Oleh :
1. Muhammad Hanan Adli Amani (5010211156)
2. Rizki Puspitasari (5010211008)
3. Athallah Shafy Ramadhany (5010211028)
4. Manindri Auresa Palindria (5012211132)
5. Amanda Nur Annida (5012211034)
A. Latar Belakang
Akidah (keimanan) dan amal (perbuatan) dianggap sebagai pondasi dalam pendidikan
agama islam. Tujuan dari pembelajaran akidah yakni untuk memotivasi dan mengarahkan
manusia dalam proses pengembangan dirinya menjadi pribadi yang lebih baik dari sisi
pandangan, pemahaman, dan keyakinan (iman). Dalam proses pembelajarannya, terdapat
banyak istilah yang cukup krusial seperti iman, islam, dan ihsan. Manusia hendaknya
memiliki pegangan atau acuan di dalam hati nuraninya untuk menjalani kehidupan. Islam
direpresentasikan sebagai wujud anggota badan yang tampak dari luar, seperti tangan,
kaki, dan kepala. Sedangkan ihsan merupakan bagian yang merawat anggota tubuh kita
agar selalu dalam kondisi prima dan mengarahkan agar selalu tunduk, patuh kepada Allah
SWT.
Maka dari itu, makalah ini akan membahas mengenai pengertian iman, islam, ilmu
dan ihsan, serta bagaimana hubungan dan integrasi iman, islam, dan ihsan dalam
kehidupan muslim serta mengupas dan membahas istilah-istilah tersebut berdasar
urgensinya untuk mempelajari itu semua.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian iman, Islam, ihsan, dan insan kamil?
2. Bagaimana karakteristik insan kamil dan metode pencapaiannya?
3. Bagaimana konsep integrasi iman, Islam, dan ihsan membentuk insan kamil?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan pengertian iman, Islam, ihsan, dan insan kamil.
2. Mengetahui karakteristik insan kamil dan metode pencapaiannya.
3. Mengetahui konsep integrasi integrasi iman, Islam, dan ihsan membentuk insan
kamil.
BAB II
INTEGRASI IMAN, ISLAM, DAN IHSAN
4. Insan kamil
Insan Kamil diambil dari gabungan dua kata bahasa Arab, yaitu Insan dan Kamil.
Insan secara bahasa berarti manusia dan Kamil yang berarti sempurna. Dengan demikian,
Insan Kamil berarti manusia sempurna. Kata-kata Insan Kamil untuk pertama kali
digunakan oleh seorang tokoh yaitu tokoh sufi Hussein bin Mansur al-Ḥallaj (309 M),
kemudian dikembangkan dan dipopulerkan oleh Ibnu ‘Arabi dan Abdul Karim al-Jili.
Menurut Ibn ‘Arabi Insan Kamil adalah individu yang memiliki kemampuan untuk
menunjukkan bahwa dirinya diciptakan dalam citra Tuhan yakni yang telah mampu
mewujudkan potensi spiritual secara penuh dari kemanusiaannya.
Insan kamil bagi sufi yakni lokus penampakan (madzhar) dari diri Tuhan yang paling
sempurna, meliputi nama dan sifat-Nya. Manusia dipilih oleh Allah SWT sebagai
makhluk yang memiliki suatu keunggulan (tafadhul) atau ahsani taqwim (ciptaan paling
sempurna) berdasarkan istilah Al-Qur’an.
Insan Kamil merupakan manusia yang sempurna. Kamil secara potensial dimiliki oleh
manusia. Apabila potensi tersebut menjadi aktual pada diri manusia, pada saat itu juga
disebut Insan Kamil. Adapun yang dimaksud dengan manusia sempurna adalah mereka
yang sempurna dalam hidupnya. Seseorang dalam hidupnya dianggap sempurna apabila
memenuhi kriteria tertentu. Kriterianya yaitu ada dalam diri Nabi Muhammad Saw, yang
memiliki akhlak agung.
B. Karakteristik Insan Kamil dan Metode Pencapaiannya
Menurut Ibnu Araby ada dua jenis manusia yaitu insan kamil dan monster yang
bertubuh besar. Sesungguhnya Allah menciptakan manusia dengan struktur tubuh dan
bentuk tubuh yang terbaik, bahkan memiliki potensi taat beragama. Namun, adanya hawa
nafsu dan keduniawian membuatnya terjerumus kedalam atau ke tempat yang
serendah-rendahnya. Dengan itu kita perlu mengenali lebih jauh bagaimana struktur
manusia dan berbagai macam nafsu agar kita dapat mengembangkan diri kita menjadi
lebih baik lagi sehingga dapat mencapai syarat untuk menjadi insan kamil. Dengan
merujuk pada pendapat para filusuf dan sufi muslim, dalam buku Wahyuddin et al(2019)
dapat disimpulkan bahwa manusia memiliki empat unsur.
