Oleh :
Muhammad Ali Shodiqin
1609085043
SAMARINDA
2019
PROPOSAL KERJA PRAKTIK & PENELITIAN
Diajukan Untuk Kerja Praktek & Penelitian Mahasiswa Program Studi Teknik Geologi
Fakultas Teknik Universitas Mulawarman
Oleh :
Muhammad Ali Shodiqin
1609085043
SAMARINDA
2019
i
40
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan ridho-Nya penulis masih diberi kesehatan dan umur panjang sehingga masih dapat
menyelesaikan Proposal Kerja Praktik & Penelitian ini yang berjudul “ STUDI ABRASI
DAN SEDIMENTASI DI PERAIRAN PARANGTRITIS, KECAMATAN KRETEK,
KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA”
Proposal ini dibuat guna untuk memenuhi syarat penelitian tahun ajaran
2019/2020, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman,
proposal ini dapat selesai karena bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, tidak lupa pula
penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberi kesehatan dan kelancaran dalam pembuatan
Proposal Tugas Akhir ini.
2. Orang Tua dan Keluarga yang selalu mendukung dan memberikan kasih sayang
serta semangat tanpa henti.
3. Bapak Tommy Trides, S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Geologi,
Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman.
4. Bapak Heryanto, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing.
5. Teman – teman dari Jurusan Teknik Geologi Angkatan 2016 dan Keluarga
Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi Universitas Mulawarman (DELTA).
Penulis menyadari dalam penyusunan proposal ini masih jauh dari kesempurnaan
dan masih banyak kekurangan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca yang nantinya dapat dijadikan sebagai masukan demi tercampainya
kesempurnaan dalam pembuatan laporan ini nantinya. Akhir kata, besar harapan penulis
agar usulan ini dapat diterima sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang
direncanakan penulis mengucapkan banyak terima kasih.
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB V PERMASALAHAN DAN RENCANA PENELITIAN............................ 28
5.1. Judul Masalah ................................................................................................ 28
5.2. Waktu Penelitian ............................................................................................ 28
5.3. Akomodasi dan Pembimbing ......................................................................... 28
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
perubahan yang terjadi untuk menjadi sumber daya manusia yang unggul.
Lembaga pendidikan tinggi seperti universitas merupakan tempat pertama bagi
calon tenaga kerja untuk dididik dan menimba ilmu sebelum mengembangkannya
di dunia industri. Oleh karena itu, kami sebagai mahasiswa yang telah
dibekali oleh ilmu dan teori dasar yang diperoleh pada bangku perkuliahan,
hendaknya perlu mengasah kemampuan untuk dapat mengaplikasikan ilmu serta
teori tersebut pada dunia masyarakat dan dunia kerja.
Untuk mencapai maksud tersebut maka setiap mahasiswa Program Studi
Teknik Geologi UNMUL diwajibkan mengikuti kerja praktik dan penelitian
sebagai salah satu persyaratan dan memenuhi beban studi sesuai dengan
kurikulum yang berlaku. Pada akhir program kerja praktik, saya akan menuliskan
laporan akhir serangkaian kegiatan yang dilakukan selama program kerja praktik.
Kerja praktik dan penelitian ini diharapkan memberi kesempatan kepada
mahasiswa untuk mempersiapkan diri dengan berbagai pengalaman sebelum
terjun ke dunia kerja.
2
1.3. Letak, Kesampaian dan Kondisi Umum Daerah Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan di lingkungan Parangtritis Geomaritime
Science Park, untuk penempatan dapat menyesuaikan secara fleksibel dari pihak
Parangtritis Geomaritime Science Park. Letak lokasi penelitian berada di Desa
Parangtritis. Parangtritis merupakan desa yang berada di Kecamatan Kretek,
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lokasi penelitian memiliki waktu tempuh ±1 jam perjalanan dari Bandar
Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta, atau lebih tepatnya 37,4 km.
Masyarakat sekitar banyak yang berprofesi sebagai nelayan, pedagang dan juga
menggulut di bidang pariwisata.
Parangtritis juga merupakan objek wisata yang cukup terkenal di
Yogyakarta selain objek pantai lainnya seperti Samas, Baron, Kukup, Krakal dan
Glagah. Parangtritis mempunyai keunikan pemandangan yang tidak terdapat pada
objek wisata lainnya yaitu selain ombak yang besar juga adanya gunung-gunung
pasir di sekitar pantai, yang biasa disebut gumuk. Objek wisata ini sudah dikelola
oleh pihak Pemkab Bantul dengan cukup baik, mulai dari fasilitas penginapan
maupun pasar yang menjajakan souvenir khas Parangtritis.
3
1.5.2. Batas gejala
Batasan hanya membahas tentang geologi daerah telitian secara
umum, geomorfologi pantai, oseanografi fisik, serta prediksi kestabilan
pantai.
