Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam agama Islam memiliki tiga tingkatan yaitu Islam, Iman, Ihsan.
Tiap-tiap tingkatan memiliki rukun-rukun yang membangunnya.
Jika Islam dan Iman disebut secara bersamaan, maka yang dimaksud Islam
adalah amalan-amalan yang tampak dan mempunyai lima rukun. Sedangkan
yang dimaksud Iman adalah amal-amal batin yang memiliki enam rukun. Dan
jika keduanya berdiri sendiri-sendiri, maka masing-masing menyandang
makna dan hukumnya tersendiri.
Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang berbuat Ihsan disebut muhsin
berarti orang yang berbuat baik.setiap perbuatan yang baik yang nampak pada
sikap jiwa dan prilaku yang sesuai atau dilandaskan pada aqidah da syariat
Islam disebut Ihsan. Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua pranata
yang berada pada suatu sistem yang lebih besar yang disebut akhlaqul
karimah.
Suatu ketika Malaikat Jibril a.s menemui Rasulullah s.a.w bersama para
sahabat dalam keadaan berwajahkan manusia untuk mengajarkan mereka
tentang agama. Malaikat Jibril a.s bertanyakan tentang tiga perkara yakni
tentang Islam, Iman dan Ihsan. Kemudian, Rasulullah s.a.w menjawabnya dan
dibenarkan pula oleh Malaikat Jibril a.s. Justeru, apa yang ingin ditekankan
dalam kisah ini adalah pentingnya ihsan sepertimana pentingnya Islam dan
iman dalam menentukan hala tuju diri kita sebagai seorang hamba dalam
meniti kehidupan di dunia mahupun di akhirat sepertimana suruhan Allah s.w.t

1.2. Tujuan
a). Untuk mengetahui perbedaan antara iman, islam dan ihsan.
b). Untuk mengetahui keterkaitannya antara iman, islam dan ihsan.
c). Untuk mengetahui manfaat ihsan dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
DASAR TEORI

2.1. Definisi Iman, Islam dan Ihsan

1
2.1.1. Iman
Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan
secara istilah syari, iman adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di
lisan, amalan dengan anggota badan, bertambah dengan melakukan
ketaatan dan berkurang dengan maksiat". Para ulama salaf menjadikan
amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan
berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang". Ini adalah
definisi menurut Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad, Al Auzai,
Ishaq bin Rahawaih, madzhab Zhahiriyah dan segenap ulama selainnya.
Dengan demikian definisi iman memiliki 5 karakter: keyakinan hati,
perkataan lisan, dan amal perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang.
Imam Syafii berkata, Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan.
Dia bisa bertambah dan bisa berkurang. Bertambah dengan sebab
ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan. Imam Ahmad
berkata, Iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Ia bertambah dengan
melakukan amal, dan ia berkurang dengan sebab meninggalkan amal.
Imam Bukhari mengatakan, Aku telah bertemu dengan lebih dari seribu
orang ulama dari berbagai penjuru negeri, aku tidak pernah melihat
mereka berselisih bahwasanya iman adalah perkataan dan perbuatan,
bisa bertambah dan berkurang.

2.1.2. Islam
Islam berasal dari kata Arab "aslama-yuslimu-islaman" yang secara
kebahasaan berarti "menyelamatkan", misal teks "assalamu alaikum"
yang berarti "semoga keselamatan menyertai kalian semuanya". Islam
atau Islaman adalah masdar (kata benda) sebagai bahasa penunjuk dari
fi'il (kata kerja), yaitu "aslama" bermakna telah selamat (kala lampau)
dan "yuslimu" bermakna "menyelamatkan"
Islam (Arab: al-islm, Tentang suara ini dengarkan
(bantuaninfo): "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang
mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat
miliar orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama
terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen. Islam memiliki arti

2
"penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: ,
Allh). Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang
berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan", atau lebih lengkapnya
adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam
mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia
melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-
sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus
ke dunia oleh Allah.
2.1.3. Ihsan
Ihsan (Arab: " ;kesempurnaan" atau "terbaik") adalah
seseorang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika
ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut
membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.
Ihsan adalah lawan dari isa'ah (berbuat kejelekan), yaitu seorang
manusia mencurahkan kebaikan dan menahan diri untuk tidak
mengganggu orang lain. Mencurahkan kebaikan kepada hamba-hamba
Allah dengan harta, ilmu, kedudukan dan badannya.
2.2. Hubungan Iman, Islam, Dan Ihsan
Iman, Islam dan Ihsan satu sama lainya memiliki hubungan karena
merupakan unsur-unsur agama (Ad-Din).
Iman,Islam dan Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu
dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah.
Keyakinan tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun
Islam. Sedangkan pelaksanaan rukun Islam dilakukan dengan cara Ihsan,
sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah.
Selain itu Iman, Islam, dan Ihsan sering juga diibaratkan hubungan
diantara ketiganya adalah seperti segitiga sama sisi yang sisi satu dan sisi
lainya berkaitan erat. Segitiga tersebut tidak akan terbentuk kalau ketiga
sisinya tidak saling mengait. Jadi manusia yang bertaqwa harus bisa meraih
dan menyeimbangkan antara iman, islam dan ihsan.

2.3. Perbedaan Antara Iman, Islam, dan Ihsan

Disamping adanya hubungan diantara ketiganya, juga terdapat perbedaan


diantaranya sekaligus merupakan identitas masing-masing. Iman lebih

3
menekankan pada segi keyakinan dalam hati. Islam merupakan sikap untuk
berbuat dan beramal.Sedangkan Ihsan merupakan pernyataan dalam bentuk
tindakan nyata. Dengan ihsan, seseorang bisa diukur tipis atau tebal iman dan
islamnya.

Iman dan islam bila disebutkan secara bersamaan, maka yang dimaksud
dengan Islam adalah amal perbuatan yang nampak, yaitu rukun Islam yang
lima, dan pengertian iman adalah amal perbuatan yang tidak nampak, yaitu
rukun iman yang enam. Dan bila hanya salah satunya (yang disebutkan) maka
maksudnya adalah makna dan hukum keduanya.

Ruang lingkup ihsan lebih umum daripada iman, dan iman lebih umum
daripada Islam. Ihsan lebih umum dari sisi maknanya; karena ia mengandung
makna iman. Seorang hamba tidak akan bisa menuju martabat ihsan kecuali
apabila ia telah merealisasikan iman dan ihsan lebih spesifik dari sisi
pelakunya; karena ahli ihsan adalah segolongan ahli iman. Maka, setiap
muhsin adalah mukmin dan tidak setiap mukmin adalah muhsin. adalah
mukmin.

2.4. Kesalahan dalam Memahami Hakekat Iman, Islam dan Ihsan


Status mukmin seolah mengalami distorsi (pembiasan makna), hal ini
terjadi mungkin karena beberapa faktor, antara lain :
1. Kebodohan/jahil
Mengatakan iman tetapi tidak tahu makna iman baik secara bahasa
maupun dalil Al Quran dan Sunah sehingga status mukmin menurut
prasangkanya saja (dzon).

2. Miskin sejarah
Ketidaktahuan sejarah para nabi dan rasul serta pengikut-pengikutnya
(tabii) atau yang mengikuti (Itiba). Sebab didalam Al Quran telah dikutip
beberapa sejarah orang-orang yang beriman yang sebelumnya dalam kesesatan
yang nyata (3:164).

4
[Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman
ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka
sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan
(jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan
sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar
dalam kesesatan yang nyata] (QS : ali imran 164)

3. Kuatnya kebanyakan sangkaan manusia


Kebanyakan manusia atau umum, memaknai sama dalam mengartikan
iman dengan dzon/sangkaan dan semuanya membenarkan yang pada
kenyataannya salah tidak sesuai menurut Allah dan Rasulnya (10:36, 6:116).
Suara kebanyakan manusa (Aksoro nass) cukup kuat bagi masyarakat awam
atau jahil, sehingga makna iman, ciri dan prosesnya semakin jauh dari
tuntutan yang haq (benar). Keyakinan inilah yang disebut dengan keyakinan
bathil (salah). Inilah yang menjadi sebab nabi dan rasul diutus agar mengikis
keyakinan yang datangnya bukan dari wahyu Allah (petunjuk atau kitabullah).
4. Taqlid buta.
Manusia lebih percaya kepada para pemuka Agama (Ahli kitab) atau
ulama yang fasiq dari pada kebenaran yang dibawa oleh Raul dan para
penerusnya. (5:77. 9:31).

5. Islam keturunan
Faktor lainnya adalah merasa telah beriman dari orang tuanya (Abba
uhum). Nenek moyang mereka dianggap telah beriman atau benar, sehingga
mereka merasa telah beriman karena orang tuanya atau berdasarkan
keturunan. Mereka lebih percaya kepada apa yang telah nenek moyangnya
yakini dan apa yang telah mereka kerjakan. (2:170).

