Gaffar Ismail: Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Berisi
kelengkapan dari pelajaran-pelajaran meliputi kepercayaan, seremoni peribadatan, tata
tertib penghidupan abadi, tata tertib pergaulan hidup, peraturan-peraturan Tuhan, bangunan
budi pekerti yang utama dan menjelaskan rahasia kehidupan yang kedua (akhirat).
Sedangkan Theitis atau Rabbaniyah adalah karakteristik berdasarkan Ketuhanan, satu
keyakinan yang bulat, bahwa semua gerak-gerik manusia selalu berada di bawah pengawasan
Illahi, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Melihat, Yang Maha Pengawas. Sehingga manusia
harus melakukan hal-hal kebaikan sebagai bentuk kepercayaan bahwa Tuhan selalu
mengawasi.
Dalam Tata Nilai Rabbaniyah, Allah mengarahkan atau mengatur ciptaan-Nya secara tahap
demi tahap. Evolusioner tidak revolusioner. Terencana, sistematis. Sekalipun sebagai
pemilik, tentu saja Allah jika menghendaki dapat melakukannya secara spontanitas. Cukup
dengan mengatakan kun fayakun, maka jadilah. Namun dalam prakteknya, sunnatullah
berlangsung secara alamiah, tahap demi tahap, evolusi. Demikianlah semua ciptaan Allah
berlangsung dalam tahapan-tahapan evolusioner yang terencana. Oleh sebab itulah,
pemaksaan kehendak, bertentangan dengan tata nilai rabbaniyah. Inilah relevansinya kenapa
sikap ikhlas, tawakal dan sabar amat penting dalam tata nilai rabbaniyah itu.
Makna rabbânîyah itu sama dengan berkeimanan dan berketaqwaan atau, lebih
sederhana, beriman dan bertaqwa. Dari sudut pandangan sistem paham keagamaan, iman
dan takwa adalah fondasi (Arab: أساس, - asas) yang benar bagi semua segi kehidupan manusia.
(Q.,s. al-Tawbah/9:109).
Implikasi dan Ramifikasi Ketuhanan Yang Maha Esa:
1. Bahwa manusia tidak dibenarkan memutlakkan apa pun selain Tuhan Yang Maha
Esa. Mengakui Tuhan Yang Maha Esa sebagai yang mutlak berarti menyadari bahwa
Tuhan tidak dapat dijangkau oleh akal manusia.
2. Tuhan tidak dapat diketahui, tetapi harus diinsafi sedalam-dalamnya bahwa Dia-lah
asal dan tujuan hidup, dengan konsekuensi manusia harus membaktikan seluruh
hidupnya demi memperoleh perkenan atau ridlâ-Nya.
Iman merupakan hal–hal yang mencakup amalan batin, yaitu keimanan atau
kepercayaan terhadap Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan
juga keimanan kepada takdir. Orang yang sudah mencapai derajat keimanan maka disebut
sebagai mukmin.
Islam
Islam adalah agama Allah, agama yang hak, agama yang diterima dan agama penutup.
Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada Nabi lagi
sesudahku”. Islam sendiri memiliki tiga tingkatan yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Tiga
makna ini tidak bisa dipisahkan karena semuanya adalah satu kesatuan yang disebut
agama Islam. Meski Iman, Islam, dan Ihsan disebut bertingkat-tingkat tapi bukan berarti
setelah mengerjakan satu level, lalu ke level berikutnya, namun yang dimaksud tingkatan
keimanan.
Islam menurut istilah yaitu, sikap penyerahan diri (kepasrahan, ketundukan, kepatuhan)
seorang hamba kepada Tuhannya dengan senantiasa melaksanakan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya, demi mencapai kedamaian dan keselamatan hidup, di dunia
maupun di akhirat.
Islam sebagai agama, maka tidak terlepas dari adanya unsur-unsur pembentuknya yaitu
berupa rukun Islam, yaitu:
1. Membaca 2 kalimat syahadat
2. Mendirikan sholat 5 waktu
3. Menunaikan zakat
4. Berpuasa
5. Pergi haji bila mampu
Islam adalah apa yang disebut dengan rukun Islam. Yaitu amalan–amalan lahiriyah yang
mencakup syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Saat seseorang melakukan 5 amalan
ini, maka orang tersebut dikatakan sebagai muslim.
Ihsan
Ihsan berarti berbuat baik. Setiap perbuatan baik yang nampak pada sikap jiwa dan
perilaku yang sesuai atau dilandaskan pada akidah dan syariat Islam disebut Ihsan.
Perkara ihsan adalah perkara yang mencakup cara dan rasa seorang muslim dalam
beribadah. Ada dua tingkatan dalam ihsan, yaitu:
Seseorang yang beribadah seakan mampu melihat Allah, dan
jika tidak mampu, maka orang tersebut beribadah dengan rasa diperhatikan oleh
Allah.
Tingkatan ihsan ini merupakan tingkatan tertinggi seorang muslim karena melibatkan
perkara lahir dan batin. Seseorang yang mampu menjalani ibadah dengan perasaan seperti
ini akan dapat melaksanakan ibadah dengan rasa harap dan ingin sebagaimana
seorang hamba bertemu rajanya, atau seperti perasaan takut dan cemas akan siksa yang
didapat. Orang–orang semacam ini akan disebut sebagai muhsin.
III. Islam dan universalisme beragama dalam kehidupan (rahmat bagi seluruh alam)
Islam sendiri mempunyai makna “berserah diri”, di dalam Islam Allah SWT
hanyalah satu-satunya Tuhan yang disembah dan diagungkan. Agama Islam secara
Universal dikenal dengan Agama yang Rahmatul Lil Alamin. Konsep Universalisme
Nurcholish Madjid memaknai Universalisme Islam dengan pengertian Islam itu sendiri,
yang berarti berserah diri, tunduk dan patuh kepada Allah.
Kelompok 7 :
- Annisa Nurbaiti (121107081)
- Sherly Dwi Syamarta (121101025)
- Riau Eko Saputro (121105114)
- Nur Intifadah (121107061)
- Teguh Jayadi (121106071)
- Faisal Ahmad (121101096)
- Natalia Monica .G.D (121106181)