Anda di halaman 1dari 18

Nama : Riantika Zahara

NIM : 11190240000018

Matkul : Islam dan Ilmu Pengetahuan

Dosen : Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag.

PENGERTIAN SAINS SERTA KEGUNAAN SAINS, TEKNOLOGI DAN


FILSAFAT

A. PENGERTIAN

1. Pengertian Sains/Ilmu Pengetahuan


Sains menurut KBBI adalah pengetahuan sistematis yang diperoleh dari suatu
observasi, penelitian dan uji coba yang mengarah pada penetuan sifat dasar atau
prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari dan sebagainya. 1Berdasarkan kamus
Oxford “Science is-knowladge about the structure and behavior of the natural and
physical world, based on facts that you can prove” 2. Yang artinya bahwa sains adalah
tentang struktur dan perilaku dunia fisik dan fisik yang berdasarkan fakta yang dapat
dibuktikan.

2. Pengertian Teknologi
Teknologi menurut KBBI adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan
barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
Teknologi juga merupakan proses, metode dan pengetahuan yang diterapkan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan.3 Teknologi sangat erat hubungannya dengan Ilmu
Pengetahuan (Scince) dan Ilmu Teknik khususnya yang dianggap termasuk bidang
“engineering”. Jadi, teknologi dalam hakekatnya meliputi pengetahuan yang
sistematik disertai dengan penerapan hasil pengetahuan sebagai kegiatan dalam
perkembangan masyarakat.4

1
Kbbi.kemdikbud.go.id. Sains. Diakses pada tanggal 21 Maret 2020. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sains,
p.3
2
Dictionary.com. Scince. Diakses pada tanggal 21 Maret 2020. https://www.dictionary.com/browse/science,
p.2
3
ED Tittel, Schaum Outline: Teori dan Soal Computer Networking (Jaringan Komputer) (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2004)
4
Sumitro Djojohadikusumo: Teknologi dan Penataan Ekonomi Internasional
3. Pengertian Filsafat
Secara etimologis, istilah “filsafat”, yang merupakan padanan kata falsafah
(bahasa Arab) dan philosophy (bahasa Inggris), berasal dari bahasa Yunani
(philosophia). Kata philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata
philos dan Sophia. Kata philos berarti kekasih, bisa juga berarti sahabat. Adapun
Sophia berarti kebijaksanaan atau kearifan, bisa juga berarti pengetahuan. Jadi secara
harfiah philosophia berarti yang mencintai kebijaksanaan atau sahabat pengetahuan.
Oleh karena itu, telah di-Indonesiakan menjadi “filsafat”.5 Maka dapat disimpulkan
filsafat adalah ilmu yang berupaya untuk memahami hakikat alam dari realitas yang
ada serta meraih kebenaran yang asli dan murni dengan mengandalkan akal budi.

B. PERBEDAAN SAINS DENGAN TEKNOLOGI DAN FILSAFAT

1. Perbedaan SAINS dengan Teknologi


Pertama-tama, mari kita perhatikan eksperimen dan pembuatan teori tentang
dunia fisik. Pemahaman terhadap gerakan dan struktur alam semesta yang
dikemukakan oleh Galileo Galilei, dan pemahaman tentang cahaya dan gravitasi yang
dihasilkan oleh Isaac Newton, menciptakan sekumpulan pengetahuan yang terus
berakumulasi pada kecepatan yang kian tinggi. Dalam ilmu-ilmu biologi,
kecenderungan serupa telah terjadi dalam 150 tahun terakhir ini, yang didasarkan atas
formulasi-formulasi Charles Darwin tentang evaluasi dan penemuan-penemuan
selanjutnya oleh Gregor Mendel, James Watson, dan Francis Crick di bidang
genetika.
Berbeda dengan sains, teknologi tidak harus menunggu munculnya penemuan,
konsep dan persamaan matematika dalam waktu lima ratus tahun ini. Sesungguhnya,
itulah sebabnya dalam banyak hal Cina pada tahun 1500 lebih maju daripada Eropa
atau Timur Tengah. Orang bisa menciptakan teknologi yang sangat
fungsional( bahkan sangat indah) seperti perkakas tulis, jam, mesiu, kompas, atau
pengobatan medis meskipun tidak ada teori ilmiah yang kuat atau eksperimen yang
terkontrol. Inilah yang menjadi sebuah perbedaan antara Sains dengan Teknologi.6

2. Perbedaan Sains dengan Filsafat


Cara mengetahui perbedaan antara filsafat ilmu pengetahuan adalah dengan
melihat secara detail aktivitas dan focus dari kegiatan seorang ilmuwan di satu sisi
dan kegiatan seorang filsuf ilmu pegetahuan di sisi lain. banyak perbedaan antara dua
status ini. Seorang ilmuwan mengamati fenomena yang ada di dalam dunia dan
kemudian menarik kesimpulan berdasarkan persamaan-persamaan yang ada. Seorang
ilmuwan juga melakukan eksperimen sendiri dengan memanipulasi situasi sehingga
dapat mengamati suatu fenomena dalam situasi khusus. Seorang filsuf ilmu
pengetahuan sama sekali tidak melakukan langkah-langkah diatas. Maka
kesimpulannya, ilmu pengetahuan berisi tentang penjabaran data, generasasi dari
5
Rapar, Jan Hendrik, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI), 1996) h. 15
6
Howard Gardner, Five Minds For The Future: Lima jenis pikiran yang penting di masa depan (Jakarta:
Penerbit Gramedia, 2007) h.12-13
data-data tersebut, perumusan hukum dan teori serta argumentasi atasnya. Sementara,
filsafat ilmu pengetahuan, serta analisis atas konsep-konsep yang digunakan di dalam
ilmu pengetahuan, serta analisis atas pendasaran-pendasaran rasional dari ilmu
pengetahuan itu.7

C. KEGUNAAN FILSAFAT ILMU

1. Pengertian Filsafat Ilmu


Filsafat Ilmu adalah segenap pemikiran reflektif, radikal dan mendasar atas
berbagai persoalan mengenai ilmu pengetahauan, landasan dan hubungannya
dengan segala segi kehidupan.8
2. Kegunaan Filsafat Ilmu
Kegunaan filsafat ilmu adalah untuk memahami unsur-unsur pokok ilmu
pengetahuan bahkan sejarah mengenai ilmu itu sendiri. Filsafat ilmu juga
menjadi pedoman untuk melihat mana yang ilmiah dengan yang tidak. Dengan
filsafat ilmu keabsahan atau cara pandang harus bersifat ilmiah. Filsafat ilmu
memperkenalkan knowledge dan scince yang dapat ditransfer melalui proses
pembelajaran atau Pendidikan.9

D. KEGUNAAN ILMU PENGETAHUAN


Fungsi ilmu pengetahaun salah satunya yaitu, memudahkan kehidupan manusia.
Seiring dengan perkembangan di bidang Ilmu Pengetahuan , pemanfaatan Ilmu
pengetahuan dan turunannya yang berbentuk teknologi ini, meluas bukan hanya
untuk memenuhi kebutuhan manusia secara sempit. Pemanfaatan ilmu pengetahuan
meluas pada upaya penghapusan kemiskinan, penghapusan jam kerja yang berlebihan,
penciptaan kesempatan untuk hidup lebih lama dengan perbaikan kualitas kesehatan
manusia, membantu upaya-upaya pengeurangan kejahatan, pengingkatan kualitas
Pendidikan, dan sebagainya. Bahkan lebih komprehensif, ilmu pengetahuan atau
sains dimanfaatkan pemerintah dalam menunjang pembangunannya. Misalnya dalam
perencanaan pembangunan, organisasi pemerintah dan administrasi negara untuk
pe,bangunan sumber-sumber insani, dan Teknik pembangunan dalam sektor pertanian
industri, dan kesehatan.

