0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
21 tayangan7 halaman
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang konsep iman, islam, dan ihsan dalam Islam serta hubungannya.
2. Iman, islam, dan ihsan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, di mana iman mewajibkan seseorang untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama sesuai tuntunan Rasulullah SAW.
3. Ihsan didefinisikan sebagai beribadah kepada Allah
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang konsep iman, islam, dan ihsan dalam Islam serta hubungannya.
2. Iman, islam, dan ihsan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, di mana iman mewajibkan seseorang untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama sesuai tuntunan Rasulullah SAW.
3. Ihsan didefinisikan sebagai beribadah kepada Allah
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang konsep iman, islam, dan ihsan dalam Islam serta hubungannya.
2. Iman, islam, dan ihsan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, di mana iman mewajibkan seseorang untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama sesuai tuntunan Rasulullah SAW.
3. Ihsan didefinisikan sebagai beribadah kepada Allah
1. Konsep Iman Kata iman dalam bahasa Arab merupakan bentuk masdar (gerund) dari fi'll madli (verb) amana, yang berarti percaya (yakin). Iman juga dapat diartikan dengan percaya dan kepercayaan. Arti yang pertama menggambarkan tentang sikap mental atau jiwa dan seseorang yang mempercayai atau meyakini, sedang arti yang kedua menunjuk pada sesuatu yang dipercayai. Secara istilah, iman adalah mengucapkan dengan lisan (igrar lisany), membenarkan dengan hati (tashdiq qalby), dan melaksanakan dengan segala anggota badan (amal rukny). Rukun iman terangkum dalam percakapan antara Rasulullah SAW dengan Jibril as. Rasulullah SAW bertanya "Kabarkanlah kepadaku, tentang iman?" Rasulullah SAW menjawab Nabi SAW menjawab, "Engkau beriman kepada (1) Allah, (2) malaikat-Nya, (3) kitab-kitabNya, (4) para Rasul-Nya, (5) hari akhir, dan beriman kepada (6) takdir, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk.(HR. Muslim). 2. Konsep Islam Kata Islam berasal dari Bahasa Arab adalah bentuk mashdar dari kata kerja aslama - yuslimu - islaman yang secara etimologi mengandung makna sejahtera, tidak cacat, selamat. Seterusnya kata salm dan silm mengandung arti kedamaian, kepatuhan dan penyerahan diri. Sedangkan dalam istilah syara', Islam terdiri atas lima pondasi, yaitu 1. Syahadat, baik syahadat tauhid maupun syahadat rasul, 2. Melaksanakan sholat pada waktunya, memenuhi syarat dan rukunnya, 3. Menunaikan zakat, 4. Berpuasa pada bulan ramadhan, 5. Melakukan haji di Baitullah bagi yang mampu baik untuk perjalanan maupun nafkah untuk keluarganya. Agama Islam yang diturunkan Allah kepada semua nabi mengajarkan akidah sama, yaitu tauhid dan mengesakan Allah SWT. Adapun perbedaan ajaran di antara wahyu yang diterima oleh nabi nabi Allah tersebut terletak pada syariatnya yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan kecerdasan umat pada waktu itu.Islam yang diturunkan kepada nabi Muhammad adalah wahyu Allah yang terakhir yang diturunkan kepada manusia. Karena itu agama ini sudah sempurna dan senantiasa sesuai dengan tingkat perkembangan manusia sejak masa diturunkannya empat belas abad yang lalu hingga akhir peradaban manusia yang ditutup dengan hari kiamat. 3. Konsep Ihsan Secara etimologis kata Ihsan berasal dari ahsana, yuhsimu, ihsanan yang berarti berbuat baik. Secara terminologis, Ihsan berarti apabila seseorang beribadah kepada Allah SWT seolah-olah ia melihat-Nya. Jika ia tidak mampu melihat-Nya, maka ia harus yakin bahwa Allah melihat perbuatannya. B. Proses Terbentuknya Iman dan Upaya Meningkatkannya 1. Iman adalah Fitrah, Ikhtiar dan Hidayah Sejak dalam jaman azali (arwah), Allah SWT telah melakukan sebuah perjanjian dengan arwah agar bertahid (meng-esakan Allah SWT). Iman juga hadir karena ikhtiar manusia. Di dalam QS Al Kahfi 29 Allah SWT memberikan pilihan kepada hamba-Nya "jika kalian ingin berimanlah, atau kufur. Allah SWT memberikan akal kepada manusia