PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sedangkan konseling berasal dari bahasa Latin yaitu consilium yang artinya
adalah dengan atau bersama yang dirangkai bersama menerima atau memahami. Secara
umum Konseling merupakan suatu proses bekerja dengan orang banyak, dalam suatu
hubungan yang bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis, psikoterapis,
bimbingan atau pemecahan masalah. Pada hakekatnya psikologi konseling menunjuk
pada studi ilmiah mengenai aspek- aspek psikis yang terlibat dalam proses konseling,
yaitu aspek psikis pada konselor, klien dan pada interaksi antara konselor dengan klien
(Mappiare, 2006) . Berkaitan dengan hal ini Nelson, 1982 (dalam Surya, 2003),
mengemukakan ada empat alasan bahwa konseling merupakan proses psikologis yaitu:
1. Dilihat dari tujuannya, rumusan tujuan konseling itu adalah berupa pernyataan yang
mengambarkan segi-segi psikologis (perilaku) dalam diri klien.
2. Dilihat dari prosesnya, seluruh proses konseling merupakan proses kegiatan yang
bersifat psikologis.
3. Dilihat dari teori atau konsep, konseling bertolah dari teori-teori atau konsep- konsep
psikologis.
4. Dilihat dari riset, hampir semua penelitian dalam bidang konseling mempunyai
singgungan dengan penelitian dalam bidang psikologi.
Banyak fakta dan data yang membuktikan bahwa konselor merupakan salah satu
profesi yang memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan dan medis. Konselor
dibutuhkan bagi setiap institusi pendidikan guna mengarahkan dan membina para
penuntut ilmu agar sehat secara mental serta mencegah terjadinya berbagai gejala
kejiwaan. Dalam hal ini psikologi konseling sebagai ilmu utama bagi konselor memiliki
andil penting terhadap pembangunan sikap dan profesionalitas konselor.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Standar kompetensi seorang konselor?
2. Bagaimanakah Perilaku dan pribadi konselor?
3. Bagaiamana Etika profesional konselor?
4. Bagaimanakah Agama dan Keyakinan Dalam Konseling?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun mengenai tujuan pembahasan dari makalah ini adalah agar bisa memberikan
penjelasan dan wawasan mengenai materi profesional konseling kepada masyarakat
umum dan mahasiswa, khususnya mahasiswa psikologi. Kemudian, diharapkan makalah
ini dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia melalui
bidang Psikologi. Lebih lanjut, makalah ini juga bisa menjadi rujukan bagi peneliti
ataupun bagi para penuntut ilmu, memperkaya literatur dunia, serta berguna bagi bangsa
dan negara.
BAB II
PEMBAHASAN
Sementara itu, ABKIN merumuskan bahwa salah satu komponen standar kompetensi
yang harus dijiwai dan dimiliki oleh konselor adalah mengembangkan pribadi dan
profesionalitas secara berkelanjutan, yang di dalamnya meliputi: 1) beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2) menunjukkan integritas dan stabilitas
kepribadian yang kuat; 3) memiliki kesadaran diri dan komitmen terhadap etika
profesional; 4) mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat tugas dan secara
eksternal antarprofesi; dan 5) berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan
dan konseling.
1. Kongruensi
Kongruen adalah suatu tingkah laku yang sesuai dengan citra diri sendiri,
konselor yang memiliki kualitas kongruen, adalah konselor dalam sikap dan
perilakunya menunjukkan keaslian, baik secara pribadi maupun professional.
Konselor tidak berpura-pura menutupi kekurangan dirinya, sangat penting dalam
proses konseling, terkait dengan upaya menumbuhkan kepercayaan klien kepada
konselor.
Konselor yang menunjukan sikap kongruen diharapkan akan mendorong klien
untuk bersikap yang sama, sehingga penggalian masalah dapat dilakukan secara
efektif. Hal ini relevans dengan pendapat Dimick dan Huff (dalam Latipun, 2010),
bahwa kongruensi dapat diartikan sebagai “menunjukkan diri sendiri” sebagaimana
adanya dan yang sesungguhnya, berpenampilan secara terus terang, ada kesesuaian
antara apa yang dikomunikasikan secara verbal dengan yang non verbal.
2. Konfidensialitas
Menurut Caroll, kerahasiaan (konfidensialitas) berhubungan dengan pengendalian
informasi yang diterima dari sesorang. Informasi dikatakan konfidensialsial jika
dianggap tidak perlu diketahui pihak lain, sehingga tidak perlu disampaikan ke
publik. Konselor bertanggungjawab menjaga kerahasiaan ini untuk menjaga
kepercayaan klien terhadapnya serta menjaga perlindungan rasa aman klien. Konselor
1
Putri, Amalia.” Pentingnya Kualitas Pribadi Konselor Dalam Konseling Untuk Membangun Hubungan Antar
Konselor Dan Konseli” Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia. Vol. 1, No. 1, Maret 2016. (Hal 2)
bertanggungjawab adalah menentukan batas- batas kerahasiaan yang mencakup
tingkat kerahasiaan yang dapat dijanjikan2.
