuk kepentingan konseli.

Kepribadian konselor merupakan titik tumpu yang berfungsi sebagai


peyeimbangan antara pengetahuan mengenai dinamika perilaku dan
teraputik.Ketika titik tumpu ini kuat, pengetahuan dan keterampilan bekerja secara
seimbang dengan kepribadian yang berpengaruh pada perubahan perilaku positif
dalam konseling. Namun, ketika titik tumpu ini lemah, yaitu dalam keadaan
kepribadian konselor tidak banyak membantu, maka pengetahuan dan
keterampilan konselor tidak akan efektif digunakan, atau akan digunakan dalam
cara-cara merusak. Kualitas kepribadian konselor, pengetahuan mengenai perilaku,
dan keterampilan konseling, masing-masing tidak dapat saling
mengantikan.Kpribadian yang baik tetapi dengan kekurangan pengetahuan dan
keterampilan ibarat seorang supir yang mengendarai mobil tidak aman.

Keyakinan bahwa kepribadian konselor merupakan kunci yang berpengaruh


dalam hubungan konseling, akan tetapi kepribadian konselor tidak dapat
mengganti kekurangan pengetahuan tentang perilaku dan keterampilan teraputik.
Pembentukan kualitas pribadi tidak sama dengan proses perolehan pengetahuan
tentang perilaku dan keterampilan teraputik. Kualitas kepribadian berkembang
dari perpaduan yang terjadi terus-menerus antara genetika, komsitusi, pengaruh
lingkungan dan cara-cara unik orang dalam memadukan semua itu sehingga
menjadi pribadi yang khas.

Pendidikan dan pelatihan lanjut lebih berpengaruh pada pertumbuhan secara


kuantitatif dari pada kualitatif. Atau dengan kata lain, pendidikan dan pelatihan

6
tidak banyak dapat membantu orang untuk berkembang menjadi dirinya
sendiri.           

   Menjadi konselor yang baik, yaitu konselor yang efektif, perlu mengenal diri
sendiri, mengenal konseli, memahami maksud dan tujuan konseling, serta
menguasai proses konseling. Membangun hubungan konseling (counseling
relationship) sangat penting dan menentukan dalam melakukan konseling. Seorang
konselor tidak dapat membangun hubungan konseling jika tidak mengenal diri
maupun konseli, tidak memahami maksud dan tujuan konseling serta tidak
menguasai proses konseling.

                 

B.  KUALITAS KONSELOR

            Pembahasan mengenai kualitas konselor mencakup alasan pentingnya


kualitas itu bagi konseling, deskripsi mengenai bagaimana kualitas itu
dimanefestasikan, dan hambatan-hambatan dalam mewujudkan kualitas itu.
Berikut ini akan dikemukakan bebrapa karakteristik kualitas kepribadian konselor
yang terkait dengan keefektifan konseling.

1.      Pengetahuan Mengenai Diri Sendiri (self-knowledgei)

Self awareness berarti bahwa konselor memehami dirinya dengan baik, memahami


secara pasti apa yang akan dilakukan, mengapa dilakukan, dan masalah apa yang
harus diselesaikan. Pentingnya pemahaman diri bagi konselor diantaranya sebagai
berikut.

a.       Konselor yang memiliki persepsi yang akurat tentang dirinya.cenderung akan


memiliki persepsi yang akurat tentang orang lain

b.      Konselor yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia akan terampil
memahami orang lain

c.       Konselor yang memahami dirinya akan mampu mengajarkan cara memahami


diri kepada orang lain

d.      Pemahaman tentang diri memungkinkan konselor untuk dapat merasa dan


berkomunikasi secara jujur dengan konseli pada saat proses konseling berlangsung.

