Anda di halaman 1dari 77

PENDAHULUAN

• Difteri Kembali Mewabah Di Indonesia. Kementerian Kesehatan Bahkan Sudah Menetapkan Status
Kejadian Luar Biasa (KLB)/ wabah dan terhitung yang terbesar di dunia.
• Data Kementerian Kesehatan Menujukkan Sampai Dengan Desember 2017, Ada 142 Kabupaten Dan
Kota Dari 28 Provinsi Yang Melaporkan Kasus Difteri. Secara Keseluruhan Terdapat 622 Kasus, 38
Diantaranya Meninggal Dunia.
• Ada11 Provinsi KLB Difteri, Antara Lain Di Sumatra Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatra Selatan,
Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Banten, Dki Jakarta, Jawa Barat Dan Jawa Timur.

BBC Indonesia, 5 Desember 2017


DIFTERIA,
PENYAKIT MENULAR YANG TIMBUL KEMBALI
(RE-EMERGING DISEASE)
PENYEMBUHAN DAN PEMULIHAN PENYAKIT
(Termasuk Difteri)
1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan diselenggarakan untuk mengembalikan status
kesehatan, mengembalikan fungsi tubuh akibat penyakit dan/atau akibat cacat, atau
menghilangkan cacat.
2) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengendalian, pengobatan,
dan/atau perawatan.
3) Pengendalian, pengobatan, dan/atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran
dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatan dan
keamanannya.
4) Pelaksanaan pengobatan dan/atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu
keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu.

Pasal 63 UU nomor 36 tahun 2009 ttg Kesehatan


PERAWAT DAN KEPERAWATAN
• Perawat Adalah Seseorang Yang Telah Lulus Pendidikan Tinggi Keperawatan, Baik Di Dalam Maupun
Di Iuar Negeri Yang Diakui Oleh Pemerintah Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundangundangan
(Pasal 1 Ayat 2)
• Keperawatan Adalah Kegiatan Pemberian Asuhan Kepada Individu, Keluarga, Kelompok, Atau
Masyarakat, Baik Dalam Keadaan Sakit Maupun Sehat (Pasal 1 Ayat 1)
• Pelayanan Keperawatan Adalah Suatu Bentuk Pelayanan Profesional Yang Merupakan Bagian
Integral Dari Pelayanan Kesehatan Yang Didasarkan Pada Ilmu Dan Kiat Keperawatan Ditujukan
Kepada Individu, Keluarga, Kelompok, Atau Masyarakat, Baik Sehat Maupun Sakit (Pasal 1 Ayat 3)
• Asuhan Keperawatan Adalah Rangkaian Interaksi Perawat Dengan Klien Dan Iingkungannya Untuk
Mencapai Tujuan Pemenuhan Kebutuhan Dan Kemandirian Klien Dalam Merawat Dirinya (Pasal 1 ayat
5).

(UU no 38 tahun 2014 ttg Keperawatan)


PERAN (UTAMA) PERAWAT
• PELAKSANA PELAYANAN KEPERAWATAN
Memberikan asuhan keperawatan baik langsung maupun tidak langsung dengan metode proses
keperawatan
• PENDIDIK DALAM KEPERAWATAN
Mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga kesehatan yang berada di bawah
tanggung jawabnya.
• PENGELOLA PELAYANAN KEPERAWATAN
Mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan sesuai dengan manajemen keperawatan dalam
kerangka paradigma keperawatan
• PENELITI DAN PENGEMBANG PELAYANAN KEPERAWATAN
Mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian, serta memanfaatkan hasil
penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan

HASIL LOKAKARYA KEPERAWATAN TAHUN 1983


PERAN (TAMBAHAN) PERAWAT
• ADVOKAT PASIEN / KLIEN
Menginterprestasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien- mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien.
• KOORDINATOR
Mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian
pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien
• KOLABORATOR
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-
lain berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam
penentuan bentuk pelayanan selanjutnya
• KONSULTAN
Tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas
permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan

Konsorsium Ilmu Kesehatan tahun 1989


PERAN PENDIDIK

Perlu pemamahan yang baik tentang difteri

Mengajarkan ke teman sejawat dan masyarakat


DIFTERI SUATU TINJAUAN
• Difteria adalah penyakit menular akut yang sering berakibat fatal.
• Bakteria penyebabnya adalah corynebacterium diphteriae
• Berbentuk basil, gram + , dikenal 3 strains: gravis, intermedius dan
mitis: sama-sama dapat memproduksi toksin yang terjadi akibat
lisogenesasi oleh bakteriofag yang mengandung informasi genetik
toksin, tetapi yang paling virulens adalah strain gravis.
PENYAKIT DIFTERI

