Anda di halaman 1dari 7

INTREGASI ISLAM, IMAN, DAN IHSAN

A. Konsep Islam, Iman, dan Ihsan


1. Konsep Iman
Kata iman dalam bahasa Arab merupakan bentuk masdar (gerund) dari fi'll madli
(verb) amana, yang berarti percaya (yakin). Iman juga dapat diartikan dengan percaya dan
kepercayaan. Arti yang pertama menggambarkan tentang sikap mental atau jiwa dan
seseorang yang mempercayai atau meyakini, sedang arti yang kedua menunjuk pada
sesuatu yang dipercayai.
Secara istilah, iman adalah mengucapkan dengan lisan (igrar lisany), membenarkan
dengan hati (tashdiq qalby), dan melaksanakan dengan segala anggota badan (amal
rukny). Rukun iman terangkum dalam percakapan antara Rasulullah SAW dengan Jibril
as. Rasulullah SAW bertanya "Kabarkanlah kepadaku, tentang iman?" Rasulullah SAW
menjawab Nabi SAW menjawab, "Engkau beriman kepada (1) Allah, (2) malaikat-Nya,
(3) kitab-kitabNya, (4) para Rasul-Nya, (5) hari akhir, dan beriman kepada (6) takdir,
baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk.(HR. Muslim).
2. Konsep Islam
Kata Islam berasal dari Bahasa Arab adalah bentuk mashdar dari kata kerja aslama -
yuslimu - islaman yang secara etimologi mengandung makna sejahtera, tidak cacat,
selamat. Seterusnya kata salm dan silm mengandung arti kedamaian, kepatuhan dan
penyerahan diri.
Sedangkan dalam istilah syara', Islam terdiri atas lima pondasi, yaitu
1. Syahadat, baik syahadat tauhid maupun syahadat rasul,
2. Melaksanakan sholat pada waktunya, memenuhi syarat dan rukunnya,
3. Menunaikan zakat,
4. Berpuasa pada bulan ramadhan,
5. Melakukan haji di Baitullah bagi yang mampu baik untuk perjalanan maupun nafkah
untuk keluarganya.
Agama Islam yang diturunkan Allah kepada semua nabi mengajarkan akidah sama,
yaitu tauhid dan mengesakan Allah SWT. Adapun perbedaan ajaran di antara wahyu yang
diterima oleh nabi nabi Allah tersebut terletak pada syariatnya yang sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kecerdasan umat pada waktu itu.Islam yang diturunkan kepada nabi
Muhammad adalah wahyu Allah yang terakhir yang diturunkan kepada manusia. Karena
itu agama ini sudah sempurna dan senantiasa sesuai dengan tingkat perkembangan
manusia sejak masa diturunkannya empat belas abad yang lalu hingga akhir peradaban
manusia yang ditutup dengan hari kiamat.
3. Konsep Ihsan
Secara etimologis kata Ihsan berasal dari ahsana, yuhsimu, ihsanan yang berarti
berbuat baik. Secara terminologis, Ihsan berarti apabila seseorang beribadah kepada Allah
SWT seolah-olah ia melihat-Nya. Jika ia tidak mampu melihat-Nya, maka ia harus yakin
bahwa Allah melihat perbuatannya.
B. Proses Terbentuknya Iman dan Upaya Meningkatkannya
1. Iman adalah Fitrah, Ikhtiar dan Hidayah
Sejak dalam jaman azali (arwah), Allah SWT telah melakukan sebuah perjanjian
dengan arwah agar bertahid (meng-esakan Allah SWT). Iman juga hadir karena ikhtiar
manusia. Di dalam QS Al Kahfi 29 Allah SWT memberikan pilihan kepada hamba-Nya
"jika kalian ingin berimanlah, atau kufur. Allah SWT memberikan akal kepada manusia
agar bisa berfikir dan menentukan pilihan keyakinannya.
Dalam sebuah hadis juga dijelaskan bahwa setiap anak manusia terlahir di muka bumi
dalam kondisi fitrah bertauhid (mengesakan Allah SWT). Fitrah ini akan tumbuh
kembang dengan baik ketika orangtua atau kondisi sosial masyarakat mempengaruinya.
Iman merupakan hidayah dari Allah SWT, dan hidayah itu itu multak hak Allah SWT.
Tidak satupun manusia bisa memberikan hidayah kepada sesama. Manusia juga tidak
boleh menjustifikasi keyakinan orang kafir, karena bisa jadi yang dikatakan kafir,
