Anda di halaman 1dari 55

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik

khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada

ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara

lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan

belajar, gangguan prilaku, anak berbakat. Istilah lain bagi anak berkebutuhan

khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan

yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang

disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra

mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu

berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.

Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis

pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32

(1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus

merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam

mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial,

dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Teknis layanan

pendidikan jenis Pendidikan Khusus untuk peserta didik yang berkelainan atau

peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara

inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah. Jadi Pendidikan Khusus hanya ada pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah. Untuk jenjang pendidikan tinggi secara khusus belum tersedia.

PP No. 17 Tahun 2010 Pasal 129 ayat (3) menetapkan bahwa Peserta didik

berkelainan terdiri atas peserta didik yang: a. tunanetra; b. tunarungu; c.

tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g. berkesulitan belajar; h.

lamban belajar; i. autis; j. memiliki gangguan motorik.

1. Tunanetra ( Visual Impairment )

1.1 Definisi

Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan.

tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind)

dan low vision. Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu

yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60

setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki

keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada

alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu

prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu

tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara,

contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan

benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah perekam suara dan peranti

lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa


mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas

diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta

bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat

dari alumunium)

Permasalahan strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra didasarkan

pada dua pemikiran, yaitu :

1. Upaya memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan kondisi anak (di satu sisi).

2. Upaya pemanfaatan secara optimal indera-indera yang masih berfungsi, untuk

mengimbangi kelemahan yang disebabkan hilangnya fungsi penglihatan (di sisi

lain).

1.2 Karakteristik

a. Fisik

Keadaan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya.

Perbedaan nyata diantara mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya.

Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik diantaranya:

1) Mata juling

2) Sering berkedip

3) Menyipitkan mata

4) (kelopak) mata merah

5) Mata infeksi

6) Gerakan mata tak beraturan dan cepat


7) Mata selalu berair (mengeluarkan air mata)

8) Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.

b. Perilaku

Ada beberapa gejala tingkah laku yang tampak sebagai petunjuk dalam

mengenal anak yang mengalami gangguan penglihatan secara dini: Menggosok

mata secara berlebihan

Menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau

mencondongkan kepala ke depan.

Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat memerlukan

penggunaan mata.

Berkedip lebih banyak daripada biasanya atau lekas marah apabila mengerjakan

suatu pekerjaan.

Membawa bukunya ke dekat mata.

Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh.

Menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi.

Tidak tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-tugas yang

memerlukan penglihatan seperti melihat gambar atau membaca.

Janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata.

Menghindar dari tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau memerlukan

penglihatan jarak jauh.

c. Psikis

Secara psikhis anak tunanetra dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Mental/intelektual
Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh

dengan anak normal/awas. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas atas

sampai batas bawah, jadi ada anak yang sangat pintar, cukup pintar dan ada yang

kurang pintar. Intelegensi mereka lengkap yakni memiliki kemampuan dedikasi,

analogi, asosiasi dan sebagainya. Mereka juga punya emosi negatif dan positif,

seperti sedih, gembira, punya rasa benci, kecewa, gelisah, bahagia dan

sebagainya.

2) Sosial

Hubungan sosial yang pertama terjadi dengan anak adalah hubungan

dengan ibu, ayah, dan anggota keluarga lain yang ada di lingkungan keluarga.

Kadang kala ada orang tua dan anggota keluarga yang tidak siap menerima

kehadiran anak tunanetra, sehingga muncul ketegangan, gelisah di antara

keluarga. Akibat dari keterbatasan rangsangan visual untuk menerima perlakuan

orang lain terhadap dirinya.

Tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadian dengan

timbulnya beberapa masalah antara lain:

(1) Curiga terhadap orang lain

Akibat dari keterbatasan rangsangan visual, anak tunanetra kurang mampu

berorientasi dengan llingkungan, sehingga kemampuan mobilitaspun akan

terganggu. Sikap berhati-hati yang berlebihan dapat berkembang menjadi sifat

curiga terhadap orang lain.

Untuk mengurangi rasa kecewa akibat keterbatasan kemampuan bergerak dan

berbuat, maka latihan-latihan orientasi dan mobilitas, upaya mempertajam fungsi


indera lainnya akan membantu anak tunanetra dalam menumbuhkan sikap disiplin

dan rasa percaya diri.

(2) Perasaan mudah tersinggung

Perasaan mudah tersinggung dapat disebabkan oleh terbatasnya

rangsangan visual yang diterima. Pengalaman sehari-hari yang selalu

menumbuhkan kecewa menjadikan seorang tunanetra yang emosional.

(3) Ketergantungan yang berlebihan

Ketergantungan ialah suatu sikap tidak mau mengatasi kesulitan diri

sendiri, cenderung mengharapkan pertolongan orang lain. Anak tunanetra harus

diberi kesempatan untuk menolong diri sendiri, berbuat dan bertanggung jawab.

Kegiatan sederhana seperti makan, minum, mandi, berpakaian, dibiasakan

dilakukan sendiri sejak kecil.

1.3 Pembelajaran

Strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra pada hakekatnya

adalah strategi pembelajaran umum yang diterapkan dalam kerangka dua

pemikiran di atas. Pertama-tama guru harus menguasai karakteristik/strategi

pembelajaran yang umum pada anak-anak awas, meliputi tujuan, materi, alat,

cara, lingkungan, dan aspek-aspek lainnya. Langkah berikutnya adalah

menganalisis komponen-komponen mana saja yang perlu atau tidak perlu

dirubah/dimodifikasi dan bagaimana serta sejauh mana modifikasi itu dilakukan

jika perlu. Pada tahap berikutnya, pemanfaatan indera yang masih berfungsi

secara optimal dan terpadu dalam praktek/proses pembelajaran memegang peran


yag sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar.

