Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Bimbingan konseling merupakan salah satu komponen yang penting
dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Sebagai sebuah sistem,
kehadirannya diperlukan dalam upaya pembimbingan sikap perilaku siswa
terutama dalam menghadapi perubahan-perubahan dirinya menuju jenjang
usia yang lebih lanjut. Permasalahan yang dialami oleh para siswa di sekolah
sering kali tidak dapat dihindari meski dengan proses belajar dan
pembelajaran yang sangat baik. Dalam hal ini permasalahan siswa tidak boleh
dibiarkan begitu saja, termasuk perilaku siswa yang tidak dapat mengatur
waktu untuk mengikuti proses belajar dan pembelajaran sesuai apa yang
dibutuhkan, diatur, atau diharapkan. Layanan bimbingan dan konseling sendiri
harus terkonsep secara baik sebagaimana halnya layanan tersebut dapat
membantu meningkatkan perkembangan siswa dan membantu membuat
pilihan yang berarti bagi setiap fase pendidikan yang dialami siswa.
Dalam UU No. 14 tahun 2015 pasal 1 yang menyatakan bahwa “guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah”. Dengan memahami konsep-konsep bimbingan dan konseling,
guru diharapkan mampu berfungsi sebagai fasilitator perkembangan peserta
didik, baik yang menyangkut aspek intelektual, emosional, sosial, maupun
mental spiritual.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konseling sebagai sebuah profesi?
2. Apa Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang konselor?
3. Apa Kegiatan yang harus dikerjakan Konselor?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping
untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan
semua mahasiswa pada umumnya mampu memahami Konseling sebagai
sebuah profesi, Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang konselor, dan
Kegiatan yang harus dikerjakan Konselor.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konseling Sebagai Sebuah Profesi


Istilah bimbingan pertama kali muncul saat Frank Parson
memperkenalkan istilah bimbingan vocational untuk membantu para kaum
muda dalam menyesuaikan diri dengan dunia pekerjaan. Peristiwa penting
pada masa ini yakni dengan dibentuknya biro bimbingan pekerjaan di Boston
yang dikenal dengan Boston Vocational Bureau pada tahun 1900-an1. Parson
dalam hal ini memiliki peran penting dalam pengembangan layanan
bimbingan karir. Selain mengenal bimbingan karir pada masa ini pun dikenal
bimbingan dalam bidang pendidikan yang dipelopori oleh Jesse B. Davis yang
memandang bahwa perlu adanya bimbingan pengembangan karakter dan
pencegahan masalah dalam sistem persekolahan.
Sedangkan istilah konseling mulai dikenal saat Cifford Beers membantu
para penderita kesehatan mental memperjuangkan hak mereka dalam
memperoleh fasilitas, dan mereformasi perlakuan yang lebih baik terhadap
mereka. Sehingga banyak orang di kalangan psikiatri dan psikologi klinis
yang menyebut hlm ini sebagai konseling. Sedangkan di Indonesia, cikal
bakal kemunculan bimbingan dan konseling telah tercium semenjak tahun
1922, yakni dengan diterapkannya sistem pendidikan perjuangan yang
merupakan asas-asas dari Perguruan Nasional Taman Siswa dan diusung oleh
Ki Hajar Dewantara. konsep dasar kependidikan yang dimaksud itu adalah :
1. “Ing ngarso sing tulodo” yang berarti bahwa seorang pemimpin
(pendidik) harus mampu menjadikan dirinya sebagai teladan bagi orang
yang dipimpinnya (dididiknya);

1
Gladding, 2015, hlm.9

3
2. “Ing madya mangun karso” yang berarti bahwa seorang pemimpin harus
mampu membangkitkan semangat untuk bertindak mandiri dan kreatif
pada orang yang dipimpinnya.
3. “Tut wuri handayani” yang berarti bahwa seorang pemimpin harus
mampu mendorong orang-orang yang dipimpinnya agar berani berjalan di
depan dan sanggup bertanggungjawab2.
Bimbingan dan Konseling dikatakan sebagai profesi dapat dilihat
dari Undang-undang dan ciri-ciri profesi itu sendiri :
Menurut (UU No.20 Tahun 2003 Pasal 39 Ayat 2) “pendidik
merupakan tenaga profesional” dan dikuatkan oleh UU No. 20 Tahun
2003 Pasal 1 Ayat 6 yang menyatakan bahwa “keberadaan konselor dalam
sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi
pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor,
widyaiswara, fasilitator, dan instruktur”.
Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri profesi diatas maka Bimbingan
dan Konseling juga dapat dikatakan sebagai profesi sebagai berikut :
1. Bimbingan dan Konseling dalam memberikan layanannya kepada
individu mempunyai kebermaknaan sosial yakni melalui komponen
layanan responsif dapat membantu individu memecahkan masalah
(pribadi, belajar, soial dan karir) yang dihadapi dan memerlukan
pemecahan segera.
2. Dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling baik
melalui format klasikal, kelompok dan perorangan, guru pembimbinga
atau konselor  menggunakan teknik-teknik spesifik seperti
keterampilan dasar konseling
3. Dalam penanganan masalah konseli, menggunakan teori-teori yang
berhubungan dengan pendekatan-pendekatan konseling yang berbeda
sesuai kondisi dan keadaan konseli.
2
Rochman, 1987, hlm. 18