kemudian
2. Merawat Iman
Obat hati ada lima perkara yang bersumber dari kitab Al- Wafi fi Al- Syahri Arbain
Al Nawawi yaitu "membaca al-Qur'an dengan tadabbur (perenungan), kosongnya perut
(puasa), qiyamul lail (shalat malam), berdoa di waktu sahar (waktu akhir malam sebelum
Shubuh), dan duduk bersama orang-orang shalih" (Al-Wafi fi Al-Syarhi Arabain Al
Nawawi). Rasulullah SAW mengibaratkan seseorang yang berkawan dengan orang baik
(shalih), seperti berteman dengan pemilik minyak wangi, sehingga bisa kebagian wangi
walaupun tidak membelinya. Berkawan dengan orang berilmu dan shalih, berarti sama
dengan merawat iman, sehingga hatipun terjaga imannya.
a. Menciptakan Lingkungan Imani
b. Membaca Al-Qur'an Beserta Maknanya
c. Melakukan Puasa
d. Melaksanakan Sholat Malam
C. Implementasi Iman, Islam dan Ihsan
1. Hakekat Ibadah.
Definisi ibadah menurut para ulama beragam, namun As Siddieqy mengartikan bahwa
ibadah itu meliputi segala kegiatan yang disukai dan diridhoi oleh Allah SWT, baik
berupa perbuatan, perkataan, secara terang-terangan maupun tersembunyi. Dengan
demikian, ibadah itu meliputi tutur, sikap, bahkan urusan busana-pun merupakan ibadah
kepada Allah SWT.
Iman, islam dan Ihsan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Beriman
berarti tidak hanya memahami, tetapi wajib mengamalkan perintah Allah SWT yang telah
dicontohkan Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari, karena iman implementasi
dari hati (amalun qolbiyun). Ibadah bukan hanya sebagai ritual, tetapi bentuk pengabdian
seorang hamba kepada Allah SWT. Ibadah yang dikerjakan dengan baik sesuai dengan
tuntunan Rasulullah SAW, disamping mendapat pahala dari Allah SWT, juga bermanfaat
bagi diri sendiri dan social.
2. Syarat di terimanya Ibadah
Ibadah mahdhoh atau ghoiru mahdhoh harus dilandasi dengan niat yang baik dan
benar, sebagaimana hadis Rasulullah SAW "amal itu tergantung pada niat" (HR Muslim).
Begitu juga dengan kaifiyah ibadah (tata caranya), harus sesuai dengan tuntunan
Rasulullah SAW dan sahabat, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama-ulama
terdahulu dalam kitab mereka, seperti Imam Abu Hanifah, Malik, Al Syafii, Ibnu
Hambal.
Syarat diterimanya ibadah harus dilaksanakan dengan ikhlas.. Ikhlas berarti bersih
atau murni dari berbagai pernyakit hati, seperti riya (pamer). Semua bentuk ibadah yang
dikerjakan tujuan tamanya mengharap ridho Allah SWT.
D. Peran Ihsan dalam Pembentukan Karakter
Salah satu tanda orang yang beriman kepada Allah, yaitu selalu mengklarifikasi sebuah
informasi yang di dengar. Juga, tidak menyebarkannya, kecuali setelah melihat kebenaranya,
dan manfaatnya. Rasulullah SAW berkata "cukup dikatakan berdusta, menyebarkan berita
Iman dan Islam, ihsan merupakan pilar agama islam. Setiap orang yang melaksanakan
perintah Allah SWT, sudah pasti landangannya adalah iman kepada Allah SWT, sesuai
dengan tuntuna Rasulullah SAW. Dalam hal ini, ihsan ditanamkan sejak dini. Ketika ihsan
melekat pada pribadi seseorang, maka dia akan merasakan kehadiran Allah SWT, pada setiap
dan waktu. Ketika sedang melaksanakan ibadah mahdah, maka dia akan merasakan interaksi
dengan Allah SWT, sehingga tidak ada ruang untuk berpaling dari Allah SWT. Sedangkan
ketika akan melakukan larangan Allah SWT. seperti; korupsi, pacaran, mencuri, menipu,
walaupun jauh dari kedua orangtuanya, maka dia tetap merasa selalu dipantau oleh Allah
SWT. Semakin tinggi tingkat kualitas ihsan seseorang, akan semakin santun, ramah kepada
sesama. Bakan, akan mementingkan sesama dari pada dirinya sendiri.