7
Wattimena, Reza A.A, Filsafat dan Sains Sebuah Pengantar (Jakarta: Grasindo, 2008) h.107-108
8
Burhanuddin, Nunu, Filsafat Ilmu (Jakarta Timur: Kencana, 2018) h. 16
9
Taufik, Ahmad, Filsafat Ilmu: Hakikat Mencari Pengetahuan (Yogyakarta: Penerbit Deepublish, 2016) h.8
KESIMPULAN

Sains menurut KBBI adalah pengetahuan sistematis yang diperoleh dari suatu
observasi, penelitian dan uji coba yang mengarah pada penetuan sifat dasar atau
prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari dan sebagainya. Teknologi menurut
KBBI adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan
bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. filsafat adalah ilmu yang
berupaya untuk memahami hakikat alam dari realitas yang ada serta meraih kebenaran
yang asli dan murni dengan mengandalkan akal budi.

Perbedaan Sains dan Teknologi adalah sains membutuhkan sekumpulan


pengetahuan yang terus berakumulasi pada kecepatan yang kian tinggi. Berbeda
dengan sains, teknologi tidak harus menunggu munculnya penemuan, konsep dan
persamaan matematika dalam waktu lima ratus tahun ini. Sedangkan perbedaan Sains
dengan Filsafat, ilmu pengetahuan berisi tentang penjabaran data, generasasi dari
data-data tersebut, perumusan hukum dan teori serta argumentasi atasnya. Sementara,
filsafat ilmu pengetahuan, serta analisis atas konsep-konsep yang digunakan di dalam
ilmu pengetahuan, serta analisis atas pendasaran-pendasaran rasional dari ilmu
pengetahuan itu.

Filsafat Ilmu adalah segenap pemikiran reflektif, radikal dan mendasar atas
berbagai persoalan mengenai ilmu pengetahauan, landasan dan hubungannya dengan
segala segi kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

Kbbi.kemdikbud.go.id. Sains. Diakses pada tanggal 21 Maret 2020.


https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sains, p.3

Dictionary.com. Scince. Diakses pada tanggal 21 Maret 2020.


https://www.dictionary.com/browse/science, p.2

ED Tittel, Schaum Outline: Teori dan Soal Computer Networking (Jaringan Komputer)
Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004

Sumitro Djojohadikusumo: Teknologi dan Penataan Ekonomi Internasional


Nama : Riantika Zahara

NIM : 11190240000018

Matkul : Islam dan Ilmu Pengetahuan

Dosen : Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag.

PERAN ILMIAH YANG DILAKUKAN OLEH ARISTOTELES

1. Riwayat Hidup Aristoteles

Aristoteles lahir di Stagira di sebelah utara Yunani pada tahun 384. Ayahnya adalah
dokter pribadi Amyntas II, raja Macedonia. Aristoteles merupakan salah satu dari tiga
tokoh kunci filsafat kuno, Bersama dengan Plato dan Socrates. Pada umur 18 tahun ia
mendaftarkan diri pada akademi Plato dan tinggal di situ hingga meninggalnya Plato pada
tahun 347 SM. Ia kemuadian pergi ke Assos di Asia Kecil dan selama lima tahun
berikutnya berkerja sama dengan sekelompok kecil sarjana dalam topik-topik filsafat dan
biologi, dan dua tahun berikutnya ia habiskan di Mitylene di Lesbos. Kendati ia hidup dan
berkerja hampir dua ribu lima ratus tahun yang lalu, namum pemikirannya masih sangat
penting dan relevan hingga sekarang. Ia adalah murid Plato tetapi bukan sebagai pengikut
yang tidak kritis. Ia secara luas menulis tentang logika, fisika, sejarah alam, psikologi,
politik, etika, dan seni. Ia juga dipandang sabagai bapak pelopor empiris. 10Dikemudian
hari, dia juga menjadi guru dari Alexander Agung. Aristoteles wafat pada 322 SM, pada
umur sekitar 61 atau 62 tahun.
Karya-karya Aristoteles berjumlah delapan pokok belasan, yaitu:
a) Logika
b) Filsafat Ilmu
c) Psikologi
d) Biologi
e) Metafisika, oleh Aristoteles dinamakan sebagai filsafat pertama atau theologi.
f) Etika
g) Politik dan Ekonomi.

Nasiban, Ladidlaus, Para Psikolog Terkemuka Dunia: Riwayat Hidup, Pokok Pikiran, dan Karya (Jakarta:
10