4
4. Bimbingan dan konseling menggunakan kerangka ilmu yang jelasa
dan sistematis, yakni dengan tahap-tahap konseling itu sendiri dalam
pemberian layanan.
5. Untuk dapat menyelenggarakan bimbingan dan konseling, guru
pembimbinga atau konselor harus melalui pendidikan dan pelatihan
dalam jangka waktu yang lama, yakni pendidikan bimbingan dan
konseling srata satu (S1) ditambah dengan pendidikan profesi guru
(PPG) dan atau pendidikan profesi konselor (PPK) selama 1 tahun.
6. Mempunyai lisensi dalam penyelenggaaraan layanan BK yakni berupa
Akta mengajar atau sertifikasi seorang konselor.
7. Mempunyai Kode Etik Profesi Konselor, sebagai pedoman
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling.
8. Mempunyai komponen dasar keilmuan yakni ilmu pendidikan,
komponen subtansi profesi yakni proses pembelajaran terhadap
pengembangan diri/ pribadi individu melalui modus pelayanan
konseling dan komponen praktik profesi yakni penyelenggaraan
proses pembelajaran terhadap sasaran pelayanan melalui modus
pelayanan konseling.
B. Kompetensi Yang Harus Dimiliki Oleh Seorang Konselor
Konselor merupakan pengampu pelayanan ahli bimbingan dan
konseling. Bimbingan dan Konseling sebagai sebuah profesi digambarkan
dengan tampilnya konselor yang dapat memberikan ketenteraman, kenyaman
dan harapan baru bagi klien. Untuk menjadi seorang konselor professional
haruslah menampilkan sikap hangat, empati, jujur, menghargai, dan yang
paling penting dapat dipercaya (terjaga kerahsiaan konseli)
Ada tiga isu sentral dalam mendiskusikan tentang kualitas pribadi
konselor, yaitu : pengetahuan, keterampilan dan kepribadian. Dari ketiga hal
tersebut kepribadian merupakan hal yang paling penting meskipun yang lain
juga tak kalah pentingnya dan ketiganya merupakan satu kesatuan yang tak

5
dapat dipisahkan. Kualitas pribadi konselor merupakan faktor yang sangat
penting dalam konseling. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
kualitas pribadi konselor menjadi faktor penentu bagi pencapaian konseling
yang efektif.
Di antara kompetensi konselor, yang dirasa paling penting adalah
kualitas pribadi konselor, karena konselor sebagai pribadi harus mampu
menampilkan jati dirinya secara utuh, tepat, dan berarti, serta membangun
hubungan antarpribadi yang unik dan harmonis, dinamis, persuasif, dan
kreatif, sehingga menjadi motor penggerak keberhasilan layanan bimbinngan
dan konseling. Dalam hal ini ala yang penting untuk dipakai dalam pekerjaan
seorang konselor adalah dirinya sendiri sebagai pribadi.3
Kepribadian tidak terbentuk semata-mata karena pengalaman, tetapi
merupakan suatu integritas dari kemauan dan kemampuan dirinya untuk dapat
bersikap dan bertindak sebagai konselor professional. Kepribadian konselor
dapat membentuk hubungan antar pribadi yang baik dari konselor dan konseli.
Aktivitas bimbingan dan konseling, pada dasarnya, merupakan interaksi
timbal-balik, yang di dalamnya terjadi hubungan saling mempengaruhi antara
konselor sebagai pihak yang membantu dan klien sebagai pihak yang dibantu.
Hanya saja, mengingat konselor diasumsikan sebagai pribadi yang akan
membimbing konseli dalam mencapai tujuan tertentu, maka dalam relasi ini
sangat dibutuhkan adanya kapasitas tertentu yang harus dimiliki oleh seorang
konselor. Kapasitas tertentu inilah yang menentukan kualitas konselor.
Konseling yang efektif adalah bergantung pada kualitas hubungan antara klien
dengan konselor. 4
Pentingnya kualitas hubungan konselor dengan klien ditunjukkan
melalui kemampuan konselor dalam kongruensi (congruence), empati
3
Corey, G. 1986. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : Alfabeta
4
Geldard, D, dan Geldard, K,. 2001. Basic Personal Counselling : Training Manual forCounsellors.
Australia : Peardon Education, Inc.

