Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ruang lingkup mata pelajaran Sains meliputi dua aspek: Kerja
ilmiah dan Pemahaman Konsep dan Penerapannya. Kerja ilmiah
mencakup: penyelidikan/penelitian, berkomunikasi ilmiah, pengembangan
kreativitas dan pemecahan masalah, sikap dan nilai ilmiah; sedangkan
Pemahaman Konsep dan Penerapannya. mencakup: Makhluk hidup dan
proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya
dengan lingkungan, serta kesehatan; Benda/materi, sifat-sifat dan
kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas; Energi dan perubahannya
meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat
sederhana; Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya; serta Sains, Lingkungan, Teknologi, dan
Masyarakat (salingtemas) yang merupakan penerapan konsep sains dan
saling keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat
melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk merancang
dan membuat. Kelimanya merupakan dasar bidang fisika, kimia, dan
biologi. Meskipun area tersebut merupakan materi pembelajaran IPA,
belajar tidak hanya melibatkan masalah pengetahuan. Pembelajaran IPA
terutama lebih menekankan aspek proses bagaimana siswa belajar dan
efek dari proses belajar tersebut bagi perkembangan siswa itu sendiri.
Pembelajaran IPA melibatkan keaktifan siswa, baik aktivitas fisik maupun
aktivitas mental, dan berfokus pada siswa, yang berdasar pada pengalaman
keseharian siswa dan minat siswa. Pembelajaran IPA di SD mempunyai
tiga tujuan utama : mengembangkan keterampilan ilmiah, memahami
konsep IPA, dan mengembangkan sikap yang berdasar pada nilai-nilai
yang terkandung dalam pembelajarannya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dan Sejarah Sains?
2. Apa Hakikat dan Pembelajaran Sains?
3. Apa Pengertian dan Karakteristik pembelajaran Sains?

C. Tujuan

Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping


untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan
semua mahasiswa pada umumnya mampu memahami Pengertian dan
Sejarah Sains, Hakikat dan Pembelajaran Sains, Pengertian dan
Karakteristik pembelajaran Sains.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Sejarah Sains


1. Pengertian Sains
Ilmu pengetahuan alam (IPA) sering disebut dengan singkat
Sains. Istilah sains berasal dari bahasa latin scientia yang berarti
pengetahuan. Namun pernyataan ini terlalu luas dalam penggunaannya
sehari-hari. Dalam arti sempit sains adalah disiplin ilmu yang terdiri
dari physical sciences (ilmu fisik) dan life sciences (ilmu biologi).
Termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia,
geologi, mineralogi, meteorology, dan fisika, sedangkan life science
meliputi biologi (anatomi, fisiologi, zoology, sitologi, embriologi,
mikrobiologi). Dalam buku ini istilah sains dimaknai secara khusus
sebagai nature of science atau ilmu pengetahuan alam. Pengertian atas
istilah sains secara khusus sebagai Ilmu Pengetahuan Alam sangat
beragam. Conant (dalam Usman, 2006: 1) mendefinisikan sains
sebagai suatu deretan konsep serta skema konseptual yang
berhubungan satu sama lain, dan tumbuh sebagai hasil eksperimentasi
dan observasi, serta berguna untuk diamati dan dieksperimentasikan
lebih lanjut. Carin & Sund (1989) mendefinisikan sains adalah suatu
sistem untuk memahami alam semesta melalui observasi dan
eksperimen yang terkontrol.
2. Sejarah Sains
Perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidaklah
berlangsung secara mendadak, melainkan terjadi secara bertahap,
evolutif. Oleh karena untuk memahami sejarah perkembangan ilmu
mau tidak mau harus melakukan pembagian atau klasifikasi secara

3
periodik, karena setiap periode menampilkan ciri khas tertentu dalam
perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan pemikiran secara
teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani. Oleh karena itu
periodisasi perkembangan ilmu disini dimulai dari peradaban Yunani
dan diakhiri pada zaman kontemporer.
1. Zaman Pra Yunani Kuno.
Pada zaman ini ditandai oleh kemampuan :
a. Know how dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada
pengalaman.
b. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai
fakta dengan sikap receptive mind, keterangan masih dihubungkan
dengan kekuatan magis.
c. Kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alam sudah
menampakkan perkembangan pemikiran manusia ke tingkat abstraksi.
d. Kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang
didasarkan atas sintesa terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.
e. Kemampuan meramalkan suatu peristiwa atas dasar peristiwa-
peristiwa sebelumnya yang pernah terjadi. (Rizal Muntazir, 1996)
2. Zaman Yunani Kuno.
Zaman Yunani Kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat,
karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk
mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Yunani pada masa itu
dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat, karena Bangsa Yunani
pada masa itu tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa
Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada
sikap receptive attitude (sikap menerima begitu saja), melainkan
menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang
menyelidiki sesuatu secara kritis). Sikap belakangan inilah yang
menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern. Sikap kritis
inilah menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli-ahli pikir
terkenal sepanjang masa. Beberapa filsuf pada masa itu antara lain

4
Thales, Phytagoras, Sokrates, Plato,
Aristoteles.
2. Zaman Abad Pertengahan.
Zaman Abad Pertengahan ditandai dengan tampilnya para theolog di
lapangan ilmu pengetahuan. Para ilmuwan pada masa ini hampir
semua adalah para theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan
aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini
adalah Ancilla Theologia atau abdi agama. Namun demikian harus
diakui bahwa banyak juga temuan dalam bidang ilmu yang terjadi pada
masa ini.
4. Zaman Renaissance.
Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali
pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama. Renaissance ialah
zaman peralihan ketika kebudayaan Abad Pertengahan mulai berubah
menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman ini adalah
manusia yang merindukan pemikiran yang bebas. Manusia ingin
mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas
campur tangan ilahi. Penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern
sudah mulai dirintis pada Zaman Renaissance. Ilmu pengetahuan yang
berkembang maju pada masa ini adalah bidang astronomi. Tokoh-
tokoh yang terkenal seperti Roger Bacon, Copernicus, Johannes
Keppler, Galileo Galilei.
5.Zaman Modern. ( 17 –19 M)
Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang
ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern
sesungguhnya sudah dirintis sejak Zaman Renaissance. Seperti Rene
Descartes, tokoh yang terkenal sebagai bapak filsafat modern. Rene
Descartes juga seorang ahli ilmu pasti. Penemuannya dalam ilmu pasti
adalah sistem koordinat yang terdiri dari dua garis lurus X dan Y
dalam bidang datar. Isaac Newton dengan temuannya teori gravitasi.

5
Charles Darwin dengan teorinya struggle for life (perjuangan untuk
hidup). J.J Thompson dengan temuannya elektron.
6. Zaman Kontemporer (abad 20 –dan seterusnya).
Fisikawan termashur abad keduapuluh adalah Albert Einstein. Ia
menyatakan bahwa alam itu tak berhingga besarnya dan tak terbatas,
tetapi juga tak berubah status totalitasnya atau bersifat statis dari waktu
ke waktu. Einstein percaya akan kekekalan materi. Ini berarti bahwa
alam semesta itu bersifat kekal, atau dengan kata lain tidak mengakui
adanya penciptaan alam. Disamping teori mengenai fisika, teori alam
semesta, dan lain-lain maka Zaman Kontemporer ini ditandai dengan
penemuan berbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan
informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan sangat pesat.
Mulai dari penemuan komputer, berbagai satelit komunikasi, internet,
dan lain sebagainya. Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat,
sehingga terjadi spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam.
B. Hakikat dan Pembelajaran Sains
1. Hakikat Sains
Toharudin (2011: 28) mengemukakan hakikat sains yaitu sains
sebagai produk, sains sebagai proses dan sains sebagai sikap. Sains
dipandang sebagai produk karena isi dari sains tersebut merupakan
hasil
kegiatan empiris dan analitis yang dilakukan oleh para ahli. Produk
sains
berisi tentang fakta-fakta, prinsip-prinsip, hukum-hukum, konsep-
konsep dan teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan atau
memahami alam serta fenomena-fenomena yang terjadi didalamnya.
Sains sebagai proses identik dengan keterampilan proses sains
(Science Proccess Skill). Proses sains merupakan sejumlah
keterampilan untuk mengkaji fenomena fenomena alam melalui cara
tertentu untuk memperoleh ilmu serta perkembangan ilmu selanjutnya.
Proses sains harus diarahkan dalam pembelajaran agar siswa tidak

6
hanya memahami sesuatu melainkan mampu mengajarkan sesuatu.
Sains sebagai sikap berarti sikap ilmiah terhadap alam sekitar yang
dapat mempengaruhi pola pikir dan pemahaman siswa ke arah yang
lebih baik yang dapat dikembangkan ketika siswa melakukan diskusi,
percobaan, simulasi atau kegiatan di lapangan. Hamalik (2005: 36)
menjelaskan bahwa belajar adalah proses kompleks yang terjadi pada
semua orang dan berlangsung seumur hidup. Belajar sebagai proses
dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman. Gagne (1977) dalam Siregar (2010: 5) mengemukakan
pengertian belajar yaitu suatu perubahan perilaku yang relatif menetap
yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran
yang bertujuan atau direncanakan. Pertanda seseorang telah belajar
salah satunya adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya.
Sebagaimana dalam The Guidance of Learning Activities, WH Bruton
(1984) dalam Siregar (2010: 5) mengatakan bahwa belajar adalah
proses perubahan individu karena adanya interaksi antara individu
dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka
lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Sukmadinata (2009:
155) menjelaskan bahwa belajar selalu berkenaan dengan perubahan-
perubahan pada diri seseorang yang belajar, apakah mengarah ke arah
yang lebih baik ataupun yang kurang baik, hal lain yang terkait dalam
belajar adalah pengalaman, pengalaman yang terkait berbentuk
interaksi dengan orang lain atau lingkungannya. Perubahan sebagai
hasil dari proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk
seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,
keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain
yang ada pada individu tersebut, (Sudjana, 2010: 22). Slameto (2010:
54) mendefinisikan belajar dalam tiga macam rumusan diantaranya
rumusan secara intitusional belajar dipandang sebagai proses validasi
atau pengabsahan tehadap penguasaan siswa atas materi-materi yang
telah dipelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah

7
belajar dapat diketahui sesuai dengan proses mengajar. Belajar secara
kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan
pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia
disekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada
tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk
memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.
Berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar tergantung pada
beberapa faktor yang mempengaruhi dalam belajar. Faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar dapat bersumber pada dirinya atau di luar
dirinya yaitu lingkungannya. Faktor-faktor yang ada dalam individu
diantaranya menyangkut aspek jasmaniah maupun rohaniah dari
individu. Keberhasilan belajar juga sangat dipengaruhi oleh di luar diri
siswa, baik faktor fisik maupun sosial maupun sosial-psikologis yang
berada pada lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Aspek
jasmaniah mencakup kondisi kesehatan jasmani dari individu. Selain
itu kelengkapan indra dan kesehatan indra juga mempengaruhi dalam
belajar. Aspek psikis atau rohaniah menyangkut kondisi kesehatan
psikis, kemampuan intelektual. Kondisi intelektual ini mencakup
tingkat kecerdasan dan bakat. Selain itu minat dan motivasi juga
mempengaruhi dalam belajar. Faktor eksternal meliputi lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan belajar, misalnya dukungan dari orang tua dalam
memotivasi kegiatan belajar, (Slameto, 2010: 54) Definisi mengenai
sains dan belajar diatas dapat diambil maksud dari hakikat belajar sains
yaitu suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan
keterampilan, memperbaiki perilaku dan sikap dari sesuatu yang
berkaitan dengan makhluk hidup dan lingkungannya dengan
menggunakan dan menerapakan metode ilmiah dalam memecahkan
permasalahan.
2. Pembelajaran Sains

8
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar, (Sagala, 2011: 61). Pembelajaran merupakan prosedur dan
metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan
bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran merupakan suatu
proses yang dilakukan oleh individu untuk memperolah suatu
perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri dan lingkungannya. Hakikatnya
pembelajaran sains tidak hanya belajar produk saja, tetapi juga harus
belajar aspek proses dan sikap agar siswa dapat benar-benar
memahami sains secara utuh. Pembelajaran sains merupakan sesuatu
yang harus dilakukan oleh siswa bukan sesuatu yang dilakukan pada
siswa. Pembelajaran sains menuntut siswa untuk belajar aktif yang
terimplikasikan dalam kegiatan secara fisik ataupun mental, tidak
hanya mencakup aktivitas hands-on tetapi juga minds-on. Penting
sekali bagi setiap guru memahami sebaik baiknya tentang proses
belajar siswa, agar dapat memberikan
bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi
bagi siswa, (Hamalik, 2005: 36). Nilai-nilai sains yang dapat
ditanamkan dalam pembelajaran sains antara lain sebagai berikut: (1)
Kecakapan bekerja dan berfikir secara teratur dan sistematis menurut
langkah-langkah metode ilmiah, (2) Keterampilan dan kecakapan
dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen
untuk memecahkan masalah, (3) Memiliki sikap ilmiah yang
diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan
pelajaran sains maupun dalam kehidupan, (Trianto, 2011: 142).
Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan
pendidikan, maka pendidikan sains disekolah mempunyai tujuan-
tujuan tertentu, yaitu: (1) Memberikan pengetahuan kepada siswa
tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap, (2) Menanamkan