Kuman Penyebab Corynebacterium diphtheriae

Sumber penularan Manusia (Penderita/Carrier)

Cara penularan • Kontak dengan penderita pada


masa inkubasi
• Kontak dengan Carrier
• Melalui pernafasan (droplet
infection, fomite, luka di tangan)
Masa Tunas 2 – 5/ 6 hari
Masa penularan • Dari penderita : 2 – 4 minggu
• Dari Carrier bisa sampai 6 bulan
BAGAIMANA SITUASI

DIFTERI
SAAT INI ...?
TREND BULANAN KASUS DIFTERI DI JATIM 2012 - 2013 (mggu ke 8)
PADA KELOMPOK USIA <15 TAHUN & >=15 TAHUN
(233 kasus)

80 SUB PIN
75 76
73
70
65

60
<15 th 56
54 55
53
50 49
45
42 42
40 38 37
34 33 34
30 31
>15 th 28
26 25 24
22 23 23
20 18 18 18
20 20

15 16

10

0
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags
'2012 '2013
DISTRIBUSI PENDERITA DIFTERI MENURUT “ GOL UMUR “
DI JAWA TIMUR TAHUN 2005 – 2013 (28 Juni – 314 ks
100% 0 04
7,4 7 6,6 6,4
13,4
90% 7 5,3 20,4
15,7 >15 TH
35,1 36,7
80% 15,8
40,4
70% 44,4
44,7 26,3
60% 10-14 TH
55,1 15,3 14
46,4
33,8
50%

40% 31,9
28,6 26,7 5 - 9 TH
30% 33,3 50

20% 42
33,1
27 31,4
23,3 18,9 22,3 1 - 4 TH
10%
14,8
5,6 1,5 2 1,9 <1 TH
0% 1,2 1,3 0,7 0,3
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
GEJALA KLINIS & HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PADA KLB DIFTERI DI JATIM TAHUN 2012
NO GEJALA TAK ADA NEGATIV POSITIV (%)
SPES.
TOXIGENIC NON TOXIGENIC MIKROSKOPIS
(N = 76) (N = 634) (N=86) (N=15) (N=124)
1 PANAS 94.9 93.4 93.3 86.7 93.5
2 NYERI TELAN 61.5 72.4 70.9 93.3 63.3

3 PSEUDOMEMBRAN 97 98.3 100 100 100


4 BULLNECK 46.1 41.8 36.0 60 37.9
5 STRIDOR 30.7 27.4 25.6 26.7 45.9
6 BATUK PILEK 33.3 21.4 16.2 13.3 27.4
7 CYANOSIS 6.4 4.9 3.5 20 16.9
8 SESAK 5.1 2.7 1.2 0 4.0
9 EPITAKSIS 7.7 5.7 9.3 13.3 36.3
10 PUSING 0 5.7 4.6 0 4.0
11 SHOCK 0 0.8 3.5 0 2.4

12 KU BAIK 92.3 83.9 83.7 80 73.4

13 KU LEMAH 3.8 7.9 8.1 0 6.4


DISTRIBUSI PENDERITA DIPHTERI MENURUT STATUS IMUNISASI
DI JAWA TIMUR TAHUN 2009– 2012
100%

TAK IMM

Bagaimana
90%

80%

70%

60%

50%
Status
TAK LENGKAP

imunisasi
40%

30%

Penderita ...?
20%
IMM
10%

0%

2009 2010 2011 2012


Keterangan :
- IMM LENGKAP : Status IMM sesuai umur dan ada bukti catatan
- IMM TAK LENGKAP : Pernah IMM atau IMM sesuai umur berdasarkan ingatan
- TAK IMM : Tak pernah mendapatkan IMM
Oedem otak
PATOGENESIS
Toksoid difteri merupakan imunogen yang relatif
lemah, sehingga pada daerah yang cakupan
imunisasinya rendah kasus akan muncul lagi.

Adanya kasus disuatu daerah menunjukkan


1. adanya kegagalan cakupanmyocarditis
2. Adanya kegagalan vaksinasi
3. Adanya
Oedemkelemahan program kesehatan
Pulmo
4. Merupakan indikator daerah yang
bermasalah

Toksin difteri menyebar dari


tempat infeksi ke seluruh tubuh.
DIPHTHERIA
Pathogenesis

Mortimer E.A.and Wharton M., in Vaccines, 1999.