6
(empathy), perhatian secara positif tanpa syarat (unconditional positive
regard), dan menghargai (respect) kepada klien. beberapa karakteristik
kepribadian menurut Wilis5 yang perlu dimiliki seorang konselor adalah
sebagai berikut: beriman dan bertakwa; menyenangi manusia; komunikator
yang terampil; pendengar yang baik; memiliki ilmu yang luas, terutama
tentang wawasan tentang manusia dan sosialbudaya; menjadi narasumber
yang kompeten; fleksibel, tenang, dan sabar; menguasai keterampilan atau
teknik; memiliki intuisi; memahami etika profesi; respek, jujur, asli,
menghargai, dan tidak menilai; empati, memahami, menerima, hangat, dan
bersahabat; fasilitator dan motivator; emosi stabil; pikiran jernih, cepat, dan
mampu; Objektif, rasioanl, logis, dan konkrit; dan konsisten dan tanggung
jawab.
Sementara itu, ABKIN6 merumuskan bahwa salah satu komponen
standar kompetensi yang harus dijiwai dan dimiliki oleh konselor adalah
mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara berkelanjutan, yang di
dalamnya meliputi:
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat;
3. Memiliki kesadaran diri dan komitmen terhadap etika profesional;
4. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat tugas dan secara
eksternal antarprofesi; dan
5. Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan
konseling.
Menurut  Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen (Depdiknas, 2005a), dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (Depdiknas, 2005b), Seorang
5
Willis, Sofyan S. 2007. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
6
ABKIN. 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling
dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

7
konselor/pendidik konselor memiliki empat kompetensi pendidik sebagai agen
pembelajaran, yakni: kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi profesional, dan kompetensi sosial (Prayitno, 2009:59).
1.  Kompetensi Paedagogik
Kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
kompetensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian  adalah kemampuan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta
didik, dan berakhlak mulia.
3. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua wali
peserta didik, dan masyarakat sekitar.
4. Kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan pendidik
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan
dalam Standar Nasional Pendidikan.
C. Kegiatan Yang Harus Dikerjakan Konselor
Berpacu pada pemikiran Cavanagh (1982) “Proses konseling terdiri
dari tahap awal (introduction, invitation, and enviromental support), tahap
pertengahan (action), dan tahap akhir (termination)”. Pertemuan klien dengan
konselor memiliki beberapa tahap yang di setiap tahap memiliki perlakuan

8
yang berbeda hingga mendapatkan sebuah perkembangan yang positif pada
penyelesaian masalah atau tujuan yang hendak dicapai.7
Tahap awal yakni pertama kalinya konselor bertemu klien melakukan
pembicaraan. Konselor melakukan pembicaraan dengan klien untuk
membangun hubungan konseling. Hal-hal yang dilakukan dalam tahap awal
adalah pengungkapan masalah dan memperjelas masalah yang dialami,
kemudian konselor bisa merencanakan alternatif solusi yang akan diberikan
kepada klien hingga melakukan kontrak kegiatan konseling yang akan
dilakukan.8 Tahap awal dikatakan berhasil jika ada keterbukaan antara klien
dan konselor pada masalah-masalah yang dialaminya.  Tahap awal menjadi
bermakna dibantu dengan sikap konselor dalam menanggapi masalah klien,
yaitu sikap-sikap yang ditunjukkan agar klien merasa nyaman saat konseling
seperti menunjukkan rasa empati, bertanya untuk membuka pembicaraan,
diam saat  klien berbicara dan memberikan gerak tubuh sebagai tanda setuju
ataupun menghargai pembicaraannya. Pada tahap ini konselor dapat memulai
pembicaraan dengan memancing klien agar ia menceritakan masalah yang
dialami.
Tahap kedua yakni action yaitu penjelasan masalah lebih luas yang
dialami klien dan bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan penilaian
kembali apa-apa yang telah dijelajahi tentang masalah klien. Memperjelas
masalah yang dialami klien agar memberikan pemahaman baru, alternatif baru
yang mungkin berbeda dari sebelumnya. Dalam tahap ini, konselor
melibatkan klien yang mungkin bisa memberikan pemahaman baru terkait
masalah dan menemukan penyelesaian terhadap masalahnya dengan mandiri.
Lanjutan dari tahap pertama ditandai dengan terbukanya klien saat melakukan

7
Arsini, Y. (2019). Konsep Dasar Pelaksanaan Bimbingan Konseling Di Sekolah. Al-Irsyad: Jurnal
Pendidikan dan Konseling, hlm 7
8
Wahyuni, M., Ilyas, A., & Yusri, Y. (2013). Pelaksanaan Kunjungan Rumah Oleh Guru Bk/ Konselor
Di SMA Negeri Kota Padang. Konselor, hlm 2

