Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar  Belakang
Untuk mencapai manusia ideal atau manusia seutuhnya sebagaimana yang tercantum
dalam TujuanPendidikan Nasional, makamanusia harus ditempatkan pada
posisinya sebagai makhluk yang memiliki potensi.Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan  untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi Marusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan  menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan diselenggarakan secara
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif  dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna jika dibandingkan
dengan makhluk ciptaan lainnya, karena manusia terdiri dari unsur jasmani dan unsur rohani,
yang keduanya merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan, keduanya saling
menunjang dalam kehidupan. Di sisi lain, manusia adalah makhluk individu  dan juga sebagai
makhluk social
Sebagai makhluk social, manusia dituntut untuk mampu mengembangkan diri dan
menyesuaikan diri dengan masyarakat karena memang manusia memiliki potensi
kemanusiaan yang meliputi dimensi keberagamaan, kesusilaan, keindividualan dan dimensi
kesosialan sehingga dengan potensi tersebut  menuntut manusia harus dapat beradaptasi
dengan lingkungan dan masyarakat. Pemenuhan terhadap tuntutan perkembangan masyarakat
sekaligus memerlukan pengembangan individu warga masyarakat secara serasi, selaras dan
seimbang.
Pengembangan kemanusiaan seutuhnya hendaknya mencapai pribadi-pribadi yang
kediriannya matang, tangguh, dengan kemampuan social yang menyejukkan, kesusilaan yang
tinggi dan luhur serta berkeimanan dan ketakwaan yang kokoh dan dalam.Namun kenyataan
yang sering kita jumpai dalam kehidupan masyarakat akhir-akhir ini, banyak pribadi yang
kurang berkembang dan rapuh, kurangnya rasa kebersamaan sebagai anggota kelompok
masyarakat, kehidupan social yang panas, kesusilaan yang rendah dan keimanan dan
ketakwaan yang labil dan dangkal.
Sehubungan dengan masalah-masalah tersebut, maka dalam pengembangan
pendidikan harus memperhatikan hal-hal tersebut agar setiap orang dapat berkembang secara
optimal sehingga potensi-potensi yang dimlikinya mendapat sentuhan yang mendorongnya
untuk berkembang sesuai dengan tahapan-tahapan  perkembangannya baik sebagai makhluk
beragama, makhluk susila, makhluk individu, maupun sebagai makhluk social.
B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas bahwa dalam kehidupan, seorang manusia
tidak bisa terlepas dari orang lain dan lingkungan sekitarnya, tidak terlepas pula dari masalah-
masalah kehidupan, yang membutuhkan pembimbingan dan pendampingan baik
sebagai  makhluk beragama, makhluk susila, makhluk individu maupun  makhluk social.
Maka dalam makalah ini kami merumuskan beberapa hal sebagai berikut :
1.   Apakah pengertian konseling ?
2.   Apakah landasan  konseling ?
3.   Sejak kapan istilah  konseling digunakan ?
4.   Apakah yang dimaksudkan dengan Konseling kelompok ?
5.   Apakah Kelebihan dan kekurangan konseling kelompok?
6.   Apakah Permainankelompok itu?
7. Hasil apakah yang diperoleh dari konseling kelompok ?