9
sikap hidup ilmiah, (3) Memberikan keterampilan untuk melakukan
pengamatan, (4) Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara
kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya, (5) Menggunakan
dan menerapakan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan,
(Trianto, 2011: 142).

C. Pengertian dan Karakteristik Pembelajaran Sains


Berdasarkan karakteristiknya, Sains berhubungan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga Sains bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pemahaman tentang karakteristik sains ini berdampak pada
proses belajar IPA di sekolah. Sesuai dengan karakteristik Sains, IPA di
sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan karakteristik IPA pula, cakupan IPA yang dipelajari di
sekolah tidak hanya berupa kumpulan fakta tetapi juga proses perolehan
fakta yang didasarkan pada Cakupan dan proses belajar IPA di sekolah
memiliki karakteristik tersendiri.
Uraian karakteristik pembelajaran Sains dapat diuraikan sebagi berikut.
a.      Proses belajar IPA melibatkan hampir semua alat indera, seluruh
proses berpikir, dan berbagai macam gerakan otot. Contoh, untuk
mempelajari pemuaian pada benda, kita perlu melakukan serangkaian
kegiatan yang melibatkan indera penglihat untuk mengamati perubahan
ukuran benda (panjang, luas, atau volume), melibatkan gerakan otot untuk
melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang sesuai
dengan benda yang diukur dan cara pengukuran yang benar, agar diperoleh

10
data pengukuran kuantitatif yang akurat. Misalnya data panjang awal
benda sebelum dipanaskan dan data panjang akhir benda setelah
dipanaskan dalam kurun waktu tertentu. Proses ini melibatkan alat indra
untuk mencatat data dan mengolah data agar dihasilkan kesimpulan yang
tepat.
b. Belajar IPA dilakukan dengan menggunakan berbagai macam cara
(teknik). Misalnya, observasi, eksplorasi, dan eksperimentasi. Termasuk
teknik manakah yang Anda gunakan ketika Anda belajar fenomena gerak
jatuh bebas? Mengapa demikian?
c.  Belajar IPA memerlukan berbagai macam alat, terutama untuk
membantu pengamatan. Hal ini dilakukan karena kemampuan alat indera
manusia itu sangat terbatas. Selain itu, ada hal-hal tertentu bila data yang
kita peroleh hanya berdasarkan pengamatan dengan indera, akan
memberikan hasil yang kurang obyektif, sementara itu IPA mengutamakan
obyektivitas. Misal, pengamatan untuk mengukur suhu benda diperlukan
alat bantu pengukur suhu yaitu termometer. Alat bantu ini membantu
ketepatan pengukuran dan data pengamatannya dapat dinyatakan secara
kuantitatif. Jika pengukuran dilakukan berulang-ulang dengan tingkat
ketelitian yang sama maka data yang diperoleh akan sama. Jika
pengukuran dilakukan dengan panca indera saja, maka data yang diperoleh
akan berbeda-beda dan datanya bersifat kualitatif karena didasarkan pada
hal-hal yang dirasakan orang yang melakukan pengukuran mungkin
keadaan panas benda yang sama, dirasakan oleh dua orang atau lebih yang
berbeda, hasilnya berbeda-beda pula sehingga data yang diperoleh tidak
obyektif..
d.     Belajar IPA seringkali melibatkan kegiatan-kegiatan temu ilmiah
(misal seminar, konferensi atau simposium), studi kepustakaan,
mengunjungi suatu objek, penyusunan hipotesis, dan yang lainnya.
Kegiatan tersebut kita lakukan semata-mata dalam rangka untuk
memperoleh pengakuan kebenaran temuan yang benar-benar obyektif.
Contoh, sebuah temuan ilmiah baru untuk memperoleh pengakuan

