Anda di halaman 1dari 7

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam realita kehidupan saat ini, seringkali ditemukan ketidaknyamanan dalam hidup, layaknya
perperangan, kemiskinan, kelaparan, dll. Bukan hanya itu, bahkan orang lain juga suka membiarkan
keburuka terjadi layaknya hal yang "biasa" dalam kehidupan sehari-hari yang menunjukkan bahwa
manusia gagal memahami hakikatnya sebagai manusia. Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa
manusia sudah mulai kehilangan sifat kemanusiaan dalam dirinya.
Sudah seharusnya jika manusia hidup sebagai "manusia" yang sesungguhnya. Diantaranya seperti
tolong menolong, menghilangkan rasa tamak, iri juga dengki terhadap orang lain guna menciptakan
kehidupan yang lebih baik. Maka untuk memahami hakikat manusia, manusia itu sendiri harus
mengerti arti dari Insan Kamil.
1.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam menyusun makalah ini adalah mengumpulkan
informasi yang bersangkutan dari berbagai sumber.

PEMBAHASAN

A. Konsep Iman, Islam, dan Ihsan

Iman

Iman memiliki arti ketentraman dan kedamaian kalbu yang dari kata itu bisa muncul kata al-amanah
(amanah: dapat dipercaya). Yang dimaksud keimanan seseorang terhadap sesuatu adalah jika dalam
hati orang tersebut telah tertanam kepercayaan dan keyakinan tentang sesuatu dan sejak saat itu ia
tidak khawatir lagi terhadap menyelusupnya kepercayaan lain yang bertentangan dengan
kepercayaannya. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak
diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat
mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar umat manusia beriman kepada-Nya, sebagai
firman Allah:
Artinya:
“Wahai orang-oran yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasulnya (Muhammad) dan
kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada Rasulnya, serta kitab yang diturunkan
sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-
rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.”(Q.S An Nisa : 136)

Dalam kasus ini, iman disini lebih merujuk ke enam rukun iman.
Enam rukun iman:
1. Percaya kepada Allah
Pengertian Iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah ada dengan segala
sifat keagungan dan kesempurnaannya, kemudian diakui dengan lisan dan dibuktikan dengan
amal perbuatan di dunia nyata.

Dalil Naqli Iman Kepada Allah

Artinya:
“Dan Tuhan itu, Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha Pemurah dan
Maha Penyayang.”(QS. Al-Baqarah : 136)

2. Percaya kepada Malaikat Allah


Pengertian Iman Kepada Malaikat Allah secara Bahasa ialah percaya, sedangkan secara istilah
iman kepada malaikat adalah meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menciptakan
Malaikat sebagai makhluk ghaib untuk melaksanakan segala perintah-Nya.

Artinya:”(19) Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan dibumi. Dan malaikat-malaikat
yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembuh-Nya dan tiada (pula)
merasa letih. (20) Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.”

3. Percaya kepada kitab-kitab


Pengertian iman kepada kitab-kitab Allah adalah mempercayai dan meyakini sepenuh hati bahwa
Allah SWT telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para nabi atau rasul yang berisi wahyu Allah
untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia. Ada 3 tingkatan dalam beriman kepada kitab
Allah, yaitu:

 Qotmil(membaca saja)
 Tartil(membaca saja)
 Hafidz(membaca, memahami, mengamalkan dan menghafalkan)

4. Percaya kepada rasul-rasul


Secara istilah atau luasnya, iman kepada rasul berarti meyakini dengan sepenuh hsti bahwa Rasul itu
benar-benar utusan Allah yang ditugaskan untuk membimbing umatnya ke jalan yang benar agar
selamat di dunia dan akhirat.

Perbedaan Nabi dan Rasul


Rasul adalah manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah untuk dirinya sendiri dan mempunyai
kewajiban untuk menyampaikan wahyu yang diberi Allah untuk umatnya. Sedangkan, Nabi adalah
manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah untuk dirinya sendiri tetapi tidak wajib
menyampaikannya kepada umatnya. Sehingga seorang rasul pasti adalah nabi, tetapi nabi belum
tentu rasul.

5. Percaya kepada hari akhir(kiamat)


Pengertian hari akhir/kiamat adalah hari kebinasaan atau kehancuran dunia dan seisinya. Pengertian
hari akhir/kiamat juga terbagi dua yakni pengertian hari akhir menurut bahasa dan pengertian hari
akhir menurut istilah. Pengertian hari akhir menurut bahasa (etimologi) adalah hari berakhirnya
segala sesuatu yang ada dimuka bumi. Sedangkan pengertian hari akhir menurut istilah (terminologi)
adalah peristiwa dimana alam semesta beserta isinya hancur luluh yang akan membunuh semua
makhluk didalamnya tanpa terkecuali.
6. Percaya kepada Qada dan Qadar
Iman kepada Qada dan Qadar bearti percaya dan yakin sepenuh hati bahwa Allah SWT mempunyai
kehendak, ketetapan, keputusan atas semua makhluk-Nya termasuk segala sesuatu yang meliputi
semua kejadian yang menimpa makhluk.

