Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KETERLIBATAN NILAI-NILAI PRIBADI KONSELOR DAN KLIEN


DALAM MELAKUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Dosen Pembibing : Ichanul Mu

Disusun oleh:

1. JEPRI SUSANTO (21171011)


2. DENISA TRYA JANUARTI (21171013)
3. DZATU SALSABILLA NURDIANTI (21171014)
4. RIESA APRILIANI (21171043)

PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN MANDALIKA
TAHUN 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT bahwa kami telah
menyelesaikan Makalah Mata Kuliah Profesi Bimbingan dan Konselingyang
membahas tentangNilai-nilai Pribadi Konselor.Dalam penyususnan makalah
ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain dari berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan dari dosen, kerabat, dan teman-teman kami sehingga
kendala-kendala yang kami hadapi teratasi. Oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ichwanul Mustakim, M.Pd. selaku dosen yang telah memberikan
tugas, petunjuk kepada kelompok kami sehingga kami termotivasi dan
dapat menyelesaikan tugas ini.
2. Teman dan kerabat yang turut membantu, membimbing, dan mengatasi
berbagai kesulitan sehingga tugas ini selesai.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan
pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga
tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.

Mataram, 25 Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
A. Pengertian Konselor.....................................................................................2
B. Pengertian Konsep dan Sistem Nilai............................................................2
C. Konsep Nilai-Nilai Pribadi...........................................................................4
D. Hubungan Nilai dengan Pribadi Konselor...................................................6
E. Sikap dan Nilai-nilai Kepribadian Konselor................................................6
F. Keterampilan Merefleksikan Nilai-Nilai Pribadi Konselor.......................13
BAB III PENUTUP................................................................................................15
A. Kesimpulan................................................................................................15
B. Saran...........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Secara naluriah, kodrat, fitrohnya manusia adalah makhluk sosial
memerlukan orang lain dalam kehidupannya tanpa sesamanya manusia tidak
akan bisa hidup. Pada mulanya manusia berada dalam satu lingkungan sosial
yang kecil, semakin berkembangnya umat manusia menyebar kemana-mana
dengan kondisi fisik yang berbedapula.Dari uraian diatas diketahui
memberikan diskripsi manusia secara sistematis bahwa manusia berada dan
berhubungan dengan sesamanya dalam pola- pola tertentu sebagai individu
yang berhubungandengan individu melalui keluarga, masyarakat. Sebagai
individu yang berhubungan dengan kelompok masyarakat, politik, social.
Sebagai kelompok yang berhubungan dengan kelompok.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah konsep nilai-nilai pribadi ?
2. Apa saja nilai-nilai pribadi konselor ?
3. Bagaimana cara merefleksikan nilai-nilai pribadi konselor ?

C. Tujuan
1. Untuk memahami konsep nilai-nilai pribadi.
2. Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai pribadi konselor.
3. Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai pribadi klien

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konselor
Konselor adalah orang yang mempunyai keahlian dalam melakukan
konseling. Konselor  bergerak terutama di bidang pendidikan, tapi juga
merambah pada bidang industri dan organisasi, penanganan korban  bencana,
dan konseling secara umum di masyarakat.
Khusus bagi konselor pendidikan yang bertugas dan bertanggung 
jawab memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di
satuan pendidikan(sering disebut dengan guru BK atau guru Pembimbing)

B. Pengertian Konsep dan Sistem Nilai


Istilah nilai merupakan sebuah istilah yang tidak mudah untuk
diberikan batasan secara pasti. Ini disebabkan karena nilai merupakan sebuah
realitas yang abstrak (Ambroisje dalam Kaswadi, 1993). Menurut Rokeach
dan Bank (Thoha, 1996) nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada
dalam ruang lingkup system kepercayaan di mana seseorang bertindak atau
menghindari suatu tindakan, atau mengenai suatu yang pantas atau tidak
pantas dikerjakan. Ini berarti hubungannya denga pemaknaan atau pemberian
arti suatu objek. Nilai juga dapat diartikan sebagai sebuah pikiran (idea) atau
konsep mengenai apa yang danggap penting bagi seseorang dalam
kehdiupannya (Fraenkel dalam Thoha, 1996). Dapat disimpulkan bahwa nilai
merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan yang menjadi dasar bagi
seseorang atau sekelompok orang untuk memilih tindakannya, atau menilai
suatu yang bermakna atau tidak bermakna bagi kehidupannya.
Nilai suatu yang dianggap baik yang menjadi suatu norma tertentu
mengatur ketertiban kehidupan sosial manusia. Karena manusia merupakan
makhluk budaya dan makhluk sosial [selalu membutuhkan bantuan orang lain
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik berupa jasmaniah (segi-segi
ekonomis) maupun rohani (segi spiritual)] maka manusia dalam interaksi dan