agar bisa berfikir dan menentukan pilihan keyakinannya. Dalam sebuah hadis juga dijelaskan bahwa setiap anak manusia terlahir di muka bumi dalam kondisi fitrah bertauhid (mengesakan Allah SWT). Fitrah ini akan tumbuh kembang dengan baik ketika orangtua atau kondisi sosial masyarakat mempengaruinya. Iman merupakan hidayah dari Allah SWT, dan hidayah itu itu multak hak Allah SWT. Tidak satupun manusia bisa memberikan hidayah kepada sesama. Manusia juga tidak boleh menjustifikasi keyakinan orang kafir, karena bisa jadi yang dikatakan kafir, kemudian 2. Merawat Iman Obat hati ada lima perkara yang bersumber dari kitab Al- Wafi fi Al- Syahri Arbain Al Nawawi yaitu "membaca al-Qur'an dengan tadabbur (perenungan), kosongnya perut (puasa), qiyamul lail (shalat malam), berdoa di waktu sahar (waktu akhir malam sebelum Shubuh), dan duduk bersama orang-orang shalih" (Al-Wafi fi Al-Syarhi Arabain Al Nawawi). Rasulullah SAW mengibaratkan seseorang yang berkawan dengan orang baik (shalih), seperti berteman dengan pemilik minyak wangi, sehingga bisa kebagian wangi walaupun tidak membelinya. Berkawan dengan orang berilmu dan shalih, berarti sama dengan merawat iman, sehingga hatipun terjaga imannya. a. Menciptakan Lingkungan Imani b. Membaca Al-Qur'an Beserta Maknanya c. Melakukan Puasa d. Melaksanakan Sholat Malam C. Implementasi Iman, Islam dan Ihsan 1. Hakekat Ibadah. Definisi ibadah menurut para ulama beragam, namun As Siddieqy mengartikan bahwa ibadah itu meliputi segala kegiatan yang disukai dan diridhoi oleh Allah SWT, baik berupa perbuatan, perkataan, secara terang-terangan maupun tersembunyi. Dengan demikian, ibadah itu meliputi tutur, sikap, bahkan urusan busana-pun merupakan ibadah kepada Allah SWT. Iman, islam dan Ihsan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Beriman berarti tidak hanya memahami, tetapi wajib mengamalkan perintah Allah SWT yang telah dicontohkan Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari, karena iman implementasi dari hati (amalun qolbiyun). Ibadah bukan hanya sebagai ritual, tetapi bentuk pengabdian seorang hamba kepada Allah SWT. Ibadah yang dikerjakan dengan baik sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW, disamping mendapat pahala dari Allah SWT, juga bermanfaat bagi diri sendiri dan social. 2. Syarat di terimanya Ibadah Ibadah mahdhoh atau ghoiru mahdhoh harus dilandasi dengan niat yang baik dan benar, sebagaimana hadis Rasulullah SAW "amal itu tergantung pada niat" (HR Muslim). Begitu juga dengan kaifiyah ibadah (tata caranya), harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW dan sahabat, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama-ulama terdahulu dalam kitab mereka, seperti Imam Abu Hanifah, Malik, Al Syafii, Ibnu Hambal. Syarat diterimanya ibadah harus dilaksanakan dengan ikhlas.. Ikhlas berarti bersih atau murni dari berbagai pernyakit hati, seperti riya (pamer). Semua bentuk ibadah yang dikerjakan tujuan tamanya mengharap ridho Allah SWT. D. Peran Ihsan dalam Pembentukan Karakter Salah satu tanda orang yang beriman kepada Allah, yaitu selalu mengklarifikasi sebuah informasi yang di dengar. Juga, tidak menyebarkannya, kecuali setelah melihat kebenaranya, dan manfaatnya. Rasulullah SAW berkata "cukup dikatakan berdusta, menyebarkan berita Iman dan Islam, ihsan merupakan pilar agama islam. Setiap orang yang melaksanakan perintah Allah SWT, sudah pasti landangannya adalah iman kepada Allah SWT, sesuai dengan tuntuna Rasulullah SAW. Dalam hal ini, ihsan ditanamkan sejak dini. Ketika ihsan melekat pada pribadi seseorang, maka dia akan merasakan kehadiran Allah SWT, pada setiap dan waktu. Ketika sedang melaksanakan ibadah mahdah, maka dia akan merasakan interaksi dengan Allah SWT, sehingga tidak ada ruang untuk berpaling dari Allah SWT. Sedangkan ketika akan melakukan larangan Allah SWT. seperti; korupsi, pacaran, mencuri, menipu, walaupun jauh dari kedua orangtuanya, maka dia tetap merasa selalu dipantau oleh Allah SWT. Semakin tinggi tingkat kualitas ihsan seseorang, akan semakin santun, ramah kepada sesama. Bakan, akan mementingkan sesama dari pada dirinya sendiri.