Hasil penelitian yang diharapkan dari Kerja Praktik & Penelitian adalah
Peta Lintasan dan Lokasi Pengamatan, Peta Geologi, Geomorfologi pantai
(kondisi bathimetri, kelandaian pantai, ukuran median butiran), Oseanografi fisik
(tinggi gelombang, panjang gelombang, arus, dan pasang surut), Kriteria Abrasi
dan Sedimentasi. Serta laporan hasil akhir penelitian yang sesuai dengan format
laporan tata Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
a) Bagi Mahasiswa
1) Memperoleh pengalaman kerja praktis dan korelasi ilmu yang diterima
selama kuliah dengan kondisi aktual.
4
2) Mengaplikasikan disiplin ilmu yang telah diperoleh dan dimiliki baik di
dalam maupun di luar kampus.
3) Mendapatkan pengalaman terlibat dalam dunia kerja dan penelitian
khususnya di Parangtritis Geomaritime Science Park.
4) Melatih keterampilan berkomunikasi dan bekerjasama dalam tim di dunia
kerja.
5) Mengukur kemampuan diri dalam menghadapi masalah teknis khususnya
di lingkungan kerja nantinya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Abrasi dan sedimentasi sesungguhnya terjadi secara alamiah pada setiap perairan
dan membentuk siklus, bergantung pada dinamika perairan yang berbeda pada waktu-
waktu tertentu (Triatmodjo, 1999)
Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga geolombang laut dan arus laut
yang bersifat merusak, biasanya disebut juga sebagai erosi pantai. Sedangkan sedimentasi
atau akresi adalah proses perkembangan gisik, gosong atau bura ke arah laut melalui
pengendapan sedimen yang dibawa oleh hanyutan litoral (Setiyono, 1996).
Menurut Tarigan (1986) gelombang laut merupakan gejala alam yang
menimbulkan ayunan tinggi dan rendahnya massa air yang bergerak tanpa hentinya pada
lapisan permukaan maupun di bawah permukaan laut. Susunan gelombang di laut baik
bentuknya maupun macamnya sangat bervariasi dan kompleks sehingga hampir tidak
dapat diuraikan dan sulit digambarkan secara sistematis karena tidak linieran, tiga
dimensi dan mempunyai bentuk yang random. Bentuk gelombang yang dihasilkan
cenderung tidak menentu dan tergantung pada beberapa sifat gelombang seperti periode
dan tinggi gelombang yang dibentuk (Triadmojo, 1999).
Gelombang didefenisikan sebagai ombak yang besar-besar ditengah lautan
(Badudu dan Zain, 2001). Gelombang laut merupakan salah satu penyebab yang berperan
dalam pembentukan maupun perubahan bentuk pantai (Dahuri, 1987). Jika gelombang
menjalar dari tempat yang dalam menuju ke tempat yang makin lama makin dangkal,
pada suatu tempat tertentu gelombang tersebut akan pecah dan dilepaskan ke pantai dalam
bentuk hempasan ombak.
Panjang gelombang dapat dihitung dengan persamaan (Souisa, 2002) :
Rumus :
Keterangan :
T = periode ombak (detik)
g = Percepatan gravitasi = 9,81 m/s2
L= Panjang gelombang (m)
6
Arus merupakan gerakan air yang sangat luas yang sering terjadi pada seluruh
lautan. Gelombang yang datang menuju pantai dapat menimbulkan arus pantai
(nearshore current). Arus juga dapat terbentuk akibat oleh angin yang bertiup dalam
selang waktu yang sangat lama, dapat juga disebabkan oleh ombak yang membentur
pantai secara miring. Dapat pula disebabkan oleh gelombang yang terbentuk dari
gelombang yang datang menuju garis pantai. Dengan demikian akan terjadi dua system
arus yang mendominasi pergerakan air laut yaitu arus meretas pantai (rip current) dan
arus sejajar pantai atau arus susur pantai (longshore current).
Arus dapat juga membawa sedimen yang mengapung (suspended sediment)
maupun yang terdapat didasar laut. Begitu pula dengan arus susur pantai dan arus meretas
pantai. Keduanya merupakan arus yang berperan dalam transport sedimen di sepanjang
pantai serta pembentukan berbagai sedimen yang terdapat di pantai.
Kecepatan arus diukur menggunakan persamaan :
Rumus : V = S / t
Keterangan :
V = Kecepatan arus (m/det)
s = jarak / panjang tali (m)
t = waktu tempuh (det)
Dari hasil pengukuran arah dan kecepatan arus kemudian dituangkan dalam peta
arus pasang dan surut pada daerah tersebut dengan memplot di peta sesuai dengan posisi,
arah dan kecepatan dari hasil pengukuran.
