Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam realita kehidupan saat ini, seringkali ditemukan ketidaknyamanan dalam hidup,
layaknya perperangan, kemiskinan, kelaparan, dll. Bukan hanya itu, bahkan orang lain
juga suka membiarkan keburuka terjadi layaknya hal yang "biasa" dalam kehidupan
sehari-hari yang menunjukkan bahwa manusia gagal memahami hakikatnya sebagai
manusia. Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa manusia sudah mulai kehilangan sifat
kemanusiaan dalam dirinya.
Sudah seharusnya jika manusia hidup sebagai "manusia" yang sesungguhnya.
Diantaranya seperti tolong menolong, menghilangkan rasa tamak, iri juga dengki terhadap
orang lain guna menciptakan kehidupan yang lebih baik. Maka untuk memahami hakikat
manusia, manusia itu sendiri harus mengerti arti dari Insan Kamil.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep iman, islam, dan ihsan ?
2. Bagaimana konsep insan kamil ?
3. Bagaimana pengaruh iman, islam, dan ihsan dalam membentuk insan kamil ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui konsep iman, islam, dan ihsan
2. Mengetahui konsep insan kamil
3. Mengetahui pengaruh iman, islam, dan ihsan dalam membentuk insan kamil

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Iman, Islam, dan Ihsan

1. Iman
Iman memiliki arti ketentraman dan kedamaian kalbu yang dari kata itu bisa muncul
kata al-amanah (amanah: dapat dipercaya). Yang dimaksud keimanan seseorang terhadap
sesuatu adalah jika dalam hati orang tersebut telah tertanam kepercayaan dan keyakinan
tentang sesuatu dan sejak saat itu ia tidak khawatir lagi terhadap menyelusupnya
kepercayaan lain yang bertentangan dengan kepercayaannya. Apabila seseorang mengakui
dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan
dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai
mukmin yang sempurna. Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar
bagi seseorang. Allah memerintahkan agar umat manusia beriman kepada-Nya, sebagaI
firman Allah dalam(Q.S An Nisa : 136)

Dalam kasus ini, iman disini lebih merujuk ke enam rukun iman.
Enam rukun iman:
1. Percaya kepada Allah
Pengertian Iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah
ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaannya, kemudian diakui dengan
lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan di dunia nyata. (QS. Al-Baqarah : 136)

2. Percaya kepada Malaikat Allah


Pengertian Iman Kepada Malaikat Allah secara Bahasa ialah percaya, sedangkan
secara istilah iman kepada malaikat adalah meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT
telah menciptakan Malaikat sebagai makhluk ghaib untuk melaksanakan segala
perintah-Nya.

3. Percaya kepada kitab-kitab


Pengertian iman kepada kitab-kitab Allah adalah mempercayai dan meyakini
sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para nabi
2
atau rasul yang berisi wahyu Allah untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia.
Ada 3 tingkatan dalam beriman kepada kitab Allah, yaitu:

• Qotmil (membaca saja)


• Tartil (membaca saja)
• Hafidz (membaca, memahami, mengamalkan dan menghafalkan)

4. Percaya kepada rasul-rasul


Secara istilah atau luasnya, iman kepada rasul berarti meyakini dengan sepenuh
hati bahwa Rasul itu benar-benar utusan Allah yang ditugaskan untuk membimbing
umatnya ke jalan yang benar agar selamat di dunia dan akhirat.

Perbedaan Nabi dan Rasul. Rasul adalah manusia pilihan yang diberi wahyu oleh
Allah untuk dirinya sendiri dan mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu
yang diberi Allah untuk umatnya. Sedangkan, Nabi adalah manusia pilihan yang
diberi wahyu oleh Allah untuk dirinya sendiri tetapi tidak wajib menyampaikannya
kepada umatnya. Sehingga seorang rasul pasti adalah nabi, tetapi nabi belum tentu
rasul.

5. Percaya kepada hari akhir(kiamat)


Pengertian hari akhir/kiamat adalah hari kebinasaan atau kehancuran dunia dan
seisinya. Pengertian hari akhir/kiamat juga terbagi dua yakni pengertian hari akhir
menurut bahasa dan pengertian hari akhir menurut istilah. Pengertian hari akhir
menurut bahasa (etimologi) adalah hari berakhirnya segala sesuatu yang ada dimuka
bumi. Sedangkan pengertian hari akhir menurut istilah (terminologi) adalah peristiwa
dimana alam semesta beserta isinya hancur luluh yang akan membunuh semua
makhluk didalamnya tanpa terkecuali.
6. Percaya kepada Qada dan Qadar
Iman kepada Qada dan Qadar bearti percaya dan yakin sepenuh hati bahwa Allah
SWT mempunyai kehendak, ketetapan, keputusan atas semua makhluk-Nya termasuk
segala sesuatu yang meliputi semua kejadian yang menimpa makhluk.