Dalam pembelajaran anak tunanetra, terdapat prinsip-prinsip yang harus

diperhatikan, antara lain :

1. Prinsip individual

Prinsip individual adalah prinsip umum dalam pembelajaran manapun

(PLB maupun pendidikan umum) guru dituntut untuk memperhatikan

adanya perbedaan-perbedaan individu. Dalam pendidikan tunanetra,

dimensi perbedaan individu itu sendiri menjadi lebih luas dan kompleks.

Di samping adanya perbedaan-perbedaan umum seperti usia, kemampuan

mental, fisik, kesehatan, sosial, dan budaya, anak tunanetra menunjukkan

sejumlah perbedaan khusus yang terkait dengan ketunanetraannya (tingkat

ketunanetraan, masa terjadinya kecacatan, sebab-sebab ketunanetraan,

dampak sosial-psikologis akibat kecacatan, dll). 

2. Prinsip kekonkritan/pengalaman penginderaan

Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru harus memungkinkan

anak tunanetra mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa yang

dipelajarinya.

3. Prinsip totalitas

Strategi pembelajaran yang dilakukan guru haruslah memungkinkan siswa

untuk memperoleh pengalaman objek maupun situasi secara utuh dapat

terjadi apabila guru mendorong siswa untuk melibatkan semua

pengalaman penginderaannya secara terpadu dalam memahami sebuah

konsep. Dalam bahasa Bower (1986) gagasan ini disebut sebagai multi


sensory approach,yaitu penggunaan semua alat indera yang masih

berfungsi secara menyeluruh mengenai suatu objek.

4. Prinsip aktivitas mandiri (selfactivity)

Strategi pembelajaran haruslah memungkinkan atau mendorong

anak tunanetra belajar secara aktif dan mandiri. Anak belajar mencari dan

menemukan, sementara guru adalah fasilitator yang membantu

memudahkan siswa untuk belajar dan motivator yang membangkitkan

keinginannya untuk belajar.

1.4 Terapi

Pada dasarnya, terapi yang dijalani anak tuna netra berupa pelatihan aktivitas

sehari-hari. Hal ini akan menjadi modal dasar untuk membantunya menjalani

proses belajar (kognitif, sosial, dan psikomotorik). Beberapa latihan kegiatan

sehari-hari yang dapat diajarkan kepada anak dirumah, di antaranya :

Ketika anak mulai masuk ke dunia pendidikan, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan :

 Mengenal huruf Braille menjadi modal dasar  untuk mempelajari materi

sekolah. Dengan huruf Braille, anak dapat “membaca” isi buku bacaan.

 Ada berbagai alat yang dapat digunakan untuk belajar. Salah satunya

adalah tape recorder. Melalui tape recorder, penjelasan materi pelajaran

yang dijelaskan oleh guru di kelas dapat direkam, sehingga ketika mengulang

pelajaran anak dapat mendengarkan rekaman tersebut.


 Dampingi anak ketika sedang belajar, sehingga ia merasa ada yang

mendukungnya. Intinya, biasakan anak untuk belajar menggunakan berbagai

alat pendukung yang dapat membantunya belajar.

Yang perlu diingat, ada baiknya orangtua mendahulukan terapi kepada anak

tuna netra untuk menjalani aktivitas sehari-hari, seperti mandiri untuk berpakaian,

mandi, makan, dan sebagainya. Karena ketika anak sudah dapat mandiri dengan

aktivitas sehari-harinya, maka anak pun akan lebih siap untuk menjalani terapi

dalam dunia pendidikan.

2. Tunarungu ( Educating Children Who Are Deaf Or

Hearing : overview )

2.1 Definisi

Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik

permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat

gangguan pendengaran adalah:

1. Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40 dB),

2. Gangguan pendengaran ringan(41-55 dB),

3. Gangguan pendengaran sedang(56-70 dB),

4. Gangguan pendengaran berat(71-90 dB),


5. Gangguan pendengaran ekstrem/tuli(di atas 91 dB).

Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki

hambatan daam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara

berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari

telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-

beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang

dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan

bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung

kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.

Easterbrooks (1997) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis utama

ketunarunguan menurut lokasi ganguannya:

1. Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan

pada bagian luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya

gelombang bunyi ke bagian dalam telinga.

2. Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat

kerusakan pada bagian dalam telinga atau syaraf auditer yang

mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke otak.

(Ketunarunguan Andi tampaknya termasuk ke dalam kategori ini.

3. Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada sistem syaraf

pusat proses auditer yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan

memahami apa yang didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang

spesifik pada telinganya itu sendiri. Anak yang mengalami gangguan pusat
pemerosesan auditer ini mungkin memiliki pendengaran yang normal bila

diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering mengalami kesulitan

memahami apa yang didengarnya.

Survey tahun 1981 di Australia menemukan bahwa 59% dari populasi tunarungu

menyandang ketunarunguan ringan, 11% sedang, 20% berat, dan 10% tidak dapat

dipastikan (Cameron, 1982, dalam Ashman dan Elkins, 1994).

2.2 Karakteristik

Berikut ini adalah karakteristik anak tunarungu menurut Hidayat, dkk.

(2006:129).