Kelandaian pantai ditentukan dengan membandingkan kedalaman perairan
dengan jarak kedalaman tersebut dari garis pantai. Data diperoleh dari gambar kontur
kedalaman. Rumus yang digunakan adalah :
Rumus : Tg β = y/x
Keterangan :
Tg β = Kelandaian pantai
y = Kedalaman perairan (m)
x = Jarak kedalaman dari garis pantai (m)
Persentase Kelerengan Pantai, diperoleh dengan formula :
Kelerengan (%) = Arc Tg β / 45 x 100 %
7
Tabel 2.1. Klasifikasi Kelerengan Van Zuidam 1985
8
Gambar 2.1. Segitiga Shepard
Perhitungan faktor penentu abrasi dan sedimentasi pantai. Faktor tersebut diukur
dengan rumus yang dikembangkan oleh Sunamura dan Horikawa (Horikawa & Kiyoshi,
1988)
Rumus :
Keterangan :
Cs = Faktor penentu abrasi dan sedimentasi pantai
Hs = Tinggi gelombang signifikan (m)
L = Panjang gelombang (m)
tg β = Kelandaian pantai
d = Ukuran median butiran sedimen
Kriteria penentuan abrasi dan sedimentasi pantai adalah ;
Jika Cs > 9 berarti pantai mengalami abrasi (rekresi)
Jika 3.5 < Cs < 9 maka pantai seimbang (tidak mengalami abrasi - sedimentasi)
Jika Cs < 3.5 berarti pantai mengalami sedimentasi (akresi)
9
BAB III
GEOLOGI REGIONAL
10
Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di
sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur,
Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Lautan India. Di sebelah barat, antara
Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak,
sedangkan di bagian utara berupa gawir Baturagung. Bentuk Pegunungan Selatan
ini hampir membujur barat-timur sepanjang lk. 50 km dan ke arah utara-selatan
mempunyai lebar lk. 40 km.
Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga subzona, yaitu Subzona
Baturagung, Subzona Wonosari dan Subzona Gunung Sewu. Subzona
Baturagung terutama terletak di bagian utara, namun membentang dari barat
(tinggian G. Sudimoro, ± 507 m, antara Imogiri-Patuk), utara (G. Baturagung, ±
828 m), hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur, ± 737 m). Di bagian timur
ini, Subzona Baturagung membentuk tinggian agak terpisah, yaitu G. Panggung
(± 706 m) dan G. Gajahmungkur (± 737 m). Subzona Baturagung ini membentuk
relief paling kasar dengan sudut lereng antara 100 – 300 dan beda tinggi 200-700
meter serta hampir seluruhnya tersusun oleh batuan asal gunungapi.
Subzona Wonosari merupakan dataran tinggi (± 190 m) yang terletak di
bagian tengah Zona Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Wonosari dan
sekitarnya. Dataran ini dibatasi oleh Subzona Baturagung di sebelah barat dan
utara, sedangkan di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Subzona Gunung
Sewu. Aliran sungai utama di daerah ini adalah K. Oyo yang mengalir ke barat
dan menyatu dengan K. Opak (lihat Gambar 3.1). Sebagai endapan permukaan di
daerah ini adalah lempung hitam dan endapan danau purba, sedangkan batuan
dasarnya adalah batugamping.
Subzona Gunung Sewu merupakan perbukitan dengan bentang alam karts,
yaitu bentang alam dengan bukit-bukit batugamping membentuk banyak kerucut
dengan ketinggian beberapa puluh meter. Di antara bukit-bukit ini dijumpai
telaga, luweng (sink holes) dan di bawah permukaan terdapat gua batugamping
serta aliran sungai bawah tanah. Bentang alam karts ini membentang dari pantai
Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan di sebelah timur.
Zona Pegunungan Selatan di Jawa Timur pada umumnya merupakan blok
yang terangkat dan miring ke arah selatan. Batas utaranya ditandai escarpment
11
yang cukup kompleks. Lebar maksimum Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah
selatan Surakarta, sedangkan sebelah selatan Blitar hanya 25 km. Diantara
Parangtritis dan Pacitan merupakan tipe karts (kapur) yang disebut Pegunungan
Seribu atau Gunung Sewu, dengan luas kurang lebih 1400 km2. Sedangkan antara
Pacitan dan Popoh selain tersusun oleh batugamping (limestone) juga tersusun
oleh batuan hasil aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara lain granit,
andesit dan dasit.
Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut penamaan
litostratifrafi adalah :
Formasi Wungkal-Gamping
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. Gamping, keduanya
di Perbukitan Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan ini
di bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa
batugamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa
12
batugamping. Formasi ini tersebar di Perbukitan Jiwo, antara lain di G. Wungkal,
Desa Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai ketebalan sekitar 120 meter.
Di bagian bawah, Formasi Wungkal-Gamping mengandung fosil
foraminifera besar, yaitu Assilina sp., Nummulites javanus VERBEEK,
Nummulites bagelensis VERBEEK dan Discocyclina javana VERBEEK.