BAB IV
AKHLAK MULIA MANIFESTASI IHSAN
A. Kedudukan dan Ruang Lingkup Akhlak
Dalam khazanah Islam, ilmu yang mengkaji tentang perbuatan manusia yang bersifat baik atau buruk disebut dengan istilah akhlak. Secara etimologis, akhlak berasal dari bahasa Arab, yang merupakan bentuk plural (jamak) dari al khuluq yang berarti gambaran batin, perangai, kebiasaan tabiat atau karakter. Al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin memberikan pengertian akhlak sebagai berikut, "Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Perbuatan baik dan buruk sebagai manifestasi dari akhlak, apabila dikaitkan dengan jenis akhlak dalam Islam dapat dinyatakan bahwa akhlak yang baik (mahmudah) merupakan sikap yang melekat pada seseorang berupa ketaatan pada aturan dan ajaran syari'at Islam yang tercermin dalam berbagai amal, baik amal batin seperti zikir, berdo'a maupun amalan lahir seperti kepatuhan pelaksanaan ibadah dan sikap tata krama dalam berinteraksi dengan orang lain. Adapun akhlak yang buruk (madzmumah) adalah sikap yang melekat pada diri berupa kebiasaan pelanggaran-pelanggaran pada ketentuan dan aturan syari'i baik secara batin seperti dengki, hasud maupun secara lahir seperti berzina, menyakiti orang lain dan sebagainya. Kedudukan akhlak dalam perspektif Islam, merupakan mustika kehidupan yang menghantarkan kesuksesan seorang muslim. B. Proses Pembentukan Akhlak Proses pembentukan akhlak dapat dilakukan antara lain melalui : 1. Pembiasaan Manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu melalui pengli hatan, pendengaran dan hati sanubari. Al Ghazali menegaskan bahwa kepribadian manusia pada dasarnya dapat menerima segala upaya pembentukan melalui pembiasaan. Pembiasaan untuk membentuk akhlak yang baik, dapat dilakukan dengan cara melatih jiwa kepada tingkah laku yang baik, dan mengendalikan jiwa untuk menghindari tingkah laku yang tidak baik. Pembiasaan dapat menumbuhkan kekuatan pada diri untuk melakukan aktivitas tanpa paksaan. Namun demikian, pada situasi tertentu strategi pembentukan akhlak dengan pembiasaan melalui cara "paksaan dapat dibenarkan. Hal ini karena, suatu perbuatan yang dilakukan secara terus menerus lama kelamaan tidak terasa sebagai paksaan. Selanjutnya akan menjadi kebiasaan yang mengakar dalam jiwa, sehingga menjadi sifat baik yang mendorong lahirnya akhlak yang baik. 2. Keteladanan Menurut Syafri (2012),prinsip keteladanan efektif dilakukan karena fitrah manusia adalah lebih kuat dipengaruhi dari melihat contoh disekitarnya. Demikian pula ditegaskan Muhaimin (1993) bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan untuk belajar melalui peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang-orang di sekitarnya. Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya melalui instruksi serta anjuran, tetapi diperlukan langkah pemberian contoh teladan yang baik dan nyata dari diri dan lingkungan sekitar. 3. Refleksi Diri Strategi refleksi diri, dapat dilakukan dengan cara senantiasa melakukan perenungan atas segala perbuatan baik ataupun buruk yang telah diperbuat dalam setiap rentang waktu tertentu baik menit, jam ataupun selama kehidupan ini dalam hubungannya dengan Allah dan sesama. Perenungan ini, hendaknya ditindaklanjuti dengan kesadaran dan tekad untuk memperbaiki diri, karena tanpa kesadaran dan tekad akan sulit terbentuk akhlak baik yang bersifat konstan (ajeg). Hal ini, karena dalam perspektif psikologi kepribadian terdapat satu dimensi kepribadian individu yang disebut watak. Oleh karena itu, refleksi diri ini perlu disertai dengan kesadaran, menganggap diri sebagai individu yang banyak kekurangan daripada kelebihan. Ibnu Sina (dalam Nata, 2002) menegaskan bahwa apabila seseorang mengharapkan dirinya menjadi pribadi yang berakhlak baik, hendaknya terlebih dahulu mengetahui kekurangan yang ada dalam dirinya dan membatasi diri semaksimal mungkin untuk tidak berbuat kesalahan, sehingga diri senantiasa terkontrol untuk melakukan perbuatan baik dan tercegah dari melakukan perbuatan buruk. C. Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan Islam memotivasi dan menghimbau kepada setiap muslim agar berakhlaqul karimah dengan berbagai bentuk perintah dan larangan. Beberapa bentuk aktualisasi akhlak dalam kehidupan adalah sebagai berikut. 