1. Karakteristik fisik, meliputi:

a. cara berjalannya kaku dan agak membungkuk karena daya keseimbangannya

terganggu,

b. gerak kaki dan tangannya lincah/cepat sebab sering digunakan untuk

berkomunikasi dengan lingkungannya, sebagai pengganti bahasa lisannya,

c. gerakan matanya cepat dan beringas, apabila organ ini tidak dijaga dengan baik

dapat berakibat kemampuan melihat menurun karena selalu digunakan sebagai

pengganti alat pendengarannya, dan

d. kemampuan pernapasannya pendek-pendek terganggu, sehingga tidak mampu

berbahasa dengan baik.

2. Karakteristik dalam segi bicara/bahasa, meliputi:

a. biasanya individu yang tunarungu juga mengalami ketidakmampuan dalam

berbahasa,

b. tunarungu yang diperoleh sejak lahir dapat belajar bicara dengan suara normal,
c. anak tunarungu miskin dalam kosakata,

d. mengalami kesulitan didalam mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang

mengandung arti kiasan dan kata-kata abstrak,

e. dia kurang menguasai irama dan gaya bahasa, dan

f. dia mengalami kesulitan dalam berbahasa verbal dan pasif dalam berbahasa.

3. Karakteristik kepribadiannya, meliputi:

a. anak tunarungu yang tidak bependidikan cenderung murung, penuh curiga,

curang, kejam (bengis), tidak simpatik, tidak dapat dipercaya, cemburu, tidak

wajar, egois, ingin membalas dendam, dan sebagianya,

b. lingkungan yang menyenangkan dan memanjakan dpat berpengaruh terhadap

ketidakmampuan dalam penyesuaian mental maupun emosi, dan

c. anak tunarungu menunjukan kondisi yang lebih neurotik, mengalami

ketidakamanan dan berkepribadian tertutup (introvert).

4. Karakteristik emosi dan sosialnya, meliputi:

a. suka menafsirkan secara negatif,

b. kurang mampu dalam mengendalikan emosinya dan sering emosinya

bergejolak,

c. memiliki perasaan rendah diri dan merasa diasingkan, dan

d. memiliki rasa cemburu dan prasangka karena tidak diperlakukan dengan adil

serta sulit bergaul

2.3 Pembelajaran
Terdapat tiga metode utama individu tunarungu belajar bahasa, yaitu dengan

membaca ujaran, melalui pendengaran, dan dengan komunikasi manual, atau

dengan kombinasi ketiga cara tersebut.

1)   Belajar Bahasa Melalui Membaca Ujaran (Speechreading)

Orang dapat memahami pembicaraan orang lain dengan “membaca” ujarannya

melalui gerakan bibirnya. Akan tetapi, hanya sekitar 50% bunyi ujaran yang dapat

terlihat pada bibir (Berger, 1972). Di antara 50% lainnya, sebagian dibuat di

belakang bibir yang tertutup atau jauh di bagian belakang mulut sehingga tidak

kelihatan, atau ada juga bunyi ujaran yang pada bibir tampak sama sehingga

pembaca bibir tidak dapat memastikan bunyi apa yang dilihatnya. Hal ini sangat

menyulitkan bagi mereka yang ketunarunguannya terjadi pada masa prabahasa.

Seseorang dapat menjadi pembaca ujaran yang baik bila ditopang oleh

pengetahuan yang baik tentang struktur bahasa sehingga dapat membuat dugaan

yang tepat mengenai bunyi-bunyi yang “tersembunyi” itu. Jadi, orang tunarungu

yang bahasanya normal biasanya merupakan pembaca ujaran yang lebih baik

daripada tunarungu prabahasa, dan bahkan terdapat bukti bahwa orang non-

tunarungu tanpa latihan dapat membaca bibir lebih baik daripada orang tunarungu

yang terpaksa harus bergantung pada cara ini (Ashman & Elkins, 1994).

Kelemahan sistem baca ujaran ini dapat diatasi bila digabung dengan sistem cued

speech (isyarat ujaran). Cued Speech adalah isyarat gerakan tangan untuk

melengkapi membaca ujaran (speechreading).

2)   Belajar Bahasa Melalui Pendengaran


Ashman & Elkins (1994) mengemukakan bahwa individu tunarungu dari semua

tingkat ketunarunguan dapat memperoleh manfaat dari alat bantu dengar tertentu.

Alat bantu dengar yang telah terbukti efektif bagi jenis ketunarunguan

sensorineural dengan tingkat yang berat sekali adalah cochlear implant. Cochlear

implant adalah prostesis alat pendengaran yang terdiri dari dua komponen, yaitu

komponen eksternal (mikropon dan speech processor) yang dipakai oleh

pengguna, dan komponen internal (rangkaian elektroda yang melalui pembedahan

dimasukkan ke dalam cochlea (ujung organ pendengaran) di telinga bagian dalam.

Komponen eksternal dan internal tersebut dihubungkan secara elektrik. Prostesis

cochlear implant dirancang untuk menciptakan rangsangan pendengaran dengan

langsung memberikan stimulasi elektrik pada syaraf pendengaran (Laughton,

1997).

3)   Belajar Bahasa secara Manual

Secara alami, individu tunarungu cenderung mengembangkan cara komunikasi

manual atau bahasa isyarat. Untuk tujuan universalitas, berbagai negara telah

mengembangkan bahasa isyarat yang dibakukan secara nasional. Ashman &

Elkins (1994) mengemukakan bahwa komunikasi manual dengan bahasa isyarat

yang baku memberikan gambaran lengkap tentang bahasa kepada tunarungu,

sehingga mereka perlu mempelajarinya dengan baik. Kerugian penggunaan

bahasa isyarat ini adalah bahwa para penggunanya cenderung membentuk

masyarakat yang eksklusif

Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa bagi Anak Tunarungu


Pengajaran bahasa secara terprogram bagi anak tunarungu harus dimulai sedini

mungkin bila kita mengharapkan tingkat keberhasilan yang optimal. Terdapat dua

pendekatan dalam pengajaran bahasa kepada anak tunarungu secara dini, yaitu

pendekatan auditori-verbal dan auditori-oral.