Kelompok fosil tersebut menunjukkan umur Eosen Tengah bagian bawah sampai
tengah. Sementara itu bagian atas formasi ini mengandung asosiasi fosil
foraminifera kecil yang menunjukkan umur Eosen Akhir. Jadi umur Formasi
Wungkal-Gamping ini adalah Eosen Tengah sampai dengan Eosen Akhir.
Sebagian dari satuan batuan ini semula merupakan endapan laut dangkal
yang kaya akan fosil. Karena pengaruh gaya berat di lereng bawah laut, formasi
ini kemudian meluncur ke bawah dan diendapkan kembali di laut dalam sehingga
merupakan exotic faunal assemblage. Formasi ini tersebar luas di Perbukitan Jiwo
dan K. Oyo di utara G. Gede, menindih secara tidak selaras batuan metamorf serta
diterobos oleh Diorit Pendul dan di atasnya, secara tidak selaras, ditutupi oleh
batuan sedimen klastika gunungapi (volcaniclastic sediments) yang
dikelompokkan ke dalam Formasi Kebo-Butak, Formasi Semilir, Formasi
Nglanggran dan Formasi Sambipitu.
Formasi Kebo-Butak
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Kebo dan G. Butak yang terletak di
lereng dan kaki utara gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi ini di bagian
bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan
aglomerat. Bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan batulempung dengan
sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas lempeng
andesit-basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi andesit.
Pada Formasi Kebo-Butak, terdapat fosil Globorotalia opima BOLLI,
Globorotalia angulisuturalis BOLLI, Globorotalia kuqleri BOLLI, Globorotalia
siakensis LEROY, Globigerina binaiensis KOCH, Globigerinoides primordius
BLOW dan BANNER, Globigerinoides trilobus REUSS. Kumpulan fosil tersebut
menunjukkan umur Oligosen Akhir-Miosen Awal. Lingkungan pengendapannya
adalah laut terbuka yang dipengaruhi oleh arus turbid. Formasi ini tersebar di kaki
13
utara Pegunungan Baturagung, sebelah selatan Klaten dan diduga menindih secara
tidak selaras Formasi Wungkal-Gamping serta tertindih selaras oleh Formasi
Semilir. Ketebalan dari formasi ini lebih dari 650 meter.
Formasi Semilir
Formasi ini berlokasi tipe di G. Semilir, sebelah selatan Klaten. Litologi
penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan
serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari andesit hingga dasit.
Di bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di K. Opak, Dusun Watuadeg, Desa
Jogotirto, Kec. Berbah, Kab. Sleman, terdapat andesit basal sebagai aliran lava
bantal. Penyebaran lateral Formasi Semilir ini memanjang dari ujung barat
Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Pleret-Imogiri, di sebelah barat G. Sudimoro,
Piyungan-Prambanan, di bagian tengah pada G. Baturagung dan sekitarnya,
hingga ujung timur pada tinggian G. Gajahmungkur, Wonogiri. Ketebalan
formasi ini diperkirakan lebih dari 460 meter.
Pada umumnya, formasi ini miskin akan fosil. Namun, peneliti
menemukan fosil Globigerina tripartita KOCH pada bagian bawah formasi dan
Orbulina pada bagian atasnya. Sedangkan pada bagian tengah formasi ditemukan
Globigerinoides primordius BLOW dan BANNER, Globoquadrina altispira
CUSHMAN dan JARVIS, Globigerina praebulloides BLOW dan Globorotalia
siakensis LE ROY. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa umur
formasi ini adalah Miosen Awal-Miosen Tengah bagian bawah.
Formasi Semilir ini menindih secara selaras Formasi Kebo-Butak, namun
secara setempat tidak selaras. Formasi ini menjemari dengan Formasi Nglanggran
dan Formasi Sambipitu, namun tertindih secara tidak selaras oleh Formasi Oyo.
Dengan melimpahnya tuf dan batuapung dalam volume yang sangat besar, maka
secara vulkanologi Formasi Semilir ini dihasilkan oleh letusan gunungapi yang
sangat besar dan merusak, biasanya berasosiasi dengan pembentukan kaldera
letusan.
14
Formasi Nglanggran
Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa
Semilir. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan
aliran lava andesit-basal dan lava andesit. Breksi gunungapi dan aglomerat yang
mendominasi formasi ini umumnya tidak berlapis. Kepingannya terdiri dari
andesit dan sedikit basal, berukuran 2 – 50 cm. Di bagian tengah formasi ini, yaitu
pada breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang membentuk lensa
atau berupa kepingan. Secara setempat, formasi ini disisipi oleh batupasir
gunungapi epiklastika dan tuf yang berlapis baik.