1. Akhlak dalam Menggunakan Media Sosial Media sosial merupakan sebuah sarana interaksi sosial berbasis daring (dalam jaringan) yang terhubung dengan internet, yang berfungsi memudahkan penggunanya untuk saling berbagi informasi atau cerita, berpartisipasi melakukan komunikasi lewat berkirim pesan, menjalin relasi dan membuat jaringan. Kelebihan media sosial diantaranya menjadikan informasi mudah diakses dan disebarluaskan dengan cepat secara bebas oleh siapapun. Media sosial dapat berperan sebagai sarana efektif untuk mendapatkan dan menyebarkan informasi bermanfaat. Namun media sosial juga memiliki sisi negative. Media sosial juga tidak jarang disalahgunakan untuk menyebarkan berita palsu (hoax), ujaran kebencian, gunjingan, konten pornografi, menyebarkan rahasia orang, atau mencemarkan nama baik seseorang. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Anam bahwa prinsip-prinsip yang harus dimiliki seseorang yang bergelut dengan berbagai jenis media, termasuk media sosial harus (1) niatkan untuk berdakwah, (2) perhatikan aturan Islam dalam bidang informasi, (3) jauhi larangan agama dalam bermedia sosial seperti larangan menyampaikan berita hoax, merugikan atau merusak kehormatan pihak lain, dan menyebarkan berita provokatif. 2. Akhlak dalam Berbusana Secara terminology pakaian atau busana adalah segala sesuatu yang di kenakan setiap hari dari ujung rambut sampai ujung kaki. Secara umum, busana dipakai untuk menutup aurat atau melindungi bagian tubuh yang harus ditutup sesuai aturan agama serta kepatutan adat istiadat. Islam menetapkan pakaian bukan semata-mata masalah budaya dan mode akan tetapi perlu memperhatikan batasan aurat yang harus ditutup bagi perempuan muslimah dan lakilaki muslim. Aurat secara bahasa artinya bagian yang ditutupi manusia karena malu jika ditampakkan. Secara istilah, aurat adalah bagian badan yang diwajibkan Allah untuk ditutupi. Aurat seorang perempuan muslimah adalah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan. Sedangkan aurat seorang laki-laki muslim sebatas antara pusar sampai lutut. Selain bertujuan menutup aurat, pakaian khusus seorang muslimah bertujuan untuk menunjukkan jati dirinya sebagai seorang muslimah yang mukminah. Dengan demikian akan terhindar dari gangguan yang menyakitkan. Beberapa akhlak berpakaian yakni sebagai berikut, a. Menutup aurat b. Longgar sehingga tidak membentuk tubuh c. Berbahan tebal agar tidak transparan d. Tidak mengenakan pakaian syuhrah (sensasional) e. Tidak menyerupai pakaian lawan jenis. 3. Akhlak dalam Berinteraksi Sosial Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok dalam masyarakat melalui suatu komunikasi. Menurut HR. Bukhari Muslim, dalam berinteraksi sosial dengan sesamanya, muslim yang baik itu tidak menyakiti orang lain baik melalui lisan maupun perbuatan anggota tubuh. Kemudian yang perlu dipatuhi dalam berinteraksi social adalah aturan hubungan lelaki dan perempuan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. 4. Akhlak dalam dunia Akademik Dunia akademik dalam KBBI berkenaan dengan kegiatan pendidikan yang diarahkan pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu dan bersifat ilmiah. Ilmu pengetahuan menempati kedudukan yang penting dalam Islam. Keuatamaan ilmu bagi orang-orang yang berilmu hendaknya diiringi dengan akhlak dalam menuntut ilmu, antara lain sebagai berikut, (a) Niat ikhlas karena Allah, (b) Sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, (c) Memohon kepada Allah agar mendapat ilmu yang bermanfaat, (d) Mencari guru yang baik, (e) Mempunyai motivasi yang baik, untuk mencari keridhaan Allah, (f) Konsentrasi dalam proses pembelajaran, (g) Sabar dan teguh hati dalam menghadapi tantangan dinamika kehidupan, (h) Memperlakukan guru dengan sebaik mungkin. 5. Akhlak dalam Bekerja Dalam islam bekerja bukanlah semata-mata merujuk pada aktivitas mencari rezeki dengan menghabiskan waktu pagi, siang, dan malam melainkan mencakup segala bentuk amalan atau pekerjaan yang mendatangkan keberkahan baik bagi diri, keluarga dan masyarakat. Bekerja merupakan manifestasi amal shaleh. Sehingga kerja merupakan ibadah sebagai ungkapan syukur manusia atas karunia Allah SWT. Dalam bekerja agar mendapatkan keberkahan dan keridhaan Allah, maka seorang muslim hendak memperhatikan akhlak dalam bekerja, yakni sebagai berikut (a) niat ikhlas karena Allah SWT, (b) bekerja dengan tekun dan sungguh-sungguh, (c) mengutamakan kejujuran dan amanah dalam bekerja, (d) profesionalitas dalam melakukan aktivitas. Dengan demikian akhlak mencakup berbagai aspek kehidupan manusia. Akhlak dalam menggunakan media sosial, kegiatan akademik, dan bekerja penting diaktualisasikan dalam kehidupan setiap muslim.