7
Kualitas konselor yang tinggi tingkat pengetahuanya terhadap diri sendiri,
menunjukkan karakter sebagai berikut :

a.      Menyadari kebutuhanya sebagai konselor, harus mengenal bahwa mereka


menyadari akan kebutuhan yang harus dicapai, seperti merasa penting, merasa
dibutuhkan memiliki kelebihan, terkendali, memiliki kekuasaan dan tegas.

b.      Menyadari perasaanya  perasaan terluka, takut, marah, bersalah, mencintai, atau


sex menjadi bagian respon setiap konselor dalam konseling. Kondisi perasaan itu
akan banyak berpengaruh terhadap situasi hubungan konseling. Oleh karena itu,
konselor harus menyadari dan mampu mengendalikanya selama konseling
berlangsung.

c.       Menyadari apa yang membuat cemas selama konseling, dan cara yang harus
dilakukan untuk mengurangi kecemasan.Dalam konseling sering terjadi adanya
pentanyaan atau serangan terhadap konselor yang dapat menimbulkan kecemasan
seperti pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan, seksual, moral, nilai-nilai
teraputik, dsb. Konselor harus menyadari pertahanan yang dilakukan untuk
menghindari kecemasan seperti:

- Pasif atau dominan

-  Berharap konseli merasa bersalah dan menghentikan serangan

-  Mengubah topik

-  Segera menjadi non-direktif dan reflektif

-  Mencaci , menyalahkan, atau menakut-nakuti

-  Menggunakan contoh atau analogi untuk mengacaukan

“saya mengerti frustasi anda bersama saya. Saya juga akan bertindak hal yang sama
jikaseseorang berkata kepada saya.... ”

-Mengintelektualisasi

“perbolehkanlah saya mengerti bagaiman perasaan seksual anda terhadap saya”

-Mengajarkan

“saya rasa anda akan lebih terluka daripada anda mara pada saya. Anda lihat apa
yang dilakukan oleh jiwa kita apabila terluka adalah... ”

8
-  Menggunakan humor,

-  Mencegah timbulnya kecemasan hingga waktu yang lebih tepat.

d.      Menyadari kelebihan dan kekurangan diri  kesadaran akan kelebihan dan


kekurangan diri akan membantu konselor dalam mengefektifkan hubungan
konseling. Dengan kelebihanya, konselor dengan kelebihanya, konselor dapat
meningkatkan wibawa dan pengaruhnya terhadap kpnseli, sementara kesadaran
akan kelemahan mendorong konselor untuk senantiasa memperbaiki diri.

Satu halaman yang sering terjadi dalam mewujudkan pengetahuan tentang


diri sendiri adalah konseor menggunakan pertahanan yang sama dilakukan oleh
konseli dalammemandang dirinya dan pekerjaanya. Mereka cenderung tergesa-
gesa memuji diri sendiri ketika berhasil dan cenderung mebyalahkan mana kala
tidak memperoleh kemajuan dalam memotivasi konseli.

2.      Kompetensi (competence)

Kompeten diartikan bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik, intelektual,


emosional, social, dan moral sebagai pribadi yang berguna.Kompetensi ini angat
penting bagi seorang konselor, karena konseli datang pada konselor untuk belajar
dan mengembangkan kompetensi kebutuhan untuk mencapai hidup yang lebih
baik dan efesien.Peran seorang konselor ialah untuk mengajarkan suatu kompeensi
ini kepada konseli.Oleh karena itu makin banyak ompetensi yang dimiliki konselor,
maka makin besar kemungkinan konselor dapat membantu konseli baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam memperoleh kompetensi hidup.

Hal yang membedakan hubungan persahabat hal yang membedakan


hubungan persahabatan dengan hubungan konseling adalah adalah terletak pada
kompetensi konselor.Konselor yang efektif memiliki kombinasi kompetensi
penguatan akademik, kualitas kepribadian dan keterampilan membantu.Bila
konselor tidak memiliki tiga kompetensi tersebut, maka hubungan koneling tidak
ada bedanya dengan hubungan persahabatan.Kompetensi seorang konselor juga
membangkitkan kepercayaan konseli dalam konseling.Semakin besar kepercayaan
konseli terhadap konselor, makin besar kemungkinan konelor dapat membantu
konseli secar efektif.Selain itu kompetensi konselor sangat penting unruk efensiensi
penggunaan waktu konseling.Semakin kompetensi seorang konselor, maka maka

9
konseling semakin memiliki tujuan yang spesifik dan metode pencapaianya dengan
penggunaan eaktu yang efesien.