Atkinson W. et al., in Epidemiology and Prevention of
Vaccine-preventable Diseases, 1996d.
PERJALANAN PENYAKIT DAN GEJALA

• C. diphteriae ditularkan dari pasien/ karier melalui


droplet (infeksi tetesan) pada waktu batuk, bersin
dan berbicara atau dari muntah dan debu yang
mengandung kuman
•  masuk melalui kulit dan mukosa
• melekat dan berkembang biak pada permukaan
mukosa saluran nafas bagian atas
•  produksi toksin merembes kedaerah sekitarnya
•  menyebar keseluruh tubuh melalui pembuluh
getah bening dan pembuluh darah
2/19/2018 18
KONFIRMPROBABLE DIFTERI
probable
Adalah
• orangorang
kasus
daripositiv
: SUSPEK
dengan suspekyang
difterihasil
ditambah
isolasi salah
C difteriae yang toxigenic (dari usap
satu
ternyata

 Pernahhidung,
kontak tenggorok,
dengan kasus (<2 minggu)
ulcus kulit, jaringan,
•Ada
adalahdidaerah
orang endemis
conjunctiva,
dengan difteria
telinga,Laringitis,
gejala vagina)
 Stridor , Bullneck
Nasofaringitis atau•Tonsilitis
atau ditambah
 Pendarahan Submucusa atau petechiae pada kulit
• pseudomembrane
serum antitoxin meningkat 4 kali lipatkeabuan
putih atau lebihyang
(hanya
 Gagal jantung toxic,
bila mudah
tak kedua sampel
lepas serum
dan diperolehberdarah
mudah sebelum pemberian
di
 Gagal ginjal akut
faring, toxoid
laring, difteri
tonsil. atau antitoxin)
 Myocarditis and/or kelumpuhan motorik 1 s/d 6
minggu setelah onset
 Mati
PERAN PENDIDIK: PRAKTIKNYA

Perawat Rumah sakit/ klinik: Memberi pelajaran pada


TS junior dan pasien yang dirawat

Perawat Komunitas: Mengajarkan masyarakat melalui


Pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan
Pengkajian

• Variasi gejala: tanpa gejala hipertoksik & fatal

•Karena panas tidak tinggi, hanya tenggorokan nggak


enak, penyakit berlanjut sampai sdh ada komplikasi
baru ke RS, meninggal di RS dengan cepat
•Faktor2 risiko:
• primer: imunitas, virulensi
• toksinogenesitas., lokasi anatomis
• lain-lain: umur, peny sistemik penyerta, gizi
• Masa tunas: 2-6 hari
• Demam <38,90 C, gejala lain tgt lokalisasi penyakit
DIPHTHERIA TONSIL-FARING

•Anoreksia, malaise, demam ringan, nyeri telan


• Panas sumer2 tapi anak tampak toxic
• pseudo membran melekat, putih-kelabu dalam 1-2 hari menutup tonsil &
dinding faring, meluas ke uvula & palatum molle atau ke laring & trakhea
•Dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas atas
•Dpt terjadi lymphadenitis cervicalis & submandibularis, bila + edema
jaringan lunak leher bullneck
•Kasus ringan: membran lepas dlm 7-10 hari
•Sedang: sembuh berangsur; dpt + miokardiopati/neuropati
•Berat: gagal nafas/sirkulasi, paralisis palat. molle, miokarditis, kematian
Bukan diphtheria
DIPHTHERIA HIDUNG

•Mula-mula mirip common cold


•Sekret hidung berangsur jadi
•serosanguinous
•mukopurulen
•lecet pada nares & bibir atas
•Membran putih pada septum nasi
•Absorpsi toksin lambat;
•gejala sistemik sedikit
•diagnosis lambat
•Potential karier
Manifestasi klinis

DIPHTHERIA LARING

•Perluasan difteri faring; bila primer gejala terutama obstruksi sal


nafas atas. Bila perluasan, disertai gejala toksemia
•Gejala infectious croup: nafas bunyi, stridor progresif, suara
parau, batuk kering. Bila berat: retraksi suprasternal, subcostal,
supraclavicular
•Pelepasan membran  menutup jalan nafas  kematian
•Berat: membran meluas ke percababangan, trakheo-bronkhial
•Memerlukan tracheostomy
Manifestasi klinis