11
kebenaran, maka temuan tersebut harus dibawa ke persidangan ilmiah
lokal, regional, nasional, atau bahkan sampai tingkat internasional untuk
dikomunikasikan dan dipertahankan dengan menghadirkan ahlinya.
e.      Belajar IPA merupakan proses aktif. Belajar IPA merupakan sesuatu
yang harus siswa lakukan, bukan sesuatu yang dilakukan untuk siswa.
Dalam belajar IPA, siswa mengamati obyek dan peristiwa, mengajukan
pertanyaan, memperoleh pengetahuan, menyusun penjelasan tentang
gejala alam, menguji penjelasan tersebut dengan cara-cara yang berbeda,
dan mengkomunikasikan gagasannya pada pihak lain. Keaktifan dalam
belajar IPA terletak pada dua segi, yaitu aktif bertindak secara fisik atau
hands-on dan aktif berpikir atau minds-on (NRC, 1996:20). Keaktifan
secara fisik saja tidak cukup untuk belajar IPA, siswa juga harus
memperoleh pengalaman berpikir melalui kebiasaan berpikir dalam belajar
IPA.
Para ahli pendidikan dan pembelajaran IPA menyatakan bahwa
pembelajaran IPA seyogianya melibatkan siswa dalam berbagai ranah,
yaitu ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif. Hal ini dikuatkan dalam
kurikulum IPA yang menganjurkan bahwa pembelajaran IPA di sekolah
melibatkan siswa dalam penyelidikan yang berorientasi inkuiri, dengan
interaksi antara siswa dengan guru dan siswa lainnya.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Definisi mengenai sains dan belajar diatas dapat diambil
maksud dari hakikat belajar sains yaitu suatu proses untuk memperoleh
pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku dan
sikap dari sesuatu yang berkaitan dengan makhluk hidup dan
lingkungannya dengan menggunakan dan menerapakan metode ilmiah
dalam memecahkan permasalahan. Nilai-nilai sains yang dapat
ditanamkan dalam pembelajaran sains antara lain sebagai berikut: (1)
Kecakapan bekerja dan berfikir secara teratur dan sistematis menurut
langkah-langkah metode ilmiah, (2) Keterampilan dan kecakapan
dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen
untuk memecahkan masalah, (3) Memiliki sikap ilmiah yang
diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan
pelajaran sains maupun dalam kehidupan, (Trianto, 2011: 142).

B. Saran

13
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih
terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan
memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak
sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Sains adalah deskripsi data pengalaman secara lengkap dan


konsisten dalam rumus-rumus yang sederhana”, lihat Prof. I.R.
Poedjawijatna, Filsafat Sana Sini, (Yogyakarta: Kanisius, 1975)
Cassius J. Keyser, Humanistic Bearings of Mathematic”,
dalam W.D Reeve (ed.), Mathematics in Modern Life, (New York: Nureau
of Publications, Teacher College, Columbia University, 1931)
Daniel N. Lapedes, ed., McGraw-Hill Dictionary of Scientic and
Technical Term, (New York: McGraw,1974)
G. Terry Page, J.B. omas & A.R. Marshall, International Dictionary
of Education, (Cambridge: MIT Press, 1980)
Maurice N. Richter, Science as a Cultural Process, (Cambridge:
Schenkman, 1972)
Martin Goldstein & inge F. Goldstein, How We Know: An Axploration
of the Scientic Process, (New York: Plenum Press, 1979)
Uny. Karakteristik pebelajaran ipa. (Online)

14
(http://eprints.uny.ac.id/9741/5/BAB%202%20-%2008108244136.pdf). Di
Akses 11 maret 2018.
Karakteristik Pembelajaran IPA. (Onlne).
(http://repository.upi.edu/1665/6/S_PGSD_0902817_chapter3.pdf) Di
Akses 11 Maret 2018
Karakteristik Pembelajaran IPA dan Hakikat IPA. (Online).
(http://digilib.uinsby.ac.id/9226/5/bab2.pdf). DI Akses 11 Maret 2018.

15

Anda mungkin juga menyukai