Konselor yang senantiasa berusaha lebih kopetensi memiliki ciri-ciri:

a.       Secara berkelanjutan senantiasa berusaha meningkatkan pengetahuan tentang


perilaku dan konseling antara lain dengan bacaan, menghadiri konferensi atau
seminar, mengikuti pelatihan diskusidengan rekan sejawat

b.     Senantiasa mencari pengalaman-pengalaman hidup yang baru yang dapat


membantunya meningkatkan kompetensi mempertajam keterampilanya

c.       Senantiasa mencoba berbagai gagasn dan pendekatan dalam konseling

d.      Senantiasa melakukan penilaian dalam setiap langkah konseling untuk


mencapai keefektifan konseling.

Peningkatan kompetensi konselor sering terhambat oleh adanya mitos bahwa


tingkatan akademik dan jumlah pengalaman akan secara otomatis menigkatkan
kualitas seseorang menjadi konselor yang efektif.

3.      Kesehatan Psikologi yang Baik

Konselor yang memiliki kesehatan psikologis yang baik memiliki kualitas sebagai
berikut:

 Memperoleh pemuasan kebutuhan rasa aman, cinta, kekuatan


 Dapat menghadapi masalah-masalah pribadi yang dimilki
 Menyadari kelemahan, atau keterbatasan kemampuan diri
 Menciptakan kehidupan yang lebih baik. Konselor dapat menikmati kehidupan
secara nyaman.

Salah satu kendala yang timbul adalah konselor membiakan ketakutan dan
ketidakpuasan atas kehidupan pribadinya menjadi suatu komunitas samaran
(pseudocmmunity) dalam konseling. Dalam komunitas ini, mereka merasakan
perasaan aman, kepuasan, dan merasa penting akan tetapi hanya bersfat samaran
atau tidak menggambarkan keadaan yang sesngguhnya.

4.      Dapat dipercaya (trustworthtness)

10
Dapat dipercaya mepunyai makna bahwa konselor bukan ebagai satu ancaman
bagi konseli dalam konseling tetapi sebagai pihak yang memberi rasa
aman.Kualitas pribadi konselor yang dapat dipercaya sangat penting karena alasan
sebagai berikut:

a.       Esensi tujuan konseling adalah mendorong konseli untuk


mengmukakan masalah dirinya yang paling dalam

b.      Konseli dalam konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi konselor.

c.       Konseli yang mendapat penerimaan dan kepercayaan dari konselor, maka


akan berkrmbang dalam dirinya sikap percaya diri.

Konselor yang dapat dipercaya cenderung memiliki kualitas sikap dan perilaku
sebagai berikut.

a.       Memiliki pribadi yang konsisten

b.      Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapan maupun perbuatan

c.       Tidak pernah membuat orang lain kecewa atau kesal

d.      Bertanggung jawab, mampu merespon orang lain secara utuh, tidak inkar
janji, dan mau membantu secara penuh.

Satu hambatan utama dalam pewujudan kepercayaan terhadap konselor


adalah gangguan yang berasal dari masalah lain yang dialami konselor. Misalnya
ada kesibukan konselor dalam tugas-tugas lain sehingga mempengaruhi
konsentrasi konselor dalam menepati waktu, tempat dsb. Konselor yang
merupakan orang sibuk harus sangat berhati-hati akan khal ini.

5.       Kejujuran (honest)

Jujur yang dimaksud adalah konselor bersikap transparan (terbuka),


autentik, dan asli (genuine). Karakteristik tersebut sangat penting karena :

Pertama  transparansi atau keterbukaan memudahkan konselor dan konseli


berinteraksi dalam suasana keakraban psikologis,

Kedua kejujuran memungkinkan konselor untuk memberikan umpan balik yang


belum diperhalus

11
Ketiga kejujuran konselor merupakan ajakan sejati kepada konseli untuk menjadi
jujur

Keempat konselor dapat menjadi model bagaimana menjadi manusia jujur dengan


cara-cara yang konstruktif

Konselor yang benar benar-b

enar memiliki kualitas :

a.       Memiliki konruensi dalam arti ada kesesuaian antara kualitas diri aktual atau
nyata ()real self  dengan penilaian pihak lain terhadap terhadap dirinya (public self)

b.      Menyatakan bahwa kejujuran dapat menimbulkan kecemasa konseli dan


dapat dan mempersiapkan untuk menghadapinya

c.         Memiliki pemahaman yang jelas dan beralasan terhadap makna kejujuran

d.      Mengenal pentingnya menghubungkan antara kejujuran positif dan kejujuran


negatif

Satu hambatan dalam memperoleh kejujuran konselor adalah adanya stress yang
dialami oleh konselor. Oleh karena itu,konselor harus mengupayakan agar sedapat
mungkin tetap bebas dari stress.