DIFTERI KULIT, VULVOVAG., KONJUNG., TELINGA

•Difteri kulit: tukak tepi jelas, membran pada dasar


•Difteri mata: lesi konjungtiva berupa kemerahan, edema
& membran pada konjungtiva palpebra
•Difteri telinga: otitis eksterna, sekret purulen & bau
Diagnosis Keperawatan
• Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas skunder adanya peudamembran
• Ketidaefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
hipersekresi trakheobronkial
• Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan obstruksi oleh
pseudimembran
• Hipertemia berhubungan dengan paparan sistemik endoktoksi
• Risiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan
status hipertermia dan intake cairan yang kurang
• Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhyan
tubuh berhuabungan dengan intake makanan yang tidak
adekuat skunder nyeri akibat radang
• Nyeri akut berhubungan proses peradangan dan edema
2/19/2018 mukosa saluran pernafasan dan mulut. 32
Pengobatan
• Pasien dirawat dengan isolasi
• Diphtheriae anti toxin (DAT) atau anti difteri serum
diberikan kepada tersangka tanpa menunggu confirm lab
• Eritromisin atau penicillin digunakan untuk profilaksis
• Procain Penisilin 50.000-100.000 IU /kkBB ( observasi
adanya resistensi obat ) atau Eritromisin (40-50
mg/kgBB) selama 10 hari
• Kortikosteroid untuk pencegahan atau mengurangi
peradangan
CARA PEMBERIAN ADS (ANTI
DIPTHERIA SERUM)
Ada 2 mekanisme pemberian ADS, yaitu secara drip
dan bedreska.
Untuk menentukan mekanisme mana yang dipakai,
dapat dilihat urutan-urutan sbb :

1.0,05cc ADS murni dioplos menjadi 1cc


2.Masukkan 0,05cc secara intrakutan
3.Tunggu 15 menit, lalu lihat hasilnya

•Bila indurasi < cm = negatif--> Drip


Pemberian ADS
ADS Secara Drip
ADS semua dosis dicampur dextrose 5%, ¼ saline, atau
½ saline, sebanyak 200cc, Lalu diberikan secara drip
selama 2-3 jam.
(Observasi vital sign; bila terjadi reaksi alergi, tetesan
dipelankan s/d ADS habis, jangan dihentikan !)
Pemberian ADS
ADS Secara Bedreska
•0,05cc ADS murni dioplos menjadi 1cc, lalu berikan secara subkutan.
•0,1cc ADS murni dioplos menjadi 1cc, lalu berikan secara subkutan.
•0,2cc ADS murni berikan secara subkutan (jangan dioplos !).
•0,5cc ADS murni berikan secara intramuscular.
•1cc ADS murni berikan secara intramuscular.
•2cc ADS murni berikan secara intramuscular.
•4cc ADS murni berikan secara intramuscular.
•Berikan terus sebanyak 4cc intramuscular, sampai habis sesuai dosis.
•Interval pemberian adalah 15-20 menit.
•Observasi vital sign selama pemberian.
•Bila terjadi reaksi alergi, segera hentikan pemberian ADS, dan beri
adrenaline 0,1cc subkutan.
Pencegahan Komplikasi
- PARALISA SYARAF LOKAL (pallatum molle paralisis)
- PARALISA NERVE CRANIALIS (Strabismus, diplopia)

PARALISA NERVE PERIFER


- Myocarditis (parese tangan & kaki,)
- BLOCK
Mggu
ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

SUMBATAN AKUT KIDNEY INJURI KOMPLIKASI YG LAIN :


JALAN NAFAS • Endocarditis
• Arthritis
• osteomyelitis
Tatalaksana medik komplikasi

• Sumbatan jalan nafas atas : tracheostomia


• Miokarditis akhir minggu pertama
– Deteksi dengan EKG
– Tatalaksana kerusakan miokard
– Tatalaksana AV block
• Paralisa palatum molle minggu ke dua
– Minum keluar hidung, uvula miring
– Pasang sonde nasogsatrik
• Acute Kidney Injury minggu ke dua
– Tatalaksana gagal ginjal
• Kelumpuhan Saraf minggu ke 4-6:
– Extremitas, mata, mimik
Tata laksana
Tata laksana epidemiologik

• Isolasi dan karantina


• Isolasi penderita: sampai biakan (-) 3x berturut-turut
• Pelacakan kontak dan PE
• Mencari kasus baru
• Mencari dan menekan transmisi karier
• Tatalaksana kontak
• Amati apakah menjadi penderita baru setelah inkubasi
• Tertular atau menularkan (karier sementara atau kronik)
• tes Schick (kerentanan thd difteri) Bila imunisasi dasar lengkap:
booster

• Imunisasi setelah sembuh dan booster


Tata laksana

Tata Laksana imunologik

Hasil Kultur Tes Schick Tindakan


– – Bebas
+ – Terapi carrier
+ +, gejala (–) ADS + Penisilin
– + Toksoid (imunisasi
aktif)