Pada umumnya Formasi Nglanggran ini juga miskin akan fosil. Peneliti
menemukan fosil foraminifera Globigerina praebulloides BLOW,
Globigerinoides primordius BLOW dan BANNER, Globigerinoides sacculifer
BRADY,Globoquadrina dehiscens CHAPMANN, PARR dan COLLINS pada
sisipan batulempung yang menunjukkan umur Miosen Awal. Sedangkan
penelitilain juga menemukan fosil foraminifera Globorotalia praemenardiii
CUSHMAN dan ELLISOR,Globorotalia archeomenardii BOLLI, Orbulina
suturalis BRONNIMANN, Orbulinauniversa D’ORBIGNY dan Globigerinoides
trilobus REUSS pada sisipan batupasir yang menunjukkan umur Miosen Tengah
bagian bawah. Sehingga disimpulkan bahwa umur formasi ini adalah Miosen
Awal-Miosen Tengah bagian bawah.
Formasi ini juga tersebar luas dan memanjang dari Parangtritis di sebelah
barat hingga tinggian G. Panggung di sebelah timur. Ketebalan formasi ini di
dekat Nglipar sekitar 530 meter. Formasi ini menjemari dengan Formasi Semilir
dan Formasi Sambipitu dan secara tidak selaras ditindih oleh Formasi Oyo dan
Formasi Wonosari. Dengan banyaknya fragmen andesit dan batuan beku luar
berlubang serta mengalami oksidasi kuat berwarna merah bata maka diperkirakan
lingkungan asal batuan gunungapi ini adalah darat hingga laut dangkal. Sementara
itu, dengan ditemukannya fragmen batugamping terumbu, maka lingkungan
pengendapan Formasi Nglanggran ini diperkirakan di dalam laut.
15
Formasi Sambipitu
Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya
Yogyakarta-Patuk-Wonosari kilometer 27,8. Secara lateral, penyebaran formasi
ini sejajar di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki selatan Subzona
Baturagung, namun menyempit dan kemudian menghilang di sebelah timur.
Ketebalan Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter.
Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar,
kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling
dengan serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan
ini tidak mengandung bahan karbonat. Namun di bagian atasnya, terutama
batupasir, mengandung bahan karbonat. Formasi Sambipitu mempunyai
kedudukan menjemari dan selaras di atas Formasi Nglanggran.
Fosil yang ditemukan pada formasi ini diantaranya Lepidocyclina verbeeki
NEWTON dan HOLLAND, Lepidocyclina ferreroi PROVALE, Lepidocyclina
sumatrensis BRADY, Cycloclypeus comunis MARTIN, Miogypsina polymorpha
RUTTEN dan Miogypsina thecideaeformis RUTTEN yang menunjukkan umur
Miosen Tengah. Namun ada juga yang menentukan umur formasi ini mulai akhir
Miosen Bawah sampai awal Miosen Tengah. Kandungan fosil bentoniknya
menunjukkan adanya percampuran antara endapan lingkungan laut dangkal dan
laut dalam. Dengan hanya tersusun oleh batupasir tuf serta meningkatnya
kandungan karbonat di dalam Formasi Sambipitu ini diperkirakan sebagai fase
penurunan dari kegiatan gunungapi di Pegunungan Selatan pada waktu itu.
Formasi Oyo
Lokasi tipe formasi ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada
bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur
dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan.
Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang
dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit membulat. Formasi Oyo
tersebar luas di sepanjang K. Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari 140 meter dan
kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir, Formasi
Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta menjemari dengan Formasi Oyo.
16
Formasi Oyo umumnya berlapis baik. Sedangkan fosil yang dijumpai
antara lain Cycloclypeus annulatus MARTIN, Lepidocyclina rutteni VLERK,
Lepidocyclina ferreroi PROVALE,Miogypsina polymorpha RUTTEN dan
Miogypsina thecideaeformis RUTTEN yang menunjukkan umur Miosen Tengah
hingga Miosen Akhir. Lingkungan pengendapannya pada laut dangkal (zona
neritik) yang dipengaruhi kegiatan gunungapi.
Formasi Wonosari
Formasi ini dijadikan satu dengan Formasi Punung yang terletak di
Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya sulit untuk
dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Formasi ini tersingkap
baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk bentang alam Subzona
Wonosari dan topografi karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan formasi ini
diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian bawah
menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari dengan
Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari
batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan sebagai sisipan
adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur.
Berdasarkan kandungan fosil foraminifera besar dan kecil yang melimpah,
diantaranya Lepidocyclina sp. dan Miogypsina sp., ditentukan umur formasi ini
adalah Miosen Tengah hingga Pliosen. Lingkungan pengendapannya adalah laut
dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan.
Formasi Kepek
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer
di sebelah barat Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu K. Rambatan sebelah
barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan
batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.