2.4 Terapi

Terapi wicara diberikan kepada mereka anak tuna rungu atau mereka yang

mengalami gangguan komunikasi termasuk dalam gangguan berbicara, berbahasa

serta gangguan menelan. Terapi wicara juga dapat bermanfaat untuk membangun

kembali kognisi serta produktifitas anak tuna rungu.

Adapun beberapa metode terapi wicara untuk anak berkebutuhan khusus dengan

gangguan pendengaran diantaranya adalah sebagai berikut.

 Metode lips reading atau membaca ujaran

Metode ini penekanannya terdapat pada kemampuan anak yang diharuskan bisa

menangkap suara atau bunyi bahkan ungkapan dari seseorang melalui

penglihatannya. Dengan kata lain, anak tuna rungu harus bisa membaca gerakan

bibir dari lawan bicaranya.

 Metode oral
Cara atau metode oral ini adalah untuk melatih anak tuna rungu agar bisa

berkomunikasi secara lisan dengan lingkungan atau orang-orang yang bisa

mendengar. Caranya yaitu dengan melibatkan anak tuna rungu untuk berbicara

secara lisan dihadapan orang atau masyarakat dalam setiap kesempatan.

 Metode manual

Terapi wicara dengan metode manual ini adalah cara melatih atau mengajar anak

tuna rungu untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat yaitu

dengan ejaan jari.

 Metode AVT (Auditori Visual Therapy)

Metode auditori visual therapy ini adalah perpaduan antara penerapan suara,

bahasa bibir dan mimik muka. Tujuannya adalah dengan suara yang kita

diharapkan bisa mengoptimalkan sisa pendengaran anak, dan dengan membaca

mimik muka serta bahasa bibir diharapkan anak dapat dengan mudah memahami

atau lebih mengerti setiap kata yang diucapkan secara visual.

3. Kesulitan Belajar ( Learning Disabilities )

3.1 Definisi

Adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan

dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara


dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung,

berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi

minimal otak, dislexia, dan afasiaperkembangan. individu kesulitan belajar

memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-

motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan

keterlambatan perkembangan konsep.

3.2 Karakteristik

Kondisi kesulitan belajar memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu

(Abdurrahman, 2003):

Gangguan internal

Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal dari

dalam anak itu sendiri.

Kesenjangan antara potensi dan prestasi

Anak berkesulitan belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi normal, bahkan

beberapa di antaranya di atas rata-rata.Namun demikian, pada kenyataannya

mereka memiliki prestasi akademik yang rendah.Dengan demikian, mereka

memiliki kesenjangan yang nyata antara potensi dan prestasi yang

ditampilkannya.

Tidak adanya gangguan fisik dan/atau mental

Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik

dan/atau mental.

Secara garis besar, kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua

kelompok yaitu: (1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan


(developmental learning disabilities) dan (2) kesulitan belajar akademik

(academic learning disabilities).

Kesulitan Belajar Perkembangan

Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup gangguan

motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan

belajar dalam penyesuaian perilaku sosial.

a. Kesulitan Berbahasa (Disphasia)

lebih banyak dipengaruhi oleh ketidakseimbangan kognitif. Membedakan

bunyi wicara, pembentukan konsep, memahami dan transformasi semantik,

mengklarifikasi kata, kemampuan menilai, produksi bahasa, sampai pada proses

pragmatik dan memori.Berdasarkan definisi gangguan ini, maka kita dapat

meringkas ciri-ciri spesifiknya, sebagai berikut:

· Keterlambatan dalam hal pengucapan bunyi bahasa

· Keterlambatan dalam hal mengekspresikan pikiran atau gagasannya melalui

· Keterlambatan dalam hal pemahaman bahasa

b. Gangguan Motorik (dispraksia)

Gangguan motorik adalah gangguan pada integrasi auditori-motor

(clumsy) yang ditandai dengan gangguan motorik kasar; aktivitas berjalan, balok

keseimbangan, motorik kasar, loncat, lari cepat, stand up dan lain sebagainya.

Gangguan motorik halus; melempar, menangkap, melipat, menempel.Serta

gangguan penghayatan dan kesadaran tubuh, laiknya ekspresi wajah, permainan

pantomim, menunjuk bagian tubuh dan lain-lain.


Cara kerja motorik manusia, menurut Richard Haier, guru besar saraf dari

Universitas California di Irvine, lebih banyak difungsikan oleh daerah lymbic

temporal (pada pria) dan cyngulata gyrus (pada wanita).Sehingga, anak atau

individu bisa mengalami gangguan dispraksia, bila terjadi ketidakseimbangan

diantara keduanya.Disamping pola kreativitas, penyembuhan, pemecahan

masalah, sampai kepada menikmati hubungan yang sempurna, yang sepenuhnya

ada pada kerja otak kanan.

c. Gangguan Persepsi (dispersepsi)

Persepsi adalah pekerjaan otak. Bila sensasi (masuknya impuls atau

informasi melalui panca indra), terjadi pada ujung-ujung saraf, maka persepsi

terjadi pada pusatnya, di otak. Mungkin ini pekerjaan paling berat dari otak,

karena persepsi membentuk pikiran dan cara berpikir. Komponen paling penting

dari berpikir adalah mempersepsi. Otak tidak saja mempersepsi informasi yang

masuk via panca indra (artinya, objek itu betul-betul ada), tetapi juga untuk objek

yang tidak ada, di sini dan pada saat ini. Otak, melalui sel kerja saraf, sirkuit saraf

dan neurontransmiter “menangkapnya” untuk dipahami (dipersepsi).