BAB IV

AKHLAK MULIA MANIFESTASI IHSAN

A. Kedudukan dan Ruang Lingkup Akhlak


Dalam khazanah Islam, ilmu yang mengkaji tentang perbuatan manusia yang bersifat
baik atau buruk disebut dengan istilah akhlak. Secara etimologis, akhlak berasal dari bahasa
Arab, yang merupakan bentuk plural (jamak) dari al khuluq yang berarti gambaran batin,
perangai, kebiasaan tabiat atau karakter. Al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin memberikan
pengertian akhlak sebagai berikut, "Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan
dan pemikiran.
Perbuatan baik dan buruk sebagai manifestasi dari akhlak, apabila dikaitkan dengan
jenis akhlak dalam Islam dapat dinyatakan bahwa akhlak yang baik (mahmudah) merupakan
sikap yang melekat pada seseorang berupa ketaatan pada aturan dan ajaran syari'at Islam
yang tercermin dalam berbagai amal, baik amal batin seperti zikir, berdo'a maupun amalan
lahir seperti kepatuhan pelaksanaan ibadah dan sikap tata krama dalam berinteraksi dengan
orang lain. Adapun akhlak yang buruk (madzmumah) adalah sikap yang melekat pada diri
berupa kebiasaan pelanggaran-pelanggaran pada ketentuan dan aturan syari'i baik secara batin
seperti dengki, hasud maupun secara lahir seperti berzina, menyakiti orang lain dan
sebagainya. Kedudukan akhlak dalam perspektif Islam, merupakan mustika kehidupan yang
menghantarkan kesuksesan seorang muslim.
B. Proses Pembentukan Akhlak
Proses pembentukan akhlak dapat dilakukan antara lain melalui :
1. Pembiasaan
Manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu melalui pengli hatan, pendengaran dan
hati sanubari. Al Ghazali menegaskan bahwa kepribadian manusia pada dasarnya dapat
menerima segala upaya pembentukan melalui pembiasaan. Pembiasaan untuk membentuk
akhlak yang baik, dapat dilakukan dengan cara melatih jiwa kepada tingkah laku yang baik,
dan mengendalikan jiwa untuk menghindari tingkah laku yang tidak baik. Pembiasaan dapat
menumbuhkan kekuatan pada diri untuk melakukan aktivitas tanpa paksaan. Namun
demikian, pada situasi tertentu strategi pembentukan akhlak dengan pembiasaan melalui cara
"paksaan dapat dibenarkan. Hal ini karena, suatu perbuatan yang dilakukan secara terus
menerus lama kelamaan tidak terasa sebagai paksaan. Selanjutnya akan menjadi kebiasaan
yang mengakar dalam jiwa, sehingga menjadi sifat baik yang mendorong lahirnya akhlak
yang baik.
2. Keteladanan
Menurut Syafri (2012),prinsip keteladanan efektif dilakukan karena fitrah manusia
adalah lebih kuat dipengaruhi dari melihat contoh disekitarnya. Demikian pula ditegaskan
Muhaimin (1993) bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan untuk belajar melalui
peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang-orang di sekitarnya. Akhlak yang baik
tidak dapat dibentuk hanya melalui instruksi serta anjuran, tetapi diperlukan langkah
pemberian contoh teladan yang baik dan nyata dari diri dan lingkungan sekitar.
3. Refleksi Diri
Strategi refleksi diri, dapat dilakukan dengan cara senantiasa melakukan perenungan
atas segala perbuatan baik ataupun buruk yang telah diperbuat dalam setiap rentang waktu
tertentu baik menit, jam ataupun selama kehidupan ini dalam hubungannya dengan Allah dan
sesama. Perenungan ini, hendaknya ditindaklanjuti dengan kesadaran dan tekad untuk
memperbaiki diri, karena tanpa kesadaran dan tekad akan sulit terbentuk akhlak baik yang
bersifat konstan (ajeg). Hal ini, karena dalam perspektif psikologi kepribadian terdapat satu
dimensi kepribadian individu yang disebut watak. Oleh karena itu, refleksi diri ini perlu
disertai dengan kesadaran, menganggap diri sebagai individu yang banyak kekurangan
daripada kelebihan. Ibnu Sina (dalam Nata, 2002) menegaskan bahwa apabila seseorang
mengharapkan dirinya menjadi pribadi yang berakhlak baik, hendaknya terlebih dahulu
mengetahui kekurangan yang ada dalam dirinya dan membatasi diri semaksimal mungkin
untuk tidak berbuat kesalahan, sehingga diri senantiasa terkontrol untuk melakukan perbuatan
baik dan tercegah dari melakukan perbuatan buruk.
C. Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan
Islam memotivasi dan menghimbau kepada setiap muslim agar berakhlaqul karimah
dengan berbagai bentuk perintah dan larangan. Beberapa bentuk aktualisasi akhlak dalam
kehidupan adalah sebagai berikut.
1. Akhlak dalam Menggunakan Media Sosial
Media sosial merupakan sebuah sarana interaksi sosial berbasis daring (dalam
jaringan) yang terhubung dengan internet, yang berfungsi memudahkan penggunanya untuk
saling berbagi informasi atau cerita, berpartisipasi melakukan komunikasi lewat berkirim