Keempat unsur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Sirr atau rasa. Rasa dapat diartikan sebagai jati diri manusia yang terletak di
tengah-tengah roh paling halus atau paling dalam. Rasa yang dimaksudkan tersebut dapat
kembali lagi ke akhirat. Adanya rasa dapat kita buktikan dengan kita melihat di
keseharian, misalkan kita dapat merasakan rasa asin, pahit, manis, tidak enak, enak,
harum. sehat, sakit, sakit hati, dan lain-lain. Rasa juga memiliki suatu kewajiban yaitu
untuk merasakan keberadaan Allah di dekat kita bahwa sesungguhnya Allah sangat dekat
dengan kita melebihi dari apapun itu.
2. Jasad. Jasad sengaja diciptakan oleh Allah untuk diuji, di mana wujud nafsu
adalah jasad tersebut. Keberadaan jasad di dunia dibatasi dengan adanya umur. Allah
memberikan jasad dengan hati yang berwatak seperti iblis yaitu watak abā wastakbara
(takabur) dan watak anā khairun minhu (merasa lebih baik, ujub). Jasad memiliki suatu
kewajiban menjalankan syariat, yaitu wajib menjalankan ibadah badan dan harta
(salat wajib, membayar zakat, puasa ramadhan, ibadah haji bila mampu).
3. Hati nurani. Hati disebut juga dengan jantung. Hati terletak di tengah-tengah dada.
Allah menjadikan hati nurani dari cahaya, dimana wataknya sama seperti malaikat-Nya
yang tunduk dan patuh kepada wakil-Nya di bumi. Hati dapat dibuktikan dengan adanya
rasa cinta dan benci. Hati memiliki kewajiban yaitu menjalankan tarekat, artinya
kewajiban untuk mencintai allah dengan cara berdzikir dan mencintai Rasul-Nya serta
menjalankan sunnahnya.
4. Roh. Roh terletak di hati nurani manusia. Roh merupakan daya serta kekuatan
yang Allah masukkan kedalam jasad manusia, adanya roh dapat ditandai dengan bernafas
yaitu keluar masuknya udara saat bernapas, dapat hidup di dunia ini. Roh memiliki
kewajiban untuk menjalankan hakikat, yaitu dengan merasakan daya kuat-Nya Tuhan.
Maksud dari daya kuat-Nya Tuhan yaitu, meyakini bahwa Tuhan lah yang memiliki daya
dan kekuatan, manusia hanyalah dipinjami sementara oleh-Nya. Allah tidak menyukai
dan akan murka kepada orang yang menyombongkan diri, yakni merasa memiliki
kelebihan, merasa pintar, merasa hebat, dan lain-lain).
Semua unsur manusia yang telah di sebutkan di atas perlu dioptimalkan agar manusia
dapat meluluhkan dan menundukkan syahwat serta hawa nafsu.
Untuk mengetahui karakteristik insan kamil dapat menelusuri dari berbagai pendapat
para ulama yang keilmuannya sudah diakui, termasuk didalam aliran-alirannya.
Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :
1. Berfungsi Akalnya Secara Optimal
Menurut kaum Mu’tajzilah dijumpai fungsi akal secara optimal. Menurut kaum
Mu’tajzilah manusia yang akalnya berfungsi secara optimal dapat mengetahui bahwa
segala perbuatan berakhlak sesuai esensinya dan merasa wajib melakukan hal itu. Dengan
ini, segala perbuatan baik maupun perbuatan buruk manusia, yang dapat mendekati
tingkat insan kamil maka dapat dikenali perbuatan baik dan buruk-Nya karena telah
terkandung dalam esensi perbuatan tersebut.
2. Berfungsi intuisinya
Intuisi menurut pandangan dari Ibnu Sina disebut sebagai jiwa manusia, apabila yang
berpengaruh didalam diri manusia adalah jiwa manusianya, maka orang tersebut
hampir menyerupai malaikat dan mendekati kata kesempurnaan.
3. Mampu menciptakan budaya
melalui kemampuan berfikir, manusia tidak hanya membuat kehidupannya tetapi juga
memberikan perhatian terhadap berbagai cara untuk memperoleh makna hidup. Proses
ini dapat memunculkan peradaban baru. Namun, menurut Ibnu Khaldun kelengkapan
dan kesempurnaan manusia tidak lahir dengan sendirinya , melainkan melalui proses
tertentu yang bersinggungan dengan budaya sehingga hingga saat ini biasa disebut
revolusi.