Formasi Kepek umumnya berlapis baik dengan kemiringan kurang dari
10o dan kaya akan fosil foraminifera kecil. Fosil yang terkandung di antaranya
Globorotalia plesiotumida BLOW dan BANNER, Globorotalia merotumida,
Globoquadrina dehiscens CHAPMAN, PARR dan COLLINS, Amphistegina sp.,
17
Textularia sp., Cibicides sp., Cassidulina sp. dan Virgulina sp. Berdasarkan
kandungan fosil tersebut, maka umur Formasi Kepek adalah Miosen Akhir hingga
Pliosen. Formasi Kepek menjemari dengan bagian atas dari Formasi Wonosari-
Punung. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik).
Endapan Permukaan
Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua
yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas
sampai padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal. Endapan ini menjadi
Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt) dan Aluvium (Qa). Sumber bahan
rombakan berasal dari batuan Pra-Tersier Perbukitan Jiwo, batuan Tersier
Pegunungan Selatan dan batuan G. Merapi. Endapan aluvium ini membentuk
Dataran Yogyakarta-Surakarta dan dataran di sekeliling Bayat. Satuan Lempung
Hitam, secara tidak selaras menutupi satuan di bawahnya. Tersusun oleh litologi
lempung hitam, konglomerat, dan pasir, dengan ketebalan satuan ± 10 m.
Penyebarannya dari Ngawen, Semin, sampai Selatan Wonogiri. Di Baturetno,
satuan ini menunjukan ciri endapan danau, pada Kala Pleistosen. Ciri lain yaitu:
terdapat secara setempat laterit (warna merah kecoklatan) merupakan endapan
terrarosa, yang umumnya menempati uvala pada morfologi karst.
18
Sementara formasi Kabuh yang dijumpai di antara Madiun-Nganjuk
berada pada geomorfologi dataran-bergelombang lemah yang merupakan
sedimentasi bentukan channel (transisi).
Stratigrafi Pegunungan Selatan di Jawa Timur, yang telah diteliti dengan
daerah telitian di daerah Punung dan sekitarnya- Pacitan. Susunan
litostratigrafinya sebagaiberikut (dari tua ke muda): Kelompok Formasi Besole,
Formasi Jaten, Formasi Nampol, Formasi Punung.
Formasi Besole
Merupakan satuan batuan tertua yang tersingkap di daerah ini. Pencetus
nama Formasi Besole menyebutkan bahwa satuan ini tersusun oleh dasit, tonalit,
tuf dasitan, serta andesit, dimana satuan ini diendapkan di lingkungan darat.
Dengan menggunakan satuan batuan bernama Formasi Besole, menyebutkan
bahwa formasi ini tersusun oleh perulangan breksi volkanik, batupasir, tuf, dan
lava bantal, diendapkan dengan mekanisme turbidangit, pada lingkungan laut
dalam.
Terbagi menjadi satuan yang bernama Formasi Besole ini menjadi dua
satuan yaitu Formasi Arjosari yang terdiri dari perselingan batupasir dan breksi,
yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal, dan Formasi Mandalika yang
tersusun oleh perselingan breksi, batupasir, serta lava bantal diendapkan pada
lingkungan laut dalam. Terlepas dari perbedaan litologi, dan lingkungan
pengendapan pada satuan yang bernama Formasi Besole ini, mempunyai
penyebaran menempati morfologi terjal, dan berbukit-bukit. Satuan ini
merupakan bagian dari kelompok batuan Old Andesit seperti halnya yang terdapat
di Kulon Progo. Jadi secara umum Formasi Besole tersusun oleh satuan batuan
volkanik (intrusi), lava dan volkanoklastik (breksi, sisipan batupasir tufan).
Peneliti singkapan di K.Grindulu (Pacitan-Tegalombo) menyimpulkan
urutan Formasi Besole yang tersingkap di daerah tersebut adalah sebagaiberikut:
bagian bawah terdiri dari breksi volkanik (pyroclastic), batupasir tufan
(greywacke), sisipan crystal tuf, dan dibeberapa tempat dijumpai intrusi (korok
dasit). Bagian tengah tersusun oleh lava dasitik, tuf dasitik, breksi volkanik,
batupasir volkanik, dan sisipan lava basaltik dengann kekar-kekar kolom, dibe-
19
berapa tempat dijumpai intrusi korok berkomposisi basaltis, dan dasitik. Bagian
atas didominasi oleh batn volkanoklastik (perulangan konglomerat, batupasir
tufan, tuf, dengan sisipan breksi dan batulempung). Didapat intrusi berupa
volcanic neck berkomposisi andesitik. Juga dijumpai sisipan tipis batulempung
gampingan yang mengandung foraminifera planktonik serta bongkah batu-
gamping berukuran mencapai ±1 m didalam tubuh tuff. Secara tidak selaras di
atasnya terdapat Formasi Jaten.