3
Kejadian itu bisa berupa hal baik atau hal buruk, hidup atau mati, kemunculan atau
kemusnahan. Semua menjadi bukti dari kebesaran Allah SWT. Segala sesuatu telah
ditetapkan oleh Allah SWT.

Qada berarti

• Hukum atau keputusan (Q.S. Surat An-Nisa’ ayat 65)


• Mewujudkan atau menjadikan (Q.S. Surat Fussilat ayat 12)
• Kehendak (Q.S. Surat Ali Imron ayat 47)
• Perintah (Q.S. Surat Al-Isra’ ayat 23)
Qadar berarti

• Mengatur atau menentukan sesuatu menurut batas-batasnya (Q.S. Surat Fussilat


ayat 10)
• Ukuran (Q.S. Surat Ar- Ra’du ayat 17)
• Kekuasaan atau kemampuan (Q.S. Surat Al- Baqarah ayat 236)
• Ketentuan atau kepastian (Q.S. Al- Mursalat ayat 23)
• Perwujudan kehendak Allah swt terhadap semua makhluk-Nya dalam bentuk-
bentuk batasan tertentu (Q.S. Al- Qomar ayat 49)

2. Islam

Islam sendiri secara bahasa memiliki banyak pengertian, beberapa diantaranya:


1. Berserah diri (Aslama)
2. Tunduk patuh (Istislam)
3. Bersih/suci (Saliim)
4. Selamat/sejahtera (Salama)
5. Perdamaian (Silmu)
yang masing-masing sudah dijelaskan di Al-Quran. Islam yang dimaksud dalam hal ini
adalah rukun islam, yaitu lima tindakan dasar dalam Islam, dianggap sebagai pondasi
wajib bagi orang-orang beriman dan merupakan dasar dari kehidupan Muslim.

4
Lima rukun islam:
1. Mengucapkan dua kalimat syahadat
2. Mendirikan Shalat
3. Berpuasa di bulan Ramadhan
4. Membayar Zakat
5. Pergi Haji (jika mampu)

3. Ihsan

Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan
bentuk masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan. Allah swt. berfirman. “Jika
kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri…” (QS Al-Isra’: 7).
Dan irfman Allah : “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) seperti halnya Allah berbuat
baik terhadapmu….” (QS. Al-Qashash: 77).
Ihsan adalah seseorang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika
ia tidak mampu melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya
Allah melihat perbuatannya.
Ihsan juga merupakan puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh
hamba Allah Swt. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-
Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan
kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat di sisi Allah Swt.
Rasulullah Saw pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-
ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak
yang mulia guna mencari rahmat dari Allah Swt.

B. Konsep Insan Kamil

Menurut Khan Sahib Khaja Khan, kata ”insan” dipandang berasal dari turunan
beberapa kata. Misalnya ”uns” yang artinya cinta. Sedangkan yang lain memandangnya
berasal kata ”nas” yang artinya pelupa, karena manusia hidup di dunia dimulai dari terlupa
dan berakhir dengan terlupa. Yang lain lagi berkata asalnya adalah ”ain san”, ”seperti
mata”. Manusia adalah mata, dengan nama Tuhan menurunkan sifat dan asma-Nya secara

5
terbatas. Insan Kamil, karenanya merupakan cermin yang merupakan pantulan dari sifat
dan asma Tuhan", yakni Allah Swt.
Sedangkan menurut Ibn Araby, ada dua tingkatan manusia dalam mengimani Tuhan.
Pertama, tingkat insan kamil. Mereka mengimani Tuhan dengan cara penyaksian. Artinya,
mereka "menyaksikan" Tuhan; mereka menyembah tuhan yang disaksikannya. Kedua,
manusia beragama pada umumnya. Mereka mengimani tuhan dengan cara pendefinisian,
yang berarti mereka tidak menyaksikan Tuhan tetapi mereka mendefinisikan Tuhan,
berdasarkan sifat-sifat dan nama-nama Tuhan (Asma'ul Husna).
Menurut al-Jili, Insan Kamil adalah dia yang berhadapan dengan Pencipta dan pada saat
yang sama juga dengan makhluk. Insan Kamil atau manusia sempurna merupakan quib
atau axis, tempat segala sesuatu berkeliling dari mula hingga akhir. Oleh karena itu segala
sesuatu menjadi ada, maka dia adalah satu (wahid) untuk selamanya. Ia memiliki berbagai
bentuk dan ia muncul dalam kana’is atau rupa yang bermacam-macam. Untuk
menghormati hal yang demikian, maka namanya dipanggil secara berbeda dan untuk
menghormati selain daripadanya, maka panggilan nama yang demikian tidak
dipergunakan pada mereka. Siapakah dia? Nama sebenarnya adalah Muhammad, nama
untuk kehormatannya adalah Abdul Qosim, dan gelarnya Syamsudin atau Sang Menteri
Agama.(Kosasih, Aceng, 2012:4; [ONLINE] https://docplayer.info/36752219-Konsep-
insan-kamil-menurut-al-jili-oleh-drs-h-aceng-kosasih-m-ag.html:2018)