2
interdependensinya harus berpedoman pada nilai-nilai kehidupan sosial yang
terbina dengan baik dan selaras.
Nilai-nilai penting untuk mempelajari perilaku organisasi karena nilai
meletakkan fondasi untuk memahami sikap dan motivasi serta mempengaruhi
persepsi kita. Individu-individu memasuki suatu organisasi dengan gagasan
yang dikonsepsikan sebelumnya mengenai apa yang “seharusnya” dan “tidak
seharusnya”. Tentu saja gagasan-gagasan itu sendiri tidak bebas nilai.
Sedangkan sistem nilai adalah suatu peringkat yang didasarkan pada suatu
peringkat nilai-nilai seorang individu dalam hal intensitasnya. Dengan
demikian untuk mengetahui atau melacak sebuah nilai harus melalui
pemaknaan terhadap kenyataan-kenyataan lain berupa tindakan, tingkah laku,
pola pikir dan sikap seseorang atau sekelompok orang.
Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidaklah sama luhur
dan sama tingginya. Nilai-nilai itu secara nyata ada yang lebih tinggi dan ada
yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Menurut tinggi
rendahnya, nilai-nilai dikelompokkan dalam 4 tingkatan sebagai berikut:
1. Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat deretan nilai-nilai yang
mengenakkan dan tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang
atau menderita.
2. Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang lebih
penting bagi kehidupan, misalnya: kesehatan, kesegaran badan,
kesejahteraan umum.
3. Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang sama sekali
tidak tergantung pada keadaan jasmani maupun lingkungan, seperti
misalnya kehidupan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai
dalam filsafat.
4. Nilai-nilai kerohanian: dalam tingkat ini terdapat modalitas nilai dari suci
dan tak suci. Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai
pribadi dan nilai kebutuhan.

C. Konsep Nilai-Nilai Pribadi

3
Secara umum hubungan konseling dimaknai sebagai hubungan yang
bersifat membantu, artinya pembimbing berusaha membantu terbimbing agar
tumbuh, berkembang, sejahtera dan mandiri. Sifat dari hubungan konseling
adalah menghargai terbuka, fungsional untuk menggali aspek-aspek
tersembunyi (emosional, ide, sumber-sumber informasi dan pengalaman dan
potensi secara umum). Sofyan S. Willis (2004) menjelaskan sejumlah
karakteristik dari hubungan konseling, yang dapat membedakan antara
hubungan konseling dengan relasi antarmanusia biasa seperti yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Karakteristik yang dimaksud, antara lain :
1. sifat bermakna.                                       
Maknanya adalah bahwa hubungan konseling mengandung
harapan bagi konseli dan konselor, juga bertujuan, yaitu tercapainya
perkembangan konseli.
2. bersifat efek.
Efek adalah perilaku-perilaku emosional, sikap dan
kecenderungan-kecenderungan yang didorong oleh emosi. Efek hadir
dalam hubungan konseling karena adanya keterbukaan diri ( self-
disclosure) konseli, keterpikatan, keasyikan diri (self-absorbed ) dan saling
sensitif satu sama lain.
3. integrasi pribadi.
Integritas pribadi menyangkut sikap yang genuine” dari kedua
belah pihak (konseli dan konselor), yaitu sikap yang menunjukkan
ketulusan, tanpa kepura-puraan, menampilkan keaslian diri, membuang
kesombongan, arogansi dan kebohongan. Adanya ketulusan, kejujuran
keutuhan dan keterbukaan.
4. persetujuan bersama.
Hubungan konseling terjadi atas persetujuan bersama,adanya
komitmen bersama, bukan sebuah paksaan.

5. kebutuhan.