6.      Kekuatan atau daya (strength)

Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab


dengan hal itu konseli akan merasa aman. Konseli memandang konselor sebagai
orang yang (a) tabah dalam menghadapi masalah, (b) dapat mendorong konseli
untuk mengatasi masalah, (c) dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah
pribadi.

Konselor yang memiliki kekuatan cenderung menampilkan kualitas sikap dan


perilaku sebagai berikut.

a.       Dapat membuat batasan waktu yang pantas dalam konseling

b.      Besifat fleksibel

c.       Memiliki identitas diri yang jelas.

12
7.      Kehangatan (warmth)

Kehangatan mempunyai makna sebagai satu kondisi yang mampu pihak yang
ramah, peduli, dan dapat menghibur orang lain. Kehangatan pada umumnya
dikomunikasikan dengan cara-cara non-verbal seperti tekanan suara, ekspresi mata
mimik wajah dan isyarat badan. Kehangatan diperlukan dalam konseling karena,

a.       Dapat mencairkan kebekuan suasana

b.      Mengundang untuk berbagi pengalaman emosional

c.       Memungkinkan konseli menjadi hangat dengan dirinya sendiri.

Konselor yang memiliki kehangatan, menunjukkan kualitas sebagai berikut:

a.       Mendapatkan kehangatan yang cukup dalam kehidupan pribadinya,


sehingga mampu untuk berbagi dengan orang lain

b.      Mampu membedakn antara kehangatan dan kelembaban

c.       Tidak menakutkan dan membiarkan orang merasa nyaman dengan


kehadiranya

d.      Memiliki sentuhan manusiawi yang mendalam terhadap kemanusiaan dirinya

Salah satu dari hambatan untuk menjadi konselor yang hangat adalah dengan
mengintelektualkan pendekatan hidup.Konselor yang semacam ini salah
memahami konsep “jarak profesional” dan termasuk didalamnya keharusan untuk
menjaga jarak emosional mereka sendiri dengan konseli.

8.      Pendengar yang Aktif (active responsiveness)

Konselor secara dinamis terlibat dengan proses seluruh konseling. Menjadi


pendegar aktif merupakan penengah antara prilaku hiperaktif yang menggangu
dengan perilaku pasif dan kebingungan. Menjadi pendrngar yang aktif bagi
konselor sangat penting karena;

a.       Menunjukkan komunikasi dengan penuh kepedulian

b.      Merangsang dan memberanikan konseli untuk bereaksi secar spontan


terhadap konselor

13
c.       Menimbulkan situasi yang mengajarkan

d.      Konseli membutuhkan gagasan-gagasan baru.

Konselor sebagi pendengar yang baik memiliki kualitas sebagai berikut:

a.       Mampu berhubungan dengan orang-orang yang bukan dari kalanganya


sendiri saja, dan mampu berbagi ide-ide perasaan, dan masalah yang sebenarnya
bukan masalahnya

b.      Menantang konseli dalam konseling dengan cara-cara yang bersifat


membantu

c.       Memperlakukan konseli dengan cari-cari yang dapat menimbulkan respon


yang bermakna

d.      Berkeinginan untuk bertanggung jawab secara seimbang dengan konseli


dalam konseling

Salah satu penghambat utama dalam menjadi pendengar yang aktif adalah
ketakutan konselor dalam keterlibatannya, yang berarti lebih dekat dengan
permsalahan, menjadi peka, membuat kesalahan-kesalahan dan sangat
bertanggung jawab pada masalah yang dihadapinya.

   

9.      Kesabaran

Dalam konseling, konselor dapat membiarkan situasi-situasi berkembang secara


alami, tanpa memasukkan gagasan-gagasan pribadi,perasaan, ataunilai-nilai secara
prematur. Untuk itu, diperlukan kesabaran konselor.Karena hal itu memberikan
peluang bagi konseli untuk berkembang dan memperoleh kemajuan dalam tahap-
tahap secara alami.Konselor tidak dapat memaksa atau mempercepat pertumbuhan
psikologis melebihi kondisi keterbatasan konseli. 