Grasindo) h.30-31
2. Peran Ilmiah Aristoteles

Aristoteles barang kali merupakan orang serba bisa pertama dan terbesar sepanjang
sejarah. Dia telah menulis banyak sekali hal, dari sekarang hingga sterilitas, dari spekulasi
mengenai sifat dasar jiwa hingga meteorology, puisi dan kesenian, bahkan hingga ke tafsir
mimpi. Aristoteles dianggap telah melakukan perubahan (kecuali Matematika yang
dikuasai oleh pemikiran Plato). Yang lebih penting dari semua itu, Aristoteles juga
dianggap sebagai peletak fondasi pertama dalam bidang logika. Aristoteles mempunyai
suatu minat yang kuat terhadap kepraktisan dan keilmiahan. Hal inilah yang membuatnya
memandang gagasan-gagasan Plato dari suatu sudut pandang yang semakin lama semakin
realistis. Plato percaya bahwa dunia tertentu yang kita serap disekitar kita sebenarnya
hanyalah penampakan-penampakan. Realitas yang sebenarnya terletak dalam suatu dunia
ide-ide yang berupa bentuk-bentuk. Objek tertentu dari dunia yang kita serap itu hanya
bisa mendapatkan realitasnya dengan berperan serta dalam dunia ide-ide tersebut.
Apabila pendekatan Plato terhadap dunia secara hakiki bersifat religius, pendekatan
Aristoteles cenderung ilmiah, hal inilah yang membuatnya ragu untuk menyatakan bahwa
dunia sekitar kita, sebagai sesutau yang tidak nyata. Walau begitu, tetap saja ia
meneruskan pembedaan terhadap segala sesuatunya sebagai substansi yang primer dan
sekunder. Tetapi Aristoteles menyetujui anggapan Plato bahwa ilmu pengetahuan
berbicara tentang yang umum dan tetap. Ilmu pasti tidak berbicara entang segitiga ini atau
itu, tetapi tentang segitiga pada umumnya. Salah satu alasan penting mengapa Plato
menerima ide-ide ialah justru untuk memperjamin kemungkinan adanya ilmu
pengetahuan. Maka dari itu muncullah pertanyaan: jika tidak ada ide-ide, bagaimana
mungkin adanya ilmu pengetahuan?. Kita singgung pendapat Aristoteles yang biasanya
disebut “teori bentuk-materi”. Ia berpendapat bahwa setiap benda jasmani terdiri dari dua
hal, yaitu bentuk dan materi. Marilah kita menjelaskan maksudnya dengan bertitik tolak
dari suatu contoh sederhana yaitu sebuah patung. Setiap patung terdiri dari bahan tertentu
dan bentuk tertentu. Bahan ialah misalnya kayu atau batu. Bentuk ialah biasanya bentuk
kuda, bentuk Napoleon dan lain sebagainya. Bentuk tidak pernah lepas dari bahan dan
bahan tidak pernah lepas dari salah satu bentuk. Sebelum kayu ini mempunyai bentuk
kuda umpanya, niscaya sudah ada bentuk lain (misalnya bentuk pohon).
Nah menurut pendapat Aristoteles setiap benda jasmani mempunyai bentuk dan
materi. Tetapi yang dimaksudkannya bukannya bentuk dan materi yang dapat dilihat,
seperti halnya dengan patung tadi, melainkan bentuk dan materi sebagai prinsip-prinsip
metafisis. Dua prinsip ini tidak bisa ditunjukkan dengan jari, tetapi harus diandaikan
supaya kita dapat mengerti benda-benda jasmani. Dengan itu kiranya sudah jelas bahwa
buat Aristoteles ilmu pengetahuan dimungkinkan atas dasar bentuk yang terdapat dalam
setiap benda konkret. Teori Aristoteles yang diuraikan di atas, kemudian hari sering kali
dinamakan “Hilemorfisme”. Teori hilemorfisme menjadi dasar juga untuk pandangan
Aristoteles tentang manusia. Bertentangan dengan Plato, ia menekankan kesatuan
manusia.
Sejak awal abad 13 pengajaran di Universitas Paris dipengaruhi oleh karya-karya
filsafat yang baru ditemukan. Dari pihak gereja beberapa kali dilarang untuk membahas
karya-karya Aristoteles dalam kuliah. Tetapi larangan ini tidak dapat menghindarkan
bahwa pengaruh Aristoteles dan filsuf-filsuf Arab semakin bertambah. Perkembangan
yang sama terdapat juga di Universitas Oxford. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa
semua teolog dipengaruhi oleh Aristotelisme yang baru saja timbul dalam dunia barat,
tetapi di antara mereka dua aliran dapat dibedakan. Aliran lain mencari jalan-jalan baru
atas dasar filsafat Aristoteles.11
Kalau kita mengatakan bahwa Aristoteles telah menemukan logika, maka itu tidak
berarti bahwa dalam filsafat sebelumnya tidak terdapat sesuatu pun tentang logika. Dalam
ajaran Elea, kamu Sofis, Sokrates, dan Plato pasti sudah ada unsur-unsur yang
dipergunakan Aristoteles dalam menyusun logikanya. Dengan mengatakan bahwa
Aristoteles mempunyai jasa besar dalam menemukan logika, yang kita maksudkan ialah
bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah Aristoteles memberikan suatu uraian
sistematis mengenai logika. 12
Kemudian, salah satu ilmu yang juga dikaji oleh Aristoteles adalah Retorika. Retorika
dapat didefenisikan sebagai kemampuan menemukan alat-alat persuasi yang tersedia pada
setiap keadaan yang dihadapi; fungsi ini hanya dimiliki oleh seni retorika. Seni lain
mengajarkan atau memaparkan sesuatu sesuai subjek bahasannya, misalnya, ilmu
kedokteran mengajarkan tentang sehat dan tidak sehat, geometri tentang sifat-sifat ukuran,
aritmetik tentang angka-angka, demikian halnya dengan cabang seni lain. sementara
retorika dipandang sebagai kemampuan menemukan alat-alat persuasi pada hampir semua
11
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat (Yogyakarta: Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI), 1998) h. 33
12
Kees Bertens, Sejarah Filsafat Yunani: dari Thales ke Aristoteles (Yogyakarta: Penerbit Kanisius (Anggota
IKAPI), 1999) h.168
subjek bahasan yang dihadapi; karenanya, dikatakan bahwa berdasarkan karakter
teknisnya, retorika tidak terkait pada golongan subjek ilmu tertentu.13
Di abad ke-21 ini mungkin sains Aristoteles telah banyak yang ketinggalan dan hanya
dipelajari sebagai minat sejarah belaka. Kesalahan-kesalahannya telah dibongkar sejak
masa Copernicus dan Galileo, yang telah mengemukakan hasil temuan-temuan mereka.
Pada abad ke-14 kritik terhadap teori fisika Aristoteles, bersama dengan munculnya
pemikiran-pemikiran baru, telah memuncukan penjelasan dan hipotesis baru dalam fisika,
membuat sains Aristoteles tidak banyak diperhatikan lagi.14

KESIMPULAN

Aristoteles merupakan seorang ahli filsafat atau Filsuf Yunani Kuno yang hidup pada
tahun 384-322 SM. Aristoteles lahir di Stagira dan merupakan anak dari dokter pribadi
seorang Raja yaitu Raja Amecodia. ia berguru pada Plato selama 20 tahun, tetapi dalam
banyak hal ia berbeda pendapat dengan gurunya. Tetapi Aristoteles menyetujui anggapan
Plato bahwa ilmu pengetahuan berbicara tentang yang umum dan tetap.

Aristoteles dikenal karena karya dan pemikirannya dalam bidang fisika, biologi, etika,
politik, music, bahasa, dan puisi. Pada usia 40 tahun beliau menjadi guru Alexander Agung.
Aristoteles juga mewariskansistem logika yang mendasari pengambilan kesimpulan dalam
dialektika dan matematika. Dalam banyak hal, Aristoteles lebih membumi dibandingkan
Plato. Terkait dengan itu, Aristoteles menolak konsep ketakterhinggaan, karena menurutnya
semua objek di alam semesta ini bersifat terhingga. Bagi Aristoteles, sesorang dapat melukis
sebuah garis sepanjang-panjangnya, tetapi tidak ada garis yang tak tehingga panjangnya.

DAFTAR PUSTAKA
Aristoteles, Retorika(Seni Berbicara (Yogyakarta: Penerbit BASABASI, 2018) h. 17
13

Sahrul Mauludi, Aristoteles: Inspirai Untuk Hidup Lebih Bermakna (Jakarta: Penerbit PT Alex Media
14

Komputindo, 2016) h.7


Nasiban, Ladidlaus, Para Psikolog Terkemuka Dunia: Riwayat Hidup, Pokok Pikiran, dan
Karya, Jakarta: Grasindo.

K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI),


1998

Kees Bertens, Sejarah Filsafat Yunani: dari Thales ke Aristoteles Yogyakarta: Penerbit
Kanisius (Anggota IKAPI), 1999

Aristoteles, Retorika(Seni Berbicara, Yogyakarta: Penerbit BASABASI, 2018

Sahrul Mauludi, Aristoteles: Inspirai Untuk Hidup Lebih Bermakna Jakarta: Penerbit PT
Alex Media Komputindo, 2016

Nama : Riantika Zahara Matkul : Islam dan Ilmu Pengetahuan

NIM : 11190240000018 Dosen : Prof. Dr. Sukron Kamil


RESUME BAB 3 DARI BUKU YANG BERJUDUL “Islam dan Sains Modern” YANG
DITULIS OLEH PROF. DR. SUKRON KAMIL