9
konseling dengan arti klien nyaman, terbuka dan dengan semangat dalam
proses konseling. Jadi pada tahap ini mulai menemukan sebuah penyelesaian
terhadap masalahnya.
Tahap ketiga yakni termination yaitu tahap akhir dari proses
konseling.9 Tahap terakhir ditandai dengan kecemasan pada diri klien
berkurang, mulai menemukan solusi untuk masalahnya dan terjadinya
perubahan sikap menuju yang lebih positif, tujuan dari hidupnya, dan rencana
masa depan yang akan dicapai. Tahap ketiga ditandai dengan adanya
penutusan kontrak konseling yaitu di akhirinya hubungan konselor dengan
klien.
Dari tahapan proses konseling diatas, suatu konseling yang dilakukan
tidak terlepas dari teknik-teknik bagaimana seorang konselor menghadapi
konseli. Teknik konseling adalah suatu cara yang dilakukan oleh seorang yang
ahli kepada klien untuk mengembangkan potensi dirinya dalam
menyelesaikan masalah dan tujuan hidupnya. Cara yang dapat dilakukan oleh
konselor adalah dengan menghargai klien saat berbicara yang dapat dilakukan
dengan memberikan gerak tubuh seperti senyum, anggukan kepala, posisi
tubuh konselor, diam, rasa empati saat mendengarkan curahan hati klien, dan
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh konselor pada klien sehingga
proses konseling bisa berjalan lancar. Selain teknik-teknik tersebut penciptaan
bisa dilakukan dimanapun yang dirasa dapat menunjang proses berjalannya
konseling dengan lancar.

9
Prayitno. 2004. Konferensi Kasus (P4). Padang: UNP

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bimbingan dan Konseling sebagai sebuah profesi digambarkan
dengan tampilnya konselor yang dapat memberikan ketenteraman,
kenyaman dan harapan baru bagi klien. Di antara kompetensi konselor,
yang dirasa paling penting adalah kualitas pribadi konselor, karena

11
konselor sebagai pribadi harus mampu menampilkan jati dirinya secara
utuh, tepat, dan berarti, serta membangun hubungan antarpribadi yang
unik dan harmonis, dinamis, persuasif, dan kreatif, sehingga menjadi
motor penggerak keberhasilan layanan bimbinngan dan konseling.
beberapa karakteristik kepribadian menurut Wilis yang perlu dimiliki
seorang konselor adalah sebagai berikut: beriman dan bertakwa;
menyenangi manusia; komunikator yang terampil; pendengar yang baik;
memiliki ilmu yang luas, terutama tentang wawasan tentang manusia dan
sosialbudaya; menjadi narasumber yang kompeten; fleksibel, tenang, dan
sabar; menguasai keterampilan atau teknik; memiliki intuisi; memahami
etika profesi; respek, jujur, asli, menghargai, dan tidak menilai; empati,
memahami, menerima, hangat, dan bersahabat; fasilitator dan motivator;
emosi stabil; pikiran jernih, cepat, dan mampu; Objektif, rasioanl, logis,
dan konkrit; dan konsisten dan tanggung jawab.

B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih
terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan
memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber
serta kritik yang membangun dari para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

ABKIN. 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan


dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Arsini, Y. (2019). Konsep Dasar Pelaksanaan Bimbingan Konseling Di Sekolah. Al-
Irsyad: Jurnal Pendidikan dan Konseling, 7

12
Cavanagh, ME. 1982. The Counseling Experience : A Theoretical and Practical
Approach. Monterey. California : Brooks/Cole Publishing Company.
Corey, G. 1986. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : Alfabeta
Corey, Gerald. 2005. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Seventh
Edition. Belmont : Brooks/Cole Thompson Learning.
Okun, Barbara F,. 2002. Effective Helping : Interviewing and Counseling
Techniques. Canada. Wadsworth Group Geldard, D, dan Geldard, K,. 2001.
Basic Personal Counselling : Training Manual forCounsellors. Australia :
Peardon Education, Inc.
Remley, TP, Jr. 2005. Ethical, Legal and Professional Issues in Counseling. New
Jersey. Pearson Education, Inc.
Sanyata, Sigit. 2006 . Perspektif Nilai Dalam Konseling : Membangun Interaksi
Efektif antara Konselor - Klien. Jurnal: Diterbitkan pada Jurnal Paradigma, No.
02 Th. I, Juli 2006 ISSN 1907-297X Universitas Negeri Yogyakarta.
Tyler, L. E. 1969. The Work Of The Counselor. New York. Appleton Century Crofts,
Inc.
Wahyuni, M., Ilyas, A., & Yusri, Y. (2013). Pelaksanaan Kunjungan Rumah Oleh
Guru Bk/ Konselor Di SMA Negeri Kota Padang. Konselor, 2
Willis, Sofyan S. 2007. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.

13

Anda mungkin juga menyukai