Ketika individu mendengar suara maka yang terlibat adalah mulai dari saraf

pendengaran (saraf VIII, saraf auditoris), area pendengaran di kulit otak dua sisi

kepala, daerah-daerah pemahaman bahasa, daerah asosiasi, daerah motoris dan

persarafan di permukaan tubuh. Inilah cara kerja otak manusia sampai kepada

persepsi yang dibakukan.

d. Attention Deficit Hiperaktivity Disorder (ADHD)


Attention Deficit Hiperaktivity Disorder (ADHD), didefinisikan sebagai

anak yang mengalami defisiensi dalam perhatian, tidak dapat menerima implus-

implus dengan baik, suka melakukan gerakan-gerakan yang tidak terkontrol, dan

menjadi lebih hiperaktif. Adapun kriteria anak hiperaktif pada masa sekolah

adalah sebagai berikut:

· Mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian (defisit dalam pemusatan

perhatian), sehingga anak tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan

kepadanya secara baik,

· Jika di ajak bicara siswa hiperaktif, tidak dapat memperhatikan lawan bicaranya

(bersikap apatis terhadap lawan bicaranya),

· Mudah terpengaruh oleh stimulus yang datang dari luar dirinya,

· Tidak dapat duduk tenang walaupun dalam batas waktu lima menit dan suka

bergerak serta selalu tampak gelisah,

· Sering mengucapkan kata-kata spontan (tidak sadar dan cenderung negatif),

· Sering melontarkan pertanyaan yang tidak bermakna kepada guru selama

pelajaran berlangsung,

· Tidak mengikuti petunjuk atau gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sekolah

(sering tidak mengerjkan PR, ulangan harian tugas atau takut mengahadapi ujian),

· Sering menghindar, tidak suka atau enggan terlibat dalam pekerjaan sehari-hari

yang dinilai membebani.

e. Gangguan Memori (dismemory)


Penderita kesulitan belajar juga mengalami kesulitan dalam

mengingat.Mereka memiliki kesulitan dalam mengolah informasi sehingga dapat

disimpam dalam memori jangka panjang.

f. Gangguan Metakognis (dismetakognition)

Penderita kesulitan belajar, juga memiliki peluang untuk menderita

kelemahan dalam bidang metakognisi, yakni kesadaran tentang bagaimana

individu berpikir serta memantau apa yang dipikirkannya. Hasil riset menyatakan

bahwa penderita kesulitan belajar yang tidak mengetahui strategi kognitif efektif

agar sanggup menerima, mengolah, menyimpan, serta memperlihatkan bahwa ia

mengalami suatu informasi. Kelemahan dalam bidang ini pada akhirnya, akan

memengaruhi kemampuan mereka untuk menerapkan suatu strategi dalam tempat

serta waktu yang tepat. Demikian halnya dengan keahlian mereka dalam memilih

serta memantau penerapan strategi itu.

Kesulitan Belajar Akademik

Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan

pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan.

a. Kesulitan Membaca (Disleksia)

Bryan & Bryan (dalam Abdurrahman, 1999: 204), menyebut disleksia

sebagai suatu sindroma kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata

dan kalimat, mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat dan dalam

belajar segala sesuatau yang berkenaan dengan waktu, arah dan masa.Sedangkan,

menurut Lerner seperti di kutip oleh Mercer (1979: 200), mendefinisikan


kesulitan belajar membaca sangat bervariasi, tetapi semuanya menunjuk pada

adanya gangguan fungsi otak.

Myklebust & Johnson, menyebutkan ciri anak disleksia:

· Mengalamikekurangan dalam memori visual dan auditoris, baik memori jangka

pendek (short time memory) dan jangka panjang (long time memory);

· Memilikimasalah dalam mengingat data, seperti mengingat hari-hari dalam

seminggu;

· Memilikimasalah dalam mengenal arah kiri dan kanan;

· Memilikikekurangan dalam memahami waktu;

· Jikadiminta menggambar sering tidak lengkap;

· Miskindalam mengeja;

· Sulitdalam menginterpretasikan globe, peta atau grafik;

· Kekurangandalam koordinasi dan keseimbangan;

· Kesulitandalam belajar berhitung; dan

· Kesulitandalam belajar bahasa asing.

b. Kesulitan Menulis (Disgrafia)

Menulis juga memerlukan koordinasi berbagai bagian dan fungsi

otak.Bagian-bagian otak yang mengatur perbendaharaan kata, tata bahasa, gerakan

tangan, dan ingatan harus berada dalam kondisi serta koordinasi yang

baik.Permasalahan dalam hal ini, dapat mengakibatkan gangguan dalam

kemampuan menulis siswa.Jenis kesulitan ini ditandai dengan anak kerepotan

menulis dengan tangan, tulisan sangat jelek, terbalik-balik, dan sering

menghilangkan atau malah menambah huruf.


c. Kesulitan Berhitung (Diskalkulia)

Dalam hal ini, anak sulit dalam memahami simbol matematika dan dialog

operasional hitung.Misalnya, tanda tambah (+), dilihat sebagai tanda kali (×).

Atau ketika ditanya berapa hasil lima dengan lima, meskipun mereka menjawab

dengan benar,yakni 25 tetapi dalam menuliskannya salah. Bukan angka 25 yang

ditulis, tetapi 52; begitu seterusnya.