BAB III: Sejarah Sains dalam Tradisi Barat dan Islam: Relasinya dengan Agama
Bab ini akan membahas sejarah sains di Barat, dari periode Yunani, Romawi,
Pertengahan hingga periode modern dan kontemporer, dimana kini kita hidup. Sesuai judul
buku, sains akan dihubungkan dengan kesesuaian dan pertentangannya dengan agama.
Selanjutnya, nanti akan dijelaskan sejarah sains dalam Islam, dari periode klasik Islam,
hingga periode modern, dimana Ummat Islam mengalami kemunduran dalam bidang sains
empiris dan teknologi.
A. Sejarah Sains di Barat: Dari Periode Yunani, Pertengahan, Hingga Kontemporer
1. Periode Yunani dan Romawi
Dalam sejarah Barat, kelahiran dan pertumbuhan sains pertama terjadi di Yunani sekitar 5
abad SM. Sebelum periode ini, manusia di Barat alam pemikirannya masih bersifat
mitosentris. Misalnya, gempa bumi terjadi dipandang karena Dewa Bumi sedang
menggoyangkan kepalanya.
Dan hal ini dimulai munculnya Thales (624-546 SM). Ia adalah sebagai orang pertama yang
berfikir mengeni alam secara rasional. Menurut Thales alam bersal dari air. Thales
menggunakan akal dalam mencari jawaban. Dalam literatur ilmu kesehatan misalnya disebut
bahwa ada sekitar 80% dari tubuh manusia terdiri dari air. Otak dan darah adalah dua organ
penting yang memiliki kadar air di atas 80%. Anaximandros (w. 540 SM), alam baginya
berasal dari substansi pertama yang kekal, tidak terbatas, dan tidak dapat diamati pancaindra
dan itu berarti udara. Ia menegaskan udara merupakan sumber segala kehidupan, dimana
manusia saja akan mati tanpa udara. Heraklitos (w. 480 SM), menurutnya alam berasal dari
api. Apilah yang mengubah kehidupan. Besi sekalipun biasa diubah menjadi senjata seperi
pedang. Parmenides (w. 450 SM), jika Heraklitos menyebut alam berubah, alam bagi
Parminedes adalah diam. Bergeraknya alam bersifat semu. Alam disebutnya diam, karena
alam itu satu, yaitu ada, dan yang ada itu hanya satu.
Jika pada masa sebelumnya antara ilmu dan agama masih hidup berdampingan, ilmu
mendukung agama seperti tampak dalam pemikiran Paraminedes. Karena pada masa
berikutnya di Yunani lahir kaum sofis yang memiliki banyak pengikut. Ini dimulai dari
adanya Protagoras ( w. 411 M). Baginya manusia merupakan ukuran kebenaran dan semua
kebenaran adalah relative. Socrates (w. 399 SM) kemudian tampil dalam sejarah Yunani
untuk menyelesaikan kemelut kekacauan berfikir kaum sofis dan masyarakat kaum sofis dan
masyarakat elite Yunani. Ia memperkenalkan metode dialog (belajar dengan istrinya) yang
dikenal dengan dialketika. Dengan itu ia tampil melawan kaum sofis. Ia dengan lantang
menyebut bahwa kaum sofis tidak seluruhnya benar.Yang benar, sebagian pengetahuan
bersifat umum, dan sebagiannya lagi bersifat khusus. Metode dialektik itu, membuat Socrates
berkesimpulan, dasar dari riset adalah pengujian. Meski perlawanan Socrates membuat kaum
Sofis kalap, mereka membawa Socrates ke pengadilan yang dikuasai para hakim kaum sofis.
Ia dituduh meracuni anak muda dengan pandangannya yang menolak kalim-klaim kaum
sofis. Di pengadilan, Socrates melakukan pembelaan Panjang, akan tetapi Socrates tetap
dikenakan hukuman mati.meski jasadnya telah meninggal, pemikirannya terus hidup dan
berkembang. Diantaranya di tangan Plato (w. 347SM). Plato membagi alam pada dua bagian:
alam kenyataan dan alam ide. Alam kenyataan dalam bentuk apa pun adalh turunan dari
alam ide yang lebih rendah dan lebih buruk. Alasannya karena realitas yang ada di alam ide
bersifat substansi, dan alam ide juga bersifat universal.
Akibat lanjutan logis dari gagasan filsafat atau pandangan ilmiahnya itu, menurut
Plato, ilmu pengetahuan adalah hasil dari pengamatan atas realitas di bawah bimbingan jiwa.
Dalam teori demokratis pun plato sering disebut sebagai tipologi ilmuwan politik yang
memiliki ketidak percayaan yang akut terhadap rakyat biasa. Ia sepertinya masih trauma
dengan kaum sofis yang berasal dari kalangan bawah, menjadi murid Socrates yang membuat
gurunya itu mati. Kemudian, usaha Plato dilanjutkan muridnya meski tidak semua
pandangannya sama dengan pandangan Plato. Muridnya bernama Aristotheles (w. 322 SM).
Ia adalah orang pertama yang melakukan klasifikasi ilmu, yang dalam bahasanya disebut
filsafat. Menurutnya, filsafat terbagi dua: filsafat toritis yang terdiri dari logika, metafisika,
dan politik. Lalu Psikis yang terdiri dari etika, ekonomi, dan politik. Namun, ia berbeda
dengan gurunya, karena Aristotheles mementingkan metode induktif. Ia bahkan menentang
teori idealismnya Plato.salah satu murid Aristotheles adalah Alexander Agung.
1. Periode Barat Pertengahan
Periode pertengahan barat ditandai dengan lahir Neoplatonisme, sintesis filsafat (sains) dan
agama, sebuah sintesis antara pemikiran rasional/ empiris Plato, Aristoteles, Mazhab Stoa, dan
Misistisme, yang juga memandang bahwa yang baik adalah yang rohani, sedangkan yang
jasmani adalah buruk. Filsafat semakin mengarah menjadi metafisika. Sementara sains,
filsafat, dan politik sudah mulai tersisih. Sebabnya anatara lain Kekaisaran Romawi sudah
mulai runtuh, dan dimulainya perkawinan antara politik dengan agama katolik. Fenomena ini
ditandai dengan Constantius Akbar (306-337 M) yang telah memindahkan ibu kota Romawi
dari Roma ke Konstantinopel, kini salah satu kota di Turki, dan ia resmi menjadi seorang
Nasrani. Periode ini, berdasarkan tokoh ilmuan/filosuf ditandai dengan munculnya Plotinius
(204-270 M), lebih awal ketimbang keberadaan Constinius. Pemikiran Plotinius dalam sejarah
sains dunia secara umum, belakangan berpengaruh terhadap pertumbuhan filsafat dan sains
pada masa klasik Islam (abad ke-7-13 M). pengaruh Plotinius tampak terutama pada sebagian
aliran peripatetisme, aliran yang dikembangkan oleh Aristotheles yang meyakini ukuran
kebenaran adalah rasionalitas, termasuk di dalamnya empirisitas, terutama aliran illumininsme
Islam. Untuk aliran Peripetik, tampak pada al-Farabi dan Ibnu Sina. Pada al-Farabi, pengaruh
Plotinius tampak dari pemikiranemanasi Islamnya. Sedangkan illuminasionisme tampak dari
para filosuf seperti Suhrawedi dan para sufi muslim seperti al-Ghazali dan khususnya Ibnu
Arabi.
2. Periode Barat Modern: Dari Bermusuhan ke Koeksistensi
Periode modern Barat ditandai dengan keyakinan dan praktik bahwa manusia, dalam bahasa
sebagian tokohnya, mampu memproduksi ilmu pengetahuannya sendiri, tidak menjadi objek
pengetahuan ilahi, sebuah pernyataan dengan nada kesombongan. Jika pada masa pertengahan
sebelumnya, mengandalkan Alkitab sebagai sumber otoritas dalam persoalan ilmu, barat
modern ditandai dengan manusia yang memproduksi ilmu pengetahuan. George Ritzzer dan
Barry Smart dengan mengutip Adam Ferguson menyebut masyarakat modern Barat adalah
masyarakat ilmu pengetahuan. Dalam sejarah awal modern Barat, perspektif di atas berawal
pandangan Roger Bacon (w. 1294 M) yang menekankan pentingnya sains dan percobaan.
Barat pun kemudian memasuki periode Renaissans (1440-1540) dengan slogan: kapitalis
dalam ekonomi, klasik dalam seni dan sastra, dan ilmiah (rasional dan empiris) dalam
pendekatan kepada alam. Sejarah sains periode modern Barat juga berakar pada Reformasi
Gereja yang dikenal dengan Protestanisme karena protes atas keyakinan Katolik yang tidak
sesuai dengan semangat akla dan pengalaman empiris. Gerakan ini dilakukan oleh Martin
Luther (w. 1546), John Calvin (w 1564), dan Zwingli (1531). Periode modern Barat dalam
sejarah ilmu pengetahuannya juga ditandai dengan tokoh Galileo Galilei. Ia menolak klaim
Gereja yang geosentris.

B. Sejarah Ilmu dalam Islam: Ilmu Agama dan Rasioanal – Empiris


1. Sekilas Ilmu Keislaman
Sebagai sebuah studi/ilmu, terutama dalam arti ilmu tradisionalnya yang pokok, ilmu keislaman
bisa dibagi ke dalam tiga bagian: ilmu akidah (tauhid), hukum islam(fiqih), dan tasawuf
(akhlak). Tiga ilmu islam ini, paling tidak dasar-dasarnya wajib dipelajari dan dikuasai oleh
seluruh kaum Muslimin. Dalam ilmu akidah dibahas tika aliran akidah Islam: Islam Sunni yaitu
Islam yang mayoritas bersumber dari sahabat Nabi. Islam Syi’ah (para pengikut ali). Dan Islam
Mu’tazilah. Meski berbeda, ada titik temu di antara dasar kepercayaan (rukun iman) tiga aliran
itu, yaitu kepercayaan pada tiga hal: kepercayaan pada keesaan Allah (tauhid), kepercayaan pada
kenabian Muhammad (nubuwwah), dan kepercayaan pada hari akhir kehidupan setelah mati
(ma’ad). Ilmu fiqih merupakan ilmu yang pertama berkembang dengan cepat dan mapan,
bahkan hingga kini menjadi ilmu yang cukup dominan dalam masyarakat Muslim. Sebagaimana
dalam ilmu akidah, dalam ilmu fikih ada juga lima aliran: Islam Madzhab Syafi’I, Islam
Madzhab Maliki, Islam Madzhab Hanbali, Islam Madzhab Ja’fari.yang dianut Syi’ah. dari
kelima/keempat alirah hukum Islam, sebagiannya merupakan aliran hukum Islam yang literal
dan sebagiannya lagi rasional.
Sedangkan yang dimaksud dengan ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas perbuatan
manusia dan mengajarkan perbuatan yang baik yang harus dikerjakan dan perbuatan yang baik
yang harus dikerjakan dan perbuatan jahat yang harus dihindari dalam interaksinya dengan
Tuhan, manusia, dan makhluk (alam) di sekitarnya, yang sumber utamanya adalah Al-Qur’an
dan Hadits. Yang dimaksud akhlak dalam ilmu ini sebagaimana yang disampaikan oleh para
filosuf etika klasik seprti Ibn Maskawaih (941-1030 M). mnurutnya akhlak atau karakter adalah
keadaan jiwa yang melahirkan keadaan jiwa yang melahirkan tindakan tanpa dipikir atau di
pertimbangkan secara mendalam. Berbeda dengan dua ilmu Islam diatas, dalam ilmmu
akhlak/etika Islam tidak ada aliran, kecuali perbedaan dalam pendekatan yang tidak ada aliran,
kecuali perbedaan dalam pendekatan yang tidak substansial.

2. Sekilas Sejarah Sains Empiris Islam Klasik dan Pertengahan


Sub ini dibatasi pembahasannya hanya pada Ilmuwan Muslim Empiris, karena yang rasional
selain sudah ada sebagiannya dalam ilmu teologi Islam di atas, juga kajiannya tersendiri dalam
filsafat Islam yang membutuhkan ruang cukup besar. Kendati dalam epistemologi Islam
mengenal metode burhani dan juga irfani. Selama 350 tahun dan sekitar 6 abad, sains empiris
berada dalam lingkungan kaum Muslimin, khususnya yang berkebsngsaan Arab, Persia, Turki,
dan Afghan. Dalam bidang kimia, sejarah Islam klasik telah melahrikan Jabir bin Hayyan (w
193//808). Dialah orang pertama menggunakan timbangan dalam eksperimen kimia. Ahli kimia
lain yang dikenal dalam sejarah Ilsam Muhammad bin Zakariya al-Razi antara lain mampu
menciptakan emas dari bahan metal. Dalam bidang Fisika, ada Ibn al-Haitam adalah sesorang
yang telah menolak teori optika Eucleides dan Ptolemus tentang sinar visual yang memancar
dari mata ke objek. Ia mempertahankan pandangan kebalikannya, bahwa cahayalah yang
memancar dari objek ke mata. Dalam bidang Matematika, sejarah Islam mengenal Khawaruzmi
(w. 236/850) dan al-Battani. Peran Khawarizmi dalam matematika diantaranya adalah
memperkenalkan angka Arab dari angka 1 hingga 9 sebagai symbol yang asalnya sesungguhnya
adalah angka India. Dalam bidang kedokteran, sejarah Islam antara lain mengenai dua tokoh
terkenal, yaitu al-Razi (w.313/9250 dan Ibn Sina (w.428/1037). Selain para ilmuwan empiris
diatas, ada juga ilmuwan klasik dan pertengahan Islam yang ahli dalam bidang ilmu humaniora.
Ada juga yang ahli dalam bidang sejarah. Tentu saja termasuk di dalamnya Ibnu Khaldun (1332-
1406) sendiri. Bahkan Ibnu Khaldun adalah bapak sosiologi/filsafat sosial Islam.
Nama : Riantika Zahara Matkul : Islam dan Ilmu Pengetahuan

NIM : 11190240000018 Dosen : Prof. Dr. Sukron Kamil


RESUME BAB 4 DARI BUKU YANG BERJUDUL “Islam dan Sains Modern” YANG
DITULIS OLEH PROF. DR. SUKRON KAMIL