Konselor yang sabar memiliki kualitas sebagai berikut : 

a.       Memiliki toleransi terhadap ambiguitas( bermakna ganda) yang terjafi dalam


konseling sebagai konsekuensi dari kompleksnya manusia

14
b.      Mampu berdampingan dengan konseli dan membiarkan untuk mengikuti
arahannya sendiri meskipun mungkin konselor mengethaui adanya jalan yang
lebih singkat.

c.       Tidak takut akan pemborosan waktu dalam minatnya terhadap pertumbuhan


konseli

d.      Dapat mempertahankan tilikan dan pertanyaan yang akan disampaikan


dalam sesi dan digunakan kemudian.

Satu hal yang sering menghambat konselor untuk sabar adalah kebutuhan untuk
mencapai keberhasilan, sehingga dia tidak memfokuskan pada konseli akan tetapi
akan lebih banyak bnerfokus pada car dan tujuan pesan yang diberikan pada
konseli adalah “saya tidak peduli terhadap anda, apa yang anda dapat lakukan
pada eg saya.”

  

10.  Kepekaan (sensitivity)

Kepekaan mempunyai makna bahwa konselor sadar akan kehalusan dinamika


yang timbul dalam diri konseli dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat
penting dalam konseling karena hal itu akan memberikan rasa aman bagi konseli
dan konseli akan lebih percaya diri manakal berkonultasi dengan konselor yang
memiliki kepekaan.

Konselor yang memiliki kepekaan menunjukkan karakteristik sebagai berikut:

a.       Peka terhadap reaksi dirinya sendiri dalam konseling, membacanya decara


reflek, terampil dan penuh perhatian sebagaimana dilakukan terhadap konseli

b.      Mengtahui bilamana, dimana, dan berapa lama melakukan penelusuran


konseli

c.       Mengajukan pertanyaan dan mengaitkan informasi yang dipandang


mengancam oleh konseli dengan cara-cara yang arif

d.      Peka terhadap hal-hal yang mudah tersentuh dalam dirinya

Hal yang sering menghambat kepekaan konselor adalah kesadaran diri, yaitu
konselor yang memutuskan kebutuhanya untuk keberhasilan, yang secara terus
menerus merencanakan langkah selanjutnya dan yang memiliki kebiasaan
melindungi diri sendiri terhadap ancaman.

15
11.  Kebebasan

Konselor yang memiliki kebebasan yang mampu memberikan pengaruh secara


signifikan dalam kehidupan konseli, sambil meninggalkan kebebasan konseli untuk
menolak pengaruh itu. Kebebasan konselor sangat penting peranya dalam
konseling karena:

a.       Konselor akan memahami konseli lebih nyata

b.      Membawa konseli dalam hubungan yang lebih akrab

c.       Mengurangi keinginan untuk melawan

d.      Makin banyak kebebasan diciptakan dalam konseling, makin banyak


kebebasan konseli dalam dirinya sendiri.

Kebebasan konselor nampak dalam kualitas sebagi berikut :

a.       Menempatkan nilai tinggi terhadap kebebasan dalam hidupnya

b.      Dapat membedakan antara manipulasi dan edukasi dalam konseling

c.       Memahami perbedaan antara kebebasan yang dangkal dengan yang


sesungguhnya dan membantu konseli dalam konseling dengan menghargai
perbedaan itu

d.      Mencoba dan menghargai kebebasan yang benar dalam hubungan konseling

12.  Kesadaran Holistik atau Utuh

Pendekatan holistik dalam konseling memiliki makna bahwa konselor


menyadari keseluruhan orang (konselidan) tidak mendekatinya hanya dengan
meneropong dari satu aspek tertentu saja. Ini tidak berarti konselor harus ahli
dalam semua aspek akan tetapi mampu mendekati konseli dari berbagai dimensi
yang saling terkait seperti fisik, emosonal,sosial, intelektual, sosial dan moral
keagamaan. Pendekatan holistik dalam konseling ini sangat penting karena tidak
bisa satu masalah dalam satu dimensi dirujuk pada dimensi lain, melainkan harus
dilihat dalam satu keutuhan.  Dengan kesadaran holistikini konselor dapat
mengurangi efek masalah yang sulit dipecahkan dalam satu dimensi dengan
mem[perluas pertumbuhan dalam dimensi lain.