Dalam hal ini konselor dituntut untuk merahasiakan segenap data dan keterangan
tentang klien yang menjadi sasaran layanan, data atau keterangan tidak boleh dan
tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini pula konfidensialitas bertujuan untuk
memastikan semua data dan keterangan itu kerahasiaannya benar-benar terjamin.
Adapun terdapat berbagai sifat yang harus dimiliki oleh seorang konselor, antara
lain:
1. Tingkah laku yang etis
2. Kemampuan intelektual
3. Keluwesan (terbuka dan tidak kaku)
4. Seikap penerimaan klien
5. Pemahaman terhadap masalah klien
6. Peka terhadap rahasia pribadi
7. Komunikasi yang baik
Keyakinan terhadap suatu agama memang sudah tertanam di dalam diri manusia
sejak lahir, sehingga agama dan keyakinan memiliki peranan yang sangat krusial
bagi setiap individu. Agama merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman kepada konselor tentang dimensi keagamaan sebagai faktor yang
mempengaruhi terhadap perilaku individu, karena agama merupakan cerminan
ataupun pedoman perilaku manusia. Sangatlah penting untuk memahami landasan
agama secara baik karena konselor tak hanya mengarahkan klien menggunakan ilmu
pengetahuan semata, melainkan turut juga menggunakan aspek keagamaan agar klien
dapat bertingkah laku dan bersikap layaknya agama yang dianutnya.
Potensi yang dimiliki agama dan spiritual dalam memberikan konsep kekuatan
klien melalui agama dan keyakinan. Pendekatan agama dan spiritual dipandang
relevan untuk praktik konseling oleh karena itu profesi konseling melibatkan peranan
spiritual dan agama dalam proses konseling. Kondisi ini menuntut agar konselor juga
memahami agama dan spiritual dan hal ini tentu saja akan memaksa konselor untuk
belajar lebih banyak lagi tentang agama dan spiritualitas klien mereka.
3
Rofiqo, Aris. “Relevansi agama dan spiritual dalam konseling” JCOSE Jurnal Bimbingan dan Konseling. Vol. 1, No.
2, April 2019.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menjadi seorang konselor yang baik, yaitu konselor yang efektif perlu untuk mengenal
diri sendiri, mengenal konseli, memahami maksud dan tujuan konseling, serta menguasai
proses konseling. Idealnya pribadi konselor dapat mengaktualisasikan diri menjadi
pribadi yang bijak dan berorientasi humanistik, peduli terhadap tuntutan profesi. Dimana
konselor harus memperhatikan perilaku dan pribadinya.
Standar kompetensi konselor profesional mencakup: (1) memahami secara mendalam
konseli yang dilayani, (2) menguasai landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan
konseling, (3) menyelenggarakan pepelayanan bimbingan dan konseling yang
memandirikan, dan (4) mengembangkan profesionalitas profesi secara berkelanjutan, (5)
yang dilandasi sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi yang mendukung.
Seorang konselor harus selalu memperhatikan kode etik professional. Etika profesional
konseling ialah perilaku, aturan, dan standar bagi konselor agar berpegang teguh kepada
nilai moral dan memiliki kemampuan yang tinggi dalam profesinya, serta menjadi
rujukan dalam memberikan layanan konseling.
Selain itu sangatlah penting untuk memahami landasan agama secara baik karena
konselor tak hanya mengarahkan klien menggunakan ilmu pengetahuan semata,
melainkan turut juga menggunakan aspek keagamaan agar klien dapat bertingkah laku
dan bersikap layaknya agama yang dianutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Charlani, Tyas. (2018). Identifikasi Karakteristik Konselor yang Diinginkan Peserta Didik
Sekolah
Mahasiswa
Hartono dan Boy Soedarmadji. (2012). Psikologi Konseling Edisi Revisi. Jakarta: Kencana.
Nursyamsi. (2017). Kepribadian konselor efektif. Jurnal Al-Taujih: Bingkai Bimbingan dan
Putri, Amalia. (2016) Pentingnya Kualitas Pribadi Konselor Dalam Konseling Untuk
Membangun
Hubungan Antar Konselor Dan Konseli. Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia. 1(1).
Rofiqo, Aris. (2019). Relevansi Agama dan Spiritual Dalam Konseling. JCOSE Jurnal
Bimbingan