6. Kebencian terhadap Islam.

5
Banyak orang yang benci kepada milah atau agama yang dibawa para
Nabi. Mulai dari pemimpin disebuah negara sampai kepada pembesar-
pembesarnya yang diikuti oleh kaumnya. Mereka menanamkan kebencian
kepada kaumnya agar tidak beriman kepada orang-orang yang menghidupkan
Al Quran dan Sunnah. (61:9, 2:130)

[Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama


yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama
meskipun orang musyrik membenci] (QS : Ash Shaff 9)

[Dan tiada yang benci millah Ibrahim melainkan orang yang memperbodoh
dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan
sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.]
(QS Al-Baqarah 130).

7. Lebih mencintai kehidupan dunia


Akal dan pola fikir manusia dipakai hanya untuk kepentingan dunia
(7:176, 45:23, 2:211-212).

2.5. Islam dan Cakupannya


Begitu menyimak dari dekat ajaran Islam, banyak kalangan sadar betapa
luasnya ajaran agama ini. Keluasan agama Islam sebab ajaran itu diturunkan
oleh Pencipta manusia, yang benar-benar Maha Tahu apa yang dibutuhkan
olen manusia di dalam kehidupan ini. Pencipta manusia itu mengenalkan
dirinya dengan Nama Allah, yang Mencipta serta Memelihara Alam Semesta
ini, melalui kitab sucinya yaitu Al-Quran al-Karim.

6
Islam diyakini oleh para ilmuwan mencakup bidang yang luas, tidak hanya
mencakup pengetahuan , melainkan juga bidang sosial-politik, sekaligus etika
atau moral.
1. Ajarannya bersumber dari wahyu Allah yang tertulis dalam Al-
Quran serta Hadis. Al-Quran yang terdiri atas 6.236 ayat, 30 juz,
114 surat menyampaikan ajaran yang luas, yang disebut ayat-ayat
Quraniyah. Selain itu, yang tercantum di alam semesta juga ayat-ayat
Tuhan, yang disebut ayat-ayat Kauniyah. Hadis, selain menjelaskan isi
umum dan globar dari Al-Quran juga menyampaikan hukum yang
merupakan kewenangan Nabi saw atas izin Allah Swt.
2. Ajarannya turun dalam masa sekitar 23 tahun, sehingga dapat
menjawab banyak peristiwa dalam kehidupan masyarakat.
Dengan masa 22 tabun 9 bulan 13 hari itu, banyak ajaran yang dapat
ditulis oleh masyarakat pada masa Nabi, yang dikenal dengan sahabat.
Selain menulis ajaran, sahabat menghafalkan ajaran, serta
mengamalkan ajaran Islam pada masa Nabi. Bahkan, jika ada
persoalan yang terjadi pada masa itu mereka dapat menanyakan
langsung kepada Nabi saw.
3. Pokok-pokok ajarannya selain berisi akidah, ibadah, muamalah,
juga akhlak. Empat bidang inilah yang menjadikan Islam benar-benar
tidak hanya berupa pengetahuan keagamaan, tetapi mencakup bidang
yang luas yakni sosial-kemasyarakatan atau sosial politik, bahkan juga
etika dalam kehidupan. Maka tidak heran jika pada masanya, Nabi
Muhammad selain menjadi Rasul juga pernah menjadi Kepala Negara.
4. Nabi Muhammad saw selain menyampaikan ajaran, juga teladan
bagi umat manusia. Mantapnya Islam terlihat dari pribadi penyampai
ajaran. Nabi Muhammad selain seorang Rasul yang menyampaikan
ajaran Rahmat bagi seluruh alam, pribadinya merupakan profil teladan
bagi kehidupan ini. Dari pribadinya, banyak contoh perilaku baik yang
dapat dipetik di dalam kehidupan ini.

Singkatnya, ajaran Islam memiliki cakupan yang luas, yang dapat dipetik
manfaatnya bagi kehidupan sekarang dan yang akan datang (Erfan Subahar).