Tes Shick pos berarti anak rentan, negatif anak kebal


PERAN PENGELOLAAN PENYAKIT
DIFTERI SEBAGAI WABAH
JIKA PERAWAT SEBAGAI PENGELOLA LAKUKAN FUNGSINYA AGAR DIFTERI DITANGANI SECEPATNYA
Wabah
• Wabah adalah terdapatnya penderita suatu penyakit tertentu pada penduduk
suatu daerah, yang nyata jelas melebihi jumlah biasa (Benenson , 1985 )
• Wabah adalah penyakit menular yang terjangkit dengan cepat, menyerang
sejumlah besar orang didaerah luas (KBBI, 1989 ).
• Wabah adalah peningkatan kejadian kesakitan atau kematian yang telah
meluas secara cepat, baik jumlah kasusnya maupun daerah terjangkit
(Depkes RI, DirJen P2MPLP : 1981).
• Wabah adalah kejadian terjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka ( UU RI No. 4 tahun 1984 ).
• Wabah adalah timbulnya kejadian dalam suatu masyarakat, dapat berupa
penderita penyakit, perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, atau
kejadian lain yang berhubungan dengan kesehatan yang jumlahnya lebih
banyak dari keadaan biasa ( Last : 1981 )
Wabah dan KLB
• Wabah penyakit menular adalah kejadian terjangkitnya
suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu
serta dapat menimbulkan mala petaka (UU No.4, 1984)
• Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan/ kematian yang
bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam
kurun waktu tertentu (Peraturan Menteri Kesehatan RI,
Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989)
Kriteria Kerja Wabah / KLB
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya
tidak ada/ tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/ kematian terus –
menerus selama tiga kurun waktu berturut – turut
menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).
3. Peningkatan kejadian penyakit/ kematian, dua kali atau
lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam,
minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam suatu bulan menunjukan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka
rata – rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
Kriteria Kerja Wabah / KLB
5. Angka rata – rata perbulan selama satu tahun menunjukan
kenaikan dua kali lipat atau lebih dibandingkan dengan
angka rata – rata perbulan dari tahun sebelumnya.
6. Case fatality rate ( CFR ) suatu penyakit dalam suatu kurun
waktu tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih,
dibandingkan dengan CFR dari periode sebelumnya.
7. Proportional rate ( PR ) penderita dari suatu periode tertentu
menunjukan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan
periode,
8. Kurun waktu atau tahun sebelumnya.
Kriteria Kerja Wabah / KLB
9. Beberapa penyakit khusus menetapkan kriteria khusus : cholera
dean demam berdarah dengue.
• Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya ( pada
daerah endemis ).
• Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode
empat minggu sebelumnya, daerah tersebut dinyatakan bebas
dari penyakit yang bersangkutan.
10.Beberapa penyakit seperti keracunan, menetapkan satu kasus
atau lebih sebagai KLB.
• Keracunan makanan
• Keracunan pestisida
11.Satu kenaikan yang kecil dapat saja merupakan KLB yang perlu
ditangani dan perlu penanganan khusus.
KLB Difteri
• Satu kasus probable atau konfirmasi difteri adalah KLB
• Dilaporkan segera sebagai laporan KLB
• Lakukan langkah2 Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan sesuai Pedoman (Pedoman
Penyelidikan dan Penanggulangan KLB, Depkes 2007).
Tujuan Penyelidikan dan Penanggulangan KLB
Difteri
• Mendapatkan gambaran epidemiologis dan
identifikasi faktor risiko  Tindak lanjut imunisasi
• Tatalaksana Kasus dan Kontak
• Memutus mata rantai penularan.
Perlu Dicermati
1. Saat ini perlu di kelompokkan dengan jelas short time carrier atau long term
carrier , yg terus masih menularkan

2. Kasus dengan status imunisasi lengkap  validasi kualitas

3. Masih ditemukan titer IgG rendah setelah vaksinasi ORI (Outbreak


Response Imunization)

4. Masih ditemukan pasca profilaksis masih positip

5. Vaksinasi rutin yg memenuhi standart hanya memberikan daya lindung


selama 4-5 tahun
MASALAH

1. Kematian masih terus meningkat


2. Keterlambatan penemuan kasus (laporan kasus dari Rumah Sakit)
3. Kasus dewasa tinggi (deteksi oleh klinisi sulit )
4. Penemuan kasus terlambat sehingga ADS tidak efektif (mustinya
sebelum hari ke 5, pasien sudah harus mendapatkan ADS)
5. Kematian pada orang dewasa sebagian besar sebelum hari ke 7
(adanya penyakit kronis yang lain menjadi memperberat difterinya )
MASALA H (1)