4. Menghiasi diri dengan sifat-sifat Ketuhanan
Manusia merupakan makhluk yang mempunyai naluri dengan Ketuhanan (fitrah).
Sifat-sifat manusia membuat ia menjadi wakil Tuhan di muka bumi. Manusia sebagai
khalifah yang merupakan gambaran ideal.
5. Berakhlak mulia
Menurut pendapat Ali Syari’ati mengatakan bahwa manusia sempurna memiliki 3 aspek
yaitu aspek kebijakan, kebenaran, dan keindahan. Maksudnya, manusia harus
mempunyai nilai seni, etika, dan pengetahuan. Insan kamil dengan kemampuan
otaknya dapat menciptakan peradaban yang tinggi dengan kemampuan teknologi dan
juga memiliki kedalaman perasaan terhadap segala sesuatu yang menyebabkan
kesedihan, penderitaan, dan kesengsaraan.
6. Berjiwa seimbang
Di zaman sekarang , manusia terletak pada aspek kedalamannya , yang bersifat
permanen, mortalitas yang kini tengah bereksistensi sebagai bagian dari perjalanan
hidupnya. Namun, kebanyakan dari mereka lupa dengan dasar mortalitas dirinya. Jadi,
saat ini perlu untuk menyikapi dengan seimbang dalam kehidupan yaitu seimbang
antara pemenuhan kebutuhan material dengan spiritual.
Metode pencapaiannya sebagai berikut :
1. Memulai salat apabila di hatinya sudah terdapat Tuhan yang akan disembah itu,
sehingga Tuhan yang ia sembah benar-benar Tuhan;
2. Berniat untuk salat karena Allah (menjalankan dengan ikhlas karena Allah dan tidak
ada pamrih di dunia);
3. Selalu menjalankan kewajiban salat dan hatinya dalam keadaaan dimana ia hanya
mengingat Allah.
4. Salat yang telah dilakukannya itu dapat mencegah terjadinya perbuatan keji dan
perbuatan mungkar.
C. Konsep Integrasi Iman, Islam, dan Ihsan dalam Membentuk Insan Kamil
Insan kamil merupakan manusia sempurna yang dikehendaki dan diciptakan oleh
Tuhan, manusia itu akan menjadi monster jika dirinya tidak menjadi insan kamil. Dalam
mencapai insan kamil banyak yang perlu dilakukan yaitu dengan memperkokoh keimanan
yang dapat dimulai dari yakin hingga haqqul yakin. Kita dapat memulainya dengan cara
mempelajari lebih dalam mengenai rukun iman dan rukun islam. Mempelajari rukun islam
bertujuan agar dapat beribadah bersungguh-sungguh. Apabila kita ingin mencapai ke
khusyuk an, keikhlasan, dan ridho dari Allah SWT, maka semua ibadah yang kita lakukan
baik itu yang telah ataupun sesuatu yang akan dilakukan harus kepada ihsan. Sedangkan,
untuk mencapai ihsan maka harus mendalami ilmu tasawuf (wahyuddin, dkk. 2019).
BAB III
SEKULARISME MENURUT ISLAM
A. Pendahuluan
Penggunaan istilah “sekularisme” untuk mengkaji konsep dalam beragama masih
perlu dipertimbangkan kembali. Banyak pro dan kontra dalam penggunaan konsep ini.
Mereka yang mendukung menitikberatkan pada zaman yang sudah maju sehingga tidak
perlu lagi adanya konsep mistis dan agamis dalam keberlangsungan hidup mereka.
Sedangkan mereka yang menolak melandasi argumennya pada perbedaan pengalaman
sejarah dan budaya Eropa yang merupakan daerah asal munculnya istilah ini. Di sisi lain,
sekularisme dinyatakan seperti ajaran atau tindakan yang tidak memiliki landasan atau
pondasi dasar yang kuat dalam Islam, baik konsep maupun gerakan.
Paham ini semakin rumit dan menjadi pokok perdebatan dalam generasi-generasi
selanjutnya, karena mereka perlu mencari esensi dari sekularisme agar tidak terjebak
dalam sekularisme ini.