Kejadian itu bisa berupa hal baik atau hal buruk, hidup atau mati, kemunculan atau kemusnahan.
Semua menjadi bukti dari kebesaran Allah SWT. Segala sesuatu telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Qada berarti

 Hukum atau keputusan (Q.S. Surat An-Nisa’ ayat 65)


 Mewujudkan atau menjadikan (Q.S. Surat Fussilat ayat 12)
 Kehendak (Q.S. Surat Ali Imron ayat 47)
 Perintah (Q.S. Surat Al-Isra’ ayat 23)
Qadar berarti

 Mengatur atau menentukan sesuatu menurut batas-batasnya (Q.S. Surat Fussilat ayat 10)
 Ukuran (Q.S. Surat Ar- Ra’du ayat 17)
 Kekuasaan atau kemampuan (Q.S. Surat Al- Baqarah ayat 236)
 Ketentuan atau kepastian (Q.S. Al- Mursalat ayat 23)
 Perwujudan kehendak Allah swt terhadap semua makhluk-Nya dalam bentuk-bentuk batasan
tertentu (Q.S. Al- Qomar ayat 49)

Islam

Islam sendiri secara bahasa memiliki banyak pengertian, beberapa diantaranya:


1. Berserah diri (Aslama)
2. Tunduk patuh (Istislam)
3. Bersih/suci (Saliim)
4. Selamat/sejahtera (Salama)
5. Perdamaian (Silmu)
yang masing-masing sudah dijelaskan di Al-Quran. Islam yang dimaksud dalam hal ini adalah rukun
islam, yaitu lima tindakan dasar dalam Islam, dianggap sebagai pondasi wajib bagi orang-orang
beriman dan merupakan dasar dari kehidupan Muslim.
Lima rukun islam:
1. Mengucapkan dua kalimat syahadat
2. Mendirikan Shalat
3. Berpuasa di bulan Ramadhan
4. Membayar Zakat
5. Pergi Haji (jika mampu)

Ihsan

Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk
masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan. Allah swt. berfirman. “Jika kamu berbuat baik,
(berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri…” (QS Al-Isra’: 7). Dan irfman Allah : “Dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu….” (QS. Al-Qashash: 77).
Ihsan adalah seseorang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu
melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.
Ihsan juga merupakan puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah
Swt.Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Sebaliknya, seorang
hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk
menduduki posisi terhormat di sisi Allah Swt. Rasulullah Saw pun sangat menaruh perhatian akan
hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang
sempurna dan akhlak yang mulia guna mencari rahmat dari Allah Swt.
([ONLINE] https://sepcor.blogspot.com/2015/09/imanislamihsan.html?m=1:2018)

B. Konsep Insan Kamil

Menurut Khan Sahib Khaja Khan, kata ”insan” dipandang berasal dari turunan beberapa kata.
Misalnya ”uns” yang artinya cinta. Sedangkan yang lain memandangnya berasal kata ”nas” yang
artinya pelupa, karena manusia hidup di dunia dimulai dari terlupa dan berakhir dengan terlupa.
Yang lain lagi berkata asalnya adalah ”ain san”, ”seperti mata”. Manusia adalah mata, dengan nama
Tuhan menurunkan sifat dan asma-Nya secara terbatas. Insan Kamil, karenanya merupakan cermin
yang merupakan pantulan dari sifat dan asma Tuhan", yakni Allah Swt. (Kosasih, Aceng, 2012:2;
[ONLINE] https://docplayer.info/36752219-Konsep-insan-kamil-menurut-al-jili-oleh-drs-h-aceng-
kosasih-m-ag.html:2018)
Sedangkan menurut Ibn Araby, ada dua tingkatan manusia dalam mengimani
Tuhan. Pertama, tingkat insan kamil. Mereka mengimani Tuhan dengan cara penyaksian.
Artinya, mereka "menyaksikan" Tuhan; mereka menyembah tuhan yang
disaksikannya. Kedua, manusia beragama pada umumnya. Mereka mengimani tuhan
dengan cara pendefinisian, yang berarti mereka tidak menyaksikan Tuhan tetapi mereka
mendefinisikan Tuhan, berdasarkan sifat-sifat dan nama-nama Tuhan
(Asma'ul Husna). (Hadiyanto, Andy. dkk, 2016:93)

Menurut al-Jili, Insan Kamil adalah dia yang berhadapan dengan Pencipta dan pada saat yang sama
juga dengan makhluk. Insan Kamil atau manusia sempurna merupakan quib atau axis, tempat segala
sesuatu berkeliling dari mula hingga akhir. Oleh karena itu segala sesuatu menjadi ada, maka dia
adalah satu (wahid) untuk selamanya. Ia memiliki berbagai bentuk dan ia muncul dalam kana’is atau
rupa yang bermacam-macam. Untuk menghormati hal yang demikian, maka namanya dipanggil
secara berbeda dan untuk menghormati selain daripadanya, maka panggilan nama yang demikian
tidak dipergunakan pada mereka. Siapakah dia? Nama sebenarnya adalah Muhammad, nama untuk
kehormatannya adalah Abdul Qosim, dan gelarnya Syamsudin atau Sang Menteri Agama.(Kosasih,
Aceng, 2012:4; [ONLINE]https://docplayer.info/36752219-Konsep-insan-kamil-menurut-al-jili-oleh-
drs-h-aceng-kosasih-m-ag.html:2018)

Abdulkarim Al-Jilli membagi insan kamil atas tiga tingkatan. yaitu:


1. Tingkatan permulaan (al-bidāyah).
Pada tingkat ini insan kamil mulai dapat merealisasikan asma dan sifat-sifat ilahi pada dirinya.
2. Tingkat menengah (at-tawasuth)
Pada tingkat ini insan kamil sebagai orbit kehalusan sifat manusia yang terkait dengan realitas kasih
Tuhan. Pengetahuan yang dimiliki oleh insan kamil pada tingkat ini telah meninngkat dari
pengetahuan biasa. karena sebagian hal-hal yang gaib telah dibukakan Tuhan kepadanya.
3. Tingkat terakhir (al-khitām)
Pada tingkat ini insan kamil telah dapat merealisasikan citra Tuhan secara utuh. Ia pun telah dapat
mengetahui rincian dari rahasia penciptaan takdir. (Hadiyanto, Andy. dkk, 2016:95)

Insan kamil pada umumnya diartikan sebagai manusia yang sempurna baik dari segi wujud dan
pengetahuannya. Kesempurnaan dari segi wujudnya ialah karena dia merupakan manifestasi
sempurna dari citra Tuhan, yang pada dirinya tercermin nama-nama dan sifat Tuhan secara utuh.
Adapun kesempurnaan dari segi pengetahuannya ialah karena dia telah mencapai tingkat kesadaran
tertinggi, yakni menyadari kesatuan esensinya dengan Tuhan, yang disebut makrifat. (ibid, hal.60;
[ONLINE]https://pengkajianpelitahati.wordpress.com/2011/04/25/konsep-insan-kamil-ibn-
arabi/#_ftn3:2018)
C. Pengaruh iman, Islam, dan ihsan dalam membentuk insan kamil

Kaum muslimin menetapkan adanya tiga unsur penting dalam agama islam yakni, iman, Islam, dan
ihsan sebagai kesatuan yang utuh. Para ulama mengembangkan ilmu-ilmu Islam guna memahami
ketiga unsur tersebut. (Hadiyanto, Andy. dkk, 2016:98)
Kaum muslimin di Indonesia lebih mengenal istilah akidah, syariat, dan akhlak sebagai tiga unsur
pokok ajaran islam. Akidah merupakan cabang ilmu agama untuk memahami pilar iman; syariat
merupakan cabang ilmu agam untuk memahami pilar Islam dan akhlak merupakan cabang ilmu
agama untuk memahami pilar ihsan. (Hadiyanto, Andy. dkk, 2016:98)
Jika keenam unsur tersebut saling dihubungkan, maka bisa dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1:
Hubungan Islam, Iman dan Ihsan dengan Ilmu-ilmu Islam
No. Unsur Ilmu Objek Kajian
1. Islam Syariat Lima rukun Islam
2. Iman Akidah Enam rukun iman
3. Ihsan Akhlak Bagusnya akhlak
sebagai buah dari
keimanan dan
peribadatan
Sumber: Departemen Agama RI

Jika manusia sudah mahami arti iman dan juga beriman dengan benar, juga menjalani Islam dan
rukun-rukunnya dengan istiqamah. Maka akan lebih mudah bagi mereka untuk memahami makna
ihsan, manusia akan mencapai derajat ihsan dengan meningkatkan terus kualitas iman dan Islam
dalam dirinya, dengan begitu menjadi insan kamil bukanlah hal yang mustahil baginya.

Anda mungkin juga menyukai