Anda di halaman 1dari 18

INTEGRASI IMAN, ISLAM DAN IHSAN

DISUSUN OLEH :
Fahmi Fahrurrozy Hannan (185090707111013)
Moh. Irfan Jasuli (185090701111016)
Nizhar Gustra Febriansyah (185090707111016)
Sri Bagus Noegroho (185090707111009)

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………..………………………………………...….2
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………3

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 4

B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penulisan 4

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman, Islam dan Ihsan 5

B. Hubungan dan Integrasi Iman, Islam dan Ihsan 11

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan 15

B. Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang "Integrasi Islam, Iman dan Ihsan" ini. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW
yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang
sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
mata kuliah Agama Islam dengan topik yang dibawakan mengenai "Integrasi Islam, Iman dan
Ihsan". Disamping itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga terealisasikanlah
makalah ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan
jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya bisa diperbaiki.

3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara mendasar, ajaran islam dapat dibagi menjadi dua, yaitu akidah
(keimanan) dan amal (perbuatan). Ajaran dalam bidang akidahh bertujuan untuk
mendorong dan membimbing manusia dalam mengembangkan dirinya menuju
kesempurnaan pandangan, pemahaman, dan keyakinan atau iman. Sedangkan ajaran
yang berada dalam bidang amal bertujuan untuk mendorong dan membimbing
manusia dalam mengembangkan amal-amal saleh sehingga tercapai kesempurnaan
amal ibadah. Ada tiga bagian yang harus menyatu secara utuh untuk memahami dan
mengamalkan ajaran islam, yaitu iman, islam, dan ihsan. Ibarat sebuah bangunan
rumah, iman adalah fondasi yang ditanam di dalam tanah yang tidak tampak. Islam
adalah wujud bangunan rumah yang berupa tiang, dinding, atap, jendela, dan semua
bagian yang tampak di permukaan. Sedangkan ihsan adalah segala sesuatu yang
menjadikan indah dan nyamannya bangunan rumah, misalnya taman, warna cat, dan
hiasan rumah.
Berdasarkan paparan diatas, makalah ini akan membahas mengenai pengertian
iman, islam, dan ihsan, serta bagaimana hubungan dan integrasi iman, islam, dan
ihsan dalam kehidupan muslim.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Iman, Islam, ilmu dan Ihsan?


2. Bagaimana hubungan dan integrasi Iman, Islam, ilmu dan Ihsan dalam kehidupan
muslim?

c. Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas makalah
Pendidikan Agama Islam dan menjawab semua pertanyaan yang ada pada rumusan
masalah. Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan
penulis dan pembaca tentang konsep iman, islam, dan Ihsan, serta dapat mengamalkan

4
ke dalam kehidupan sehari-hari serta mengetahui bahwa Islam, Iman, dan Ihsan dapat
menjadi jawaban dalam kehidupan kita di masa yang modern ini.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan

1. Iman
Dasar pemikiran bagi perjalanan dan kehidupan praktis umat manusia seperti
itulah yang menurut istilah Al Quran disebut iman. Kata iman itu sendiri terdiri
dari tiga huruf asal: Hamzah, Mim, dan Nun, yang merupakan kata kerja dari
mashdar al-amn (keamanan) lawan kata dari alkhauf (ketakutan). Iman
mengandung arti ketentraman dan kedamaian kalbu, yang dari kata itu pula muncul
kata al-amanah (amanah, bisa dipercaya) lawan kata al-khiyanah (khianat,
ingkar).2 Sedangkan secara bahasa iman merupakan pengakuan hati. Sedangkan
secara syara’ tertuang dalam sabda Rasulullah SAW, yang artinya: “Iman itu
bukanlah dengan angan-angan, tetapi apa yang telah mantap di dalam hati dan
dibuktikan kebenerannya dengan amalan”. Dalam hadis lain juga disebutkan
bahwa “ Iman adalah pengakuan hati, pengucapan dengan lidah, dan pengamalan
dengan anggota”. Kedua hadis di atas mengemukakan bahwa keimanan itu bermula
dari pengakuan hati, baru diiringi dengan pengucapan secara lisan kemudian
diamalkan dengan seluruh anggota badan. Menurut Syahminan, manusia sewaktu
menanggapi sesuatu, mulamula sesuatu itu mengenai panca inderanya, lalu oleh
syarafnya, baru dilaporkan kepada otak. Setelah otak mempertimbangkan,
kemudian meminta keputusan oleh hati. Setelah hati memutuskan, barulah otak
memerintahkan anggota badan lewat syaraf pula untuk melakukan tindakan
terhadap sesuatu itu. Jadi, tindakan berupa pengucapan dan pengamalan , barulah
akan ada setelah hati memutuskan. Dengan demikian iman harus dimulai dengan
menganggap (meniliti) sesuatu sehingga timbul keputusan hati. Keputusan hati
inilah yang akan diucapkan dan diamalkan itu.

