PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mencapai manusia ideal atau manusia seutuhnya sebagaimana yang tercantum
dalam TujuanPendidikan Nasional, makamanusia harus ditempatkan pada
posisinya sebagai makhluk yang memiliki potensi.Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi Marusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan diselenggarakan secara
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna jika dibandingkan
dengan makhluk ciptaan lainnya, karena manusia terdiri dari unsur jasmani dan unsur rohani,
yang keduanya merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan, keduanya saling
menunjang dalam kehidupan. Di sisi lain, manusia adalah makhluk individu dan juga sebagai
makhluk social
Sebagai makhluk social, manusia dituntut untuk mampu mengembangkan diri dan
menyesuaikan diri dengan masyarakat karena memang manusia memiliki potensi
kemanusiaan yang meliputi dimensi keberagamaan, kesusilaan, keindividualan dan dimensi
kesosialan sehingga dengan potensi tersebut menuntut manusia harus dapat beradaptasi
dengan lingkungan dan masyarakat. Pemenuhan terhadap tuntutan perkembangan masyarakat
sekaligus memerlukan pengembangan individu warga masyarakat secara serasi, selaras dan
seimbang.
Pengembangan kemanusiaan seutuhnya hendaknya mencapai pribadi-pribadi yang
kediriannya matang, tangguh, dengan kemampuan social yang menyejukkan, kesusilaan yang
tinggi dan luhur serta berkeimanan dan ketakwaan yang kokoh dan dalam.Namun kenyataan
yang sering kita jumpai dalam kehidupan masyarakat akhir-akhir ini, banyak pribadi yang
kurang berkembang dan rapuh, kurangnya rasa kebersamaan sebagai anggota kelompok
masyarakat, kehidupan social yang panas, kesusilaan yang rendah dan keimanan dan
ketakwaan yang labil dan dangkal.
Sehubungan dengan masalah-masalah tersebut, maka dalam pengembangan
pendidikan harus memperhatikan hal-hal tersebut agar setiap orang dapat berkembang secara
optimal sehingga potensi-potensi yang dimlikinya mendapat sentuhan yang mendorongnya
untuk berkembang sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangannya baik sebagai makhluk
beragama, makhluk susila, makhluk individu, maupun sebagai makhluk social.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas bahwa dalam kehidupan, seorang manusia
tidak bisa terlepas dari orang lain dan lingkungan sekitarnya, tidak terlepas pula dari masalah-
masalah kehidupan, yang membutuhkan pembimbingan dan pendampingan baik
sebagai makhluk beragama, makhluk susila, makhluk individu maupun makhluk social.
Maka dalam makalah ini kami merumuskan beberapa hal sebagai berikut :
1. Apakah pengertian konseling ?
2. Apakah landasan konseling ?
3. Sejak kapan istilah konseling digunakan ?
4. Apakah yang dimaksudkan dengan Konseling kelompok ?
5. Apakah Kelebihan dan kekurangan konseling kelompok?
6. Apakah Permainankelompok itu?
7. Hasil apakah yang diperoleh dari konseling kelompok ?
C. Tujuan Pembahasan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui pengertian konseling.
2. Mengetahui landasan konseling.
3. Memahami tentang digunakannya istilah konseling.
4. Memahami konseling kelompok.
5.Mengidentifikasikelebihan dan kekurangan konseling kelompok.
6. Memahami permainan kelompok.
7. Mengidentifikasi perubahan pada konseling kelompok.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konseling
Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu “conselium” yang
berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”.
Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti
“menyerahkan” atau “ menyampaikan”.[1]
Untuk memberikan satu definisi tentang konseling, para ahli berbeda pendapat sesuai dengan
sudut pandangnya masing-masing, oleh karena itu kami mengemukakan beberapa pendapat
para ahli sebagai acuan dalam penulisan ini.
…konseling adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua
pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang
bersangkutan, dimana ia diberi bantuan pribadi dan langsung dalam pemecahan masalah itu.
Konselor tidak memecahkan masalah untuk klien.Konseling harus ditujukan pada
perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri
tanpa bantuan. (Jones : 1951, dalam Bimo Walgito)[2]
Dari rumusan Jones tersebut dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. konseling terdiri atas kegiatan pengungkapan fakta atau data tentang siswa, serta
pengarahan kepada siswa untuk dapat mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapinya.