4
Hubungan konseling yang terjadi didasarkan atas faktor
kebutuhan,yaitu kebutuhan konseli dalam hubungannya dengan persoalan
yang tengah dihadapi. Maka hubungan konseling selalu bercorak
pemecahan masalah ( problem solving).
6. perubahan.
Tujuan hubungan konseling adalah perubahan positif yang terjadi
pada diri konseli. Misalnya kemampuan konseli dalam mengatasi
masalah,mampu melakukan penyesuaian diri, mampu mengembangkan
diri secara optimal.
Nilai pribadi konseli antara lain :
1. Memiliki Komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai
keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME
2. Saling menghormati dan menghargai sesama manusia
3. Faham tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif, baik itu hal
yang menyenangkan ataupun hal yang menyedihkan. Kemudian
mampu meresponnya dengan positif
4. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan
konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan
baik fisik maupun psikis
5. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang
6. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara baik
7. 7.      Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan
dalam        bentuk komitmen terhadap tugas kewajiban
8. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang
diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan atau
silaturahim dengan sesama manusia
9. Memiliki kemampuan dlm menyelesaikan konflik(masalah) baik
bersifat internal maupun eksternal
10. 10.  Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara   efektif

D. Hubungan Nilai dengan Pribadi Konselor     

5
Nilai  suatu yang dianggap baik yang menjadi suatu norma tertentu
mengatur ketertiban kehidupan sosial manusia. Karena manusia merupakan
makhluk budaya dan makhluk sosial [selalu membutuhkan bantuan orang lain
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik berupa jasmaniah (segi-segi
ekonomis) maupun rohani (segi spiritual)] maka manusia dalam interaksi dan
interdependensinya harus berpedoman pada nilai-nilai kehidupan sosial yang
terbina dengan baik dan selaras. Aktivitas bimbingan dan konseling, pada
dasarnya, merupakan interaksi timbal-balik, yang di dalamnya terjadi.
hubungan saling mempengaruhi antara konselor sebagai pihak yang
membantu dan klien sebagai pihak yang dibantu. Hanya saja, mengingat
konselor diasumsikan sebagai pribadi yang akan membimbing konseli dalam
mencapai tujuan tertentu, maka dalam relasi ini sangat dibutuhkan adanya
kapasitas tertentu yang harus dimiliki oleh seorang konselor. Kapasitas
tertentu inilah yang menentukan kualitas konselor. Kualitas konselor adalah
semua kriteria keunggulan termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan,
keterampilan, dan nilainilai yang dimiliki konselor, yang akan menentukan
keberhasilan (efektivitas) proses bimbingan dan konseling. Salah satu kualitas
yang kurang dibicarakan adalah kualitas pribadi konselor, yang menyangkut
segala aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan efektivitas
konseling.  Dengan kata lain, efektivitas proses konseling akan sangat
dipengaruhi oleh besar modal yang dimiliki oleh konselor. Modal ini aspek
personal dan profesional.

E. Sikap dan Nilai-nilai Kepribadian Konselor


1. Memiliki Kepribadian Yang Kuat.
Tanda kepribadian yang tidak sehat, misalnya dalam hidup setiap
hari sering dijumpai hal yang aneh-aneh, antara lain bila bertemu dengan
seseorang terus merasa benci atau sebaliknya terus merasa simpati. Juga
dasar pengalaman yang aneh-aneh, misalnya sewaktu dia dulu anak-anak
pernah dipukul oleh orang yang tampangnya kurus, tinggi, dan berkumis.

6
Pengalaman ini terpendam. Setiap kali dia bertemu dengan orang
yang kurus, tinggi, dan berkumis, dia terus terpancing. Ini semua tanda
kepribadian yang tidak sehat. Seorang konselor harus mampu mengontrol
gejala seperti ini di dalam dirinya sendiri.
2. Bersikap menerima seseorang sebagaimana adanya.
Menerima seseorang sebagaimana adanya. Apabila klien datang
(masuk) dengan celana pendek, misalnya, atau memaki-maki, atau
tersenyum, jangan terus terpengaruh oleh kemampuan klien. Menerima
seseorang sebagaimana adanya adalah ciri pendekatan.
3. Empati(Emphaty).
Seorang konselor harus menanamkan perasaan empati di dalam
dirinya. Empati ialah mampu merasakan problem seseorang seperti orang
itu merasakannya (bndk. Karo: kepate), namun konselor tidak bisa hanyut
dalam perasaan klien.
4. Jaminan-Emosional.
Seorang konselor harus mempunyai jaminan emosional (emotional
security). Apabila klien menangis, misalnya, konselor tidak usah ikut
menangis. Apabila konseli tertawa, konselor tidak perlu ikut tertawa.
Seandainya klien mengharapkannya, cukuplah tersenyum saja. Tujuan kita
berbuat demikian agar kita (konselor) berfungsi sebagai cermin bagi klien,
agar dia melihat dirinya sendiri melalui sikap kita (konselor).
5.  Menghindari-nasihat-nasihat.
Memberikan nasihat-nasihat adalah pekerjaan yang paling mudah,
akan tetapi yang paling sulit adalah menolong. Konselor harus menahan
diri untuk tidak memberikan atau menjejali nasihat-nasihat, kecuali di
akhir pertemuan. Ini pun hanya bila perlu. Menasihati sering disebut
directive counseling.
Menasihati berarti konselor yang terus berbicara. Cara ini tidak
baik. Keadaan klien jangan kita tinjau dari sudut moral dan lantas kita
memarahinya (misalnya, bagaimana klien telah mencuri uang ibunya, dan