• PROFILAKSIS TAK OPTIMAL


• Hanya sebagian kecil kontak yg kena profilaksis
• Pemantauan minum obat sulit
• Efek samping obat
• Kemungkinan DO besar

• KASUS MASIH TINGGI


• sosialisasi aktif  kasus meningkat
• Intervensi terbatas  tidak optimal
• Kerier sudah menyebar dimana-mana
• Profilaksis tidak optimal
• Masih muncul kasus baru di wil. Non ORI  wil.ORI kurang luas
• Masih muncul kasus baru di wil. ORI status “D“ MASIH < 3X
MASALA H (2)

• KEMATIAN MASIH TINGGI

• Penemuan terlambat  PETUGAS TAK TAHU


• Tak merujuk  PETUGAS TAK PEDULI
• Nosokomial  TAK ADA RUANG ISOLASI
• Status imunisasi “D”  NEGATIV
• Terjadi di daerah sulit  WIL.KEPULAUAN
• Pengetahuan masy.masih kurang  TERLAMBAT
Analisis data kematian th 2012
N
O VARIABEL
JUMLAH
1 TOTAL 37 orang
KEMATIAN
2
CFR 3.8%
3 SIT (11), JOM (7), BKL (4), BDW (1), JEM (3), MADM (1), PRO (1),
KAB/KOTA SUM (2), SBY (1), SAM (2), GRE (1), BWI (1), BOJ (1)
4 SUMBER RS (92%)
LAPORAN
5 UMUR PX DEWASA (59%)
6 STAT.IMM TAK IMUNISASI (94.6% )
7

8
ADS kematian
SAKIT – MATI
(HARI)
MENDAPAT ADS (81.1%)
<= 7 hr (54%), 8-14 hr (27%), >15 hr (19%)
Keberhasilan pencegahan difteri
dengan imunisasi sangat
menentukan cakupan imunisasi,
yakni minimal 95%.

Perawat Komunitas: Perawat Klinik dan Komunitas: teliti


Jika imunisasi telah mencapai
UCI perlu analisis, mengapa 1. Perilaku : malas, “sibuk”, “lupa” dsb
terjadi KLB difteri: 2. Ketidak-tahuan akan manfaat vaksinasi dan
• Distribusi akibat bila tidak divaksinsi
• Penyimpanan  cold chain 3. Sering pindah tempat tinggal
dan problema mati listrik, 4. Kemiskinan
pemantauan suhu cold chain 5. Penghuni serumah yang padat
• Pemakaian/ pelaksanaan 6. Lingkungan kumuh dan tidak sehat
imunisasi
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
1. Imunisasi tidak lengkap bahkan tidak divaksinasi, tidak
sesuai Jadwal untuk memperoleh kekebalan individual.
(Madura dan Jatim)
Penelitian di poli anak RSCM 2007 memperlihatkan hasil
DPT 1=97,6%, DPT 2=90,5%, DPT 3 =78,6%
Cakupan imunisasi dasar hanya: 66,7%.
Penyebab imunisasi tidak lengkap berturut-turut : anak
sakit, ibu cemas, tidak tahu, sibuk, lupa dan pindah
rumah (Yunitianingsih, dkk, 2007)

2/19/2018 56
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB……

2. Cakupan imunisasi populasi tidak maksimal,


termasuk imunisasi pada anak sekolah, remaja
dan dewasa, sehingga herd immunity tidak
mencapai 90%.

3. Terdapat karier yang dapat terjadi walaupun


sudah diberikan imunisasi; karier ini merupakan
sumber penularan.

2/19/2018 57
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR…..