16
Konselor yang memiliki kesadaran holistik ditandai dengan :

a.       Sangat menyadari akan dimensi kepribadian dan komplekstas keterkaitanya.

b.      Mencari konsultasi secara tepat dan membuat rujukan secara cerdas

c.       Sangat akrab dan terbuka terhdap bebagai teori tentang perilaku dan bahkan
mungkin memiliki teori sendiri

Suatu hal yang sering menghambat konselor untuk memiliki kesadaran holistik
adalah kegelisahan konselor dan sifat kesombongan yang menonjol, yang tidak
membiarkan mereka mengakui bahwa terdapat dimenzi seseorang tak memenuhi
syarat, baik dari derajat akademis maupun pengalaman yang dihadapi.

2.2  PERAN NILAI DALAMPROSES KONSELING

Hartono (2006) menyatakan bahwa konselor yang berhasil dalam membina


hubungan konseling biasanya memiliki sikap humanistik, seperti tulus, jujur,
hangat, penuh penerimaan, selaras pikirannya, perasaan, dan perbuatannya
sehingga ia bisa dengan akurat berempati dengan konseli. M. Surya (2003)
mengemukakan beberapa kebutuhan psikologis yang terkait dengan proses
konseling, yaitu memberi dan menerima kasih sayang, kebebasan, memiliki
kesenangan, perasaan mencapai prestasi, memiliki harapan, dan memiliki
ketenangan.

Menurut Hartono dan Boy Soedarmadji dalam buku Psikologi Konseling


menyimpulkan :

1. Keamanan dan kebebasan psikologis


Kondisi dimana konseli merasa aman untuk mengekspresikan semua
keluhan, kesulitan, dan semua hal yang membuat dirinya kecewa, tanpa adanya
tekanan, paksaan, dan halangan dari pihak manapun. Situasi konseling harus
diciptakan sebagai situasi yang menyenangkan, menggembirakan, dan
membuat konseli merasa mendapatkan perlindungan. Menurut Rogers
keamanan psikologis dapat dimunculkan konselor melalui tiga proses :
menerima konseli apa adanya, tidak melakukan evaluasi secara eksternal
kepada konseli, dan memahami konseli secara empati.
2. Ketulusan dan kejujuran konselor

Kondisi psikologis yang tercurahkan dari hati sanubari konselor secara


ikhlas tanpa unsur tendensi atau kepentingan lain dibalik tujuan konseling. Jika

17
suasana seperti ini tercapai maka konseli akan sanggup mengungkapkan semua
isi hatinya, serta konseli akan lebih percaya bahwa konseling sebagai bantuan
profesional yang diberikan konselor dengan ikhlas dan penuh dengan kejujuran.
Ketulusan dan kejujuran konselor merupakan cermin dari kepribadian,
pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki konselor disertai dengan kesadaran
yang tinggi terhadap etika konseling

3. Kehangatan dan penuh penerimaan


Kondisi yang sejuk, menyenangkan, dan membuat konseli menjadi senang
dan kerasan dalam proses konseling. Konselor yang berhasil menciptakan
kondisi ini harus disertai dengan menampilkan sikap dan perilaku menerima
konseli sepenuh hati (apa adanya) dengan kelebihan dan keterbatasannya.
Konselor yang ahli akan mampu :
a. Berkomunikasi dan memahami konseli. Dalam rangkaian wawancara
konselor berupaya memahami tentang kondisi konseli. Semua informasi
yang menyangkut diri konseli tersebut oleh konselor dianalisis secara cermat
dan objektif, dan hasilnya diterima apa adanya.
b. Menjaga jarak emosi dengan konseli. Hubungan emosi yang ideal adalah
hubungan emosi yang dapat menimbulkan keterbukaan, kerja sama, dan
saling percaya sehingga konseli dapat mengungkapkan semua
permasalahnnya kepada konselor.
c. Memahami statusnya sebagai konselor. Status konselor adalah status yang
terhormat sebagai tenaga ahli dan sebagai pendidik
4. Perasaan konselor yang berempati
Berempati merupakan perwujudan dari sikap dan emosi konselor ke
dalam suatu perbuatan yang dapat memahami dan merasakan apa yang
dirasakan konseli tanpa ikut larut ke dalam perasaan konseli.
5. Perasaan konselor yang menyenangkan
Perasaan senang konseli merupakan salah satu kondisi psikologis yang
dapat menimbulkan konseli betah di dalam proses konseling, dan bahkan
konseli dapat merasakan bahwa konseling sangat berharga bagi dirinya.
Kondisi ini bisa diciptakan konselor bila ia juga merasa senang membantu
konseli. Bagi konselor profesional memberikan pelayanan konseling adalah
suatu hal yang sangat menyenangkan bagi dirinya.
6. Perasaan mencapai prestasi
Kondisi psikologis yang harus dikembangkan oleh konselor dan konseli
dalam proses konseling. Perasaan mencapai prestasi harus dilihat dari dua sisi,
yaitu sisi konselor dan sisi konseli. Dari sisi konselor, memberikan pelayanan
konseling merupaka suatu hal yang menyenangkan dirinya dan harus selalu