Formasi Jaten
Dengan lokasi tipenya K.Jaten – Donorojo, Pacitan (Sartono 1964),
tersusun oleh konglomerat, batupasir kuarsa, batulempung (mengandung fosil
Gastrophoda, Pelecypoda, Coral, Bryozoa, Foraminifera), dengan sisipan tipis
lignit. Ketebalan satuan ini mencapai 20-150 m. Diendapkan pada lingkungan
transisi – neritik tepi pada Kala Miosen Tengah (N9 – N10)
Formasi Wuni
Dengan lokasi tipenya K.Wuni (anak Sungai S Basoka) – Punung, Pacitan,
tersusun oleh breksi, aglomerat, batupasir tufan, lanau, dan batugamping.
Berdasarkan fauna koral satuan ini berumur Miosen Bawah (Te.5 –Tf.1),
berdasarkan hadirnya Globorotalia siakensis, Globigerinoides trilobus &
Globigerina praebuloides berumur Miosen Tengah (N9-N12). Ketebalan Formasi
Wuni = 150 -200 m. Satuan ini terletak selaras menutupi Formasi Jaten, dan
selaras di bawah Formasi Nampol
Formasi Nampol
Tersingkap baik di K.Nampol, Kec Punung, Pacitan, dengan susunan
batuan sebagai berikut: bagian bawah terdiri dari konglomerat, batupasir tufan,
dan bagian atas: terdiri dari perselingan batulanau, batupasir tufan, dan sisipan
serpih karbonan dan lapisan lignit. Diendapkan pada Kala Miosen Awal. Ketiga
formasi (Jaten, Wuni, Nampol) berhubungan menjemari dengan bagian bawah
Formasi Punung.
20
Formasi Punung
Dengan lokasi tipenya di daerah Punung, Pacitan, tersusun oleh dua
litofasies yaitu: fasies klastika dan fasies karbonat. Fasies karbonat, tersusun oleh
batugamping terumbu, batugamping bioklastik, batugamping pasiran, napal,
dimana satuan ini merupakan endapan sistim karbonat paparan. Ketebalan fasies
ini 200-300 m, berumur Miosen Tengah-Atas (N9-N16). Sedangkan fasies
klastika tersusun oleh perselingan batupasir tufan, batupasir gampingan, lanau dan
serpih. Ketebalan satuan ini 76 -230 m. Berdasarkan kandungan fosil foram
menunjukan umur Miosen Tengah (N15), diendapkan pada lingkungan nertitik
tepi. Hubungan dengan fasies karbonat adalah menjari, dan kedua satuan fasies
ini menutupi secara tidak selaras Formasi Nampol. Sedangkan Formasi Punung
menutui secara tidak selaras Formasi Besole, dengan saling menjari dengan
Formasi Jaten, Wuni, dan Nampol.
Endapan Tersier Di daerah Pegunungan Selatan bagian Timur, endapan
yang paling muda adalah endapan terarosa dan endapan sungai yang secara tidak
selaras menutupi seri endapan Tersier
21
3.3. Kerangka Tektonik dan Struktur Geologi Regional
Pegunungan Selatan Bagian Barat
Struktur geologi di daerah Pegunungan Selatan bagian barat berupa
perlapisan homoklin, sesar, kekar dan lipatan. Perlapisan homoklin terdapat pada
bentang alam Subzona Baturagung mulai dari Formasi Kebo-Butak di sebelah
utara hingga Formasi Sambipitu dan Formasi Oyo di sebelah selatan. Perlapisan
tersebut mempunyai jurus lebih kurang berarah barat-timur dan miring ke selatan.
Kemiringan perlapisan menurun secara berangsur dari sebelah utara (20 0 – 350)
ke sebelah selatan (50 – 150). Bahkan pada Subzona Wonosari, perlapisan batuan
yang termasuk Formasi Oyo dan Formasi Wonosari mempunyai kemiringan
sangat kecil (kurang dari 50) atau bahkan datar sama sekali. Pada Formasi Semilir
di sebelah barat, antara Prambanan-Patuk, perlapisan batuan secara umum miring
ke arah baratdaya. Sementara itu, di sebelah timur, pada tanjakan Sambeng dan
Dusun Jentir, perlapisan batuan miring ke arah timur. Perbedaan jurus dan
kemiringan batuan ini mungkin disebabkan oleh sesar blok (anthithetic fault
blocks) atau sebab lain, misalnya pengkubahan (updoming) yang berpusat di
Perbukitan Jiwo atau merupakan kemiringan asli (original dip) dari bentang alam
kerucut gunungapi dan lingkungan sedimentasi Zaman Tersier.