4. Reaksi imunitas yang tidak optimal oleh


karena keadaan status gizi, dalam keadaan
sakit dan keadaan lain.
5. Dosis pemberian vaksin: kurang atau lebih
dari 0,5 ml
6 . Kualitas vaksin yg kurang baik disebabkan:
tidak disimpan dalam kulkas yang sesuai (2 C
– 8 C) dan transpor yang tidak sesuai
prosedur.  rusak.
2/19/2018 58
- Jangan pernah melecehkan penyakit menular, imunisasi
cakupan diatas 80% belum menyelesaikan masalah
- Daerah KLB merupakan daerah kantong, penderita tdk kebal
- Sekitar 40% kasus DIPHTERI sudah imunisasi, namun tidak lengkap atau
vaksin tidak poten
- 60% tak imunisasi, kematian tertinggi (data RSU Dr Sutomo).
- Kasus dominan pada usia 5-9 th dibanding 1-4 th. Kasus
usia >15 cenderung meningkat, perlu booster
- Catatan imunisasi penderita sering tidak ada (INGATAN ORTU )
- Cakupan BIAS (DT) selalu tinggi (>90%) tapi kasus yg ditemukan ternyata
status DT negatif, take rate imunisasi tdk 100%
- Klinis pos, lab neg, kontak pos, berarti kasus atau tidak
berhubungan
-Pengobatan carrier perlu ok mereka bisa bertahan pos s/d 6
bl, sehingga merupakan sumber penularan
- gunakan eritromisin etilsuksinat, jangan eritromisin HCL, ok
efek simpang gastrointestinal tinggi
-Jangan sampai sakit ok biaya pengobatan mahal (ADS) dan
sulit dibeli
- Difteri adalah penyakit menular yang tercantum dalam
lampiran UU Wabah, harus ada tindakan.
PENCEGAHAN
• Imunisasi / Vaksinasi: Vaksin Difteria (Toksoid,
inactive) yang dikombinasi dengan Pertusis dan atau
Tetanus (DPT atau DPaT, DT, Vaksin Kombinasi dengan HiB
dan Hepatitis), bermacam -macam merk ( produksi
dalam dan luar negeri)
• Dosis : DPT: 0,5 ml setiap suntikan i.m., diberikan
dengan jadwal 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan (3x
dalam periode <umur 1 tahun), 1x dalam periode >
1 thn sampai < 2 tahun, 1x pada umur 5-6 tahun
dan dT : 1x pada umur 11 - 12 tahun
• Lengkap s.d. umur 12 tahun: 6x,
2/19/2018 62
PENCEGAHAN……….
• Vaksinasi pada remaja, anak sekolah dan dewasa
Belum pernah divaksinasi s/d 7 tahun diberikan DPT 4 dosis:
Ke 1 s/d ke 3 diberikan selang 1 – 1 ½ bulan dan ke 4, 6 bulan
setelah vaksinasi ke 3.
Setelah > 7 tahun diberikan dT dan booster setiap 10 tahun
Remaja / anak sekolah umur 10 – 14 tahun diberikan 1 x dT
Untuk pencegahan penularan pada anak sekolah, sebaiknya
dilihat dan diteliti apakah anak yang baru masuk
imunisasinya sudah lengkap.
Upaya lainnya adalah program BIAS : pemberian vaksin
Difteria, bersama Tetanus dan Polio sekali setahun oleh
pemerintah
2/19/2018 63
PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN (COLD -CHAIN)

Penyimpanan
Vaksin DPT harus disimpan dalam alat pendingin
(kulkas), tidak boleh sering dibuka-tutup, dalam
kedinginan 2 - 8 derajat C. Dibawah suhu 2 derajat
C dan diatas 8 derajat C vaksin DPT akan rusak atau
berkurang daya imunnya.

Transportasi
dibawa dalam termos disertai cool dan cold pack

2/19/2018 64
Pemberian Vaksin
• Bayi di bawah satu tahun diberikan tiga dosis vaksin DPT-HB-Hib
dengan jarak satu bulan
• Anak usia 18 bulan diberikan satu dosis vaksin DPT-HB-Hib
• Anak sekolah kelas 1 SD diberikan satu dosis vaksin DT
• Anak sekolah kelas 2 SD diberikan satu dosis vaksin Td
• Anak sekolah kelas 5 SD diberikan satu dosis vaksin Td
• Vaksin difteri diberikan sebanyak tiga dosis sejak usia dua
tahun hingga usia 18 tahun (usia 5 tahun, 10-12 tahun, dan 18
tahun).
• Setelah itu, vaksin ini akan semakin efektif bila diberikan setiap
10 tahun selama seumur hidup.
Pemberian Vaksin difteri untuk orang dewasa
• Menurut CDC, pemberian vaksin difteri diberikan pada
usia 19-64 tahun. Berikut jadwal pemberian vaksin difteri
bagi orang dewasa:
• Orang dewasa yang belum pernah mendapatkan vaksin Td atau
belum lengkap status imunisasinya, diberikan 1 dosis vaksin Td diikuti
dengan vaksin Td sebagai penguat setiap 10 tahun.
• Orang dewasa yang sama sekali tidak diimunisasi, diberikan dua
dosis pertama dengan jarak 4 minggu dan dosis ketiga diberikan
setelah 6 sampai 12 bulan dari dosis kedua
• Orang dewasa yang belum menyelesaikan tiga dosis vaksin Td
seri primer diberikan sisa dosis yang belum dipenuhi
LAKUKAN KOLABORASI MULTIDISILIN DAN
MULTI SEKTOR TERMASUK DENGAN
MASYARAKAT
STRATEGI
MENURUNKAN KESAKITAN
 Temukan kasus dg cepat & lakukan profilaksis yg
benar
 Pemantauan Minum Obat harus benar
 ORI dilakukan minimal wilayah Desa
 ORI dilakukan pd semua golongan umur ( <60 th )
 Skrining dengan benar saat ORI
 Lengkapi dengan benar sesuai status “ D “ nya
 Semua petugas Kesehatan harus tahu “ Gejala
Klinis Difteri “
 Perhatian khusus untuk daearah “Kantong“
STRATEGI
MENURUNKAN KESAKITAN