7
lain-lain). Jangan memberikan penilaian moral (moral evaluation) dalam
konseling agar yang bersangkutan tidak takut.
6. Ilmu jiwa-dalam atau psikologi dan psikoterapi.
Konselor seharusnya telah mendapatkan latihan-latihan konseling
dan memahami ilmu jiwa-dalam, Penyakit gangguan jiwa ditentukan oleh
ada atau tidaknya rasa rendah diri yang tidak wajar (MC) sebagai hasil
persaingan ketika dia kalah. Belajarlah tentang psikoterapi, dan sebaiknya
seorang konselor pernah dikonseling (dianalisis). 
Seorang konselor  yang professional harus memenuhi beberapa
kriteria dalam bersikap:
a. Konselor harus menunjukkan adaptasi yang luwes sekali terhadap
klien,  terutama sekali dalam pembicaraan yang pertama,  jadi seorang
konselor  harus selalu  berusaha menempatkan diri kedalam situasi
klien dan berusaha mengerti klien.
b. Konselor jangan sekali-kali mengambil norma-norma moral dengan
maksud agar norma tersebut berlaku untuk klien. Jadi tidak pantaslah
seorang klien disalahkan atau di benarkan tindakannya.
c. Tiap-tiap hubungan yang diadakan antara konselor dengan klien
meninggalkan kesan yang baik bagi klien. Kesan merupakan bagian
inhtegral dari hubungan konseling yang diadakan itu.
d. Konselor harus mempertahankan pembicaraan dengan teguh. Tiap-tiap
sikap yang verbal haruslah mencerminkan integrasi yang teguh.
Konselor harus sopan santun, penuh perhstian dan berkewibawaan.
e. Mengarahkan seseorang dalam mengatasi peliknya kehidupan klien.
f. Seorang konselor harus menawan hati, memilki kemampuan bersikap
tenang ketika bersama klien dan memiliki kapasitas untuk berempati.
Kepribadian yang harus dimiliki oleh konselor sebagai berikut :
a. Empati
Kemampuan seorang untuk merasakan secara tetap apa yang
dirasakan orang lain  dan mengkomunikasikan persepsinya.

8
b. Respek
Konselor harus bisa  menghargai martabat dan nilai-nilai yang
dimiliki klien sebagai manusia. Seorang konselor  harus  menerima
kenyataan bahwa klien memiliki hak untuk member i arahan.
c. Keaslian (genuiness)
Kemampuan konselor menyatakan dirinya secara bebas dan
mendalam tanpa pura-pura tidak bermain peran dan tidak
mempertahankan diri.
d. Kekonkretan (concreteness)
Ekspresi yang khusus mengenai perasaan dan pengalaman
orang lain. Kekonkretan yang dimiliki konselor seperti apa yang
berikan konselor kepada klien nya baik  berupa arahan maupun
bimbingan yang bertujuan melegakan klien dari permasalahannya dan
perubahan yang terjadi pada diri klien benar-benar dapat dirasakan.
e. Konfrontasi (confrontation)
Konfrontasi terjadi  jika terdapat kesenjangan antara apa yang
dikatakan klien dengan apa yang dialami atau antara apa yang
dikatakan klien pada suatu saat dengan apa yang dia katakan
sebelumnya.
f. Membuka diri
Penampilan perasaan, sikap, pendapat, dan pengalaman –
pengalaman pribadi konselor untuk kebaikan klien.
g. Kesiapan (immediacy)
Sesuatu yang berhubungan dengan perasaan diantara kiien
dengan konselor pada waktu itu.
h. Kesanggupan (potensi)
Kesanggupan dinyatakan sebagai charisma, sebagai suatu
kekuatan yang dinamis dan magnetis dari kualitas pribadi konselor.
Seorang konselor sejati dan professional  haruslah mempunyai
kompetensi  dan target dalam menjalani aktivitas konseling. Ini 
tertuang dalam SK Mendikbud 045/u/2002 yaitu ; “kompetensi sebagai