B. Pembahasan
Sekularisme jika ditinjau secara etimologi, berasal dari bahasa latin yakni saeculum
yang bermakna waktu atau tempat tertentu. Lebih menekankan kepada waktu sekarang
dan di sini, di dunia ini. Oleh karena itu, tidak salah jika saeculum disamakan dengan
worldly dalam bahasa inggrisnya (al-Attas. 1978). Sehingga sekularisme secara bahasa
dapat diartikan sebagai paham yang memandang semua hal hanya yang terjadi saat ini
saja, di dunia. Tanpa menghiraukan hal-hal spiritual seperti adanya kehidupan di akhirat
yang merupakan inti ajaran agama.
Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa sekularisme
adalah “paham atau kepercayaan yang berpendirian bahwa paham agama tidak
dimasukkan dalam urusan politik, negara, atau institusi publik.” Maka dari itu dapat
dikatakan bahwa sekularisme adalah paham yang menolak menyatukan agama dengan
urusan keduniaan. Sekularisme berawal pada abad pertengahan di mana saat itu muncul
penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memojokkan pihak gereja katolik hingga
mengakibatkan gereja reformis yang dipimpin oleh Martin Luter bangkit.
Di dalam karakteristik sekularisme bagian Barat adalah perancangan ide yang
menegaskan bahwa antara agama dan negara adalah dua entitas yang beda dan terpisah.
Pengertian ini didasaarkan pada pengakuan ”Agama merupakan sebuah keyakinan yang
dipegang teguh manusia meskipun dalam pandangan yang berbeda.” Orang bisa saja
berpikir tentang agama tetapi mereka bisa menjadi warga dari sebuah negara yang sama
mereka juga dapat seperti ini dengan nyaman apabila negara tidak ikut campur dalam
urusan agama. Oleh karena itu, sekularisme tidak hanya konsep politik, tetapi juga sebuah
filsafat hidup dan cita-cita untuk mencapai kemajuan dalam kehidupan manusia di dunia
ini, tanpa memandang agama, aliran, maupun warna kulit seseorang. Jadi dapat
disimpulkan bahwa sekularisme merupakan paham yang berpandangan bahwa agama
tidak berkaitan dengan persoalan ke duniaan yakni persoalan politik dan sosial budaya.
BAB IV
KESIMPULAN
Disebutkan dalam hadis bahwa Iman memilik pengertian pengakuan hati, pengucapan
dengan lidah, dan pengalaman dengan anggota. Islam memiliki arti baik dari segi bahasa
maupun istilah menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang mengemban isi
keselamatan dunia dan akhirat, kesejahteraan, dan kemakmuran lahir batin bagi seluruh
umat manusia dengan cara menunjukkan kepatuhan, ketundukkan, dan kepasrahan
kepada Allah SWT. Ihsan adalah titik teratas dalam prestasi ibadah, akhlak, dan
muamalah. Insan Kamil disebut juga manusia sempurna. Kamil secara potensial dimiliki
oleh manusia. Jika potensi itu menjadi aktual pada diri manusia sekarang, saat itu lah bisa
disebut dengan Insan Kamil. Manusia semourna disini sendiri memiliki makna sempurna
dalam hidupnya. Seseorang akan dianggap sempurna didalam hidupnya apabila
memenuhi kriteria tertentu yang telah ditetapkan. Pemahaman tentang sekularisme adalah
paham yang menolak menyatukan agama dengan urusan keduniaan. Sekularisme muncul
di abad pertengahan dimana pada saat itu muncul penemuan ilmu pengetahuan dan
teknologi
DAFTAR PUSTAKA
- https://www.academia.edu/34823151/integrasi_iman_islam_dan_ihsan_pdf
(diakses tanggal 9 September 11.30)
- https://belajarilmutasawuf.blogspot.com/2012/12/apa-itu-insan-kamil.html
(diakses tanggal 9 September 16.00)
- https://wislah.com/insan-kamil-adalah/
(diakses tanggal 9 September 16.30)
- https://rizkiarahmayanti16.blogspot.com/2015/02/mengintegrasikan-iman-islam-
dan-ihsan.html
(diakses tanggal 9 September 17.38)
- Muhammad Naquib al-Attas dalam bukunya Islam dan Sekularisme (terj) Karsidjo
Djojosuwarno (Bandung: Pustaka, 1978).
- Jamaluddin (n.d.). SEKULARISME; AJARAN DAN PENGARUHNYA DALAM
DUNIA PENDIDIKAN.
- Kemdikbud.go.id. (2016). Hasil Pencarian - KBBI Daring. [online] Available at:
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sekularisme [Accessed 13 Sep. 2021].
- Nata, Abbudin. 2010. Ciri-Ciri Insan Kamil. Jakarta. Blogspot.
LAMPIRAN