18
ditingkatkan kualitasnya sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dari sisi konseli, perasaan mencapai prestasi merupakan salah satu
bentuk perubahan perilaku konseli sebagai hasil konseling.
Yang perlu diperhatikan konselor untuk menciptakan perasaan mencapai
prestasi konseli di dalam wawancara konseling :
a. Tanamkan nilai (value) kepada konseli bahwa kehidupan tidak dapat
dipisahkan dengan kerkaryaan, artinya manusia hidup membutuhkan
karya untuk hidup
b. Kerkaryaan adalah hasil perilaku yang hanya bisa diwujudkan bila
manusia berusaha keras dengan mendayagunakan semua potensi yang
dimilikinya.
c. Konseling dipandang sebagai proses belajar, untuk menuju suatu arah
perkembangan konseli yaitu terwujudnya individu berprestasi.
7. Membangun harapan konseli
Harapan adalah suatu keinginan individu untuk dapat diwujudkan dan
sangat mempengaruhi intensitas usaha, semakin individu memiliki harapan
maka perilakunya untuk mencapai harapan tersebut sangat kuat dibanding
dengan individu yang tidak memiliki harapan. Konselor dan konseli berdiskusi
untuk membangun suatu harapan. Harapan konseli adalah terpecahnya
masalah yang dihadapinya, sehingga konseli dapat mencapai kebahagiaan
hidup.

8. Memiliki ketenangan
Ketenangan adalah suatu perasaan dimana konseli merasa nyaman tak ada
yang mengganggu. Proses konseling hendaknya dibangun dalam situasi yang
tenang dan menyenangkan. Dalam situasi ini konseli diharapkan dapar
introspeksi untuk menemukan dan mempelajari kekurangan-kekurangannya,
sebagai bahan balikan dalam mencapai kemajuan/keberhasilan dalam
hidupnya.

2.3 Peran Nilai Dalam Pengembangan Tujuan-Tujuan Konseling

Bimbingan dan konseling dikenal sebagai suatu layanan untuk peserta didik di
sekolah.Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bergerak dalam bidang
human services.Bantuan psikologis diberikan oleh konselor atau pembimbing dengan
maksud membentuk individu agar dapat mengembangkan potensi dirinya atau
mencapai tugas-tugas perkem-bangan. Tujuan utama layanan bimbingan dan konseling
di sekolah adalah memberikan dukungan pada pencapaian kematangan kepribadian,

19
keterampilan sosial, kemampuan akademik, dan bermuara pada terbentuknya
kematangan karir individual yang diharapkan dapat bermanfaat di masa yang akan
datang (Fatur Rahman, 2009: 4).

Menurut Resminingsih (2010), sebagai salah satu profesi yang memberikan


layanan sosial atau layanan kemanusiaan maka secara sadar atau tidak keberadaan
profesi bimbingan dan konseling berhadapan dengan perubahan realitas baik yang
menyangkut perubahan-perubahan pemikiran, persepsi, demikian juga nilai-nilai.
Perubahan yang terus menerus terjadi dalam kehidupan, mendorong konselor perlu
mengembangkan awareness, pemahaman, dan penerapannya dalam perilaku serta
keinginan untuk belajar, dengan diikuti kemampuan untuk membantu peserta didik
memenuhi kebutuhan yang serupa. Konselor akan menjadi agen perubahan serta
pembelajar yang bersifat kontinyu. Layanan Bimbingan dan Konseling menjadi sangat
penting karena langsung berhubungan langsung dengan peserta didik. Hubungan ini
tentunya akan semakin berkembang pada hubungan peserta didik dengan peserta
didik lain, guru dan karyawan, orang tua/keluarga, dan teman-teman lain di rumah.