5
Jadi jelas bahwa iman merupakan pengakuan hati, pengucapan lidah, dan
pengamalan anggota badan. Hal tersebut merupakan suatu kesatuan proses yang
tidak dapat dipisah-pisahkan.

2. Islam
Secara etimologi, Islam berasal dari Bahasa Arab, terambil dari kosakata
salima yang berarti selamat sentosa. Dari kata ini kemudian dibentuk menjadi kata
aslama yang berarti memeliharakan dalam keadaan selamat, sentosa, dan berarti
pula berserah diri, patuh, tunduk, dan taat. Dari kata aslama ini dibentuk kata Islam
(aslama yuslimu islaaman) yang mengandung arti sebagaimana terkandung dalam
arti pokoknya, yaitu selamat, aman, damai, patuh, berserah diri, dan taat. Orang
yang sudah masuk Islam dinamakan muslim, yaitu orang yang menyatakan dirinya
telah taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah SWT., dengan melakukan
aslama orang ini akan terjamin keselamatannya di dunia dan di akhirat.4 Selain itu
ada pula yang berpendapat bahwa Islam berarti alistislam, yakni mencari
keselamatan atau berserah diri.5 Pengertian yang demikian itu sejalan dengan
firman Allah SWT., antara lain:

“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang
ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula berserah diri.” (QS. Al-
Baqarah(2):112)
Dari keterangan singkat tersebut dapat disimpulkan bahwa dari segi bahasa Islam
adalah berserah diri, patuh, dan tunduk kepada Allah SWT. dalam rangka
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Pengertian agama Islam dari segi istilah terdapat beberapa hal sebagai berikut :
1. Islam adalah agama yang didasarkan pada wahyu yang berasal dari Allah SWT.
2. Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
6
3. Islam adalah agama yang bukan hanya dibawa oelh Nabi Muhammad melainkan
agama yang dibawa oleh nabi sebelumnya, namun agama yang dibawa Nabi
Muhammad jauh lebih sempurna dibandingkan dengan agama yang dibawa oleh
nabi sebelumnya.
4. Islam adalah agama yang ditujukan hanya untuk kelompok masyarakat pada zaman
tertentu, melainkan agama yang diperuntukkan bagi seluruh kelompok masyarakat
pada setiap zaman.
5. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia.
6. Islam adalah agama yang didasarkan pada lima pilar utama, yaitu mengucapkan dua
kalimat syahadat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan
Ramadhan, dan melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu.

Dengan demikian pengertian Islam baik dari segi bahasa maupun istilah
menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang mengemban misi keselamatan
dunia dan akhirat, kesejahteraan, dan kemakmuran lahir bathin bagi seluruh umat
manusia dengan cara menunjukkan kepatuhan, ketundukan, dan kepasrahan kepada
Tuhan, dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Misi
Islam yang demikian ini sudah dibawa oleh para nabi terdahulu walaupun nama
gama yang dibawa nabi sebelum Nabi Muhammad SAW itu bukan Islam. Baru
pada zaman Nabi Muhammad SAW itulah agama ini bernama Islam sekaligus
mengemban misinya ini.

3. Ihsan
Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik,
sedangkan bentuk masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan. Allah swt.
berfirman dalam Al-Qur`an mengenai hal ini.
Surat Al-Isra’ ayat 7

7
Artinya : “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri
dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila
datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang
lain) untuk menyuramkan mukamuka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid,
sebagaimana musuhmusuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk
membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.”6 Surat Al-
Qashash ayat 77

Surat Al-Qashash ayat 77

Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Ibnu Katsir mengomentari ayat di atas dengan mengatakan bahwa kebaikan yang
dimaksud dalam ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh makhluk Allah.

Berikut ini adalah mereka yang berhak mendapatkan ihsan tersebut:


1) Ihsan kepada orang tua
Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 23-24 “Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya berumr lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua mendidik

8
aku diwaktu kecil.” (QS. Al-Israa’: 23-24). Ayat tersebut menjelaskan kepada
kita bahwa ihsan kepada orang tua itu sejajar dengan ibadah kepada
Allah.Dalam sebuah hadist riwayat Turmuzdi, dari Ibnu Amru bin Ash,
Rasulullah saw. bersabda, “Keridhaan Allah berada pada keridhaan orang tua,
dan kemurkaan Allah berada pada kemurkaan orang tua.” Dalil di atas
menjelaskan bahwa ibadah kita kepada Allah tidak akan diterima, jika tidak
disertai dengan berbuat baik kepada kedua orang tua. Apabila kita tidak
memiliki kebaikan ini, maka bersamaan dengannya akan hilang ketakwaan,
keimanan, dan keislaman.

2) Ihsan kepada kerabat karib Ihsan kepada kerabat adalah dengan jalan
membangun hubungan yang baik dengan mereka, bahkan Allah swt.
menyamakan seseorang yang memutuskan hubungan silatuhrahmi dengan
perusak di muka bumi. Allah berfirman, “Maka apakah kiranya jika kamu
berkuasa kamu akan membuat kerusakan dimuka bumi dan memutuskan
hubungan kekeluargaan?” (QS. Muhammad: 22). Silaturahmi adalah kunci
untuk mendapatkan keridhaan Allah. Hal ini dikarenakan sebab paling utama
terputusnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya adalah karena
terputusnya hubungan silaturahmi. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah
berfirman, “Aku adalah Allah, Aku adalah Rahman, dan Aku telah
menciptakan rahim yang Kuberi nama bagian dari nama-Ku. Maka,
barangsiapa yang menyambungnya, akan Ku sambungkan pula baginya dan
barangsiapa yang memutuskannya, akan Ku putuskan hubunganku
dengannya.” (HR. Turmudzi). Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda, “Tidak
akan masuk surga, orang yang memutuskan tali silaturahmi.” (HR. Syaikahni
dan Abu Dawud).

3) Ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu
Dawud, dan Turmuzdi, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Aku dan orang yang
memelihara anak yatim di surga kelak akan seperti ini…(seraya menunjukkan
jari telunjuk jari tengahnya).” Dan Diriwayatkan oleh Turmudzi, Nabi saw.
bersabda, “Barangsiapa —dari Kaum Muslimin— yang memelihara anak
yatim dengan memberi makan dan minumnya, maka Allah akan

9
memasukkannya ke dalam surga selamanya, selama ia tidak melakukan dosa
yang tidak terampuni.”

4) Ihsan kepada tetangga dekat, tengga jauh, serta teman sejawat Ihsan kepada
tetangga dekat meliputi tetangga dekat dari kerabat atau tetangga yang berada
di dekat rumah, serta tetangga jauh, baik jauh karena nasab maupun yang
berada jauh dari rumah. Adapun yang dimaksud teman sejawat adalah yang
berkumpul dengan kita atas dasar pekerjaan, pertemanan, teman sekolah atau
kampus, perjalanan, ma’had, dan sebagainya. Mereka semua masuk ke dalam
katagori tetangga. Seorang tetangga kafir mempunyai hak sebagai tetangga
saja, tetapi tetangga muslim mempunyai dua hak, yaitu sebagai tetangga dan
sebagai muslim; sedang tetangga muslim dan kerabat mempunyai tiga hak,
yaitu sebagai tetangga, sebagai muslim dan sebagai kerabat. Rasulullah saw.
menjelaskan hal ini dalam sabdanya, “Demi Allah, tidak beriman, demi Allah,
tidak beriman.” Para sahabat bertanya, “Siapakah yang tidak beriman, ya
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Seseorang yang
tidak aman tetangganya dari gangguannya.” (HR. Syaikhani). Pada hadits yang
lain, Rasulullah bersabda, “Tidak beriman kepadaku barangsiapa yang
kenyang pada suatu malam, sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia
megetahuinya.”(HR. Ath-Thabrani).

5) Ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya Ihsan terhadap ibnu sabil adalah
dengan cara memenuhi kebutuhannya, menjaga hartanya, memelihara
kehormatannya, menunjukinya jalan jika ia meminta, dan memberinya
pelayanan. Adapun muamalah terhadap pembantu atau karyawan dilakukan
dengan membayar gajinya sebelum keringatnya kering, tidak membebaninya
dengan sesuatu yang ia tidak sanggup melakukannya, menjaga
kehormatannya, dan menghargai pribadinya. Jika ia pembantu rumah tangga,
maka hendaklah ia diberi makan dari apa yang kita makan, dan diberi pakaian
dari apa yang kita pakai. Pada akhir pembahasan mengenai bab muamalah ini,
Allah swt. menutupnya firman-Nya yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah
tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.”
(QS. Al-Hajj: 38). Ayat tersebut merupakan isyarat yang sangat jelas kepada
siapa saja yang tidak berlaku ihsan. Bahkan, hal itu adalah pertanda bahwa

10
dalam dirinya ada kecongkakan dan kesombongan, dua sifat yang sangat
dibenci oleh Allah swt.

6) Ihsan dengan perlakuan dan ucapan baik kepada manusia Rasulullah saw.
bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, hendaklah ia
berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Masih riwayat dari
Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda, “Ucapan yang baik adalah
sedekah.” Bagi manusia secara umum, hendaklah kita melembutkan ucapan,
saling menghargai dalam pergaulan, menyuruh kepada yang makruf dan
mencegahnya dari kemungkaran, menunjukinya jalan jika ia tersesat,
mengajari mereka yang bodoh, mengakui hak-hak mereka, dan tidak
mengganggu mereka dengan tidak melakukan hal-hal dapat mengusik serta
melukai mereka.

7) Ihsan dengan berlaku baik kepada binatang Berbuat ihsan terhadap binatang
adalah dengan memberinya makan jika ia lapar, mengobatinya jika ia sakit,
tidak membebaninya diluar kemampuannya, tidak menyiksanya jika ia
bekerja, dan mengistirahatkannya jika ia lelah. Bahkan, pada saat
menyembelih, hendaklah dengan menyembelihnya dengan cara yang baik,
tidak menyiksanya, serta menggunakan pisau yang tajam. Kesimpulannya,
ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak. Oleh
karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha
dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat
tersebut. Siapapun kita, apapun profesi kita, di mata Allah tidak ada yang lebih
mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ketingkat ihsan dalam
seluruh sisi dan nilai hidupnya.

B. Hubungan dan Integrasi Islam, Iman, ilmu dan Ihsan


Dalam hadis riwayat H.R. Muslim terdapat dalil bahwa islam, iman dan ihsan
semuanya disebut ad-din/agama yang mencakup 3 tingkatan:

1. Tingkatan Islam

11
Di dalam hadis tersebut, ketika Rasulullah SAW ditanya tentang Islam beliau
menjawab, Islam yaitu hendaklah engkau bersaksi tiada yang patut disembah
kecuali Allah SWT dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah SWT.
Hendaklah engkau mendirikan salat, membayar zakat, berpuasa pada bulan
ramadhan, dan mengerjakan haji jika engkau mampu. Dari sinilah kemudian di
rumuskan bahwa islam itu terdiri dari 5 rukun. Jadi, islam yang dimaksud adalah
amalan-amalan lahiriah yang meliputi syahadat, salat, puasa, zakat, dan haji. Yang
selanjutnya disebut dengan rukun islam.

2. Tingkatan Iman
Selanjutnya saat Nabi ditanya mengenai iman. Beliau bersabada,”
Hendaknya engkau beriman kepada Allah SWT, beriman kepada para malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan hendaklah engkau
beriman kepada Qada’ dan Qadar”. Jadi iman yang dimaksud adalah mencakup
perkara batiniah yang ada di dalam hati. Dari sini dapat dipahami bahwa Islam
diartikan sebagai amalan-amalan anggota badan, sedangkan iman diartikan
sebagai amalan hati yang berupa kepercayaan dan keyakinan terhadap ajaran
Islam yang tercakup dalam rukun iman yang dijelaskan diatas. Akan tetapi, bila
disebutkan secara mutlak salah satunya, Islam atau Iman saja, maka sudah
mencakup yang lainnya, sebagaimana firman Allah SWT “Dan aku telah ridha
Islam menjadi agama kalian”. (Q.S. Al-MAIDAH: 3). Kata Islam disini sudah
mencakup Islam dan Iman.

3. Tingkatan Ihsan
Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang Ihsan. Nabi bersabda, “Yaitu engkau
beribadah kepada Allah SWT seolah-olah engkau melihatNya. Namun jika
engkau tidak dapat beribadah seolah-olah melihatNya, sesungguhnya ia melihat
engkau”. Ihsan yaitu sikap menyembah/ta’abud kepada Rabb-Nya dengan ibadah
yang dipenuhi rasa harap dan keinginan, seolah-olah dia melihat-Nya sehingga
dia pum sangat ingin sampai kepadaNya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling
sempurna. Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi ini maka hendaknya dia
berada di derajat kedua yaitu: menyembah kepada Allah SWT dengan ibadah

12
yang dipenuhi rasa takut dan cemas akan siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi
bersabda, “jika kamu tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya dia melihatmu”,
artinya jika kamu tidak mampu menyembahNya seolah-olah kamu melihat-Nya
maka sesungguhnya Dia melihatmu. Jadi tingkatan ihsan ini mencakup perkara
lahir maupun batin.

Oleh karena itulah para ulama muhaqqiq/peneliti menyatakan bahwa setiap


mukmin pasti muslim, karena orang yang telah merealisasikan iman sehingga
iman itu tertanam kuat di dalam hatinya pasti akan melaksanakan amal-amal
Islam/amalan lahir. Sebaliknya, belum tentu setiap muslim itu mukmin, karena
bisa jadi imannya sangat lemah sehingga hatinya tidak meyakini keimanannya
dengan sempurna walaupun dia melakukan amalan lahir dengan anggota
badannya, sehingga statusnya hanya muslim saja dan tidak tergolong mukmin
dengan iman yang sempurna. Sebagaimana Allah SWT telah berfirman, “orang-
orang arab badui itu mengatakan ‘kami telah beriman’. Katakanlah ‘kalian
belumlah beriman tapi hendaklah kalian mengatakan: ‘kami telah berislam’.”
(Q.S. Al Hujarat: 14). Dengan demikian jelaslah bahwa agama ini memang
memiliki tingkatan-tingkatan, dimana satu tingkatan lebih tinggi daripada
tingkatan yang lainnya. Tingkatan pertama yaitu Islam, kemudian tingkat yang
lebih tinggi dari itu adalah iman, kemudian yang lebih tinggi dari tingkatan iman
adalah ihsan. Orang yang berada dalam tingkatan iman disebut muhsin.9 Iman,
Islam dan Ihsan merupakan inti pokok ajaran Islam. Ketiganya sangat
berhubungan erat dan saling mengisi, bahkan satu dengan yang lainnya tidak bias
dipisahkan. Walaupun memiliki definisi dan istilah yang berbeda, namun
semuanya berada dalam satu napas. Ketiga istilah tersebut dalam praktiknya
menjadi satu. Dalam praktiknya kata-kata iman misalnya dihubungkan dengan
larangan menghina orang lain, saling mencela dan memberi julukan yang
negative. Iman juga dihubungkan dengan larangan berburuk sangka, saling
mengintip dan saling mengumpat. Hal ini dapat kita laihat pada ayat-ayat berikut
ini :

13
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok
kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolokolok) lebih baik dari
mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok)
wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan)
lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu
sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang
siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.”(Q.S.
Alhujarat ;11)

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,


sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-
cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing
sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang” (Q.S. Al-Hujarat ; 12)

14
Artinya : “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al
Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah
(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Ankabut ;45)

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa


sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”
(QS. Al-Baqarah ; 183)

Artinya : “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa
yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak
boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan

15
haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah
mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa
dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”(QS. Al-Baqarah;
197)

Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah; 103) Dari
ayat-ayat tersebut di atas dapat dipetik suatu kesimpulan bahwa rukun Islam
yang diimplementasikan dalam praktik ibadah selalu dihubungkan dengan
akhlaku karimah (Ihsan), atau perbuatan-perbuatan yang bernilai kebaikan,
seperti shalat dikaitkan dengan menghindarkan diri dari perbuatan keji dan
mungkar, puasa dikaitakan dengan ketakwaan, haji dikaitkan dengan tidak boleh
berkata kotor, dusta, dan sebagainya, begitu pun juga dengan zakat dikaitkan
dengan penyucian jiwa atau harta. Iman yang pada awalnya sebuah ikrar, akan
mendorong manusia untuk bergerak dengan kesungguhan hati untuk
mempraktikkan atau mengamalkan apa yang dipereintahkan dari apa yang
diyakininya yang melahirkan ketaatan atau kepatuhan dalam menjalani hidup
dan kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, Ihsan lahir dari kesempurnaan
keimanan dan keislaman seseorang, atau kesempurnaan keimanan dan
keislaman seseorang akan Nampak pada sikap atau tingkah lakunya baik
perkataan, perbuatan, atau pun pikiranya.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Iman merupakan pengakuan hati, pengucapan lidah, dan pengamalan anggota
badan, Islam adalah agama yang mengemban misi keselamatan dunia dan akhirat,
kesejahteraan, dan kemakmuran lahir bathin bagi seluruh umat manusia dengan cara
menunjukkan kepatuhan, ketundukan, dan kepasrahan kepada Tuhan, dengan
melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, Ihsan adalah puncak
prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang
menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang
dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Iman, Islam dan Ihsan merupakan inti
pokok ajaran Islam. Ketiganya sangat berhubungan erat dan saling mengisi, bahkan
satu dengan yang lainnya tidak bias dipisahkan. Walaupun memiliki definisi dan
istilah yang berbeda, namun semuanya berada dalam satu napas. Ketiga istilah

17
tersebut dalam praktiknya menjadi satu. Dalam praktiknya kata-kata iman misalnya
dihubungkan dengan larangan menghina orang lain, saling mencela dan memberi
julukan yang negative. Iman juga dihubungkan dengan larangan berburuk sangka,
saling mengintip dan saling mengumpat. Iman yang pada awalnya sebuah ikrar, akan
mendorong manusia untuk bergerak dengan kesungguhan hati untuk mempraktikkan
atau mengamalkan apa yang dipereintahkan dari apa yang diyakininya yang
melahirkan ketaatan atau kepatuhan dalam menjalani hidup dan kehidupan sehari-
hari. Dengan kata lain, Ihsan lahir dari kesempurnaan keimanan dan keislaman
seseorang, atau kesempurnaan keimanan dan keislaman seseorang akan nampak pada
sikap atau tingkah lakunya baik perkataan, perbuatan, atau pun pikiranya.

B. Saran
Iman, Islam, ilmu dan Ihsan haruslah dilaksanakan secara beriringan agar
menjadi insan kamil (manusia sempurna).

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’anul Karim Hidayat,Junaidi.2009. Ayo Memahami Akidah dan Akhlak Untuk


MTs/SMP Islam Kelas VII.Jakarta:Erlangga
Ibn Mandzur.tth.Lisan al-Arab.Mesir: Dar al-Ma’arif Maududi,Abul A’la.1986. Dasar Dasar
Iman.Bandung:Penerbit Pustaka
Razak,Nasaruddin.1997. Dienul Islam.Bandung: Al-Ma’arif

18

Anda mungkin juga menyukai