2. Bantuan diberikan secara langsung kepada siswa
3. Tujuan konseling adalah agar siswa mencapai perkembangan yang semakin baik.
suatu proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara seorang individu yang
terganggu oleh karena masalah-masalah yang tidak dapat diatasinya sendiri dengan seorang
pekerja yang professional, yaitu orang yang telah terlatih dan berpengalaman membantu
orang lain mencapai pemecahan-pemecahan terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi.
(Maclean dalam Sherzer dan Stone, 1974).[3]
Hal-hal pokok yang terdapat dalam rumusan konseling yang dikemukakan Maclean adalah :
1. Konseling merupakan suatu proses pemberian bantuan
2. Dilakukan dalam suasana hubungan tatap muka
3. Individu yang dikonseling adalah individu yang sedang mengalami gangguan atau
masalah.
4. Dilakukan oleh orang yang ahli (professional), yaitu orang yang telah terlatih baik dan
telah memiliki pengalaman.
5. Bertujuan untuk mengatasi suatu masalah atau gangguan.
Konseling adalah hubungan pribadi yang dapat dilakukan secara tatap muka antara
dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu, dengan kemampuan-kemampuan
khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk
memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan
yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk
kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana
memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.
( Tolbert, 1959 ).[4]
Rumusan pengertian konseling yang dikemukakan Tolber dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Konseling dilakukan dalam suasana hubungan tatap muka antara dua orang
2. Konseling dilakukan oleh orang yang ahli (memiliki kemampuan khusus di bidang
konseling).
3. Konseling merupakan wahana proses belajar bagi klien, yaitu belajar memahami diri
sendiri, membuat rencana untuk masa depan, dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
4. Pemahaman diri dan pembuatan rencana untuk masa depan itu dilakukan dengan
menggunakan kekuatan-kekuatan klien sendiri.
5. hasil-hasil konseling harus dapat mewujudkan kesejahteraan, baik bagi diri pribadi
maupun masyarakat.
membantu individu agar dapat menyadari dirinya sendiri dan memberikan reaksi
terhadap pengaruh-pengaruh lingkungan yang diterimanya, selanjutnya, membantu yang
bersangkutan menentukan beberapa makna pribadi bagi tingkah laku tersebut dan
mengembangkan serta memperjelas tujuan-tujuan dan nilai-nilai untuk perilaku di masa yang
akan datang. ( Blocher, dalam Shertzer & Stone, 1974 ).[5]
Menurut Blocher, konseling yang diberikan meliputi :
1. Konseling merupakan bantuan yang diberikan kepada individu.
2. Tujuan konseling adalah agar individu dapat memahami dirinya sendiri, dapat
memberikan reaksi atau tanggapan terhadap pengaruh-pengaruh lingkungan, dan dapat
mengembangkan serta memperjelas tujuan-tujuan hidupnya.
3. Berguna bagi diri pribadi dan masyarakat. Konseling meliputi pemahaman dan hubungan
individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi dan potensi-potensi yang
unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasi ketiga hal
tersebut.
Dari beberapa rumusan konseling tersebut di atas dapat kami simpulkan bahwa
konseling adalah suatu proses bantuan yang diberikan kepada individu yang mangalami
masalah (klien), dilakukan oleh seorang ahli (konselor) secara langsung dan menyenangkan,
dengan memperoleh informasi dari klien ataupun pihak lain sehinggaindividu tersebut dapat
memahami dirinya dan permasalahannya, agar ia dapat berinteraksi secara efektif dalam
lingkungannya dan masyarakat pada umumnya.
B. Landasan konseling
Ketika berbicara tentang bimbingan, tidak bisa terlepas dari konseling, dan ketika
kita membahas tentang konseling tidak dapat dipisahkan dari bimbingan, karena antara yang
satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan, keduanya merupakan suatu kesatuan yang
terpadu dan utuh. Oleh Karena itu pada bagian ini kami akan mengemukakan beberapa hal
yang merupakan dasar atau landasan bimbingan dan konseling.