9
seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki
seseorang sebagai syarat dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas  tertentu”.
Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa kompetensi merupakan
hasil konstruksi kemampuan (compose skill) sehingga seorang mampu
melaksanakan tugas sesuai peran, posisi atau profesi.Dalam hal tersebut
konselor harus memilki kompetensi sebagai berikut;
a. Paedagogik
Kompetensi paedagogik bagi konselor dimaknai sebagai
kemampuan membantu peserta didik untuk memahami diri, menerima
diri dan mengembangkan aspek-aspek kepribadiannya secara utuh,
serta mengaktualisasikan potensi dirinya.
b. Kepribadian
Kompetensi  kepribadian bagi konselor sama dengan
kompetensi pendidik pada  umumnya.
c. Profesional
Kompetensi professional konselor adalah penguasaan konselor
atas karakteristik pribadi peserta didik. Kompetensi yang harus
menjadi pegangan oleh konselor adalah” Standar Kompetensi 
Konselor Indonesia (SKKI)”  dalam konteks “PP 19/2005”
Setiap konselor dalam kehidupan kesehariannya, baik sebagai
pribadi maupun dalam menjalankan tugasnya, terikat oleh SKKI yang
dijabarkan sebagai berikut :
d. Kompetensi Paedagogik
Pada kompetensi ini, sub kompetensi dan indikatornya adalah ;
Memahami landasan keilmuan pendidikan (filsafat, psikologi,
sosiologi, antropologi) berisi :
1) Memahami hakikat kebenaran dan system nilai yang mendasari
proses-proses pendidikan.
2) Memahami proses pembentukan perilaku individu dalam proses
pendidikan.

10
3) Memahami karakteristik individu berdasarkan usia, gender,
ras,etnisitas, status sosial dan ekonomi.
e. Menguasai konsep dasar dan mengimplementasikan prinsip-prinsip
pendidikan, berisi :
1) Memahami hubungan antar unsure-unsur pendidikan (pendidik,
peserta didik, tujuan pendidikan, metode pendidikan dan
lingkungan pendidikan)
2) Mampu memilih dan menggunakan alat-alat pendidikan
(kewibawaan, kasih saying, kelembutan, keteladanan dan hukuman
mendidik).
3) Kompetensi Kepribadian
4) Pada kompetensi kepribadian ini, sub kompetensi sebagai berikut :
a) Menampilkan keutuhan kepribadian konselor yaitu:
 Menampilkan perilaku membantu berdasarkan keimanan
dan ketakwaan kepada tuhan YME.
 Mengkomunikasikan secara verbal atau non verbal niat
yang  tulus membantu orang lain.
 Mendemonstrasikan sikap hangat dan penuh perhatian.
 Secara verbal dan non verbal mampu mengkomunikasikan
rasa hormat konselor terhadap klien sebagai pribadi yang
berguna dan  bertanggung
 Mengkomunikasikan harapan, mengekspresikan keyakinan
bahwa klien memilki kapasitas untuk memecahkan
problem, menata dan mengatur hidupnya.
 Mendemonstrasikan integritas dan stabilitas kepribadian
serta konrol diri yang baik.
 Mendemonstrasikan sikap empati secara
 Memiliki toleransi yang tinggi terhadap stress  dan frustasi.
 Mendemonstrasikan berpikir positif terhadap orang lain dan
lingkungan.