Menurut Depdiknas (2007: 194), pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma
pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi
tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang
berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling
perkembangan (Developmental Guidance and counseling) atau bimbingan dan
konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling) didasarkan pada
upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan
masalah-masalah konseli.Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar
kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga
bimbingan dan konseling berbasis standar (Standard Based Guidance and Counseling).
Ketika pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan dipergunakan akan
menggabungkan pendekatan yang berorientasi klinis, remidial, dan preventif, (Myrick,
1993: 8).

Lima premis dasar yang menegaskan istilah Comprehensive school guidance and
counseling yang harus dipahami sebagai kerangka kerja utuh oleh tenaga-tenaga ahli di
bidang bimbingan dan konseling karena lima premis dasar ini adalah sebagai titik tolak
untuk mengembangkan program dan mengelola bimbingan dan konseling di sekolah.
Menurut Gysbers & Henderson (Fathur Rahman, 2009: 2), lima premis dasar yang
menegaskan istilah Comprehensive school guidance and counseling adalah;

a) Tujuan Bimbingan dan konseling bersifat kompatibel dengan tujuan


pendidikan.Dalam pendidikan ada standar dan kompetensi tertentu yang harus dicapai

20
oleh peserta didik. Oleh karena itu, segala aktivitas dan proses dalam layanan
bimbingan dan konseling harus diarahkan pada upaya membantu peserta didik dalam
pencapaian standar kompetensi yang dimaksud.,

b) Program bimbingan dan konseling bersifat pengembangan (based on developmental


approach). Meskipun seorang konselor dimungkinkan untuk mengatasi problem dan
kebutuhan psikologis yang bersifat krisis dan klinis, pada dasarnya fokus layanan
bimbingan dan konseling lebih diarahkan pada usaha memfasilitasi pengalaman-
pengalaman belajar tertentu yang membantu peserta didik untuk tumbuh,
berkembang, dan menjadi pribadi yang mandiri.,

c) Program bimbingan dan konseling melibatkan kolaborasi antar staf (team-building


approach). Program bimbingan dan konseling yang bersifat komprehensif bersandar
pada asumsi bahwa tanggung jawab kegiatan bimbingan dan konseling melibatkan
seluruh personalia yang ada di sekolah dengan sentral koordinasi dan tanggung jawab
ada di tangan konselor yang bersertifikat (certified counselors). Konselor tidak hanya
menyediakan layanan langsung untuk peserta didik, tetapi juga bekerja konsultatif dan
kolaboratif dengan tim bimbingan yang lain.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Menjadi konselor yang baik, yaitu konselor yang efektif, perlu mengenal diri sendiri,
mengenal konseli, memahami maksud dan tujuan konseling, serta menguasai proses
konseling. Membangun hubungan konseling (counseling relationship) sangat penting dan
menentukan dalam melakukan konseling. Seorang konselor tidak dapat membangun
hubungan konseling jika tidak mengenal diri maupun konseli, tidak memahami maksud
dan tujuan konseling serta tidak menguasai proses konseling

21
DAFTAR PUSTAKA

Surya, Mohamad. 2003. Psikologi Konseling. Pustaka Bani Quraisy: Bandung

Tri, Retno H dan Eko Darminto. 2007. Keterampilan-keterampilan Dasar Dalam Konseling .


University Press: Surabaya

http://ujangkhiyarusoleh.blogspot.com/2011/03/kualitas-pribadi-konselor.htmldi unduh
pada tanggal 26/02/2014 pukul 16:24

Hartono dan Boy Soedarmadji. Psikologi Konseling. Jakarta : Kencana Prenada Media.
2012  

http://ojs.unm.ac.id/index.php/JPPK Volume 1 Nomor 1 Juni 2015. Hal 1-8 ISSN: 2443-


2202

22

Anda mungkin juga menyukai