BAB 1V: Epistemologi Barat dan Islam


Bab ini akan membahas epistemologi ilmu di Barat modern, baik empirisme maupun
rasionalisme, kelebihan dari kritik atas keduanya. Bab ini akan diakhiri dengan koeksistensi
antar keduanya, bahkan juga koeksistensi keduanya dengan epistemologi illuminasisme di
Barat modern. Selanjutnya akan dibahas epistemologi itu, meski posisi epistemologi
illuminisme diperdebatkan para ahli, apakah superior atau empirisme maupun rasionalism,
atau malah tunduk pada empirsme dan rasionalisme.
A. Epistemologi di Barat Modern dan Ktitikannya
1. Perngertian Empirisme dan Rasionalisme dan Akibat Negatifnya
Epistemologi adalah salah satu bagian dari pembahasan filsafat ilmu (ilmu yang membahas
tentang ilmu pengetahuan) yang membahas dari mana sebuah pernyaataan atau uraian ilmiah
bersumber. Epistemologi berbicara mengenai mata air (sumber) ilmu pengetahuan secara
metodologis. Dan itu berarti ada dua: empiris dan rasionalisme. Di Barat modern, bahkan
juga di dunia ilmiah di mana saja, hingga hari ini, epistemologi ilmu yang diakui hampir
secara mutlak adalah empirisme, baru kemudian di bawahnya rasionalisme. Empirisme
berasal dari kata empiria, yang berarti coba-coba atau pengalaman. Empirisme adalah suatu
doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh dan
mengembangkan ilmu pengetahaun, dan mengecilkan peranan akal. Empirisme dalam filsafat
adalah lawan dari rasionalisme yang mengandalakan dalam memperoleh dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Sedangkan rasionalisme adalah paham yang memandang
akal sebagai alat terpenting dalam memperoleh dan menguji ilmu pengetahuan. Jika
empirisme memandang ilmu diperoleh dan diuji dengan mengalami objek empirisme yang
dikaji, maka rasionalisme memandang bahwa pengetahuan hanya bisa diperoleh dan diuji
dengan cara berfikir lurus, baik dengan metode induksi, maupun deduksi.
Bagi aliran ini, pengetahuan indrawi tak bisa diandalkan, karena indra bisa menipu.
Meski kedua paham itu berbeda pandangan dan kedua epistemologi itu diperdebatkan, hingga
kini kedua epistemologi itu diakui sebagai ukuran dan mata air ilmu yang dianggap handal
dalam berbagai Lembaga ilmiah modern. Salah satu akibat negative dari paham empirisme
eksperimental yaitu, keilmuan yang dibangun tidak mengandalkan metode yang empiris
eksperimental menjadi dinilai tidak/kurang berharga.
2. Kritik atas Empirisme
Karena salah satu akibat negative dari empirisme yang mendikhotomikan dan meminggirkan
agama di atas, maka kritik terhadap epistemologi, saintesme/empirisme telah banyak muncul,
kendati paham empirisme tetap paling dominan. Kritik terhadap teori epistemologi Newton
yang membatasi sains hanya pada sebab efisien (hukum alam) yang tetap yang kemudian
meminggirkan agama antara lain dating juga dari Henry Stepp dari Universitas California,
Berkey. Ia menyebut temuan penting yang paling penting hingga sekarang adalah temuan
bahwa ruang, waktu dan materi tidak lagi pasti. Bahkan, kritik atas empirisme/saintesme,
juga rasionalisme yang bukan hanya mendikotomikan melainkan juga meminggirkan agama
juga lahir dari ilmuan terkemuka, yaitu Einstein. Selain relativitasnya. Ia juga pernah
menyatakan: “Ilmu tanpa agama adalah buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpu”.
3. Kritik atas Rasionalisme
Di Barat juga telah lahir kritik terhadap rasionalisme sebagai salah satu epistemologi yang
diakui, paling tidak setelah empirisme. Dalam filsafat, terutama filsafat etika, paham/car
pandang ini merupakan epistemologi/metode ilmiah yang dimunculkan Aristoteles (384-322
SM). Paham ini menganggap ukuran perbuatan baik atau tidak adalah rasio/akal. Manusia
yang beretika/berintegrasi, menurut Aristoteles, adalah manusia yang mempertimbangkan
pilihan-pilihan tindakannya atas dasar rasio, karena perbuatan buruk seringkali bersumber
dari emosi (rasa/nafsu). Ada banyak juga kritik atas rasionalisme selain dari pada penganut
empirisme selain dari para penganut empirisme di atas. Di antaranya lahir juga dari Stanley
M Honner dan Thomas C. Hunt. Menurut keduanya, kekurangan dari rasionalisme antara lain
adalah sering melangit, tidak membumi (sulit diterapkan); ide rasional kadang tidak lagi
berlaku seiring perubahan/perluasan pegetahuan manusia; dan terutama sangat bergantung
pada premis mayor dan minor yang menetukan kesimpulan yang didapat, sehingga
kesimpulan yang didapat kadang berbeda. Kritik terhadap empirisme dan rasionalisme lahir
dari tiga teori kecerdasan yang kini diakui: (1) kecerdasan intelegensia yang diperkeanalkan
dan dianut Afred Binnet, Theodore Simmon, dan Wilhelm Stern; (2) kecerdasan emosional
yang digagas antara lain oleh Daniel Goleman; dan (3) kecerdasan spiritual yang diagagas
Danah Zohar dan Ian Marshal.
4. Ko-eksistensi Empirisme dan Rasionalisme , Bahkan juga Illuminisme
Mengingat empirisme dan rasionalisme ada sisi buruknya di atas, maka belakangan yampillah
kaum posmodnisme semisal Francois Lyotard. Bagi kaum posmodernisme, tidak ada metode
yang memberi jaminan kebenaran final, empirisme eksperimental sekalipun. Sebandinh
dengan Rorty, Paul Karl Feyerabend juga menganut pluralism ilmiah. Ia mengemukakan
dalam wilayah ilmiah saat ini, prinsip: “Metode apa saja boleh”. Kini tidak boleh lahi ada
dominasi dan pemaksaan penggunaan metode tertentu (empirisme). Menurutnya, kemajuan
ilmu pengetahuan tidak bisa dicapai dengan mengikuti teori tunggal, teori empiris.
B. Epistemologi dalam Islam
Berdasarkan banyak ayat Al-Qur’an dan Hadits, sebagaiman telah disingung di muka,
epistemologi yang diakui Islam tidak satu, tetapi tiga. Bukan saja diakui Islam epistemologi
empirisme yang dikembangkan lewat metode observasi dan eksperimen/uji coba pengalaman
(tajribi) sajaa, tetapi juga rasionalisme yang dikembangkan lewat metode demonstrative
(buhani0 dan illuminasisme yang dikembangkan lewat metode intuitif/kontemplatif (irfani).
Diantara ketiganya, Islam tidak mengunggulkan yang satu atas yang lainnya. Ketiganya
secara umum harus berjalan seimbang, tanpa ada hirarki.
1. Empirisme dalam Islam
Metode observasi sebagai basis empirisme tampak dalam banyak ayat. Di antaranya ayat:
“Lihatlah dengan penuh perhatian (nazhar) apa yang ada di langit dan di bumi” (QS.
Yunus/10:101) dan ayat Afala yanzhuruna ilal ibili kaifa khuliqat…”Mengapa mereka tidak
memperhatikan (dengan mata kepala/indra [mengobservasi]) bagaiman unta diciptakan,
langit ditinggakan, gunung ditegakkan, dan bumi dihamparkan” (QS. Al-Ghasiyah/88; 17-
20). Di antara yang menarik dari ayat itu adalah struktur kalimatnya yang diawali dengan
istifham. Ini menunjukkan ayat ini sesungguhnya penegasan atas metode mencari ilmu
empiris yang biasa dilakukan manusia. Yang menarik juga adalah perintahnya dimulai
dengan perintah mengosbservasi unta, hewan yang akrab dengan orang Arab. Dan itu artinya
perintah atas memperoleh dan menguji ilmu biologi dengan epistemologi empirisme,
dilanjutkan ilmu astronomi, lalu geografi, geologi, juga seismologi. Dan berdasarkan ayat
yang disebut pertama, maka secara harfiah umat Islam diperintah untuk memperoleh ilmu
pengetahuan dan mengujinya lewat epistemologi empirisme atas apa yang ada di bumi dan di
langit. Itu artinya juga perintah bagi kajian fisika dan kimia secara empiris.
Pengakuan Islam atas empirisme yang ditekankan dalam filsafat ilmu Islam juga bisa
dilihat dari: pertama, banyaknya saintis empiris Muslim klasik seperti Jabir bin Hayyan, Ar-
Razi, Ibn Sina dan sebagainya yang sudah dijelaskan di atas. Empirisme secara konseptual
dan pratikal dalam Islam juga bisa dilihat dari fiqih (hukum Islam), terutama hukum caranya
yang harus empiris, baik dalam hukum perdana maupun pudana, dan itu sejalan dengan teori
hukum modern.
2. Rasionalisme dalam Islam
Meski diakui sebagai bagian dari epistemologi yang absah dan dianjurkan kuat, dalam Islam,
empirisme tidak boleh disakralkan dan dalam keadaan hasilnya yang meragukan, posisi
wahyu sebagai pennetu/rujukan. Dalam soal membuktikan keberadaan Tuhan yang spiritual
(bukan fisikal) dan juga adanya hari akhirat, empirisme yang berdasarkan indra saja dalam
Islam tidak berlaku. Karena Tuhan bersifat spiritual, keberadaan Tuhan hanya bisa didekati
dengan pendekatan rasional. demikian juga dengan adanya hari akhirat. Keberadaan
kehidupan setelah kematian tidak bisa dicari bukti-bukti empirisnya, karena tidak ada satu
pun orang sudah benar-benar mati (bukan mati suri) dan sudah dikubur dapat hidup kembali
seperti layaknya mausia hidup. Dengan demikian, logika/rasionalisme dalam Islam diakui
sebagai bahan dari epistemologi yang absah dalam Islam. Pengakuan Islam atas rasionalisme
inilah, dalam Islam berkembang ilmu-ilmu yang berbasis rasionalisme. Misalnya teologi.
3. Illuminisme dala Islam
Islam pun sejak masa klasik mengakui jenis ilmu yang ketiga, sebagaimana filsafat Islam di
Barat yang terkini. Islam megakui keberadaan ilmu hasil penyalahgunaan intuisi (hati
nurani), terutama sekali wahyu. Dalam filsafat Islam, jenis ilmu ini dikenal dengan ilmu
iluminasi (limpahan Tuhan/ilmu irfani/ladunni). Sebagai sumber ilmu pengetahuan,
wahyu/kitabsuci/intuisi dalam hal ini berfungsi memberikan konfirmasi (memperkuat dan
menerangkan perinian dari sesuatu yang telah diketahui akal). Yang dimaksud intuisi yang
menjadi sandaran ilmu pengetahuan dalam Islam adalah hati nuran. Alasannya, karena yang
membedakan manusia dengan makhluk lainnya, selain akalnya, adalah juga hati nuraninya.
Dalam filsafat ilmu Islam, ilmu yang didapat dengan mendayagunakan intuisi/hati nurani
disebut dengan epistemologi/metode irfani atau intuitif. Keberadaannya didasarkan pada
wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad: “Iqra’ (bacalah) dengan nama Tuhanmu
yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan
Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya” (Al-Alaq/96;1-5). Metode/epistemologi terakhir itu adalah metode pencapaian
ilmu dimana llah yang langsung mengajarkannya. Ayat ini diperjelas oleh QS. Al-
Kahfi/18:65. “Lalu mereka Musa dan muridnya ) bertemu dengan seorang hamba dari
hamba-hamba kami yang telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi kami (min ladunnai).
Ilmu yang diperoleh dari Allah secara langsung ini dalam tradisi filsafat disebut dengan
filsafat isyraqiyyah atau illuminasi (limpahan/pancaran tuhan0. Ilmu ini diberikan Allah
kepada Nabi Khidir, sementara Nabi Musa, meski memperoleh wahyu, ilmunya lebih banyak
ilmu empiris dan rasional.
4. Koesistensi antar Tiga Ilmu
Berdasarkan penjelasan epistemologi dalam Islam di atas itu, maka Islam menganut
koeksistensi antara tiga jenis epistemologi: empirisme, rasionalisme, dan illuminsme. Tanpa
itu, ilmu yang akan didapat akan bersifat parsial, tidak utuh (komprehensif/kaffah). Bahkan,
yang juga menarik ilmu empiris pada masa klasik Islam itu juga sudah mengarah pada
teknologi, yaitu ilmu yang berkaitan dengan kepandaian membuat Sesutu yang berhubungan
dengan industry, seni dan kepentingan kehidupan manusia lainnya yang memudahkan
mereka. Ilmu empiris dalam sejarah Islam klasik juga berkembang dengan tidak
mendikhotomikannya dengan ilmu agama dan juga ilmu rasional.