- Ketersediaan logistik obat “Difteri“


- Ketersediaan Ruang khusus penderita (Ruang
“Isolasi “ )

- Penggunaan “ APD “ petugas Kesehatan


- PENGUATAN IMUNISASI RUTIN & TAMBAHAN
- Advokasi kepada SpTHT, Sp Interna, dokter IRD
- Advokasi kepada Bupati/Walikota  langsung
- Optimalkan SBM (Surveilans Berbasis Masy.)
PERAWAT KOMUNITAS
BERKOLABORASI DENGAN
EPIDIMIOLOG UNTUK PELACAKAN
KASUS
KLB DIPHTERI DI sebuah KOTA di JAWA TIMUR
SRIATI ( + ) SRIATI ( + )
Px. AVAN ( 6 th ) ( Tetangga ) ( Tetangga )
RIDWAN ( + ) SRISTIN ( + )
PITOYO ( + ) DAFA ( + ) ( Tetangga ) ( Tetangga )
( Tetangga ) ( Tetangga )
YATI (+) A (-) …?
(serumah) (bermain)
KOLIF, MISNI ( + ) KOTHIFAH ( + )
BONDAN (+) SRIANAH ( + ) ARI ( + ) SRIATI ( + ) ( Sekerja ) ( Tetangga )
(guru) ( Tetangga ) ( Tetangga ) ( Tetangga )

BASRIANAH ( + ) PENDI ( + )
( Tetangga ) ( Serumah )
(-) SURTINI (+) DINKES
(serumah) (sekolah)

IKA ( + )
( Tetangga )
HARI (+) SUPARMI ( + )
(Serumah) ( Tetangga )

(-) VALESIA (+) SUTARMI ( + )


(Tetangga) (Sekolah) (+) ( Serumah )
( Serumah )

(-) (-) NANIK, HEIDY, MISRIPAH ( + )


(Serumah) (Sekolah) ( Tetangga )  Kab. Blitar
Model transmisi (Carrier) di DINKES kota BLITAR
IRMA (+)
EDY (+) ( Anak Staf Bag.Umum )
( Umum)
HERU S (+)
( Driver )
SUPRYOGI (+)
( kasi PL)
Surtini (+)
(sekolah)
LULUK (+)
( kepegawaian)

FAJAR (+) SRI (+) DILA (+)


DIAN (+) ( Staf PSD) ( Kasi keuangan)
( petugas SE) ( Anak Kasi Keuangan )
INDRI (+) AGUS (+)
( bendahara) ( Staf Keuangan)

EMY (+) RISMIAN (+)


( KTU) ( Anak KTU)

ZULAIKA (+) SISWATI (+) HERU (+)


( staf farmasi) ( Kasi Alkes) ( Suami Kasi Alkes)

PE dihentikan dana habis …


1. Perawat lebih pro aktif memberikan pelayanan kesehatan masyarakat
dengan mempertahan daerah binaan untuk perawat komunitas
2. Revitalisasi fungsi perawatan kesehatan masyarakat di Puskesmas dan
jadikan basic seven bukan basic six seperti sekarang.
3. Lakukan penelitian tentang pelaksanaan imunisasi: distribusi,
penyimpanan, pemberian vaksinasi di puskesmas, status Universal
Child Imunization terjadi KLB penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I).
4. Peningkatan pengetahuan dan kompetensi perawat klinik/ RS dan
jangan tinggalkan tropical disease karena Indonesia Endemis penyakit
tropis.
Thank’s atas perhatiannya

Wassalamu alaikum WR WB
bwk keren

Anda mungkin juga menyukai