3.3 Pembelajaran

Jangan pernah membandingkan antara satu anak dengan yang lainnya, setiap

anak berbeda, baik dari segi kecepatan belajar, gaya belajar, maupun pencapaian

hasil atau lain-lain yang berhubungan dengan proses anak menyerap ilmu atau

pelajaran yang diberikan.

Rangsang, bukan "ajarkan", anak untuk mengembangkan berbagai aspek

kemampuan, terutama kreativitasnya. Persepsikan bahwa sekecil apa pun

kreativitasnya adalah hal yang sangat positif, baik buat dirinya maupun

lingkungan di sekitarnya.

Tularkan tentang pemahaman-pemahaman moral dan indahnya bersosialisasi di

luar lingkup sehari-hari si anak. Ingat, Anda hanya "menularkan", bukan

mengajarinya bersosialisasi, saling menghargai, atau menghormati sesama

individu. Alhasil, aksi nyata berupa contoh-contoh sikap dan perilaku sangat

diperlukan, dan itu semua harus dimulai dari diri Anda sebagai orangtua atau

pendidik.
Fokuskan pada proses dan penugasan ketimbang perolehan hasil. Perlu diingat,

bahwa hasil yang optimal akan dicapai oleh si anak saat mereka menguasai

kemampuan yang memang dibutuhkannya.

Kenali berbagai kebutuhan mereka tersebut lewat aktivitas, hobi, atau

kegemarannya. Dari sinilah orangtua atau pendidik mudah mengenali potensi

yang dimiliki guna melihat perkembangan yang lebih optimal.

4. Tuna daksa ( Physical Disabilities )

4.1 Definisi

Anak tuna daksa sering disebut juga anak cacat tubuh, cacat fisik, dan cacat

ortopedi. Istilah tuna daksa berasal dari kata “tuna” yang berarti rugi atau kurang

dan “daksa” yang berarti tubuh. Tuna daksa adalah anak yang memiliki anggota

tubuh yang tidak sempurna. Sedangkan istilah cacat tubuh dan cacat fisik

dimaksudkan untuk menyebut anak cacat pada anggota tubuh, bukan cacat

inderanya. Selanjutnya cacat ortopedi terjemahan dari orthopedically

handicapped. Ortopedic mempunyai arti yang berhubungan dengan otot, tulang,

dan persendian. Dengan demikian cacat ortopedi kelainannya terletak akibat

adanya kelainan pada pusat pengatur sistem otot, tulang, dan persendian.

Anak Tuna Daksa dapat didefinisikan sebagai penyandang bentuk kelainan

atau kecacatan pada sistem otot, tulang, dan persendian yang dapat

mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan

gangguan perkembangna keutuhan pribadi. Salah satu definisi mengenai anak


tuna daksa menyebutkan bahwa anak tuna daksa adalah anak penyandang cacat

jasmani yang terlihat pada kelainan bentuk tulang, otot, sendi, maupun sarafnya.

Istilah tuna daksa maksudnya sama dengan istilah yang berkembang seperti

cacat tubuh, tuna tubuh, cacat anggota badan, dll. Selanjutnya menurut Samuel A.

Kirk (1986) yang dialihbahasakan oleh Moh. Amin dan Ina Yusuf Kusumah

(1991) mengemukakan bahwa seorang dikatakan anak tuna daksa jika kondisi

fisik atau kesehatan mengganggu kemampuan anak untuk berperan aktif dalam

kegiatan sehari-hari, sekolah atau rumah.

Dengan kata lain, tuna daksa adalah suatu kegiatan yang menghambat

kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang, otot, atau

sendi sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan

dan untuk berdiri sendiri. Kondisi ini dapat disebabkan karena bawaan sejak lahir,

penyakit atau kecelakaan.

Bisa juga diartikan sebagai anak yang mengalami kelainan atau cacat yang

menetap pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga

memerlukan suatu pelayanan khusus. Jika mereka mengalami gangguan karena

kelayuhan pada fungsi otak maka mereka disebut Celebral Palsy (CP).

Pengertian anak Tuna daksa bisa juga dilihat dari segi fungsinya dan segi

anatominya. Dari segi fungsi fisik, tuna daksa diartikan sebagai seseorang yang

fisik dan kesehatannya mengalami masalah sehingga menghasilkan kelainan

didalam interaksi dengan lingkungan sosialnya dan untuk meningkatkan

fungsinya diperlukan program dan layanan khusus. Pengertian yang didasarkan

pada anatomi biasanya digunakan pada kedokteran.


4.2 Terapi

a.Fisioterapi

Terapi ini berguna untuk melatih otot-oto t  bagian badan yang mengalami

kelainan.

b. Okupasi terapi

Bentuk usaha atau aktivitas bersifat fisik dan psikis denagn tujuan

membantu penderita agar menjadi lebih kuat dari kondisi sebelunya melalui

sejumlah aktivitas atau pekerjaan  tertentu.

c. Activities Daily Living(ADL)

adalah latihan dengan berbagai kegiatan sehari-hari,dengan maksud untuk

melatih pender itanya agar mampu melakukan gerakan atau perbuatan menurut

keterbatasan fisiknya.

d. Pemberian Prostese

Dengan memberi  perangkat tiruan untuk mengganti bagian-bagian yang 

hilang

e. Perangkat Orthopedi

Perangkat yang berfungsi menguatkan bagia-bagian tubuh yang lemah

atau layu
5. Tunalaras ( Violence and Aggression in Children and

Youth)

5.1 Definisi

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan

emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku

menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku

disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor

eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

5.2 Penyebab dan Cara Mengobati Keterbelakangan Mental Pada Anak

ManadoToday – Retardasi mental atau populer dengan sebutan keterbelakangan

mental (Juga disebut cacat kognitif atau cacat intelektual)adalah gangguan

perkembangan yang ditandai dengan kecerdasan jauh di bawah rata-rata

(intelligence quotient [IQ] di bawah 70) dan ketidakmampuan untuk beradaptasi

dengan kehidupan sehari-hari. Keterbelakangan mental singakatnya berarti

seseorang memiliki kecerdasan dibawah rata-rata.