Nama : Riantika Zahara Matkul : Islam dan Ilmu Pengetahuan

NIM : 11190240000018 Dosen : Prof. Dr. Sukron Kamil


RESUME BAB 5 DARI BUKU YANG BERJUDUL “Islam dan Sains Modern” YANG
DITULIS OLEH PROF. DR. SUKRON KAMIL

BAB V: Islam dan Aksiologi Sains Modern


Bab ini akan menguraikan aksiologi modern dan problematikanya dalam praktik, lalu
akan menguraikan aksiologi dalam Islam. Terakhir di bab ini akan dijelaskan juga Islam dan
teknologi. Sebagaimana bab sebelum, dalam bab ini ada metode perbandingan yang
digunakan. Tujuannya, selain untuk memberikan legitimasi teologis pada Ummat Islam untuk
mengembangkan penggunaan ilmu demi tujuan memudahkan kehidupan manusia, juga utuk
mengembangan daya kritisme terhadap sains modern secara aksiologi kepada pembaca.
Tentu saja juga untuk menguatkan perspektif etis dalam pengembangan teknologi.
A. Aksiologi Sains Modern sebagai Problem

Aksiologi adalah bagian dari filsafat ilmu (ilmu yang membahas ilmu) yang mengkaji
kegunaan/manfaat ilmu pengetahuan. Dilihat dari perspektif aksiologi, ilmu pengetahuan dan
teknologi modern telah berperan mengubah wajah dunia sebelumnya. Manfaat/kegunaannya
untuk masyarakat modern di hampir setiap bidang kehidupan tak bisa disangkal oleh siapa
pun. Sebagai kalangan Barat, bahkan, memandang sains dan teknologi modern sebagai
messiah baru, menggantikan Tuhan/agama. Kegunaan sains modern adalah: memudahkan
kehidupan manusia, terutama dalam melakukan banyak pekerjaannya mengambil banyak
peran yang sebelumnya dipercayakan pada agama (mitologi); mengubah secara drastic
gambaran manusia tentang dunia; bahkan juga mengatur pola kerja dan hubungan baru antar
manusia. Ada banyak akibat negative juga dari sains dan teknologi odern. Para Saintis di
Barat pun umumnya menjadi atheis, dan konflik antara sains dan agama, hingga sekarang, tak
terelakkan. Karenanya Einstein, pernah berkata “Ilmu tanpa agama adalah buta, dan agama
tanpa ilmu adalah lumpuh” dan Ia juga pernah berkata “Seandainya saya tahu bahwa Jerman
tidak berhasil membuat bom itu”. Ia pun pernah menyampaikan pendapatnya yang lain terkait
aksiologi ilmu dan teknologi modern saat berada di tangan para penguasa, bahwa kekuasaan
tanpa kebijaksanaan sangat berbahaya.
Yuval Noah Hariri, menurutnya sains dan teknologi modern hasil perkawinannya
dengan kekuatan politik, terutama kekuatan politik imperial yang berawal dari
nasionalisme/chauvinisme (keunggulan ras eropa ) dan juga kapitalisme (kekuatan modal)
global. Pandangan Hariri di atas agaknya bisa dirujuk pada misalnya fenomena ancaman
nuklir. Ancaman ini cukup untuk menghancurkan manusia beberapa kali ketimbang bom
atom. Belum lagi ancaman serangan ultraviolet sinar matahri akibat menipisnya lapisan ozon
sebgai pelindung akan melahirkan hujan asam yang merusak hutan-hutan dan perairan.
Ancaman serangan ultraviolet sinar matahari akibat menipisnya lapisan ozon itu berawal dari
pemanasan global (global warming. Isu ini dimunculkan para ilmuwan sejak tahun 1960-an.
Diantara dampak negative dari pemnasan global itu, terjadilah perubahan iklmi. Di wilayah
tropis, musim hujan dan kemarau pun tidak lagi beraturan. Pemanasan global juga
mengakibatkan melelhnya es di kutub, karena memanasnya suhu bumi, sehingga permukaan
air laut mengalami kenaikan. Akibat pemnasan global, di Paris, Prancis, seorang gadis kecil
yang lucu bernama Jean, berumur tiga tahun, meninggal dunia. Ia tersengat udara amat penas
yang kala itu menyergap Prancis. Meski berada di mobil ber-AC yang diparkir di depan
sebuah mall yang ditinggal ibunya. Ia mengalami dehidrasi. Dehidrasi menjadi penyebab
terdekat yang membuatnya meninggal dunia.