Struktur sesar pada umumnya berupa sesar turun dengan pola anthithetic
fault blocks. Sesar utama berarah baratlaut-tenggara dan setempat berarah
timurlaut-baratdaya. Di kaki selatan dan kaki timur Pegunungan Baturagung
dijumpai sesar geser mengkiri. Sesar ini berarah hampir utara-selatan dan
memotong lipatan yang berarah timurlaut-baratdaya. Tanda-tanda sesar di sebelah
selatan (K. Ngalang dan K. Putat) serta di sebelah timur (Dusun Jentir, tanjakan
Sambeng) sebagai bagian dari longsoran besar (megaslumping) batuan gunungapi
tipe Mt. St. Helens. Di sebelah barat K. Opak diduga dikontrol oleh sesar bawah
permukaan yang berarah timurlaut-baratdaya dengan blok barat relatif turun
terhadap blok barat.
Struktur lipatan banyak terdapat di sebelah utara G. Panggung berupa
sinklin dan antiklin. Tinggian batuan gunung berapi ini dengan tinggian G.
Gajahmungkur di sebelah timurlautnya diantarai oleh sinklin yang berarah
22
tenggara-baratlaut. Struktur sinklin juga dijumpai di sebelah selatan, yaitu pada
Formasi Kepek, dengan arah timurlaut-baratdaya
23
BAB IV
METODOLOGI
24
4.1.2. Tahapan penelitian
Tahapan penelitian antara lain pengambilan data-data geologi,
geomorfologi pantai dan oseanografi fisik dengan pembuatan stasiun
pengamatan. Stasiun pengamatan ditentukan dengan memper-
timbangkan keterwakilan wilayah penelitian berdasarkan hasil survei
awal. Pada masing-masing stasiun dilakukan pengukuran tinggi, periode
dan arah gelombang. Arah dan kecepatan arus serta pengambilan sampel
sedimen dasar parairan.
Pengumpulan data sekunder berupa peta rupa bumi dan citra
satelit untuk memperoleh informasi bentang alam dan pemanfaatan lahan
sehingga diperoleh peta dasar lokasi. Arah dan kecepatan angin untuk
prediksi ombak, serta informasi mengenai dinamika pantai dan pesisir
daerah penelitian serta masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah
tersebut.
Tahapan pengambilan data lapangan sebagai berikut :
a. Pengambilan data geologi yang diperlukan
b. Pengukuran gelombang air laut
c. Pengukuran pasang-surut air laut
d. Pengukuran arus
e. Pengukuran kedalaman
f. Pengambilan sampel sedimen dasar
25
disajikan dalam bentuk antara lain seperti peta geologi beserta penampang
geologi, peta geomorfologi beserta penampang, penentuan hasil
perhitungan abrasi dan sedimen pantai berdasarkan analisis.
26
4.3. Bagan Alir Penelitian
Berikut adalah bagan alir rencana penelitian yang akan dilaksanakan
untuk menyelesaikan “Studi Abrasi dan Sedimentasi di Perairan Parangtritis,
Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta”.
27
BAB V
PERMASALAHAN DAN RENCANA PENELITIAN
28
BAB VI
PENUTUP
6.1. Penutup
Demikianlah proposal ini saya buat, diharapkan dapat menjadi acuan
pertimbangan bagi pihak-pihak yang terkait terutama instansi yang bersangkutan.
Diharapkan pemohon dapat memperoleh kesempatan untuk melakukan penelitian di
Parangtritis Geomaritime Science Park serta mendapat bantuan, arahan, dan evaluasi
dari pihak Parangtritis Geomaritime Science Park, sehingga pelaksanaan program
Kerja Praktik & Penelitian ini nantinya dapat berjalan lancar sesuai yang diharapkan
dan bermanfaat bagi semua pihak.
Atas bantuan dan kerja sama Bapak/Ibu, saya mengucapkan terima kasih. Salam.
29
DAFTAR PUSTAKA
Badudu dan Zain. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.
Dahuri, R. 1987. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu. Pradya Paramita, Jakarta.
Horikawa, Kiyoshi. 1998. Nershore Dynamics and Coastal Processes (Theory,
Measurement, and Predictive Models). University of Tokyo Press. Tokyo
Setiyono, H. 1996. Kamus Oseanografi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Souisa, M. 2002. Fisika Kelautan. Jurusan Fisika Universitas Pattimura, Ambon.
Tarigan, M. S. 1986. Studi Pendahuluan Energi Gelombang di Teluk Ambon Bagian
Luar. Puslitbang Oseanologi-LIPI, Ambon
Triadmodjo, B. 1996. Pelabuhan. Beta Offset. Yogyakarta
Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta.
30
LAMPIRAN
31
32
33
Contoh Peta Lokasi Penelitian (tanpa skala)
34
Contoh Peta Lintasan Geologi (tanpa skala)
35
Contoh Peta Geologi(tanpa skala)
36
Contoh Peta Geomorfologi Pantai (tanpa skala)
37
Contoh Analisis Ayakan Semilog
38
CONTOH FORMULIR PENCATATAN GRANULOMETRI
39