pesan, menjalin relasi dan membuat jaringan. Kelebihan media sosial diantaranya menjadikan
informasi mudah diakses dan disebarluaskan dengan cepat secara bebas oleh siapapun. Media
sosial dapat berperan sebagai sarana efektif untuk mendapatkan dan menyebarkan informasi
bermanfaat. Namun media sosial juga memiliki sisi negative. Media sosial juga tidak jarang
disalahgunakan untuk menyebarkan berita palsu (hoax), ujaran kebencian, gunjingan, konten
pornografi, menyebarkan rahasia orang, atau mencemarkan nama baik seseorang.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Anam bahwa prinsip-prinsip yang harus dimiliki
seseorang yang bergelut dengan berbagai jenis media, termasuk media sosial harus (1)
niatkan untuk berdakwah, (2) perhatikan aturan Islam dalam bidang informasi, (3) jauhi
larangan agama dalam bermedia sosial seperti larangan menyampaikan berita hoax,
merugikan atau merusak kehormatan pihak lain, dan menyebarkan berita provokatif.
2. Akhlak dalam Berbusana
Secara terminology pakaian atau busana adalah segala sesuatu yang di kenakan setiap hari
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Secara umum, busana dipakai untuk menutup aurat
atau melindungi bagian tubuh yang harus ditutup sesuai aturan agama serta kepatutan adat
istiadat. Islam menetapkan pakaian bukan semata-mata masalah budaya dan mode akan tetapi
perlu memperhatikan batasan aurat yang harus ditutup bagi perempuan muslimah dan lakilaki
muslim. Aurat secara bahasa artinya bagian yang ditutupi manusia karena malu jika
ditampakkan. Secara istilah, aurat adalah bagian badan yang diwajibkan Allah untuk ditutupi.
Aurat seorang perempuan muslimah adalah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan.
Sedangkan aurat seorang laki-laki muslim sebatas antara pusar sampai lutut. Selain bertujuan
menutup aurat, pakaian khusus seorang muslimah bertujuan untuk menunjukkan jati dirinya
sebagai seorang muslimah yang mukminah. Dengan demikian akan terhindar dari gangguan
yang menyakitkan. Beberapa akhlak berpakaian yakni sebagai berikut,
a. Menutup aurat
b. Longgar sehingga tidak membentuk tubuh
c. Berbahan tebal agar tidak transparan
d. Tidak mengenakan pakaian syuhrah (sensasional)
e. Tidak menyerupai pakaian lawan jenis.
3. Akhlak dalam Berinteraksi Sosial
Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu,
individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok dalam masyarakat melalui suatu
komunikasi. Menurut HR. Bukhari Muslim, dalam berinteraksi sosial dengan sesamanya,
muslim yang baik itu tidak menyakiti orang lain baik melalui lisan maupun perbuatan
anggota tubuh. Kemudian yang perlu dipatuhi dalam berinteraksi social adalah aturan
hubungan lelaki dan perempuan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.
4. Akhlak dalam dunia Akademik
Dunia akademik dalam KBBI berkenaan dengan kegiatan pendidikan yang diarahkan
pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu dan bersifat ilmiah. Ilmu pengetahuan
menempati kedudukan yang penting dalam Islam. Keuatamaan ilmu bagi orang-orang yang
berilmu hendaknya diiringi dengan akhlak dalam menuntut ilmu, antara lain sebagai berikut,
(a) Niat ikhlas karena Allah, (b) Sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, (c) Memohon
kepada Allah agar mendapat ilmu yang bermanfaat, (d) Mencari guru yang baik, (e)
Mempunyai motivasi yang baik, untuk mencari keridhaan Allah, (f) Konsentrasi dalam
proses pembelajaran, (g) Sabar dan teguh hati dalam menghadapi tantangan dinamika
kehidupan, (h) Memperlakukan guru dengan sebaik mungkin.
5. Akhlak dalam Bekerja
Dalam islam bekerja bukanlah semata-mata merujuk pada aktivitas mencari rezeki
dengan menghabiskan waktu pagi, siang, dan malam melainkan mencakup segala bentuk
amalan atau pekerjaan yang mendatangkan keberkahan baik bagi diri, keluarga dan
masyarakat. Bekerja merupakan manifestasi amal shaleh. Sehingga kerja merupakan ibadah
sebagai ungkapan syukur manusia atas karunia Allah SWT.
Dalam bekerja agar mendapatkan keberkahan dan keridhaan Allah, maka seorang muslim
hendak memperhatikan akhlak dalam bekerja, yakni sebagai berikut (a) niat ikhlas karena
Allah SWT, (b) bekerja dengan tekun dan sungguh-sungguh, (c) mengutamakan kejujuran
dan amanah dalam bekerja, (d) profesionalitas dalam melakukan aktivitas.
Dengan demikian akhlak mencakup berbagai aspek kehidupan manusia. Akhlak dalam
menggunakan media sosial, kegiatan akademik, dan bekerja penting diaktualisasikan dalam
kehidupan setiap muslim.

Anda mungkin juga menyukai