Beberapa hal yang menjadi landasan bimbingan dan konseling adalah landasan
filosofis, landasan religius, landasan psikologis, landasan social budaya dan landasan
pedagogis.
1. Landasan Filosofis
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling indah dan paling tinggi
derajatnya.Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi dan
merupakan makhluk terbaik dari ciptaan Tuhan lainnya. Menurut Prayitno dan Erman Amti,
(2014) hakekat kemanusiaan dapat ditinjau dari keempat dimensi kemanusiaannya yaitu
dimensi keindividualan (individualitas), kesosialan (sosialitas), kesusilaan (moralitas) dan
keberagamaan (religiusitas). Tinjauan dari kedua sisi itu akan memperlihatkan betapa
manusia amat berpotensi untuk memperkembangkan dirinya, untuk menguasai alam, dan
untuk mengembangkan budaya setinggi-tingginya demi kebahagiaan hidupnya di dunia dan
akhirat.[6]
Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson,
Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan
tentang hakikat manusia,[7] sebagai berikut :
Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu
untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia
berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri
khususnya melalui pendidikan.
Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti
upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol
keburukan.
Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara
mendalam.
Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia
terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat
pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri.
Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun,
manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk
melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan
konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang
konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan
kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
2. Landasan Religius
Landasan religious bagi pelayanan konselingditekankan pada tiga hal pokok,[8] yaitu
:
a) Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk Tuhan.
b) Sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan kearah dan
sesuai dengan kaidah-kaidah agama.
c) Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal
suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta
kemasyarakatan yang sesuai dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu
perkembangan dan pemecahan masalah individu.
Landasan religious dalamkonseling pada umumnya ingin menetapkan klien sebagai
makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaan kemanusiaannya menjadi focus netral upaya
bimbingan dan konseling.
Ditegaskan pula oleh Moh.Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan
konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual.Berangkat dari kehidupan
modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang
dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan
yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan.Dewasa
ini sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai
spiritual.Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan
konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.[9]
3. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi
konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan
bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah
tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu;
(d) belajar; dan (e) kepribadian.
a. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang
berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki
oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif
sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau
keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan
digerakkan, baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu
(motivasi ekstrinsik), menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang
mengarah pada suatu tujuan.
b. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan
mempengaruhi perilaku individu.Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir
dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot,
warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian
tertentu.Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk
mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu
berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda.
c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya
individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya
meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek
perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan
individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi.Manusia
belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan
mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan
mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk
menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri
individu.Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah
tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor/keterampilan.
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang
kepribadian secara bulat dan komprehensif.Menurut pendapatGordon W. Allport, bahwa
kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang
menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.Kata kunci
dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003)
mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat
behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri,
ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara
pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa aspek-aspek kepribadian
itumencakup[10]:
Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya
dalam memegang pendirian atau pendapat.
Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap
rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari
lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau
perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau
melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal.
Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang
lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami
dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat
memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku
individu yang dilayaninya (klien), memahami potensi bawaan kliennya,sertamenyediakan
lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya.
4. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada
konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang
mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan
produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan
dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya
yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat
mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006)
mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan
konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural
seperti Indonesia.[11]Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada
nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni
dalam kondisi pluralistik.
5. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan,
baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan
konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti:
pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris
yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah
lainnya.
Moh.Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer
interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan
melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual
(maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”.Dikemukakan pula, bahwa
perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor
dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya
mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003)
bahwa konselor adalah seorang ilmuwan.Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu
mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan
hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.[12]
6. Landasan Pedagogis
Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, menurut
Prayitno, memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan
paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.
Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu:
(a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu
bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan
(c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.
7. Landasan Yuridis Formal
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang
berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari
Undang-Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta
berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan
dan konseling di Indonesia.