11
b) Berperilaku etik dan professional, yaitu:
 Menyadari bahwa nilai-nilai pribadi konselor dapat
mempengaruhi respon-respon konselor terhadap klien.
 Menghindari sikap prasangka dan pikiran streotipe terhadap
klien.
 Tidak memaksakan nilai-nilai pribadi terhadap klien.
 Memahami kekuatan dan keterbatasan personal dan
professional.
 Mengelola diri secara efektif.
 Bekerja sama secara produktif dengan teman sejawat dan
anggota profesi lainnya.
 Secara konsisten menampilkan perilaku sesuai dengan kode
etik profesi.
c) Kompetensi Profesional
Pada umumnya kompetensi ini, sub dan indikatornya adalah :
 Memiliki komitmen untuk meningkatkan kemampuan
professional, ini meliputi :
 Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling yang
secara etik dapat dipertanggungjawabkan bagi semua klien.
 Berperilaku objektif terhadap pandangan, nilai-nilai dan
reaksi emosional klien yang berbeda dengan konselor.
 Memiliki inisiatif dan terlibat dalam pengembangan profesi
dan pendidikan lanjut untuk meningkatkan keahlian dan
keterampilan professional.
 Memiliki kepedulian untuk aktif dalam organisasi profesi
konseling .
d) Memahami kaidah-kaidah perilaku individu dan kelompok,
meliputi:
 Menjelaskan mekanisme perilaku menurut berbagai
pendekatan.

12
 Menjelaskan mekanisme pertahanan diri agar tidak larut
dalam masalah yang di hadapi

F. Keterampilan Merefleksikan Nilai-Nilai Pribadi Konselor


Konselor harus memiliki keterampilan merefleksikan nilai-nilai pribadi
sebagai konselor meliputi :
1. Menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa,
jujur, sabar, ramah dan konsisten).
2. Kesabaran.
Melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat
membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar
konselor menunjukkan lebih memperhatikan diri klien daripada hasilnya.
Konselor yang sabar cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku
sebagai berikut.
3. Kejujuran.
Yang dimaksud jujur disini adalah bahwa konselor itu bersikap
transparan (terbuka),  autentik, dan asli (genuine). Sikap jujur ini penting
dalam konseling, karena alasan-alasan berikut.
4. Adil dan Bijaksana.
Adil akan melahirkan kedermawanan, tawadhu (rendah hati),
berani, kelemah lembutan.
5. Ramah, hangat dan mudah senyum.
Yang dimaksud bersikap hangat itu adalah : ramah, penuh
perhatian, dan memberikan kasih sayang. Klien yang datang meminta
bantuan konselor, pada umumnya yang kurang mengalami kehangatan
dalam hidupnya, sehingga dia kehilangan kemampuan untuk bersikap
ramah, memberikan perhatian, dan kasih sayang. Melalui konseling, klien
ingin mendapatkan rasa hangat tersebut dan melakukan “sharing” dengan
konselor. Apabila hal itu diperoleh, maka klien dapat mengalami perasaan
yang nyaman.
6. Senyuman akan mencairkan suasana dan meringankan beban pikiran.

13
7. Menampilkan emosi yang stabil dan bisa jadi teladan.
8. Peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman dan perubahan.
Peka berarti bahwa konselor menyadari tentang adanya dinamika
psikologis yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik pada
diri klien maupun dirinya sendiri.
Klien yang datang untuk meminta bantuan konselor pada
umumnya tidak menyadari masalah yang sebenarnya mereka hadapi.
Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah. Pada diri
mereka hanya nampak gejala-gejalanya (pseudo masalah), sementara yang
sebenarnya tertutup oleh perilaku pertahanan dirinya. Konselor yang
sensitif akan mampu mengungkap atau menganalisis apa masalah
sebenarnya yang dihadapi klien. 
9. Empati adalah kemampuan untuk mengetahui bagaimana merasakan
perasaan orang lain. Secara sederhana.
10. Menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang menghadapi stress
dan frustasi.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi
seorang konselor yang baik harus mempunyai nilai-nilai pribadi. Selaku
konselor profesional harus memiliki kesadaran dalam melakuka pekerjaan
dengan menampilkan keutuhan pribadi seorang konselor .Seorang konselor
dalam menjalankan tugasnya harus dalam keadaan sadar dan menampilkan
kepribadian yang sesuai dengan keprofesonalitasnya. Dan sebagai klien harus
mempunyai nilai-nilai pribadi baik saat dia menilai dirinya sendiri, orang lain
dan diri idaman.

B. Kritik dan Saran


Kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing dan
teman-teman atas penulisan makalah ini. Karena kritik dan saran dari dosen
pembimbing dan teman-teman akan sangat membantu dan memberi kami
motivasi dalam penulisan makalah selanjutnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://afiluddin.blogspot.com/2012/03/pengembangan-pribadi-konselor.html
http://musdalifayasin.wordpress.com/2012/09/25/nilai-pribadi-konselor/
http://teori-teorikonseling.blogspot.com/2012/01/pengembangan-pribadi-
konselor.html

16

Anda mungkin juga menyukai