7
2.6. Konsep Ihsan dalam Islam
Ihsan mencakupi dua aspek yakni ihsan dalam beribadah kepada Allah
SWT dan ihsan dalam menunaikan hak sesama makhluk. Ihsan dalam
beribadah kepada Allah SWT adalah dengan mencampakkan rasa didalam hati
bahawa diri sentiasa diawasi dan dihitung bagi setiap gerak-geri. Dengan
hadirnya rasa ini, kita akan lebih cenderung untuk menahan diri kita dari
melakukan perkara mungkar dan gerun untuk meninggalkan perintah Allah
SWT. Malah, kita akan lebih khusyuk dan tawadu serta ikhlas dalam
melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.
Berbeda pula dengan ihsan dalam menunaikan hak sesama makhluk yang
terbahagi kepada dua hukum yakni wajib dan sunat. Ihsan menjadi kewajiban
bagi setiap individu dalam menunaikan hak kedua ibubapa kita dan bersikap
baik dalam bermuamalah. Misalnya, setiap dari kita merupakan seorang anak
kepada kedua orang tua dan adalah wajib kita berbakti kepada mereka dan
memberi layanan terbaik selagimana mereka masih hidup dimuka bumi ini
sepertimana firman Allah SWT dalam surah An-Nisa ayat 23.

Artinya : Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu


yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara
bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-
anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang
menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua);
anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu

8
campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan
bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan
(dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah
terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Manakala, ihsan menjadi sunat terhadap perkara yang menjangkaui batas
kemampuan dan kadar kewajiban kita seperti memberikan sumbangan tenaga
dan harta. Namun begitu, antara ihsan yang paling dituntut dan dipandang
mulia adalah berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat terhadap diri kita
dari sudut perbuatan mahupun sekadar ucapan.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Antara iman,islam dan ihsan di samping saling berhubungan,juga terdapat
perbedaan yang merupakan ciri di antara ketiganya.
a) Iman lebih menekankan pada segi keyakinan di dalam hati.
b) Islam adalah sikap aktif untuk berbuat/beramal.
c) ihsan merupakan perwujudan dari iman dan islam,yang sekaligus
merupakan cerminan dari kadar iman dan islam itu sendiri.
2. Bila dibandingkan dengan iman maka Ihsan itu lebih luas cakupannya bila
ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada iman bila ditinjau dari
orang yang sampai pada derajat ihsan. Sedangkan iman itu lebih luas
daripada islam bila ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada
islam bila ditinjau dari orang yang mencapai derajat iman. Maka di dalam
sikap ihsan sudah terkumpul di dalamnya iman dan islam. Sehingga orang
yang bersikap ihsan itu lebih istimewa dibandingkan orang-orang mumin
yang lain, dan orang yang mumin itu juga lebih istimewa dibandingkan
orang-orang muslim yang lain.
3. Manfaat ihsan dalam kehidupan sehari-hari
Manfaat yang paling utama dari berbuat baik (ihsan) adalah mendapatkan
pahala dan kasih sayang dari Allah Swt. Bisa kita simpulkan bahwa ihsan

9
merupakan salah satu komponen subtansi kehidupan manusia.Ihsan bisa
dikatakan merupakan salah landasan kehidupan bagi orang yang beriman.
Ihsan menggambarkan akhlak yang terpuji, dikatakan bahwa Islam adalah
agama yang halus dan toleran, serta rahmatal lil alamin begitu juga
seorang mukmin harus memiliki sikap atau akhlak yang baik. Maka sudah
maklum jika manusia hidup tanpa ihsan, maka hidup manuisa tidak
terarah, terombang-ambing bagaikan debu yang bertebaran dan akhirnya
menjadi orang-orang yang merugi di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Supadie, Didik. 2012. Pengantar Studi Islam, Rajawali Pers, Jakarta.

AN-NAJAR, KS. 2014. "Berbuat Baik, Ibadahnya Orang-orang Shaleh". CV


Media Citra Qiblati. Malang.

Asmaran, AS. 1992. Pengantar Study Tauhid, Rajawali Press. Jakarta.

Hasan, Muhammad Tholhah. 2005. Islam dalam Perspektif Sosial Kultural.


Lantabora Press cetakan ke III. Jakarta.

Sunarto, Ahmad. 2002. Terjemah Hadits Shahih Muslim (Kitab Iman: Iman, Islam
dan Ihsan). Penerbit Husaini, Bandung.

The Noble Quran- https://quran.com/ diakses pada


tanggal 5 maret 2017 di Samarinda

Meniti Manhaj Salafush Sholih-


https://kautsaramru.wordpress.com/2015/03/18/kesalahan-dalam-memahami-
iman-beriman-seperti-berimannya-orang-sekuler/ diakses pada tanggal 5 maret
2017 di Samarinda.

WLA 104/03 Pengajian Islam-


https://pengajianislam.pressbooks.com/chapter/pengertian-islam-iman-dan-
ihsan/ diakses pada tanngal 5 maret di Samarinda.

10

Anda mungkin juga menyukai