C. Latar Belakang Penggunaan Kata Konseling
Menurut Prayitno, sejak tahun 1960-an istilah bimbingan dan penyuluhan seperti telah
memasyarakat, khususnya di kalangan persekolahan. Namun sejak awal tahun 1970-an
muncul pemakaian istilah “penyuluhan” yang sama sekali di luar pengertian konseling
sebagaimana dimaksudkan semula. [13]
Penyuluhan dalam pengertiannya yang kemudian lebih mengarah pada usaha-usaha
suatu badan, baik pemerintah maupun swasta untuk meningkatkan kesadaran, pemahaman,
sikap dan keterampilan warga masyarakat berkenaan dengan hal tertentu.
Misalnya penyuluhan pertanian, penyuluhan hukum, penyuluhan kesehatan, penyuluhan gizi
dan lain-lain.
Dalam perkembangannya penggunaan istilah penyuluhan dalam arti konseling dan
penyuluhan dalam arti pembinaan masyarakat seolah-olah berlomba dan saling
mempertahankan keadaan masing-masing. Dalam hal ini, konseling dalam arti “pembinaan
masyarakat” lebih memperoleh peran, sedangkan penyuluhan dalam arti konseling makin
tertinggal dan terkungkung dalam lingkungannya sendiri, khususnya di lingkungan sekolah.
Akibat yang lebih jauh adalah masyarakat akan menyamaratakan pengertian
penyuluhan untuk konseling dan penyuluhan untuk arti yang lain sebagaimana yang
disebutkan di atas. Tidak perlu diherankan apabila masyarakat akan menganggap bahwa
tugas guru bimbingan dan penyuluhan di sekolah adalah sama seperti tugas para penyuluh
pertanian, kesehatan, hukum dan sebagainya. Oleh karena itu, sejak tahun 1980-an gerakkan
bimbingan mulai digalakkan dengan penggunaan istilah konseling. Pemakaian istilah
konseling dimaksudkan untuk menggantikan istilah penyuluhan yang ternyata sudah dipakai
secara lebih meluas untuk pengertian yang bersifat non-konseling.
Sebagaimana kita ketahui bahwa kata konseling digunakan selalu didahului dengan
kata bimbingan, artinya kedua kata ini selalu dipakai berdampingan yang mempunyai tujuan
dan arah yang sama yaitu menggunakan langkah-langkah pendekatan, tekhnik dan peralatan
dan berbagai sarana lainnya untuk membantu klien dalam menyelesaikan permasalahan yang
dihadapinya. Oleh karena itu kata bimbingan tidak bisa dilepaskan dari dari kata konseling.
D. Konseling Kelompok
Bimbingan karier kepada siswa-siswi yang tergabung dalam satu kesatuan kelas di
SMA.Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan
optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman
pendidikan ini bagi dirinya sendiri.[14]
Jadi dapat disimpulkan kegiatan bimbingan kelompok merupakan salah satu layanan
bimbingan dan konseling yang diberikan kepada sejumlah individu dalam bentuk kelompok
dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk membahas topik tertentu yang dipimpin
oleh pemimpin kelompok bertujuan menunjang pemahaman, pengembangan dan
pertimbangan pengambilan keputusan/ tindakan individu.
1. Pengertian Konseling Kelompok
a) Menurut Dewa Ketut Sukardi, konseling kelompok merupakan konseling yang di
selenggarakan dalam kelompok, dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang terjdi di
dalam kelompok itu. Masalah-masalah yang dibahas merupakan masalah perorangan yang
muncul di dalam kelompok itu, yang meliputi berbagai masalah dalam segenap bidang
bimbingan (bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir).[15]
b) Menurut Heru Mugiarso konseling kelompok merupakan layanan konseling yang
diselenggarakan dalam suasana kelompok. Materi umum layanan konseling kelompok
diselenggarakan dalam kelompok yang memanfaatkan dinamika kelompok yang meliputi
segenap bidang bimbingan.Masalah tersebut dilayani melalui pembahasan yang intensif oleh
seluruh anggota kelompok.[16]
c) Menurut Prayitno, layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling
perorangan yang dilaksanakan didalam suasana kelompok. Disana ada konselor dan ada
klien, yaitu para anggota kelompok (yang jumlahnya minimal dua orang). Disana terjadi
hubungan konseling dalam suasana yang diusahakan sama seperti dalam konseling
perorangan yaitu hangat, permisif, terbuka dan penuh keakraban. Dimana ada juga
pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah,
upaya pemecahan masalah (jika perlu dengan menerapkan metode-metode khusus), kegiatan
evaluasi dan tindak lanjut.[17]
d) Menurut Winkel konseling kelompok adalah suatu proses antarpribadi yang dinamis,
yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari.[18]
e) Menurut Tatik Romlah konseling kelompok adalah upaya untuk membantu individu agar
dapat menjalani perkembangannya dengan lebih lancar, upaya itu bersifat pencegahan serta
perbaikan agar individu yang bersangkutan dapat menjalani perkembangannya dengan lebih
mudah.[19]
f) Menurut Gazda (1989) dalam Tatik Romlah, konseling kelompok adalah suatu proses
antar pribadi yang dinamis yang memusatkan diri pada pikiran dan perilaku yang sadar dan
melibatkan fungsi-fungsi seperti sikap permisif, orientasi pada kenyataan, katarsis, saling
pengertian, saling menerima dan membantu.