C.   Tujuan Pembahasan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1.   Mengetahui pengertian konseling.
2.   Mengetahui  landasan  konseling.
3.   Memahami tentang digunakannya istilah  konseling.
4.   Memahami konseling kelompok.
5.Mengidentifikasikelebihan dan kekurangan konseling kelompok.
6.   Memahami permainan kelompok.
7.   Mengidentifikasi perubahan pada konseling kelompok.
BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Konseling
Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu “conselium” yang
berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”.
Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti
“menyerahkan” atau “ menyampaikan”.[1]
Untuk memberikan satu definisi tentang konseling, para ahli berbeda pendapat sesuai dengan
sudut pandangnya masing-masing, oleh karena itu kami mengemukakan beberapa pendapat
para ahli sebagai acuan dalam penulisan ini.
…konseling adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua
pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang
bersangkutan, dimana ia diberi bantuan pribadi dan langsung dalam pemecahan masalah itu.
Konselor tidak memecahkan masalah untuk klien.Konseling harus ditujukan pada
perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri
tanpa bantuan. (Jones : 1951, dalam Bimo Walgito)[2]
Dari rumusan Jones tersebut dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1.      konseling terdiri atas kegiatan pengungkapan fakta atau data tentang siswa, serta
pengarahan kepada siswa untuk dapat mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapinya.
2.      Bantuan diberikan secara langsung kepada siswa
3.      Tujuan konseling adalah agar siswa mencapai perkembangan yang semakin baik.
suatu proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara seorang individu yang
terganggu oleh karena masalah-masalah yang tidak dapat diatasinya sendiri dengan seorang
pekerja yang professional, yaitu orang yang telah terlatih dan berpengalaman membantu
orang lain mencapai pemecahan-pemecahan terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi.
(Maclean dalam Sherzer dan Stone, 1974).[3]
Hal-hal pokok yang terdapat dalam rumusan konseling yang dikemukakan Maclean adalah :
1.      Konseling merupakan suatu proses pemberian bantuan
2.      Dilakukan dalam suasana hubungan tatap muka
3.      Individu yang dikonseling adalah individu yang sedang mengalami gangguan atau
masalah.
4.      Dilakukan oleh orang yang ahli (professional), yaitu orang yang telah terlatih baik dan
telah memiliki pengalaman.
5.      Bertujuan untuk mengatasi suatu masalah atau gangguan.
Konseling adalah hubungan pribadi yang dapat dilakukan secara tatap muka antara
dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu, dengan kemampuan-kemampuan
khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk
memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan
yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk
kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana
memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.
( Tolbert, 1959 ).[4]
Rumusan pengertian konseling yang dikemukakan Tolber dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1.   Konseling dilakukan dalam suasana hubungan tatap muka antara dua orang
2.   Konseling dilakukan oleh orang yang ahli (memiliki kemampuan khusus di bidang
konseling).
3.  Konseling merupakan wahana proses belajar bagi klien, yaitu belajar memahami diri
sendiri, membuat rencana untuk masa depan, dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
4.   Pemahaman diri dan pembuatan rencana untuk masa depan itu dilakukan dengan
menggunakan kekuatan-kekuatan klien sendiri.
5.   hasil-hasil konseling harus dapat mewujudkan kesejahteraan, baik bagi diri pribadi
maupun masyarakat.
membantu individu agar dapat menyadari dirinya sendiri dan memberikan reaksi
terhadap pengaruh-pengaruh lingkungan yang diterimanya, selanjutnya, membantu yang
bersangkutan menentukan beberapa makna pribadi bagi tingkah laku tersebut dan
mengembangkan serta memperjelas tujuan-tujuan dan nilai-nilai untuk perilaku di masa yang
akan datang. ( Blocher, dalam Shertzer & Stone, 1974 ).[5]
Menurut Blocher, konseling yang diberikan meliputi :
1.   Konseling merupakan bantuan yang diberikan kepada individu.
2.  Tujuan konseling adalah agar individu dapat memahami dirinya sendiri, dapat
memberikan reaksi atau tanggapan terhadap pengaruh-pengaruh lingkungan, dan dapat
mengembangkan serta memperjelas tujuan-tujuan hidupnya.
3.  Berguna bagi diri pribadi dan masyarakat. Konseling meliputi pemahaman dan hubungan
individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi dan potensi-potensi yang
unik  dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasi ketiga hal
tersebut.
Dari beberapa rumusan konseling tersebut di atas dapat kami simpulkan bahwa
konseling adalah suatu proses bantuan yang diberikan kepada individu yang mangalami
masalah (klien), dilakukan oleh seorang ahli (konselor) secara langsung dan menyenangkan,
dengan memperoleh informasi dari klien ataupun pihak lain sehinggaindividu tersebut dapat
memahami dirinya  dan permasalahannya, agar ia dapat berinteraksi secara efektif dalam
lingkungannya dan masyarakat pada umumnya.

B.   Landasan  konseling
Ketika berbicara tentang bimbingan,  tidak bisa terlepas dari konseling, dan ketika
kita membahas tentang konseling tidak dapat dipisahkan dari bimbingan, karena antara yang
satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan,  keduanya merupakan suatu kesatuan yang
terpadu dan utuh. Oleh Karena itu pada bagian ini kami akan mengemukakan beberapa hal
yang merupakan dasar atau landasan bimbingan dan konseling.
Beberapa hal yang menjadi landasan bimbingan dan konseling adalah landasan
filosofis, landasan religius, landasan psikologis, landasan social budaya dan landasan
pedagogis.
1.   Landasan Filosofis
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling indah dan paling tinggi
derajatnya.Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi dan
merupakan makhluk terbaik dari ciptaan Tuhan lainnya.  Menurut  Prayitno dan Erman Amti,
(2014) hakekat kemanusiaan dapat ditinjau dari keempat dimensi kemanusiaannya yaitu
dimensi keindividualan (individualitas), kesosialan (sosialitas), kesusilaan (moralitas) dan
keberagamaan (religiusitas). Tinjauan dari kedua sisi itu akan memperlihatkan betapa
manusia amat berpotensi untuk memperkembangkan dirinya, untuk menguasai alam, dan
untuk mengembangkan budaya setinggi-tingginya demi kebahagiaan hidupnya di dunia dan
akhirat.[6]
Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson,
Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan
tentang hakikat manusia,[7]  sebagai berikut :
 Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu
untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
 Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia
berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
 Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri
khususnya melalui pendidikan.
 Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti
upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol
keburukan.
 Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara
mendalam.
 Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia
terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
 Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
 Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat
pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri.
 Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun,
manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk
melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan
konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang
konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan
kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai  dimensinya.
2.   Landasan Religius
Landasan religious bagi pelayanan  konselingditekankan pada tiga hal pokok,[8] yaitu
:
a)      Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk Tuhan.
b)      Sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan kearah dan
sesuai dengan kaidah-kaidah agama.
c)      Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal
suasana  dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta
kemasyarakatan yang sesuai dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu
perkembangan dan pemecahan masalah individu.
Landasan religious dalamkonseling  pada umumnya ingin menetapkan klien sebagai
makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaan kemanusiaannya menjadi focus netral upaya
bimbingan dan konseling.
Ditegaskan pula oleh Moh.Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan
konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual.Berangkat dari kehidupan
modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang
dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan
yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan.Dewasa
ini sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai
spiritual.Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan
konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.[9]
3. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi
konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan
bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah
tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu;
(d) belajar; dan (e) kepribadian.
a. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang
berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki
oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif
sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau
keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan
digerakkan, baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu
(motivasi ekstrinsik), menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang
mengarah pada suatu tujuan.
b. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan
mempengaruhi perilaku individu.Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir
dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot,
warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian
tertentu.Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk
mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu
berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda.
c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya
individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya
meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek
perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan
individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi.Manusia
belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan
mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan
mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk
menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri
individu.Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah
tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor/keterampilan.
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang
kepribadian secara bulat dan komprehensif.Menurut pendapatGordon W. Allport, bahwa
kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang
menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.Kata kunci
dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003)
mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat
behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri,
ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara
pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa aspek-aspek kepribadian
itumencakup[10]:
 Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya
dalam memegang pendirian atau pendapat.
 Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap
rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
 Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
 Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari
lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
 Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau
perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau
melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
 Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal.
Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang
lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami
dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat
memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku
individu yang dilayaninya (klien), memahami potensi bawaan kliennya,sertamenyediakan
lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya.

4. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada
konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang
mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan
produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan
dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya
yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat
mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006)
mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan
konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural
seperti Indonesia.[11]Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada
nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni
dalam kondisi pluralistik.
5. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan  konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan,
baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan
konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti:
pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris
yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah
lainnya.
Moh.Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer
interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan
melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual
(maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”.Dikemukakan pula, bahwa
perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor
dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya
mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003)
bahwa konselor adalah seorang ilmuwan.Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu
mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan
hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.[12]
6.  Landasan Pedagogis
Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, menurut
Prayitno, memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan
paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.
Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu:
(a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu
bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan
(c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.
7.   Landasan Yuridis Formal
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang
berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari
Undang-Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta
berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan
dan konseling di Indonesia.
                                                                                  
C.   Latar Belakang Penggunaan Kata Konseling
Menurut Prayitno, sejak tahun 1960-an istilah bimbingan dan penyuluhan seperti telah
memasyarakat, khususnya di kalangan persekolahan. Namun sejak awal tahun 1970-an
muncul pemakaian istilah “penyuluhan” yang sama sekali di luar pengertian konseling
sebagaimana dimaksudkan semula. [13]
Penyuluhan dalam pengertiannya yang kemudian lebih mengarah pada usaha-usaha
suatu badan, baik pemerintah maupun swasta untuk meningkatkan kesadaran, pemahaman,
sikap dan keterampilan warga masyarakat berkenaan dengan hal tertentu.
Misalnya penyuluhan pertanian, penyuluhan hukum, penyuluhan kesehatan, penyuluhan gizi
dan lain-lain.
Dalam perkembangannya penggunaan istilah penyuluhan dalam arti konseling dan
penyuluhan dalam arti pembinaan masyarakat  seolah-olah berlomba dan saling
mempertahankan keadaan masing-masing. Dalam hal ini, konseling dalam arti “pembinaan
masyarakat” lebih memperoleh peran, sedangkan penyuluhan dalam arti konseling makin
tertinggal dan terkungkung dalam lingkungannya sendiri, khususnya di lingkungan sekolah.
Akibat yang lebih jauh adalah masyarakat akan menyamaratakan pengertian
penyuluhan untuk konseling dan penyuluhan untuk arti yang lain sebagaimana yang
disebutkan di atas. Tidak perlu diherankan apabila masyarakat akan menganggap bahwa
tugas guru bimbingan dan penyuluhan di sekolah adalah sama seperti tugas para penyuluh
pertanian, kesehatan, hukum dan sebagainya. Oleh karena itu, sejak tahun 1980-an gerakkan
bimbingan mulai digalakkan dengan penggunaan istilah konseling. Pemakaian istilah
konseling dimaksudkan untuk menggantikan istilah penyuluhan yang ternyata sudah dipakai
secara lebih meluas untuk pengertian yang bersifat non-konseling.
Sebagaimana kita ketahui bahwa kata konseling digunakan selalu didahului dengan
kata bimbingan, artinya kedua kata ini selalu dipakai berdampingan yang mempunyai tujuan
dan arah yang sama yaitu menggunakan langkah-langkah pendekatan, tekhnik dan peralatan
dan berbagai sarana lainnya untuk membantu klien dalam menyelesaikan permasalahan yang
dihadapinya. Oleh karena itu kata bimbingan tidak bisa dilepaskan dari dari kata konseling.

D.   Konseling Kelompok
Bimbingan karier kepada siswa-siswi yang tergabung dalam satu kesatuan kelas di
SMA.Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan
optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman
pendidikan ini bagi dirinya sendiri.[14]
Jadi dapat disimpulkan kegiatan bimbingan kelompok merupakan salah satu layanan
bimbingan dan konseling yang diberikan kepada sejumlah individu dalam bentuk kelompok
dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk membahas topik tertentu  yang dipimpin
oleh pemimpin kelompok bertujuan menunjang pemahaman, pengembangan dan
pertimbangan pengambilan keputusan/ tindakan individu.
1.  Pengertian Konseling Kelompok
a)   Menurut Dewa Ketut Sukardi,  konseling kelompok merupakan konseling yang di
selenggarakan dalam kelompok, dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang terjdi di
dalam kelompok itu. Masalah-masalah yang dibahas merupakan masalah perorangan yang
muncul di dalam kelompok itu, yang meliputi berbagai masalah dalam segenap bidang 
bimbingan (bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir).[15]
b)   Menurut Heru Mugiarso  konseling kelompok merupakan layanan konseling yang
diselenggarakan dalam suasana kelompok. Materi umum layanan konseling kelompok
diselenggarakan dalam kelompok yang memanfaatkan dinamika kelompok yang meliputi
segenap bidang bimbingan.Masalah tersebut dilayani melalui pembahasan yang intensif oleh
seluruh anggota kelompok.[16]
c)   Menurut Prayitno, layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling
perorangan yang dilaksanakan didalam suasana kelompok. Disana ada konselor dan ada
klien, yaitu para anggota kelompok (yang jumlahnya minimal dua orang). Disana terjadi
hubungan konseling dalam suasana yang diusahakan sama seperti dalam konseling
perorangan yaitu hangat, permisif, terbuka dan penuh keakraban. Dimana ada  juga
pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah,
upaya pemecahan masalah (jika perlu dengan menerapkan metode-metode khusus), kegiatan
evaluasi dan tindak lanjut.[17]
d)   Menurut Winkel  konseling kelompok adalah suatu proses antarpribadi yang dinamis,
yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari.[18]
e)   Menurut Tatik Romlah  konseling kelompok adalah upaya untuk membantu individu agar
dapat menjalani perkembangannya dengan lebih lancar, upaya itu bersifat pencegahan serta
perbaikan agar individu yang bersangkutan dapat menjalani perkembangannya dengan lebih
mudah.[19]
f)  Menurut Gazda (1989) dalam Tatik Romlah, konseling kelompok adalah suatu proses
antar pribadi yang dinamis yang memusatkan diri pada pikiran dan perilaku yang sadar dan
melibatkan fungsi-fungsi seperti sikap permisif, orientasi pada kenyataan, katarsis, saling
pengertian, saling menerima dan membantu.
Dari uraian-uraian yang disampaikan beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwasannya konseling kelompok merupakan salah satu layanan konseling yang di
selenggarakan dalam suasana kelompok yang memanfaatkan dinamika kelompok, serta
terdapat hubungan konseling yang hangat, terbuka, permisif dan penuh keakraban.Hal ini
merupakan upaya untuk membantu individu agar dapat menjalani perkembangannya dengan
lebih lancar, upaya itu bersifat preventif dan perbaikan.Sebab, pada konseling kelompok juga
ada pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya
masalah, upaya pemecahan masalah, kegiatan evaluasi dan tindak lanjut.
2.  Asas Konseling Kelompok
Dalam kegiatan konseling kelompok terdapat sejumlah aturan ataupun asas-asas  yang
harus diperhatikan oleh para anggota, asas-asas tersebut yaitu:
 a)   Asas kerahasiaan
             Asas kerahasiaan ini memegang peranan penting dalam konseling kelompok karena masalah
yang dibahas dalam konseling kelompok bersifat pribadi, maka setiap anggota kelompok
diharapkan bersedia menjaga semua (pembicaraan ataupun tindakan) yang ada dalam
kegiatan konseling kelompok dan tidak layak diketahui oleh orang lain selain orang-orang
yang mengikuti kegiatan konseling kelompok .
       b)   Asas Kesukarelaan
Kehadiran, pendapat, usulan, ataupun tanggapan dari anggota kelompok harus bersifat
sukarela, tanpa paksaan.
       c)   Asas keterbukaan
Keterbukaan dari anggota kelompok sangat diperlukan sekali. Karena jika ketrbukaan ini
tidak muncul maka akan terdapat keragu-raguan atau kekhawatiran dari anggota.
       d)   Asas kegiatan
             Hasil  layanan konseling kelompok tidak akan berarti bila klien yang dibimbing tidak
melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan– tujuan bimbingan. Pemimpin kelompok
hendaknya menimbulkan suasana agar klien yang dibimbing mampu menyelenggarakan
kegiatan yang dimaksud dalam penyelesaian masalah
        e)   Asas kenormatifan
             Dalam kegiatan konseling kelompok, setiap anggota harus dapat menghargai pendapat orang
lain, jika ada yang ingin mengeluarkan pendapat maka anggota yang lain harus
mempersilahkannya terlebih dahulu atau dengan kata lain tidak ada yang berebut.
       f)   Asas kekinian
Masalah  yang  dibahas  dalam  kegiatan  konseling  kelompok  harus bersifat sekarang.
Maksudnya, masalah yang dibahas adalah masalah yang saat ini sedang dialami yang
mendesak, yang mengganggu keefektifan kehidupan sehari-hari, yang membutuhkan
penyelesaian segera, bukan masalah dua tahun yang lalu ataupun masalah waktu kecil.

3.  Tujuan Konseling Kelompok


a)  Menurut Mungin Eddy Wibowo,  Tujuan yang ingin dicapai dalam konseling kelompok,
yaitu pengembangan pribadi, pembahasan dan pemecahan masalah pribadi yang dialami oleh
masing-masing anggota kelompok, agar terhindar dari masalah dan masalah terselesaikan
dengan cepat melalui bantuan anggota kelompok yang lain.[20]
b)  Menurut Dewa Ketut Sukardi, Tujuan konseling kelompok, [21] meliputi:
1)  Melatih anggota kelompok agar berani berbicara dengan orang banyak
2)  Melatih  anggotakelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman sebayanya
3)  Dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing anggota kelompok
4)  Mengentaskan permasalahan – permasalahan kelompok.
c)   Menurut Prayitno, (1997:80). Konseling kelompok memungkinkan siswa memperoleh
kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah yang dialami melalui dinamika
kelompok.
4.  Prosedur Pelaksanaan Konseling Kelompok
Prosedur pelaksanaan menurut Prayitno, Bimbingan kelompok dan Konseling
Kelompok diselenggarakan melalui empat tahap kegiatan, yaitu :
1.      Tahap pembentukan, yaitu tahap untuk membentuk sejumlah individu menjadi satu
kelompok yang siap mengembangkan dinamika kelompok untuk mencapai tujuan bersama
2.      Tahap peralihan, yaitu tahapan untuk mengalihkan kegiatan awal kelompok ke kegiatan
berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok.
3.      Tahap kegiatan, yaitu tahap “kegiatan inti” untuk membahas topik-topik tertentu  atau
mengentaskan masalah pribadi anggota kelompok.
4.      Tahap pengakhiran, yaitu tahapan akhir kegiatan untuk melihat kembali apa yang sudah
dilakukan dan dicapai oleh kelompok, serta merencanakan kegiatan selanjutnya.
5.  Dinamika Kelompok
a)  Menurut Slamet Santosa,  dinamika kelompok adalah suatu kelompok yang teratur dari
dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis jelas antar anggotanya yang
satu dengan yang lainnya.[22]
b)  Menurut Prayitno, dinamika kelompok merupakan sinergi dari semua factor yang ada
dalam kelompok artinya merupakan pengerah secara serentak semua factor yang dapat
digerakkan dalam kelompok itu, dengan demikian dinamika kelompok merupakan jiwa yang
menghidupkan dan menghidupi kelompok.[23]
c) Menurut Winkel dinamika kelompok adalah studi tentang kekuatan-kekuatan sosial dalam
suatu kelompok yang memperlancar atau menghambat proses kerjasama dalam kelompok,
segala metode, sarana danteknik yang dapat diterapkan bila sejumlah orang bekerjasama
dalam kelompok misalakan berpeeran, observasi terhadap jalannya proses kelompok dan
pemberian umpan balik serta prosedur menangani organisasi dan pengelolaan suatu
kelompok.
d)   Menurut  Mungin, dinamika kelompok adalah studi yang menggambarkan berbagai
kekuatan yang menentukan perilaku anggota dan perilaku kelompok yang menyebabkan
terjadinya gerak perubahan dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang telah di
tetapkan.[24]
Jadi  dinamika kelompok merupakan interaksi dan interdepensi antar anggota
kelompok yang satu dengan yang lain kekuatan-kekuatan sosial yang membentuk sinergi dari
semua faktor yang ada di dalam kelompok yang menyebabkan adanya suatu gerak perubahan
dan umpan balik antara anggota dengan kelompok secara keseluruhan.
6.   Fungsi Dinamika Kelompok
Fungsi dari dinamika di dalam keompok  antara lain:
             a)  Membentuk kerjasama saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan hidup.
            b)  Memudahkan segala pekerjaan.
c)  Mengerjakan pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan mengurangi
beban pekerjaan yang terlalu besar sehingga selesai lebih efektif, cepat dan
efisien.
            d)  Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat
Dalam dinamika kelompok untuk mengetahui fungsinya perlu di mengerti pula tanda-
tanda Dinamika kelompok sudah terbentuk.
Menurut Mungin  konseling kelompok memanfaatkan dinamiuka kelompok sebagai
upaya untuk membimbing anggota kelompok untuk mencapai tujuan. Media dinamika
kelompok ini, unik dan hanya dapat ditemukan dalam suatu kelompok yang benar-benar
hidup.Kelompok yang hidup adalah kelompok yang memiliki cirri-ciri dinamis, bergerak dan
aktif berfungsi untuk memenuhi suatu kebutuhan dan mencapai suatu tujuan.[25]
Menurut (Glading dalam Mungin), dinamika kelompok dapat digambarkan dengan
kekuatan-kekuatan yang muncul dalan suatu kelompok. Kekuatan-kekuatan itu bias tampak
jelas atau mungkin tersembunyi seperti bagaimana para anggota kelompok merasakan diri
mereka sendiri, saling merasakan satu sama lain, dan merasakan pemimpin kelompok
mereka, bagaimana mereka berbicara satu sama lain, dan bagaimana pemimpin kelompok
mereaksi para anggota.[26]
Selanjutnya menurut Mungin, dinamika kelompok benar-benar terwujud dalam
kelompok dapat dilihat dari : a) anggota kelompok dapat membantu terbinanya suasana
keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok, b) anggota kelompok mampu
mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri dalam kegiatan kelopok, c) anggota
kelompok dapat membantu tercapainya tujuan bersama, d)anggota kelompok dapat mematuhi
aturan kelompok dengan baik, e) anggota kelompok benar-benar aktif dalam seluruh kegiatan
kelompok, f) anggota kelompok dapat berkomunikasi secara terbuka, g) anggota kelompok
dapat membantu orang lain, h) amggota kelompok dapat member kesempatan kepada anggota
lain untuk menjalankan perannya, i) anggota kelompok dapat menyadari pentingnya kegiatan
kelompok.[27]7.   Peranan Dinamika Kelompok dalam konseling kelompok
Secara khusus, dinamika kelompok berperan dalam memecahan  masalah pribadi para
anggota kelompok yaitu apabila interaksi dalam kelompok difokuskan pada pemecahan
masalah pribadi yang  dibahas. Dinamika kelompok juga berperan dalam menumbuhkan
kehangatan dalam kelompok sehingga semua nggota kelompok dapat berperan aktif
menyumbangkan pendapat atau pemikiranya.
E.  Kelebihan dan Kekurangan Konseling Kelompok
 1.  Kelebihan
Setiap pendekatan yang dilakukan untuk membantu klien dalam menyelesaikan
masalah akan terdapat kelbihan dan kekurangan, karena setiap klien baik sebagai individu
ataupun sebagai anggota kelompok mempunyai latar belakang yang berbeda-beda serta
mempunyai permasalahan yang berbeda pula.
Dalam komseling kelompok terdapat beberapa kelebihan yaitu sebagai berikut:
Menurut H. Prayitno dan Erman Amti, keunggulan yang diberikan oleh layanan kelompok
ternyata bukan hanya menyangkut aspek ekonomi/efisiensi…dinamika perubahan yang
terjadi ketika layanan itu berlangsung juga amat menarik perhatian.Dalam layanan kelompok
interaksi individu anggota kelompok merupakan suatu yang khas, yang tidak mungkin terjadi
pada konseling perorangan.Dengan interaksi social yang intensif dan dinamis selama
berlangsungnya layanan, diharapkan tujuan-tujuan layanan (yang sejajar dengan kebutuhan-
kebutuhan individu anggota kelompok) dapat tercapai lebih mantap”.[28]
Cavanagh: 1982 (dalam Gantina Komalasari, Eka Wahyuni dan Karsih), bahwa untuk
membantu helpee belajar membangun relasi dengan dirinya dan orang lain dengan cara yang
produktif diantaranya: individu membangun relasi dengan diri sendiri dengan orang lain.
Dengan kata lain, konselor membantu individu berelasi dengan diri sendiri dengan lebih baik
dan terintegrasi. Selain itu juga individu belajar berelasi dengan orang lain dengan lebih baik
sebagai pemenuhan kebutuhan psikilogis. Individu belajar membangun relasi dengan cara
yang lebih produktif”.[29]
Menurut Robert L. Gibson dan Marianne H. Mitchell, bahwa di dalam kelompok-
kelompok yang dipimpin para konselor dengan orientasi psikoanalitik, konselor akan
menginterpretasikan transferensi dan resistensi agar bisa membebaskan alam bawah sadar
klien. Analisis bisa difokuskan ke perilaku individu sebagai anggota kelompok, dan/atau
perilaku kelompok secara keseluruhan”.[30]
            Dari bebrapa pendapat di atas, kami menyimpulkan bahwa kelebihan dalam konseling
kelompok itu di antaranya adalah:
a)  adanya dinamika perubahan  terjadi ketika layanan itu berlangsung;
b)dalam layanan kelompok interaksi individu anggota kelompok merupakan suatu yang khas,
yang tidak mungkin terjadi pada konseling perorangan;
c) helpee atau klien dapat belajar membangun relasi dengan dirinya dan orang lain dengan
cara yang produktif;
d) individu belajar berelasi dengan orang lain dengan lebih baik sebagai pemenuhan
kebutuhan psikilogis;
e) dalam kelompok-kelompok yang dipimpin para konselor dengan orientasi psikoanalitik,
konselor akan menginterpretasikan transferensi dan resistensi agar bisa membebaskan alam
bawah sadar klien;
f)  Analisis bisa difokuskan ke perilaku individu sebagai anggota kelompok, dan/atau
perilaku kelompok secara keseluruhan.

2.  Kelemahan Konseling Kelompok


Bertolak pada kelebihan-kelebihan konseling kelompk di atas, dapat disimpulkan pula
beberapa kelemahan sebagai berikut:
a)  jika konseling kelompok dilaksanakan oleh orang yang tidak professional, maka tujuan
konseling tidak akan tercapai;
b)  jika ada individu anggota kelompok yang tidak normal atau memiliki permasalahan
emosional yang serius, maka ia akan bersikap pasif atau bahkan dapat mengganggu
berlangsungnya konseling kelompok.
c)  dengan latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda, individu anggota kelompok sulit
untuk membangun relasi dirinya dengan orang lain.
d)  jika ada individu anggota kelompok yang membuka rahasianya rekan anggota
kelompoknya di luar kegiatan kelompok maka akan merugikan individu anggota kelompok
yang bersangkutan.
e)  dalam dinamika kelompok, tidak semua individu anggota kelompok menyampaikan
permasalahannya bila dipandang sangat rahasia.
f)  jika ketua kelompok tidak disiplin, tidak menetapkan aturan yang jelas dalam dinamika
kelompok, atau meninggalkan kelompok maka kelompok akan menjadi kacau, tidak terarah
dan tidak akan tercapainya tujuan.

F.  Permainan Kelompok pada  Konseling Kelompok


Salah satu kegiatan untuk menimbulkan dinamika dalam kelompok adalah adanya
permaianan. Permaianan yang dilakukan dalam bimbingan kelompok yang praktikan
laksanakan adalah permaian “Kata Berangkai” dan dalam konseling kelompok adalah “ Bisik
berangkai” dengan prosedur :
a)   Permaian Bimbingan Kelompok “ Kata Berangkai “
Waktu         : ± 10 menit
Anggota Kelompok   : Baik dilakukan dengan jumlah anggota 10 orang atau lebih namun
bisa disesuaikan dengan keadaan jumlah anggota dalam kelompok yang pada waktu itu
berjumlah  7 orang.
n Fungsi permaianan  : melatih kecepatan berfikir, membentuk dinamika dalam keompok.
Peralatan     : Tidak ada peralatan yang digunkan hanya memerlukan arena bermaian.
Langkah bermaian
1.   Praktikan memberitau peserta tentang nama permainan yaitu “kata berangkai”.
2.   Praktika memberikan keterangan cara permainan yaitu permaian dilakukan dengan
merangkai kata dengan merangkai huruf akhir dalam kata dibuat kata baru dengan contoh
anak huruf terakhirnya “k” berarti kita merangkai kata yang berawalan “k” yaitu kadal dan
seterusya. Dalam permaian bila ada anggota yang tidak bisa melanjutkan kata dalam waktu 5
detik di akhir acara diminta untuk menunjukan kebolehanya atau bakat dan hobi seperti
menyanyi.menari,main musik dan lainya.
b)   Peraminan dalam konseling kelompok “ Bisik Berangkai “
Waktu          : ± 10 menit

1.   Pemimpin Kelompok


      1.1.   Syarat
Menurut Prof. Mungin  ada beberapa syarat menjadi pemimpin kelompok,[31] yaitu:
1)   Kepribadian dan Karakter pemimpin kelompok
a)  Kehadiran,pemimpin kelompok bisa hadir secara emosional pada penggalaman orang lain.
b)  Kekuatan pribadi,meliputikepercayaan diri dan kesadaran akan pengaruh sesorang kepada
orang lain.
c)  Keberaniana, pemimpin kelompok yang efektif harus sadar bahea mereka perlu
menunjukan keberanian dalam interaksi dengan anggotanya.
d)  Kemauan untuk mengkonfrontasi diri sendiri,menunjukan keberanian bukan hanya pada
cara- cara berhubungan dengan kelompok tetapi dengan berhubungan dengan diri mereka
sendiri juga.
e)   Kesadaran diri, berbarengan dengan hal menghadapi diri sendiri. Ciri esensial dari
kepemimpinan efektif adalah kesadaran akan diri sendiri, akan kebutuhan dan motivasi –
motivasi seseorang,akan konflik atau masalah – masalah pribadi,akan bertahanan dan titik
kelemahan,akan bidang usaha – uasaha yang belum selesai.
f)  Kesungguhan/ketulusan, minat yang tulus dan sungguh – sungguh pada kesejahteraan
orang lain dan kemampuan untuk berkembang secara konstruktif.
g)  Keaslian (authenticity) ,pemimpin menjadi sesorang yang asli,nyata atau rill,kongruen dan
jujur.
h)  Mengerti identitas, bila akan menolong orang lain,pemimpin kelompok perlu memiliki
pengertian yang jelas tentang identitas diri mereka sendiri.
i)  Keyakinan / kepercyaan dalam proses kelompok,merupakan esensi keberhasilan dari
proses kelompok.
  j)  Kegairahan (antusiasme)
  k)  Daya cipta dan kreatif
  l)  Daya tahan (stamina)
Menurut Trait Theories of Leadership di dalam buku Dinamika Kelompok karangan
Slamet Santosa menyebutkan ciri seseorang dapat dikatakan pemimpin adalah :
1)    Intelegensi bahwa pemimpin memiliki intelegensi lebih dari yang lain.
2)    Kematangan sosial dan pengetahuan luas.
3)    Memiliki motivasi sendiri dan dorongan berprestasi.
4)    Sikap untuk meyakini hubungan dengan orang lain.
Menurut Floyd ruch dan Stogdill (dalam buku Dinamika Kelompok karangan Slamet
Santosa) menyebutkan syarat pemimpin [32]adalah :
     1)  Social perception, pemimpin harus dapat memiliki ketajaman dalam menghadapi situasi.
    2)   Ability in abstract thinking, pemimpin harus memiliki kecakapan secara abstrakterhadap
masalah yang dihadapi.
     3)   Emotional stability, pemimpin harus memiliki perasaan yang stabil, tidak mudah terkena
pengaruh dari pihak luar.
1.2.  Tugas dan Peranan
Menurut Prof. Munggin,  tugas dari pemimpin kelompok,[33] adalah :
1)   Membuat dan Mempertahankan Kelompok
Pemimpin mempunyai tugas untuk membentuk dan mempertahankan kelompok.Melalui
wawancara awal dengan calon anggota dan melalui seleksi yang baik, pemimpin kelompok
membentuk konseling.
2)  Membentuk budaya
Setelah kelompok terbentuk, pemimpin kelompok mengupayakan agar kelompok menjadi sistem
sosial yang terapeutik kemudian dicoba menumbuhkan norma – norma yang dipakai sebagai
pedoman interaksi kelompok.
3)  Membentuk norma – norma
Norma – norma di dalam kelompok dibentuk berdasarkan harapan anggota kelompok
terhadap kelompok dan pengaruh langsung maupun tidak langsung dari pemimpin dan
anggota yang lebih pengaruh.
Menurut Prayitno peran pemimpin kelompok adalah :
1)  Pembentukan kelompok dari sekumpulan (calon) peserta.
2)  Penstrukturan, yaitu membahas bersama anggota kelompok apa, mengapa dan
bagaimana layanan Bimbingan Konseling atau Konseling Kelompok  dilaksanakan.
 3)  Pertahapan kegiatan Bimbingan Konseling dan Konseling Kelompok
4)  Penilain segera (laiseg)hasil layanan bimbingan konseling dan konseling kelompok.
     5) Tindak lanjut layanan.
1.3.   Keterampilan yang harus dimiliki
Menurut Prof. Mungin,Pemimpin kelompok harus menguasai dan mengembangkan
kemampuan atau ketrampilan dan sikap  untuk terselenggaranya kegiatan kelompok.
Ketrampilan dan sikap yang perlu dimiliki,[34]meliputi :
1)    Pemberian model dan penyiapan diri.               6)   Aktif mendengar     
      2)    Mendorong dan mendukung                              7)   Refleksi                      
      3)    Menguraikan dan menjelaskan pertanyaan.       8)   Meringkas.
4)    Pengaturan nada suara 9)   Penggunaan mata.
      5)    Penjelasan singkat dan pemberian informasi
G.  Hasil Perubahan Anggota Kelompok
Hasil yang diharapkan pada kelompok yaitu dengan konseling kelompok, anggota
memperoleh pemahaman baru dari kegiatan bimbingan dan konseling kelompok. Bimbingan
dan konseling kelompok juga dapat membantu mengentaskan masalah anggota  kelompok
dalam kegiatan koseling kelompok. Dalam konseling kelompok, anggota dapat terbuka dalam
mengungkapkan pendapat , saran,ataupun masalah, terlatih untuk berpikir cepat, cepat
tanggap serta terciptanya hubungan yang hangat / terciptanya dinamika dalam kelompok agar
siswa dapat berinteraktif secara efektif dan efisien bagi dirinya dan bagi lingkungan
dimanapun ia berada.
III.   PENUTUP
A.   Kesimpulan
Dari pembahasan makalah di atas, dapat kami simpilkan beberapa hal sebagai berikut :
1.      Pengembangan kemanusiaan seutuhnya hendaknya mencapai pribadi-pribadi yang
kediriannya matang, tangguh, dengan kemampuan social yang menyejukkan, kesusilaan yang
tinggi dan luhur dan berkeimanan dan ketakwaan yang kokoh dan dalam, maka bimbingan
dan konseling sangat diharapkan untuk membantu tercapainya cita-cita tersebut.
2.      Konseling adalah suatu proses bantuan yang diberikan kepada individu yang mangalami
masalah (klien), dilakukan oleh seorang ahli (konselor) secara langsung dan menyenangkan,
dengan memperoleh informasi dari klien ataupun pihak lain  sehingga individu tersebut dapat
memahami dirinya  dan permasalahannya, agar ia dapat berinteraksi secara efektif dalam
lingkungannya dan masyarakat pada umumnya.
3.      Konseling kelompok merupakan salah satu layanan konseling yang di selenggarakan
dalam suasana kelompok yang memanfaatkan dinamika kelompok, serta terdapat hubungan
konseling yang hangat, terbuka, permisif dan penuh keakraban.
4.      Tujuan Konseling kelompok adalah memungkinkan siswa memperoleh kesempatan bagi
pembahasan dan pengentasan masalah yang dialami melalui dinamika kelompok.
5.      Hasil yang diharapkan pada kelompok yaitu dengan konseling kelompok, anggota
memperoleh pemahaman baru dari kegiatan bimbingan dan konseling kelompok. Bimbingan
dan konseling kelompok juga dapat membantu mengentaskan masalah anggota  kelompok
dalam kegiatan koseling kelompok