Apa Penyebab Retardasi Mental?

– Ini terjadi ketika ada sesuatu yang melukai otak atau masalah yang mencegah

otak untuk berkembang secara normal.


– Obat-obat tertentu yang dikonsumsi selama kehamilan dapat menyebabkan

keterbelakangan mental.

– Konsumsi alkohol selama kehamilan.

– Selama kehamilan, ibu mengalami infeksi seperti rubella dan cacar air.

– Karena genetik seperti sindrom Down.

– Penurunan pasokan oksigen ke otak saat proses kelahiran.

– Infeksi saat baru lahir seperti meningitis, campak.

– Cedera kepala serius seperti trauma kepala, sindrom bayi terguncang.

5.3 Gejala dan tanda-tanda Keterbelakangan mental:

Anak-anak dengan keterbelakangan mental cenderung memiliki kesulitan dalam

belajar di sekolah, terutama memecahkan masalah atau kesulitan berpikir logis.

Misalnya sosial (tidak memahami aturan-aturan sosial dan konsekuensi dari

tindakan mereka), keterampilan dalam merawat diri (misalnya tidak bisa

berpakaian dan makan tanpa bantuan) dan kemampuan berbicara.


Tingkat keparahan retardasi mental sering diukur dengan kecerdasan intelektual

pasien (IQ). Tingkat keparahan keterbelakangan mental dibagi menjadi lima

kategori:

– Retardasi ringan: IQ berkisar antara 50 dan 55 untuk sekitar 70.

– Raterdasi moderat: IQ berkisar antara 35 dan 40 untuk antara 50 dan 55.

– Retardasi parah: IQ berkisar antara 20 dan 25 untuk antara 35 dan 40.

– Retardasi mendalam: IQ di bawah 20 atau 25.

– Tidak dikategorikan: IQ tidak dapat diuji, tetapi diasumsikan rendah.

Untuk pengobatan, anak-anak dengan keterbelakangan mental membutuhkan

terapi dan pelatihan khusus untuk belajar keterampilan. Ini termasuk terapi

wicara, terapi fisik dan terapi khusus untuk meningkatkan keterampilan sosial dan

keterampilan kerja. 

5.4 Terapi

Prinsip terapi permainan bagi anak tunalaras pada umumnya, siperlukan prinsip

sebagai berikut :
1. Prinsip kasih sayang, Anak tunalaras mempunyai karakteristik sosial

emosional dengan gangguan kepribadian, perlu pendekatan secara psikis

dengan kasih sayang dari semua pihak baik keluaga, dekolah ataupun

masyarakat.

2. Prinsip individual, Peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda-

beda, maka untuk anak tunlaras perlu diperlihatkan sikap prilakunya secara

individual untuk menentukan program yang akan dirancang agar perilaku yang

menyimpang dapat diterapi dengan kegiatan terapi bermain.

3. Prinsip motivasi belajar, Motivasi belajar bagi anak tunalaras bertujuan

untuk memupuk daya akan kekuatandari dalam diri anak, agar mereka

bergerak dalam melakukan kegiatan-kegiatan dalam melakukan terapi

bermain. Untuk membangkitkan notif-motif belajar, dengan cara memberikan

materi yang menarik, media yang sesuai, metoda tepat dan cara menyampaikan

pelajaran yang komunikatif.

4. Prinsip belajar kelompok, Anak tunalaras yang mengalami gangguan

sosial emosional perlu pendekatan dengan cara belajar dalam kelompok untuk

mengembangkan rasa kebersamaan, menghargai pendapat orang lain, tenggang

rasa, dan bekerja secara gotong royong.

Bila anak tunalaras sulit beradaptasi, diperlukan tindakan modofikasi tingkah laku

secara khusus dan terus menerus sampai dia dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungan.

Pendekatan terapi bermain bagi anak tunalaras


1. Pendekatan psikoanalisis, Pembelajaran dengan pensekatan psikoanalisi,

membantu mengungkapkan hal-hal yang mendasari patologi mental dalam

usaha untuk meningkatkan fungsi kejiwaan yang tercermin dalam tingkah laku

dan prestasi.

2. Pendekatan psikologi pendidikan, anak tunalaras dengan gangguan

psikiatrik ada penyimpangan perilaku yang menyebabkan rendahnya prestasi

belajar. Dengan terapi permainan dapat dikembangkan kreatifitas anak.

3. Pendekatan humanistic, Program pendidikan bagi anak tunalaras

diarahkan pada peningkatan pengarahan diri. Kegiatan pembelajaran dalam

situasi demokrasi, terbuka dan menyenangkan.

4. Pendekatan ekologi, Anak tunalaras dianggap sebagai anak bermasalah,

dengan terapi permainan, suatu kegiatan yang bertujuan untuk merubah

tingkah laku yang tidak diharapkan.

5. Pendekatan prilaku, Anak tunalaras dengan perilaku yang menyimpang,

perilaku yang nampak diananlisi untuk dimodifikasi dengan perilaku yang

diharapkan.