Abdulkarim Al-Jilli membagi insan kamil atas tiga tingkatan. yaitu:


1. Tingkatan permulaan (al-bidāyah).
Pada tingkat ini insan kamil mulai dapat merealisasikan asma dan sifat-sifat ilahi pada
dirinya.
2. Tingkat menengah (at-tawasuth)
Pada tingkat ini insan kamil sebagai orbit kehalusan sifat manusia yang terkait dengan
realitas kasih Tuhan. Pengetahuan yang dimiliki oleh insan kamil pada tingkat ini telah
meninngkat dari pengetahuan biasa. karena sebagian hal-hal yang gaib telah dibukakan
Tuhan kepadanya.
3. Tingkat terakhir (al-khitām)
Pada tingkat ini insan kamil telah dapat merealisasikan citra Tuhan secara utuh. Ia pun
telah dapat mengetahui rincian dari rahasia penciptaan takdir. Insan kamil pada umumnya
diartikan sebagai manusia yang sempurna baik dari segi wujud dan pengetahuannya.
Kesempurnaan dari segi wujudnya ialah karena dia merupakan manifestasi sempurna dari
6
citra Tuhan, yang pada dirinya tercermin nama-nama dan sifat Tuhan secara utuh. Adapun
kesempurnaan dari segi pengetahuannya ialah karena dia telah mencapai tingkat kesadaran
tertinggi, yakni menyadari kesatuan esensinya dengan Tuhan, yang disebut makrifat.

C. Pengaruh iman, Islam, dan ihsan dalam membentuk insan kamil

Kaum muslimin menetapkan adanya tiga unsur penting dalam agama islam yakni,
iman, Islam, dan ihsan sebagai kesatuan yang utuh. Para ulama mengembangkan ilmu-
ilmu Islam guna memahami ketiga unsur tersebut. (Hadiyanto, Andy. dkk, 2016:98)
Kaum muslimin di Indonesia lebih mengenal istilah akidah, syariat, dan akhlak sebagai
tiga unsur pokok ajaran islam. Akidah merupakan cabang ilmu agama untuk memahami
pilar iman; syariat merupakan cabang ilmu agam untuk memahami pilar Islam dan akhlak
merupakan cabang ilmu agama untuk memahami pilar ihsan.
Jika keenam unsur tersebut saling dihubungkan, maka bisa dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1:
Hubungan Islam, Iman dan Ihsan dengan Ilmu-ilmu Islam
No. Unsur Ilmu Objek Kajian
1. Islam Syariat Lima rukun Islam
2. Iman Akidah Enam rukun iman
3. Ihsan Akhlak Bagusnya akhlak
sebagai buah dari
keimanan dan
peribadatan
Sumber: Departemen Agama RI

7
BAB III
PENUTUP

A. RINGKASAN
• Untuk menapaki jalan insan kamil terlebih dahulu kita perlu mengingat kembali
tentang 4 unsur manusia yaitu jasad atau raga, hati, roh dan rasa. Keempat unsur
manusia ini harus di fungsikan untuk menjalankan kehendak allah. Hati nurani harus
dijadikan rajanya dengan cara selalu mengingat tuhan.
• Jika sudah secara benar menjalankan 4 unsur tersebut, lalu mengkokohkan keimanan,
meningkatkan peribadatan, dan membaguskan perbuatan, sekaligus menghilangkan
karakter-karakter yang buruk.
• Jika manusia sudah mahami arti iman dan juga beriman dengan benar, juga menjalani
Islam dan rukun-rukunnya dengan istiqamah. Maka akan lebih mudah bagi mereka
untuk memahami makna ihsan, manusia akan mencapai derajat ihsan dengan
meningkatkan terus kualitas iman dan Islam dalam dirinya, dengan begitu menjadi
insan kamil bukanlah hal yang mustahil baginya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qasimi, Muhammad Jamaluddîn. 1986. Bimbingan untuk Mencapai


Tingkat Mu`min: Ringkasan Ihya `Ulumiddîn Al-Ghazali. (Terjemahan).
Bandung: CV Diponegoro.

Othman, Ali Issa. 1982. Manusia Menurut Al-Ghazali. (Penerjemah Johan Smith & Anas
Mahyudin Yusuf). Bandung: Pustaka.

Takeshita, Masataka. 2005. Insân Kâmil Pandangan Ibnu `Arabi. Sebuah Disertasi.
Surabaya: Risalah Gusti.

Rahmat, Munawar. 2010. Pendidikan InsanKamil Berbasis Sufisme Syaththariah.


Bandung: ADPISI Press.

Hadiyanto, Andy, dkk. 2016. Pendidikan Agama Islam Cetakan I. Jakarta : Direktorat Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Anda mungkin juga menyukai