B. Aksiologi Sains dalam Islam


Dalam Islam konsepsi aksiologi Ilmu pengetahuan bisa dilihat dari sumber utama
ajarannya: Al-Qur’an dan Hadist. Dalam Al-Qur’an, aksiologi ilmu pengetahuan bisa dilihat
dari banyak ayat. Diantaranya ayat: “Allah akan mengangkat derajat orang-oraang yang
beriman dan orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan di antara kalian (QS. Al-
Mujadalah/58; 11) dan juga ayat: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-
hamba-Nya hanyalah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekusaan Allah” (QS.
Fathir/35:38). Dua ayat ini menjelaskan mengenai penggunaan sains adalah bahwa
penggunaan sains harus ditujukan untuk hal-hal yang dibenarkan Tuhan. Karena, di ayat
pertama dijelaskan bahwa, mereka yang memilki ilmu pengetahuan harus bermanfaat bukan
saja untuk dirinya, tetapi juga untuk sesama. Karena peran sosialnya, mereka kan memiliki
tingkat sosial yang tinggi (derajat kemuliaan) dalam pandangan masyarakat dan juga Allah.
Namun, untuk itu, dengan sains saja tidak cukup, tetapi harus dibarengi dengan keimanan,
dengan kemampuan menjaga nilai-nilai etis kemanusiaan.
Kemudian, pada ayat kedua dijelaskan mengenai “Ilmu padi”, makin tinggi ilmu
sesorang, idealnya harus makin merunduk, harus makin dekat dengan Allah yang dengan
sendirinya juga punya perhatian/kepeduliaan dengan seksama. Alasannya, karena ilmu
empiris dan rasional yang dikuasainya dalam penggunaan dipimpin oleh ruhani (hatinya).
Makin tinggi ilmu, harus makin dekat dengan Allah yang dengan sendirinya juga
perhatian/kepeduliaan dengan sesama. Alsannya, karena ilmu empiris dari rasional yang
dikuasainya dalam penggunaan dipimpin ileh ruhani (hatunya). Makin tinggi ilmu, harus
makin merasa diawasi Allah, yang karena itu perilakunya juga semakin etis. Dua ayat yang
terkait aksiologi ilmu yang tadi juga sejalan dengan kriteria ideal saintis yang disebutkan
Allah dalam QS. Ali Imran/3: 190-191: “Ssungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (keberadaan dan kebesaran Allah)
ulil albab (para pemikir), yaitu orang-orang yang mengingat Allah saat berdiri, duduk atau
berbaring, dan mereka berpikir tentang langit dan bumi, (seraya berkata): “Ya Tuhan kami,
tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia”…dalam lanjutan ayat itu di QS. 3 193,
disebutkan juga bahwa mereka berdoa; “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan
hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, dan matikanlah kami beserta abrar (orang-orang
yang berbakti).
Dalam kutipan QS. 3:190-191, juga 193 itu tampak, bahwa saintis yang ideal adalah
saintis yang menguasai: (1) ilmu empiris; (2) ilmu rasional—yang dengannya bisa beriman
kepada Tuhan, karena kehebatan dan keindahan ayat-ayat kauniyyah (alam semesta-Nya)
menunjukkan keberadaan Tuhan;; dan juga (3) mampu memperoleh ilmu ‘irfani karena
kegiatan kontemplatifnya dengan mendekatkan diri kepada Allah lewat beribadah/berdzikir,
mereka berdzikir baik dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring. Para saintis yang
baik adalah para saintis empiris yang punya kualitas pola pikir dan pola zikir yang baik, yang
karena kemampuan zikirnya kepada Allah yang tinggi, paling tidak hatinya menjadi tenang.
Mempunyai stabilitas jiwa yang baik, sebagaimana disebut 3: 190-191.
Sesuai karakter Islam sebagai agama ftrah yang sesuai dengan kemanusiaan (dalam
literatur lain disebut juga sebagai agama pragmatis), maka dalam Islam (fiqih) memperoleh
honor atau gaji dari mengajarakan sebuah ilmu dibolehkan. Untuk pengajaran ilmu Al-Qur’an
dan agama sekalipun. Tentu saja dengan gaji atau honir yang wajar secara adat. Jika dari
berekrja dengan berbasis ilmu agama saja boleh memperoleh penggajian, maka lebih
dimungkinkan lagi memperoleh gaji dari berkerja dengan berbasis ilmu keterampilan yang
empiris atau rasioanal. Agaknya hal itu masuk dalam kategori berkerja mencari uang dengan
berbasis jasa (keterampilan tangan), sebagaimana berkerja dengan melakukan jual beli.
Walaupun begitu, dalam Islam tujuan penguasaan dan pengembangan ilmu bukanlah manfaat
untuk sendiri atau keluarga semata, tetapi trutama untuk tujuan yang memberi manfaat bagi
banyak orang. Semakin banyak manfaatnya semakin baik.
Nilai ilmu, karenanya, dalam perspektif Islam adalah pada aksiologinya, pada
manfaatnya untuk sesama dan juga makhluk lain di alam, baik makhluk hayati maupun non
hayati. Aksiologi ilmu dalam Islam juga bisa dilihat dari konsep kemaslahatan dalam Islam
sebagai ukuran. Dalam perspektif Islam, tujuan wahyu sebagai jenis ilmu ‘irfani seperti di
atas, bukan hanya berlaku untuk wahyu Islam yang dibawa Nabi Muhammad saja, melainkan
juga untuk wahyu dalam agama sebelumnya. Dalam Al-Qur’an kedudukan manusia
berhadapan dengan makhluk lainnya memang disebut sebagai khalifah (penguasa) bagi alam
sekitar dimana semua yang ada di langit dan di bumi telah ditundukkan Tuhan untuk
manusia. Ini artinya aksiologi ilmu dalam Islam juga menganut prinsip No Harm, yang
ditekankan dalam etika ekosentrisme, sebagai bagian dari filsafat etika (ilmu rasional) dan
juga ilmu kontemplatif (illuminatif). Ini berarti manusia tidak merugikan atau mengancam
eksistensi makhluk hidup lain di alam semesta ini. Mereka juga tidak menakitit binatang,
tidak mengakibatkan musnahnya spesies tertentu, tidak menyebabkan matinya ikan di laut
atau di sungai secara tidak wajar tidak menyebabkan keanekaragaman hayati di hutan
terbakar, tidak membuang limbah seenaknya, tidak melakukan polusi, memperdagangkan
satwa loar dan sebagainya. Termasuk dengan kategori no harm dalam aksiologi ilmu dalam
Islam adaalh melakukan kewajiab restitutive atau keadilan retributive. Maksudnya adalah
manusia harus memulihkan kembali kesalahan yang telah dibuatnya yang merugikan alam,
semisal merusak atau mencemari lingkungan. Manusia dalam hal ini, diwajibkan untuk
mengembalikan alam yang dirusaknya ke kondisi semula atau mendekatinya.

C. Teknologi dalam Perspektif Islam

Dalam Islam terdapat juga rambu-rambu dalam pengembangan teknologi, yaitu


pertama kali sains harus dikembangkan dengan observasi (al-Ghasyiyah: 17-20). Lalu
dilakukan pengukuran/kuantifikasi (al-Qamar: 49), dan jika berhubungan, disrumuskan dalam
bentuk matematika dan penyimpulan untuk menjadi consensus/himpunan rasionalitas
keolektif (Fusshilat:11) dan Al-Baqarah: 74. Selanjutnya dikembangkan untuk kesejahteraan
manusia (alJatsiyah:13), dengan berpegang teguh pada integritas dan keimanan
(Fathir/36:28). Lebih jauh dalam Islam juga diperbolehkan dikembangkan biotek, yaitu
penggunaan saisn dengan pemanfaatan biologi (ilmu hayati) untuk kesejahteraan dan
kenyamanan hidup manusia. Karena hewan dan tumbahan/bumi termasuk ke dalam
wewenang khalifah yaitu manusia. Seluruh makhluk yang ada di bumi dan di langit,
meskipun secara fisik seperti gajah lebih besar dari manusia pun dituduhkan Allah untuk
manusia _QS. Al-Jatsiyah: 45: 13). Kedudukan itu karena kualifikasi ilmu (QS Al-Baqarah/2:
31 juga QS. Az-Zumar/39: 9) dan juga karena kualifikasi hati/moralitas/religiusitasnya (QS
Al-Mujadalah/58: 11). Artinya, pemanfaatan biologi untuk memudahkan kehidupan manusia
dan kesejahteraan manusia, tidak masalah, selama pemanfaatannya memerhatikan etika
kehewanan dan tidak merugikan sesame manusia.
Demikian juga dengan penggunaan teknologi cloning untuk pengembangbiakan
hewan, selama sejalan dengan etika dalam aksiologinya. Sejauh yang bisa dibaca dari
berbagai literatur, Islam memperbolehkan cloning tumbuhan dan hewan. Cara ini sebagai
upaya memlihara dalam melahirkan produk yang baik, bahkan terbaik, sebagaimana akhlak
Allah yang dalam mencipta begitu teliti dan menakjubkan seperti tampak dalam alam semesta
ini.

Anda mungkin juga menyukai