Dari uraian-uraian yang disampaikan beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwasannya konseling kelompok merupakan salah satu layanan konseling yang di
selenggarakan dalam suasana kelompok yang memanfaatkan dinamika kelompok, serta
terdapat hubungan konseling yang hangat, terbuka, permisif dan penuh keakraban.Hal ini
merupakan upaya untuk membantu individu agar dapat menjalani perkembangannya dengan
lebih lancar, upaya itu bersifat preventif dan perbaikan.Sebab, pada konseling kelompok juga
ada pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya
masalah, upaya pemecahan masalah, kegiatan evaluasi dan tindak lanjut.
2. Asas Konseling Kelompok
Dalam kegiatan konseling kelompok terdapat sejumlah aturan ataupun asas-asas yang
harus diperhatikan oleh para anggota, asas-asas tersebut yaitu:
a) Asas kerahasiaan
Asas kerahasiaan ini memegang peranan penting dalam konseling kelompok karena masalah
yang dibahas dalam konseling kelompok bersifat pribadi, maka setiap anggota kelompok
diharapkan bersedia menjaga semua (pembicaraan ataupun tindakan) yang ada dalam
kegiatan konseling kelompok dan tidak layak diketahui oleh orang lain selain orang-orang
yang mengikuti kegiatan konseling kelompok .
b) Asas Kesukarelaan
Kehadiran, pendapat, usulan, ataupun tanggapan dari anggota kelompok harus bersifat
sukarela, tanpa paksaan.
c) Asas keterbukaan
Keterbukaan dari anggota kelompok sangat diperlukan sekali. Karena jika ketrbukaan ini
tidak muncul maka akan terdapat keragu-raguan atau kekhawatiran dari anggota.
d) Asas kegiatan
Hasil layanan konseling kelompok tidak akan berarti bila klien yang dibimbing tidak
melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan– tujuan bimbingan. Pemimpin kelompok
hendaknya menimbulkan suasana agar klien yang dibimbing mampu menyelenggarakan
kegiatan yang dimaksud dalam penyelesaian masalah
e) Asas kenormatifan
Dalam kegiatan konseling kelompok, setiap anggota harus dapat menghargai pendapat orang
lain, jika ada yang ingin mengeluarkan pendapat maka anggota yang lain harus
mempersilahkannya terlebih dahulu atau dengan kata lain tidak ada yang berebut.
f) Asas kekinian
Masalah yang dibahas dalam kegiatan konseling kelompok harus bersifat sekarang.
Maksudnya, masalah yang dibahas adalah masalah yang saat ini sedang dialami yang
mendesak, yang mengganggu keefektifan kehidupan sehari-hari, yang membutuhkan
penyelesaian segera, bukan masalah dua tahun yang lalu ataupun masalah waktu kecil.
B. Penutup.
Demikianlah makalah ini kami sajikan, jika terdapat hal-hal yang tidak berkenan atau
terdapat kekurangan pada sistematika penulisan atau penggunaan formulasi bahasa yang
kurang tepat, maka kami sangat mengharapkan kritik dan saran dalam rangka perbaikan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA