Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“TIPE-TIPE PRIBADI KONSELOR”

DOSEN PENGAMPU : SITI JUARIAH, S.Psi., M.Pd

DISUSUN OLEH :
RANI WAHYUNI
PRATIWI MUSTIKA SARI
PINA INDRIYANTI
PUTRI ELISA

UNIVERSITAS PELITA BANGSA


FAKULTAS AGAMA ISLAM JURUSAN BIMBINGAN KONSELING DAN
PENDIDIKAN ISLAM
2022
KATA PENGANTAR
BAB ISI
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Konseling suatu profesi penolong, para anggota profesi ini memiliki


pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan untuk bekerja
sebagai konselor tentu harus memiliki kualitas dan keterampilan yang bagus, agar
dapat bekerja secara professional. Salah satu kualitas konselor tersebut adalah
kepribadiannya, yang terlihat dari sikap dan perilakunya dalam hubungan konseling.
Adapun sikap konselor tersebut seperti: ramah, hangat, bersahabat, kreatif, terbuka
berpenampilan menarik, cerdas, mandiri, stabil emosinya, dan sabar. Faktor lain
dalam proses konseling yang efektif, juga dapat ditentukan oleh kualitas hubungan
antara konselor dengan konseli. C. Rogers menyatakan bahwa kualitas yang
diperlukan konselor agar proses konseling berjalan secara efektif adalah, memiliki
kualitas kongruen, empati, dan positive regard.
Aktivitas bimbingan dan konseling, pada dasarnya, merupakan interaksi
timbal-balik, yang di dalamnya terjadi hubungan saling mempengaruhi antara
konselor sebagai pihak yang membantu dan klien sebagai pihak yang dibantu. Hanya
saja, mengingat konselor diasumsikan sebagai pribadi yang akan membimbing konseli
dalam mencapai tujuan tertentu, maka dalam relasi ini sangat dibutuhkan adanya
kapasitas tertentu yang harus dimiliki oleh seorang konselor. Kapasitas tertentu inilah
yang menentukan kualitas konselor. Kualitas konselor adalah semua kriteria
keunggulan termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan nilainilai
yang dimiliki konselor, yang akan menentukan keberhasilan (efektivitas) proses
bimbingan dan konseling. Salah satu kualitas yang kurang dibicarakan adalah kualitas
pribadi konselor, yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting dan
menentukan efektivitas konseling. Dengan kata lain, efektivitas proses konseling akan
sangat dipengaruhi oleh besar modal yang dimiliki oleh konselor. Modal ini meliputi
dua aspek, yaitu aspek personal dan profesional. Modal personal adalah hal-hal yang
menyangkut kualitas kepribadian yang dimiliki oleh konselor, sementara modal
profesional lebih mengarah pada persoalankualifikasi pendidikan, pengetahuan, serta
penguasaan konselor atas berbagai teori dan teknik konseling.

RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian Konselor?


2. Apa yang di maksud kepribadian konselor?
3. Nilai-nilai apa saja yang membentuk kepribadian konselor?
4. Apa saja kualitas ideal yang harus di miliki seorang konselor?
5. Apa saja kualitas penting yang harus di miliki seorang konselor?

TUJUAN

1. Mengetahui pengertian konselor


2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kepribadian konselor
3. Mengetahui nilai-nilai apa saja yang membentuk kepribadian konselor
4. Mengetahui kualitas ideal yang harus di miliki seorang konselor
5. Mengetahui kualitas penting yang harus di miliki seorang konsel
BAB II

PEMBAHASAN

DEFINISI

Konselor adalah tenaga pendidik yang memiliki keahlian-keahlian dan


kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru pembimbing di sekolah, salah
satu keahlian tersebut ialah melakukan pelayanan konseling. Menurut Undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa
pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain
yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
Konselor dalam menjalankan tugas dan fungsinya di sekolah dituntut untuk
memiliki kompetensi-kompetensi yang mendukung kinerja konselor tersebut agar
dapat menjadi tenaga yang profesional serta ahli di bidangnya. Salah satu kompetensi
yang harus dimiliki oleh konselor adalah kompetensi kepribadian. Hal ini dinilai
sangat penting sebagaimana menurut undang-undang nomor 27 tahun 2008 tentang
standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor menyebutkan bahwa diantara
kompetensi yang harus dimiliki oleh konselor adalah kompetensi kepribadian. Hal ini
memberikan sebuah pemahaman tentang bagaimanakah standar kompetensi
kepribadian yang harus dimiliki oleh konselor sebagaimana yang diatur dalam
undang-undang tersebut. Oleh karena itu, diperlukan sebuah kajian komprehensif
mengenai karakteristik pribadi konselor yang dapat diserap oleh konselor-konselor di
sekolah sebagai pembentuk kepribadian yang ideal.
Kajian mengenai karakteristik pribadi konselor selama ini hanya berpusat pada
teori-teori kepribadian yang berasal dari barat, khususnya negara Amerika Serikat,
yakni sebagai pelopor utama dari hampir semua teori-teori bimbingan dan konseling.
Namun, tidak semua teori-teori bimbingan dan konseling yang berasal dari Amerika
Serikat khususnya mengenai teori kepribadian konselor dapat digunakan oleh
konselor di Indonesia karena memerhatikan beberapa aspek penting, seperti nilai
spiritual, nilai adat, nilai sopan santun dan lain-lain. Hal tersebut dianggap wajar
karena pembelajaran bimbingan dan konseling di perguruan tinggi masih memberikan
bagian yang besar pada pembelajaran teori-teori kepribadian konselor yang berasal
dari barat. Teori-teori pribadi konselor yang berasal dari barat yang dianggap tidak
sesuai dengan pengembangan kepribadian konselor di Indonesia adalah nilai
spiritualitas, sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia adalah negera yang
memiliki ideologi Pancasila dimana mewajibkan penduduknya untuk memeluk
agama-agama yang dianggap resmi oleh pemerintah. Konselor dalam melaksanakan
fungsi dan tugasnya di sekolah selalu berhubungan dengan nilai spiritualitas yang
dianutnya, baik ketika konselor hendak melaksanakan ibadah maupun melakukan
pelayanan konseling dimana para konseli lebih mengutamakan nasihat yang bersifat
spiritual dibanding nasihat yang bersifat keduniawian sebagaimana yang diajarkan
dalam teori konseling barat yang jarang menyebutkan pentingnya aspek spiritualitas.

KEPRIBADIAN KONSELOR

Untuk dapat melaksanakan peranan profesional yang unik dan terciptanya


layanan bimbingan dan konseling secara efektif, sebagaimana adanya tuntutan
profesi, konselor harus memiliki kualitas pribadi. Keberhasilan konseling lebih
tergantung pada kualitas pribadi konselor dibandingkan kecermatan teknik. Mengenai
ini, Tyler menyatakan: “…success in counseling depend more upon personal qualities
than upon correct use of specified techniques” [4]. Pribadi konselor yang amat
penting mendukung efektivitas perannya adalah pribadi yang altuistis (rela berkorban)
untuk kepentingan konseli. Kepribadian konselor merupakan titik tumpu yang
berfungsi sebagai peyeimbangan antara pengetahuan mengenai dinamika perilaku dan
teraputik. Ketika titik tumpu ini kuat, pengetahuan dan keterampilan bekerja secara
seimbang dengan kepribadian yang berpengaruh pada perubahan perilaku positif
dalam konseling. Namun, ketika titik tumpu ini lemah, yaitu dalam keadaan
kepribadian konselor tidak banyak membantu, maka pengetahuan dan keterampilan
konselor tidak akan efektif digunakan, atau akan digunakan dalam cara-cara merusak.
Kualitas kepribadian konselor, pengetahuan mengenai perilaku, dan keterampilan
konseling, masing-masing tidak dapat saling mengantikan. Kepribadian yang baik
tetapi dengan kekurangan pengetahuan dan keterampilan ibarat seorang supir yang
mengendarai mobil tidak aman. Keyakinan bahwa kepribadian konselor merupakan
kunci yang berpengaruh dalam hubungan konseling, akan tetapi kepribadian konselor
tidak dapat mengganti kekurangan pengetahuan tentang perilaku dan keterampilan
teraputik.
Pembentukan kualitas pribadi tidak sama dengan proses untuk memperoleh
pengetahuan tentang perilaku dan keterampilan teraputik. Kualitas kepribadian
berkembang dari perpaduan yang terjadi terus-menerus antara genetika, komsitusi,
pengaruh lingkungan dan cara-cara unik orang dalam memadukan semua itu sehingga
menjadi pribadi yang khas. Pendidikan dan pelatihan lanjut lebih berpengaruh pada
pertumbuhan secara kuantitatif dari pada kualitatif. Atau dengan kata lain, pendidikan
dan pelatihan tidak banyak dapat membantu orang untuk berkembang menjadi dirinya
sendiri. Menjadi konselor yang baik, yaitu konselor yang efektif, perlu mengenal diri
sendiri, mengenal konseli, memahami maksud dan tujuan konseling, serta menguasai
proses konseling. Membangun hubungan konseling (counseling relationship) sangat
penting dan menentukan dalam melakukan konseling. Seorang konselor tidak dapat
membangun hubungan konseling jika tidak mengenal diri maupun konseli, tidak
memahami maksud dan tujuan konseling serta tidak menguasai proses konseling.
Kualitas pribadi terkait erat dengan perilaku professional [5], Perilaku profesional
paling tidak merefleksikan tiga hal, yaitu ; Pertama, perilaku tidak hanya dibatasi pada
setting konseling, tetapi situasi apa saja ketika konselor menampilkan perilakunya.
Kedua, yang dibicarakan adalah konteks yang seharusnya bukan sesuatu yang secara
nyata ditampilkan oleh konselor, Ketiga, siapapun yang mengklain sebagai konselor
harus tunduk pada kode etik konselor. Konselor profesional senantiasa terbentuk
secara ekologis dengan berpegang teguh pada norma-norma dan nilai-nilai (spiritual,
sosial). Perilaku profesional dilandasai oleh keyakinan dan values yang berpengaruh
pada integritas kepribadian konselor.

NILAI-NILAI YANG MEMBENTUK PRIBADI KONSELOR

Nilai-nilai kepribadian konselor yang berasal dari teori bimbingan dan


konseling barat yang dianggap bertentangan dan tidak sesuai dengan nilai pribadi
konselor di Indonesia adalah nilai adat dan sopan santun. Hal tersebut sebagaimana
disebutkan dalam teori konseling barat bahwa dalam pelayanan konseling adalah hal
yang wajar konselor melakukan sesi konseling dengan konseli yang berbeda jenis
kelamin. Namun, bagi konseli yang masih memegang adat dan nilai sopan santun, hal
tersebut dianggap melanggar tata krama dan nilai sopan santun karena konselor yang
berbeda jenis kelamin dengan konseli bertemu dalam satu ruangan konseling, tanpa
adanya orang lain yang mengetahui keberadaan mereka, hal ini dapat menimbulkan
persepsi negatif bagi konseli yang masih memegang nilai tata krama dan asas
kesopanan. Karakteristik pribadi calon konselor yang ideal tidak hanya berasal dari
teori bimbingan dan konseling barat, namun perlu adanya tambahan nilai kepribadian
yang sesuai dengan nilai-nilai ketimuran. Dengan melihat fenomena masalah dimana
tidak semua teori pribadi konselor yang berasal dari barat cocok dan dapat diterapkan
di Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya penyelarasan dengan menambahkan nilai-
nilai kepribadian konselor ideal yang dapat diterapkan di Indonesia serta tidak
bertentangan dengan nilai-nilai ketimuran yang dianut oleh konselor. Menurut Willis
(2014:86²87) ada 13 karakteristik kepribadian yang harus ada pada seorang konselor.
Karakteristik kepribadian tersebut, yakni beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menyenangi manusia, menjadi komunikator yang terampil dan pendengar
yang baik, memiliki ilmu dan wawasan tentang manusia, sosial budaya, fleksibel,
tenang dan sabar; menguasai keterampilan teknik dan memiliki intuisi, memahami
etika profesi, sikap hormat, jujur, asli, menghargai dan tidak menilai; empati,
memahami, menerima, hangat, bersahabat; menjadi fasilitator sekaligus motivator;
emosi stabil, pikiran jernih, cepat dan mampu, objektif, rasional, logis, konkrit, serta
konsisten dan bertanggung jawab.

KUALITAS PRIBADI KONSELOR

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 27 tahun 2008 tentang standar


kualifikasi akademik dan kompetensi konselor menyebutkan bahwa diantara
kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh konselor adalah kompetensi
kepribadian. Catatan teks peraturan Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008
memaparkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, Beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dengan menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa; konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan
toleran terhadap pemeluk agama lain; berakhlak mulia, serta berbudi pekerti luhur.
Kedua, menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan
kebebasan memilih dengan mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang
manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, sosial, individual, dan berpotensi;
menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli
pada khususnya; peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli
pada khususnya; menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak
asasinya; toleran terhadap permasalahan konseli; bersikap demokratis. Ketiga,
menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat dengan menampilkan
kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah dan
konsisten; menampilkan emosi yang stabil; peka, bersikap empati, serta menghormati
keragaman dan perubahan; menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang
menghadapi stres dan frustasi. Keempat, menampilkan kinerja berkualitas tinggi
dengan menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan produktif;
bersemangat, disiplin, dan mandiri; berpenampilan menarik dan menyenangkan;
berkomunikasi secara efektif

KUALITAS PRIBADI KONSELOR YANG IDEAL

Kualitas konselor adalah semua kriteria keunggulan termasuk pribadi,


pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan nilai-nilai yang dimiliki konselor, yang
akan menentukan keberhasilan (efektivitas) proses bimbingan dan konseling. Salah
satu kualitas yang kurang dibicarakan adalah kualitas pribadi konselor, yang
menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan efektivitas
konseling. Dengan kata lain, efektivitas proses konseling akan sangat dipengaruhi
oleh besar modal yang dimiliki oleh konselor. Modal ini meliputi dua aspek, yaitu
aspek personal dan profesional. Modal personal adalah hal-hal yang menyangkut
kualitas kepribadian yang dimiliki oleh konselor, sementara modal profesional lebih
mengarah pada persoalan kualifikasi pendidikan, pengetahuan, serta penguasaan
konselor atas berbagai teori dan teknik konseling. Meminjam bahasa Ary Ginanjar,
modal personal dapat dimaknai sebagai kecerdasan emosional dan spiritual, sementara
modal profesional lebih berorientasi pada intelektualitas (kecerdasan intelektual).
Tulisan ini akan lebih mengetengahkan halhal yang berkaitan dengan modal personal
atau kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh konselor. Pembahasan akan dimulai
dengan urgensi pribadi konselor, kemudian dilanjutkan dengan identifikasi beberapa
kualitas pribadi yang perlu dimiliki seorang konselor, dan diakhiri dengan persoalan
kiat atau cara mengembangkannya dalam kehidupan sehari-hari.2 Beberapa penelitian
pakar konseling menemukan bahwa keefektifan konselor banyak ditentukan oleh
kualitas pribadinya. Secara umum, berangkat dari hasil penelitian tersebut, khususnya
untuk konteks Indonesia, beberapa karakteristik kepribadian yang perlu dimiliki
seorang konselor adalah sebagai berikut:
1. beriman dan bertakwa;
2. menyenangi manusia;
3. komunikator yang terampil;
4. pendengar yang baik;
5. memiliki ilmu yang luas, terutama tentang wawasan tentang manusia dan sosial-
budaya;
6. menjadi narasumber yang kompeten;
7. fleksibel, tenang, dan sabar;
8. menguasai keterampilan atau teknik;
9. memiliki intuisi;
10. memahami etika profesi;
11. respek, jujur, asli, menghargai, dan tidak menilai;
12. empati, memahami, menerima, hangat, dan bersahabat;
13. fasilitator dan motivator;
14. emosi stabil; pikiran jernih, cepat, dan mampu;
15. Objektif, rasioanl, logis, dan konkrit; dan
16. konsisten dan tanggung jawab.

Sementara itu, ABKIN (Asosiasi Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia)


merumuskan bahwa salah satu komponen standar kompetensi yang harus dijiwai dan
dimiliki oleh konselor adalah mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara
berkelanjutan, yang di dalamnya meliputi:
1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat;
3. memiliki kesadaran diri dan komitmen terhadap etika profesional;
4. mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat tugas dan secara eksternal
antarprofesi; dan
5. berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling
Apa yang diungkap oleh Willis maupun yang dirumuskan oleh ABKIN di atas,
mengisyaratkan bahwa porsi kecerdasan atau kematangan emosi dan spiritual
konselor harus lebih ditekankan daripada sisi intelektual dan keterampilan teknis.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai