Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“kaidah pertama ‫ االمور بالمقاصدها‬dan ‫”العبرة فى العقود للمقاصد والمعانى ال لأللفاظ والمبانى‬

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi


Dosen pengampu : Dr. H. Zaenu Zuhdi, M.HI

Oleh :
Dzurrotun Niswah : 2018.77.01.1074
Mittatul Izzah :2018.77.01.1086

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’HAD ALY AL-HIKAM MALANG


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Juni 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan utama islam adalah untuk kemaslahatan dunia dan akhirat, yang secara garis besar
mengatur tiga hal yakni, hubungan manusia dengan tuhannya, hubungan manusia dengan dirinya
sendiri, dan hubungan manusia dengan sosial kemasyarakatan.
Dengan demikian syari’at islam pada dasarnya untuk memelihara tujuan umum dalam
alam nyata yaitu membahagian individu dan jama’ah , memelihara aturan dan menyemarakkan
dunia dengan segala sarana yang akan menyampaikannaya pada jenajang-jenjang kesempurnaan,
kebaikan, budaya dan peradaban yang menonjol , sebagaimana misi islam sebagai rahmatan lil
‘alamiin.
Dengan adanya qoidah-qoidah fiqih ini membantu mempermudah memecahkan
permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang mungkin tidak bisa dipecahkan
hanya dengan al-qur’an dan hadist saja. Dalam qowaidah fiqih ini akan di bahas 5 kaidah-kaidah
yang menjadi inti dan tentunya ke lima qowaid ini memiliki cabang-cabang yang akan kami
bahas dalam makalah ini, namun pemakalah hanya membahas satu qowaidah saja. yaitu “Al-
umuuru bil maqoshidihaa”.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang di maksud dengan qowaidah pertama ‫? االمور بالمقاصدها‬
2. Apakah yang di mkasud dengan qowaidah ‫? العبرة فى العقود للمقاصد والمعانى ال لأللفاظ والمبانى‬
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengatahui maksud dari qowaidah pertama ‫االمور بالمقاصدها‬
2. Untuk mengetahui maksud dari qowaidah ‫العباراه فى العقود للمقاصد والمعنى ال لال لفظ والمبانى‬

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. 1 Qoidah pertama (‫)االمور بالمقاصدها‬


‫اال صل فى االمور بالمقاصد * ماجاءفى نص الحديث الوارد‬
‫اى انما االعمال باالنيات * وهو مروي عن الثقات‬
Adapun asal dari qoidah ‫ االمور بالمقاصد‬itu datang dari hadist nabi yaitu ‫ انما االعمال بالنيات‬:
“sesungguhnya sahnya segala amal itu tergantung pada niatnya” adapun hadist tersebut
diriwayatkan oleh rawi yang adil.1

Hukum asalnya qoidah yaitu beberapa hadits :


1.      Sabda Rosulullah SAW : Innama al a’malu binniyati. Adapun hadits tersebut shohih dan
masyhur yang dikeluarkan oleh 6 Imam dan lainnya.
2.      Hadits Annas : Laa ‘amala liman laa niyata lahu
3.      Apa yang disanadkan oleh Asy Syihabi dari haditsnya :  adapun niatnya seorang mukmin itu
lebih baik daripada amalnya
4.      Dari hadits Sa’id bin Abi Waqash : Sesungguhnya kamu tidak dii’tikadkan pada nafaqoh,
sedangkan kamu mengharapkan dengannya bertemu dengan Allah kecuali diberi balasan didalam
nafaqoh tersebut hingga kamu memberikannya kepada istrimu
5.      Dari hadits Abi Dzar : barang siapa yang berada pada tempat tidurnya dan berniat untuk
bangun sholat malam maka orang tersebut mengalahkan matanya sehingga memasuki waktu
subuh, maka dicatatlah niatnya tersebut.2
Asal kaidah lafad diatas adalah petikan dari hadis Rasululloh SAW yang sangat asyhur
dari umar bin khotob.

As-syaid abii bakar al-ahdaal al-yamiinii asy-syaafi’ii, al-farooidul al-bahiyyatu, ma’had al-falaah, lebak
1

winongan pasururuan, hal 9


2
https://www.google.co.id/search?
safe=strict&hl=en&source=hp&ei=OPuRXfO4OoL0rQHnmYLwCg&q=terjemahan+kitab+qowaidul+fiqhiya
h&oq=terjemahan+kitab+qowaidul+fiqhiyah&gs_l=psy-
ab.3..0i19j0i22i30i19l8.5081.22051..25366...0.0..0.286.3630.26j4j4......0....1..gws-
wiz.....0..0i131j0j0i10j0i13i10j0i13i30j0i22i30.BI9f8U613Fg&ved=0ahUKEwjztOf8y_jkAhUCeisKHeeMAK4
Q4dUDCAY&uact=5

3
‫صلى وسالم –يقول ’’امنا االعمال بانيات’’ وامنا لكالمرئ منو فمن كنت‬-‫عن عمربن اخلطاب –رضى اهلل عنه –قال مسعت رسول اهلل‬

‫ جهرهتاىل ذنيا يصيبها اؤااىل مراة ينكحها فهجرته اىل ما ها جر اليه‬3

Dari umar bin khotob berkata saya mendengar Rasululloh bersabda sesunguhnya amal
perbuatan itu bergantung pada niat, dan sesunguhnya perbuatan itu tergantung dengan
apa yang diniatkannya, aka barang siapa yang hijrohnya untuk allah dan rasullnya maka
hijrohnya itu untuk allah dan rasulnya, dan barang siapa yang hijrohnya untuk
endapatkan dunia dan dia akan endapatkannya atau hijrohnya untuk seorang wanita aka
dia akan dinikahinya, aka hijrohnya tergantung dengan apa yang dia hijrohkan
untuknya.’’[HR.Bukhori 1, Muslim]’’.

Kaedah dengan lafad lebih diutamakan untuk dijadikan sebagai kaedah dari pada
lafad yang masyhur yaitu

‫االمورمبقاصدها‬

‘’semua perkara itu tergantung pada tujuannya.’’

Hal ini minialnya disebabkan oleh dua hal, yaitu ;

a) Lafad diatas adalah lafad syar’ dan bagaiana pun lafad yang terdapat dalam kitab dan as sunnah
itu llebih dikedepankan serta lebih diutamakan dari pada lainnya.

Sebagai ontoh adalah apa yang ditegaskan oleh syekh muhad bin sholeh al-ustsaimin bahwa
mengunakan lafad tamsil itu lebih bagus dari pada lafad tasbih. Hal ini dikarenakan lafad yang
terdapat didalam al-qur an adalah tamsil, sebagai firman allah ta’ala

‫ليس كمسله شىء‬

"Tiada sesuatu yang serupa dengan Allah" (QS.Asy syuro:11)

Oleh karena itu para ulama faraoid saat mengungkapkanya mengunakan adanya orang
yang meningal dunia dengan lafad ‘’‫ ’‘ اذا هلك هلك‬yang secara bahasa indonesia berarti ;apabila
ada orang yang binasa,dan ereka tidak engunakan bahasa yang lebih halus misalkan ‫اذتوفىرجل‬

3
Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf. KAIDAH-KAIDAH MEMAHAMI FIKIH ISLAMI. Yayasan
Al Faruq Al Islami. Gresik. 2016. Hal 15

4
‘’Yang artinya adalah “apabila sesoranng wafat.” Hal ini disebabkan karena bahasa al-qur an
mengukanakn ungkapan pertama, sebagai firmannya.4

‫ وله اخت فلهانصف ماترك‬E‫ولد‬,‫ان امرؤاهلك ليس له‬....

Jika seseorang meinggal dunia dan tidak mempunyai anak dan saudara perempuan maka babi
saudara perempuan tersebutsetengah dari harta yang ditinggalkannya.

b) Lafad tersebut adalah lafad yang diungkapkan oleh rasulullah SAW, sedangkan beliau yang
diberikan oleh allah jawami’ul kali yaitu sebuah ucapan yang pendek lafadnya namun
mengandung makna yang sangat banyak. Sebagaimana sabda Rasulullah.
‫ اعطيت جوامع الكلم‬: ‫ فضلت على االنبياء بست‬: ‫عن ابى هريره ان رسول هللا قال‬

“dari abu hurairoh bahwasanya rasulullah bersabda : saya diberi keutamaan diatas para nabi
dengan enam perkara, yaitu saya diberi jawami’ul kalim,...(HR.Muslim 523).5

Oleh karena itu maka imam As subbki berkata saat menerangkan kaedah :‫االمور بمقا صدها‬

Dan yang lebih bagus dari lafad ini adalah ucapan yang diberi jawami’ul kai yaitu ‫امنا االعما ل‬

‫ (با لنيات‬Lihat Al-Asybah wan Nadlo’ir oleh As Subki 1/54).

1.2 Beberapa masalah yang berhubungan dengan niat

a. Pengertian Niat

Secara bahasa niat adalah bentuk masdar dari kata ‫ نوى ينوى‬yang bermakna bermaksud atau
bertekad untuk melakukan sesuatu.Sedangan menurut istilah makna niat adalah berkendak untuk
menjalankan niat kepada allah dengan elakukan dan meninggalkan sesuatu.

Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf. KAIDAH-KAIDAH MEMAHAMI FIKIH ISLAMI. Yayasan
4

Al Faruq Al Islami. Gresik. 2016. Hal 15

5
Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf. KAIDAH-KAIDAH MEMAHAMI FIKIH ISLAMI. Yayasan Al Faruq
Al Islami. Gresik. 2016. Hal 15.

5
b. Tempat niat

Syaikhul ibnu taimiyyah berkata; tepat niat itu dihati bukan dilisan berdasarkan kesepakatan
para ulama. Ini berlaku untuk semua ibadah baik itu thoharoh, sholat, zakat, puasa, haji,
memerdekakan budak, jihad maupun lainnya.( Maju Rosa’il Kubro 1/243).

Oleh karena itu kalau ada seseorang yang melafadkan niatnya dengan lisan, namun apa yang
dia lafadkan berbeda dengan yang terdapat pada hatinya, maka yang diangap sebagai niat adalah
apa yang terdapat paada niatnya bukan lisannya, demikian juga seseorang melafadkan niat
dengan lisannya, namun dalam hatinya tidak ada niat sama sekali, maka niatnya tidak sah.
Demikianlah dikatakan oleh syaikhul islam ibnu taimiyyah.

Asal tempat niat itu di hati. Karena hakikat nianya niat itu mutlak dan  itu berhubungan dengan
pekerjaan. Dan hasil dari itu ada dua :
a) Sesungguhnya kelakuan itu tidak cukup melafadhkan dengan lisan tanpa niat di hati. cabang
dari hal itu, misalkan apa yang diucapkan oleh  lisan berbeda dengan apa yang diniatkan di
hati, yang dikira ialah apa yang diniatkan dalam hati. Jika seseorang niat dalam hati sholat
dzuhur sedangkan di lisan sholat ashar, yang dikira  adalah apa yang niatkan bukan di
lafadzkan. Misal sesorang niat wudhu dalam hati tapi di lisan untuk menyejukan tubuh maka
wudhunya sah. Dan jika terkeluar dari mulut lafadz sumpah tanpa ada niat maka tidak  ada
perjanjian dan tidak ada tanggungan kafarot.
b)   Tidak diisyaratkan  melafadzkan dengan apa yang diiniatkan yaitu :
 Jika seseorang yang membersihkan tanah, niat untuk menjadikan masjid maka akan
jadi masjid dengan niat tersebut
   Sesorang yang bersumpah tidak akan memberi salam kepada zayd kemudian
memberi salam dalam masjidyang ada zayd dan ia berniat mengecualikanya dari zayd
maka tidak akan dikenakan kaffarah.
Dikecualikan dari persoalan berkaitan lafadz beberapa masalah yaitu disayaratkan melafadzkan
apa yang diniatkan :6
6
https://www.google.co.id/search?
safe=strict&hl=en&source=hp&ei=OPuRXfO4OoL0rQHnmYLwCg&q=terjemahan+kitab+qowaidul+fiqhiya
h&oq=terjemahan+kitab+qowaidul+fiqhiyah&gs_l=psy-
ab.3..0i19j0i22i30i19l8.5081.22051..25366...0.0..0.286.3630.26j4j4......0....1..gws-
wiz.....0..0i131j0j0i10j0i13i10j0i13i30j0i22i30.BI9f8U613Fg&ved=0ahUKEwjztOf8y_jkAhUCeisKHeeMAK4
Q4dUDCAY&uact=5

6
1) Jika niat nadzhar atau talak dengan hati dan tidak melafadzkan, tidak berlaku nadzhar dan
tidak dikira sebagai nadzar.
2) Jika membeli kambing dengan niat menjadikan sebagai korban tidak dianggap sebagai
binatang korban kecuali setelah dilafadzkan.
3) Jika seseorang niat berbuat maksiat dan tidak melakukanya  atau tidak melafadzkanya maka
tidak dosa.
c. Fungsi niat

Pertama: membedakan antara adat dengan ibadah. Karena hampir semua ibadah mempunyai
kemiripan dengan dengan yang berupa adat. Misalnya puasa ,yang hakikatnya menahan diri dari
makan dan minum dan jima’ yang membatalkan dari terbit fajar dan terbenamnya matahari.
perbuatan ini mungkin saja dilakukan oleh seseorang karena sedang puasa, tapi juga mungkin
dilakukan dengan diet atau menjalankan oprasi atau sebab lainya, maka untuk membedakan
keduanya harus dengan niatnya. Sedangkan jika diniatkan pada lainnya maka dia adalah adat dab
bukan ibadah.

Kedua: membedakan ibadah satu dengan ibadah lainya

Hal ini dikarenakan satu jenis ibadah itu bisa beramacam-macam. Misalnya tentang sholat,
sholat itu ada yang wajib dan ada yang sunah, sedangkan yang wajib ada berbagai macam begitu
pula yang sunnah, maka untuk membedakan antara keduannya maka wajib menentukannya
dengan niat.7

d. maksud niat
Maksud yang paling penting dari niat adalah :
1.        Membedakan ibadah dengan kebiasaan
2.        Membedakan tingkatan ibadah yang satu dengan yang lainnya8
Misalnya :

7
Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf. KAIDAH-KAIDAH MEMAHAMI FIKIH ISLAMI. Yayasan Al Faruq
Al Islami. Gresik. 2016. Hal 15.
8
https://www.google.co.id/search?
safe=strict&hl=en&source=hp&ei=OPuRXfO4OoL0rQHnmYLwCg&q=terjemahan+kitab+qowaidul+fiqhiyah&oq=terj
emahan+kitab+qowaidul+fiqhiyah&gs_l=psy-
ab.3..0i19j0i22i30i19l8.5081.22051..25366...0.0..0.286.3630.26j4j4......0....1..gws-
wiz.....0..0i131j0j0i10j0i13i10j0i13i30j0i22i30.BI9f8U613Fg&ved=0ahUKEwjztOf8y_jkAhUCeisKHeeMAK4Q4dUDCA
Y&uact=5

7
Maksud yang pertama :
-            Duduk didalam masjid karena beristirahat atau karena beri’tikaf
-            Menahan diri dari makan karena diet atau berobat atau adanya niat lainnya
Maksud yang kedua :
-            Sholat, puasa, mandi, wudlu dan sebagainya ada yang karena kewajiban atau sunnah
-            Tayamum terkadang karena bersuci dari hadats atau bersuci dari junub adapun  tayamum
menggambarkan salah satunya. Maka disyaratkan untuk berniat didalam menggambarkan yang
lainnya karena untuk membedakan tingkatan ibadah yang satu dengan yang lainnya.
* Dan kemudian diurutkan dengan perkara-perkara berikut :
 Tidak dipersyaratkan niat didalam ibadah yang tidak ada adat didalamnya ketika tidak
menyerupai dengan yang lainnya, seperti beriman kepada Allaah dan ma’rifat dan khouf
dan roja’ dan niat membaca Al Qur’an dan berdzikir. Kecuali jika dilakukan karena
adanya nadzar.
Adapun perbuatan yang ditinggalkan seperti meninggalkan riya’ menjauhi maksiat dan yang
lainnya maka tidak dibebankan niat karena hasilnya maksud dari perbuatan-perbuatan tersebut.
Adapun menghilangkan najis,  memandikan mayat, keluar dari sholat dan perkara-perkara yang
menyerupai hal tersebut, sesungguhnya dalam persyaratan niatnya masih dalam perdebatan,
adapun menurut qoul yang lebih shohih didalamnya tidak dipersyaratkan niat.
 Dipersyaratkan ta’yin didalam perkara yang menyerupai perkara yang lainnya.
Dalil yang menunjukkan hal tersbut adalah hadits rosulullah SAW : “Sesungguhnya bagi
setiap perkara pada niatnya”dan demikianlah dipersyaratkan ta’yin didalam ibadah fardlu, seperti
niat sholat dzuhur atau ashar, dan didalam sholat sunnah ghoiru mutlaq seperti rowatib, maka
nyatakanlah sholat rowatib itu dengan bersandarkan pada sholat dzuhur misalnya, qobliyah
ataupun ba’diyahnya, adapun inilah yang dikatakan “perkara yang menyerupai”, seperti bersuci,
haji dan umroh, dan lainya. Sesungguhnya hal itu tidak dipersyaratkan ta’yin, karena
sesungguhnya penentuan yang lainnya dipertukarkan dengan yang lain, itulah yang dikatakan
“perkara lainnya”.9
9
https://www.google.co.id/search?
safe=strict&hl=en&source=hp&ei=OPuRXfO4OoL0rQHnmYLwCg&q=terjemahan+kitab+qowaidul+fiqhiyah&oq=terj
emahan+kitab+qowaidul+fiqhiyah&gs_l=psy-
ab.3..0i19j0i22i30i19l8.5081.22051..25366...0.0..0.286.3630.26j4j4......0....1..gws-
wiz.....0..0i131j0j0i10j0i13i10j0i13i30j0i22i30.BI9f8U613Fg&ved=0ahUKEwjztOf8y_jkAhUCeisKHeeMAK4Q4dUDCA
Y&uact=5

8
Telah keluar sebagian qo’idah :
1.         Perkara yang tidak dipersyaratkan didalamnya ta’yin secara global maupun terperinci, ketika
salah menentukannya, tidak berbahaya, misalnya menentukan tempat sholat dan waktunya
2.         Perkara yang dipersyaratkan ta’yin didalamnya dan salah maka batal, seperti kesalahan dari
puasa ke sholat
3.         Perkara yang dipersyaratkan ta’ridl (jelas) secara global tidak secara terperinci ketika salah
menentukan maka berbahaya. Berikut inilah cabang pembahasannya :
-          Niat puasa pada hari selasa dimalam senin, maka tidak sah
-          Ditetapkan mengqodlo puasa hari pertama bulan romadlon kemudian niat mengqodlo puasa
hari kedua bulan romadlon, maka tidak diterima hal yang demikian menurut kaum yang lebih
shohih.
Dan dikecualikan dari yang telah dijelaskan di atas, yaitu :
Berniat menghilangkan hadas karena tidur, padahal hadasnya bukan karena tidur atau niat
menghilangkan hadas karena jinabat jima’ dan keluar mani, lalu dia salah, maka tidak
membahayakan dan wudhu serta mandinya tetap sah. Jika seseorang yang berhadas berniat
menghilangkan hadas besar dan lupa maka sah wudhunya seperti yang telah dijelaskan dalam
syarhul madzhab. Apabila menyatakan tentang sholat yang keluar darinya (sholat) – atas orang
yang mengatakan itu wajib – kemudian salah maka tidak berbahaya tapi harus melakukan sujud
sahwi dan salam dua kali.
e. Syarat-syarat niat
Syarat-syarat niat :
1) Islam, maka tidak sah ibadah orang kafir, kecuali :
a) Perempuan kafir kitabi, sah mandi wajibnya perempuan kafir kitabi dari haid sehingga
halal untuk melakukan hubungan intim.
b) Niat membayar dendanya orang kafir
c)  Zakatnya orang yang keluar dari islam sesaat sebelum keluar dari islam.
2) Tamyiz. Maka tidak sah jika anak-anak dan orang gila. Kecuali :
a) Anak kecil yang diniatkan orang tuanya untuk berihram
b) Orang gila yang diniatkan suaminya untuk mandi wajib dari haid maka sah niatnya
3) Mengerti apa yang diniati. Maka tidak sah ibadah seseorang jika dia tidak mengetahui fardu
nya wudlu dan sholat misalnya.

9
4) Tidak adanya perkara yang meniadakan niat.10
Adapun perkara yang meniadakan niat :
a.    Terputusnya niat
Contoh :
-       Apabila ada seseorang di tengah tengah sholat dalam hatunya niat memutus sholat, meskipun
tidak ada gerakan yang membatalkan sholat maka sholat batal
-       Apabila ada seseorang niat memutuskan jamaah maka jamaahnya tidak sah tapi sholatnya sah.
Kecuali
-       Apabila ada seseorang yang niat memutuskan puasa tapi tidak makan dan tidak minum maka
puasanya tidak batal.
-       Apabila ada orang yang niat jima dalam keadaan puasa, tetapi dia tidak melakukannya maka
puasanya tidak batal.
b.    Tidak ada kemampuan terhadap yang diniati.
Contoh :
-       Seseorang dengan wudlunya berniat untuk melakukan sholat dan tidak melakukan sholat
dalam satu waktu maka tidak sah wudlunya.
-       Seseorang yang dengan wudlunya berniat melakukan solat ditempat yang najis maka menurut
Imam Nawawi dalam syarah muhadhab sebaiknya wudlunya tidak sah.
-       Seseorang berniat dengan wudlunya melakukan sholat di Makkah tetapi dia sholat di jawa
maka tidak sah wudlunya.
c.    Bingung atau tidak adanya kemantapan.
Contoh :
-        Apabila ada orang ragu-ragu apakah membatalkan sholatnya atau tidak ataupun
menggantungkan membatalkan sjolat dengan sesuatu maka eketika itu batal sholatnya.
Misalnya : kalau nanti Hujan maka saya batalkan sholat.
-       Ragu apakah dia akan mengqoshor sholat atau tidak maka tidak mengqhoshor.

10
https://www.google.co.id/search?
safe=strict&hl=en&source=hp&ei=OPuRXfO4OoL0rQHnmYLwCg&q=terjemahan+kitab+qowaidul+fiqhiyah&oq=terj
emahan+kitab+qowaidul+fiqhiyah&gs_l=psy-
ab.3..0i19j0i22i30i19l8.5081.22051..25366...0.0..0.286.3630.26j4j4......0....1..gws-
wiz.....0..0i131j0j0i10j0i13i10j0i13i30j0i22i30.BI9f8U613Fg&ved=0ahUKEwjztOf8y_jkAhUCeisKHeeMAK4Q4dUDCA
Y&uact=5

10
Dari contoh diatas dapat dipahami bahwa seseatu yang diragukan maka diambil hukum yang
ragu dan itu tidak sah. Akan tetapi ada bentuk yang sah ketika hal tersebut dalam keragu-raguan.
Contoh :
-       Ketika dia punya tanggungan sholat qodlo, kemudian dia lupa sholat yang harus dia qodlo itu
apa dan dia melakukan sholat semuanya maka sah sholatnya.
-       Ketika dia puasa wajib tapi dia tidak mengetahui apakah dia puasa ramadhan ataukah puasa
membayar kafarat maka puasanya tetap sah.11
1.3 Macam-macam niat

a. Niat amal

yang dimaksud dengan niat amal adalah bahwasannya dalam mengerjakan sebuah amal
perbuatan harus diniati dengan dengan nilai tertentu tentang apa jinis dan macam dari ibadah
tersebut. Yang atas dasar inilah, maka tidak akan sah sebuah jenis cara bersuci, sholat, zakat, dan
ibadah lainnya kecuali dengan niat, seseorang harus meniatkan ibadah tersebut, dan jika ibadah
itu terdapat bebepa jenis dan macamnya maka harus menentukan macam dan jenis ibadah
tersebut. Sebagai sebuah contoh adalah sholat, maka seseorang harus mentukan dengan niatnya
apakah dia shlat wajib atau kah sholat sunnah, dan jika ia sholat wajib maka harus ditentukkan
apakah itu sholat dhuhur apakh ashar dan seterusnya.

b. Niat ma’mul lahu (untuk siapakah amal perbuatan tersebut ditujukkan )

dan inilah yang disebut dengan ikhlas, yaitu harus meniatkan semua amal perbuatan itu
hanya untuk allah ta’ala saja bukan lainnya. Allah berfirman:

‫وما امرو االليعبدوا اللهمخلصين له الدين‬

Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada allah dengan
mengiklaskan agama hanya kepadanya (QS.AL Bayyinah 5).12

11
https://www.google.co.id/search?
safe=strict&hl=en&source=hp&ei=OPuRXfO4OoL0rQHnmYLwCg&q=terjemahan+kitab+qowaidul+fiqhiyah&oq=terj
emahan+kitab+qowaidul+fiqhiyah&gs_l=psy-
ab.3..0i19j0i22i30i19l8.5081.22051..25366...0.0..0.286.3630.26j4j4......0....1..gws-
wiz.....0..0i131j0j0i10j0i13i10j0i13i30j0i22i30.BI9f8U613Fg&ved=0ahUKEwjztOf8y_jkAhUCeisKHeeMAK4Q4dUDCA
Y&uact=5

12
Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf. KAIDAH-KAIDAH MEMAHAMI FIKIH ISLAMI. Yayasan Al Faruq Al Islami.
Gresik. 2016. Hal 22

11
Contoh Penerapan Kaidah

a) Barang siapa yang membunuh seseorang musim tanpa ada sebab syar’i yang
membolehkannya karena unsur kesengajaan maka ada hukum tersendiri, sedang kalau
tanpa sengaja maka hukumannya pun lain.
b) Barang siapa yang menjual anggur atau lainnya dengan niat untuk dijadikan sesuatu
yang haram, seperti akan dijadikan sesuatu yang haram, sedangkan kalau tidak ada niat
dan tujuan seperti itu maka hukumnnya halal
c) Orang makan , kalau dia berniat dengan makannya untuk bisa menjalankan ibadah
kepada Allah SWT, maka makannya berubah menjadi berpalah, namun kalau tidak
berniat sama sekali dan Cuma karena sudah kebiasaanya makan maka dia tidak akan
mendapatkan apa-apa. Begitu juga amal perbuatan lain yang asalnya mubah.

Pengecualin dari kaedah ini

Permasalahan fiqihiyah yang keluar dari kaedah diatas, diantaranya:

 Kalau ada seseoarang yang membunuh orang yang dia akan akan mewarisi hartanya
dengan niat supaya supaya biar cepat mendapat warisan, maka dia tidak bisa
mendapatkanya, sebagai hukuman atas perbuatannya
 Kalau ada suami yang menceraikan isrtinya saat sakit menjelang kematian dengan niat
agar istrinya tersebut tidak mewarisi hartannya maka istri tetap mewarisnya Dan
beberapa masalah lain yang mirip dengan ini.13

Kaidah Cabang (Furu’) Dari Kaidah Pokok Pertama

Kaidah di atas memiliki beberapa cabang, atau yang disebut kaidah furu’. Berikut beberapa
kaidah furu’ dari kaidah pokok pertama:

 ‫ال ثواب إال بالنية‬


“Tidak ada pahala kecuali dengan niat.”

13
Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf. KAIDAH-KAIDAH MEMAHAMI FIKIH ISLAMI. Yayasan Al Faruq Al Islami.
Gresik. 2016. Hal 27

12
Perbuatan baik maupun perbuatan buruk itu tergantung pada niat si pelaku, jika perbuatan
itu diniati baik maka akan mendapatkan pahala, tetapi jika perbuatan itu diniati buruk
maka tidak akan mendapat pahala.
 ‫العبرة فى العقود للمقاصد والمعانى ال لأللفاظ والمبانى‬
“Yang dianggap dalam aqad adalah maksud-maksud, bukan lafadz-lafadz dan bentuk-
bentuk perkataan.”
Tidak sahnya berpegang kepada harfiyah lafadz apabila terbukti bahwa qasod (maksud) dan niat
bukan sebagai yang dilafadzkan itu.14
 ‫ فالخطاء فيه مبطل‬Œ‫ما يشترط فيه التعيين‬
“Dalam amal yang disyaratkan menyatakan niat, maka kekeliruan pernyataan
membatalkan amalnya.”
Kaidah Furu’ dalam Transaksi Muamalah
‫لأللفاظ وال َمبَاني‬
ِ ‫للمقاصد و ال َمعانِي ال‬
ِ ‫ال ِعب َرةُ في العُقو ِد‬
Sub-kaidah: pada hakekatnya, suatu perjanjian (akad) tergantung pada niat dan maknanya, bukan
pada lafadz dan bentuknya.
Misal : dalam kerja sama Mudharabah, jika ada ketentuan yang menyatakan bahwa pihak yang
menyediakan modal akan memperoleh semua keutungannya, maka akad itu tidak
sidebut mudharabah, tapi akad hutang.
Penjelasan:
Salah satu diantara rukun jual beli  adalah adanya shighat akad, yaitu  ucapan atau tindakan atau
isyarat dari penjual dan pembeli yang menunjukkan keinginan mereka untuk melakukan
transaksi tanpa paksaan15
Beberapa Akad yang tidak dibenarkan karena Kaidah Niat
1. Bay’ al Inah
Menjaul barang secara kredit dengan harga tertentu dan kemudian membelinya kembali secara
kontan dengan harga lebih mura dari harga kredit, di mana kedua transaksi terjadi pada waktu
yang bersamaan.
2. Tawarruq

14
https://pengusahamuslim.com/4908-kaidah-dalam-fiqh-jual-beli-bagian-02.html

15
https://pengusahamuslim.com/4908-kaidah-dalam-fiqh-jual-beli-bagian-02.html

13
Suatu transaksi di mana seseorang yang membutuhkan uang untuk membeli suatu barang secara
kredit dari orang tertentu dan kemudian menjaulnya ke pasar secara kontan dengan harga di
bawah harga beli sebelumnya dari pemilik barang.
3. Bay’ bil Wafa
Transaksi di mana seseorang membutuhkan uang menjual suatu barang kepada pembeli, dengan
syarat kapan saja di penjual mau, maka si pembeli tadi harus mengembalikan barang yang dibeli
kepadanya dengan harga pembelian semula.
Hiyal : Alat/Strategi Hukum16
Kaidah : ‫إحقاق با ِط ِل ِهي َحرا ٌم‬
ِ ‫ق أو‬ َ ‫ُك ّل حييلَ ِة يَتَو‬
ٍّ ‫ص ُل بَها إلي إِبطال َح‬
“Setiap alat/strategi hukum yang menghilangkan hak atau menguatkan yang salah, adalah
Haram”
Pandangan Empat Mazhab tentang Kaidah Muamalah Ini
Dalam membicarakan kaidah tentang transaksi ini, empat mazhab berbeda-beda dalam
menyusun redaksinya. Redaksi yang ditulis golongan Hanafiah dan Malikiyah berbeda
dengan apa yang ditulis oleh golongan Syafi’iyah dan berbeda pula dengan redaksi yang
ditulis oleh golongan Hanabilah. Hal ini merupakan implikasi dari perbedaan mereka dalam
menjawab hukum-hukum yang terakomodir didalam kaidah tersebut.
Golongan al-Syafi’iyah menggunakan redaksi:
‫هل العبرة بصيغ العقود بمعانها؟‬
“Adakah yang diperhitungkan itu bentuk kata kata transaksi atau tujuan dan maksudnya?”
Golongan Hanabilah menggunakan redaksi:
‫إذا وصل بالفاظ العقود ما يخرجها موضوعها فهل يفسد العقد بذلك؟ أو يجعل كناية عما يمكن صحته عل ذلك الوجه؟‬
“Apabila pada katakata transaksi terdapat sesuatu yang memalingkan transaksi tersebut dari
sasarannya, adakah hal itu dapat merusakkan transaksi? Atau dianggap sebagai kinayah dari
transaksi yang bisa sah dengan cara seperti itu.”
Terlihat bahwa dikalangan masing-masing dari dua mazhab ini masih terjadi pertentangan antara
yang memenangkan sisi makna atau tujuan dan yang memenangkan sisi kata-kata.
Golongan Hanafiah dan malikiyah menggunakan redaksi:
‫العبرة في العقود بالمقاصد والمعاني ال باآللفاظ والمباني‬

16
https://muamala.net/kaidah-fiqih-muamalah/

14
“Yang diperhitungkan dalam transaksi itu adalah tujuan dan makna bukan kata-kata dan
bentuknya.”
Menurut Hanafiah dan Malikiyah, bahwa untuk menghasilkan suatu transaksi tidak harus
melihat kata-kata yang terucap pada waktu transaksi, melainkan cukup melihat inti makna atau
tujuan dari kata-kata yang diucapkan. Karena secara substansial, yang menjadi tujuan adalah
makna atau maksud, bukan kata-kata dan bentuknya. Kata-kata hanyalah sarana untuk
menunjukan makna. Dikalangan kedua mazhab ini hanya ada satu pendapat, yaitu memenangkan
sisi makna tujuan atau substansi, terkecuali apabila terjadi kesulitan untuk mempertemukan
anatara kata-kata dan tujuannya. Sedangkan dikalangan Syafi’iyah dan Hanabilah masih terjadi
khilaf untuk menentukan mana yang harus dimenangkan antara sisi tujuan atau sisi kata-kata.17
Contoh dari kaidah ini:
Hibah yang disertai syarat harus ada penggantinya. Umpamanya seseorang berkata pada yang
lain “saya berikan harta ini padamu dengan syarat kamu harus memberiku sesuatu”, maka
transaksi seperti ini dihukumi sebagai transaksi jual beli, meskipun kata kata yang digunakan
adalah hibah. Demikian ini menurut masing masing mazhab Hanafiyah dan Malikiyah dengan
tanpa ada khilaf di antara ashabnya.
Mengomentari kaidah ini, imam Ibn Qayyim al-Jauziyah mengatakan, “bahwa orang
yang memikirkan syara’ secara mendalam, niscaya ia akan tahu bahwa as-syaari’ (Allah SWT
dan Muhammad SAW) senantiasa menggugurkan lafadz lafadz yang maknanya tidak menjadi
maksud dari mutakallim. Sebagian dari undang undang syar’i yang tidak boleh di lupakan adalah
bahwa niat dan keyakinan merupakan penentu dalam pekerjaan dan berkomunikasi, sebagaimana
ia menjadi penentu dalam ibadah taqarrub”.
Dasar legitimasi pemikiran Al-Qayyim ini adalah dari surat al-Baqarah ayat 228 dan 231:
“….‫ ُز‬Œ‫َزي‬
ِ ‫ ة َوهللاُ ع‬Œ‫ال َعلَي ِه َّن َد َر َج‬
ِ Œ‫ِّج‬ ِ ‫ال َمعر‬ŒŒِ‫ ُل الَّ ِذي َعلَي ِه َّن ب‬Œ‫ك إن أ َرادُوا إصالَحًا َولَه َُّن ِمث‬
َ ‫ُوف َولِلر‬ َ ِ‫ق بِ َر ِّد ِه َّن فِي َذل‬
ُّ ‫َوبُعُو لَتُه َُّن أ َح‬
‫ َح ِكي ٌم‬ ”
“….‫ض َرارًا لَّتَعتَدُوا‬
ِ ‫… َوالَ تُم ِس ُكو ه َُّن‬.”
…..Dan suami suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami)
itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari
pada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana. , (QS/2:228)
17
https://muamala.net/kaidah-fiqih-muamalah/

15
…..Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan,…. (QS/2:231)
Ayat-ayat ini menjelaskan, bahwa raj’ah diperbolehkan Allah bagi orang yang bertujuan baik
(ishlah), bukan orang yang bertujuan tidak baik (dlirar).18

BAB III

Kesimpulan
18
https://muamala.net/kaidah-fiqih-muamalah/

16
Kaidah yang pertama yaitu ‫ االمور بالمقاصد‬sesunguhnya amal perbuatan itu
bergantung pada niat. Adapun niat itu mencakup beberapa hala yaitu : macam2 niat,
tempat niat, waktu niat, fungsi niat dan ciri2 niat.

Dan pembagian niat dianataranya: niat amal yang dimaksud dengan niat amal
adalah bahwasannya dalam mengerjakan sebuah amal perbuatan harus diniati dengan
dengan nilai tertentu tentang apa jenis dan macam dari ibadah tersebut. . Niat ma’mul
lahu (untuk siapakah amal perbuatan tersebut ditujukkan )

 Adapun cabang-cabang kaidah diatas ‫ لعبرة فى العقود للمقاصد والمعانى ال لأللفاظ‬,‫ال ثواب إال بالنية‬
‫ فالخطاء فيه مبطل‬Œ‫ ما يشترط فيه التعيين‬,‫والمبانى‬

DAFTAR PUSTAKA

17
Abii Bakar As-syaid al-ahdaal al-yamiinii asy-syaafi’ii, al-farooidul al-bahiyyatu, ma’had al-
falaah, lebak winongan pasururuan, hal 9
Sabiq Ahmad bin Abdul Latif Abu Yusuf. KAIDAH-KAIDAH MEMAHAMI FIKIH ISLAMI.
Yayasan Al Faruq Al Islami. Gresik. 2016. Hal 15
https://www.google.co.id/search?
safe=strict&hl=en&source=hp&ei=OPuRXfO4OoL0rQHnmYLwCg&q=terjemahan+kita
b+qowaidul+fiqhiyah&oq=terjemahan+kitab+qowaidul+fiqhiyah&gs_l=psy-
ab.3..0i19j0i22i30i19l8.5081.22051..25366...0.0..0.286.3630.26j4j4......0....1..gws-
wiz.....0..0i131j0j0i10j0i13i10j0i13i30j0i22i30.BI9f8U613Fg&ved=0ahUKEwjztOf8y_j
kAhUCeisKHeeMAK4Q4dUDCAY&uact=5
https://muamala.net/kaidah-fiqih-muamalah/

https://pengusahamuslim.com/4908-kaidah-dalam-fiqh-jual-beli-bagian-02.html

18

Anda mungkin juga menyukai