B.   Penutup.
Demikianlah makalah ini kami sajikan, jika terdapat hal-hal yang tidak berkenan atau
terdapat kekurangan pada sistematika penulisan atau penggunaan formulasi bahasa yang
kurang tepat, maka kami sangat mengharapkan kritik dan saran dalam rangka perbaikan
makalah ini.
DAFTAR  PUSTAKA

Eddy, Wibowo Mungin, Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: Unnes Press. 2005


Dewa, Ketut S.,Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta. 2002
Gibson, Robert L. Mitchell, Marianne H.,Bimbingan dan Konseling, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011.
Komalasari, Gantina. Wahyuni, Eka dan Karsih, Teori dan Teknik Konseling, Jakarta:
PT. Indeks, 2014

Makmun, Abin Syamsuddin, Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosda Karya,


2003
 Mugiarso, Heru. dkk.,Bimbingan dan Konseling. Semarang : UPT UNNES
PRESS, 2007
Prayitno, Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor, Jakarta, P2LPTK
Depdikbut. 1987
------, LayananBimbingan dan Konseling Kelompok.Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1995
 ------ dkk.,Wawasan dan Landasan BK (Buku II). Depdiknas : Jakarta: 2003
------ dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta, Rineka Cipta, 2004
Sukardi, DewaKetut, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta, 2002
Surya, Moh.,Profesionalisme Konselor dalam Pelaksanaan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (makalah).Majalengka : Sanggar BK SMP, SMA dan SMK, 2006
Santosa, Slamet, Dinamika Kelompok.jakarta : PT . Bumi Aksara, 2004
Romlah, Tatik,Teoridan Praktik Bimbingan Kelompok. Malang : Universitas Negeri Malang,
2001
Walgito, Bimo, Bimbingan Konseling Studi dan Karier, Yogyakarta, Andi
Offset, 2010
W. S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti,Bimbingan Dan Konseling Di
InstitusiPendidikan.Yogyakarta: Media Abadi, 2004
http://misscounseling.blogspot.com/2011/03/bimbingan-kelompok.html

Anda mungkin juga menyukai