Metode terapi permainan bagi anak tunalaras

Metoda yang digunakan untuk anak tunalaras adalah metoda yang dapat

memotivasi belajar, menarik dan tidak membosankan. Metoda yang sesuai dalam

proses terapi permainan antara lain, metoda brain stroming ( curah gagasan),

netoda diskusi, metoda problem solving, metoda inquiry, metoda kerja kelompok,

metoda karya wisata, metoda eksprimen, metoda latihan, metoda penugasan dan

lain sebagainya.
6. Autis ( Autism and ASD )

Gangguan Spektrum Autisme

Gangguan pada perkembangan yang mengakibatkan anak (sejak lahir atau

beberapa bulan setelah lahir) mengalami kelambatan dan penyimpangan dari pola

perilaku normal pada 3 area perilaku:

•    Hubungan sosial dan interaksi.

•    Bahasa dan komunikasi.

•    Kegiatan dan minat.

Penyebab:

1. Cedera otak di bagian yang berperan memroses informasi sosial atau area

fusiform yaitu  area untuk bisa mempersepsi wajah. Pada anak normal yang diberi

gambar wajah, respon pada area otak ini aktif. Sedangkan pada penyandang

spektrum autisme, area ini pasif.

2. Genetis yang menampilkan gejala-gejala:

•    Tidak ada kontak mata.

•    Butuh kesamaan dan terstruktur (mengulang-ulang).

•    Resisten terhadap perubahan.


Gejala pada bayi. Gejala ringan bisa dikenali. Gejala yang lebih berat bisa

dikenali pada usia 18 bulan sampai 36 bulan. Itu sebabnya orang tua harus

memantau sungguh-sungguh perubahan yang terjadi pada anak. Bila gejalanya

sudah terlihat sejak usia 12 bulan atau kurang, bisa diambil tindakan untuk

menguranginya. 

Gejala awal mudah diketahui karena tampak berbeda dengan bayi normal. Bayi 

dengan spektrum autisme tampak manis, tenang dan tidak penuntut. Ia menarik

diri, tidak mencari perhatian dan tidak bergerak untuk meraih mainan yang ada di

dekatnya.   Kebanyakan orang tua salah memahami hal ini. Bayi dengan

karakteristik seperti ini memang lebih mudah dirawat, tapi gejala ini perlu

diwaspadai. Perhatikan tanda-tanda ini: 

•  Salah satu gejala awal adalah bila bayi tidak menatap mata Anda atau tidak

mencari sumber suara saat namanya dipanggil.   

•  Tidak memberi respons senyum.  

•  Tidak berekspresi terhadap apa yang Anda lakukan. 

•  Tidak berusaha bicara (babbling atau mendekut). 

•  Secara visual, bayi tidak tertarik pada apa pun yang melintas di depan matanya. 

Gejala pada batita:  

•    Sulit menyampaikan kebutuhannya. 

•    Tiba-tiba berhenti untuk berusaha bicara. 

•    Bermasalah dalam mengembangkan keterampilan bicaranya. 


Penyandang spektrum autisme mengalami masalah:

1. Tidur. Biasanya insomnia. Itu sebabnya orang tua anak penyandang autisme

biasanya kurang tidur. 

2. Makan. Masalah makan dan pencernaan sehingga orang tua cemas dibuatnya.

Picky eater dan resisten dengan menu makanan baru. Orang tua harus dilatih

mengelola perilaku ini untuk mengurangi stres di dalam keluarga.

3. Penginderaan. Terjadi pelemahan pada pemrosesan inderawi seperti pencecap,

penciuman, penglihatan dan pendengaran. Situasi ini kerap tidak terdeteksi,

sehingga hanya bisa dilihat dari perilaku. Misalnya anak marah karena mencium

sesuatu yang bagi orang lain  bukan masalah.

Beberapa spektrum autisme

Autisme klasik, autisme dengan kesulitan interaksi sosial, komunikasi verbal dan

nonverbal, berperilaku mengulang dan minat yang obsesif, misalnya berminat

pada dinosaurus secara terus menerus dan selalu diulang-ulang.

Sindroma asperger, berupa tertahannya keterampilan awal bicara dan

perbendaharaan kata sangat terbatas. Seringkali punya minat terhadap topik

tertentu dalam kurun waktu lama. Mereka biasa punya ritual yang terbatas,

kesulitan dengan pergaulan dan canggung (clumsy).

Gangguan integrasi, ditandai dengan perkembangan normal di awal-awal

usianya, kemudian mengalami kehilangan yang sangat berarti di bidang

keterampilan sosial, bahasa dan keterampilan fisik. Kadang-kadang juga menjadi


retardasi mental.

Sindroma Rett, berkaitan dengan kromosom X. Terjadi mutasi gen yang

menyebabkan kematian pada bayi laki-laki saat lahir. Pada anak perempuan,

awalnya berkembang normal sampai usia 18 bulan, kemudian mengalami

kelambatan bahkan kemunduran, khususnya di bidang keterampilan bahasa dan

penggunaan tangan. Terapi fisik, bicara dan pekerjaan bisa diberikan untuk

membantu mengatasi masalah koordinasi, gerak dan bicara.

Gangguan perkembangan, kondisi ini didiagnosa bila terdapat beberapa gejala

autisme tetapi tidak terdapat gejala spesifik lainnya. Tipe ini merupakan tipe

autisme yang lebih ringan dibanding autisme klasik.  

Autisme adalah hambatan perkembangan yang mempengaruhi

kemampuan seseorang untuk berkomunikasi, memahami bahasa, bermain, dan

berinteraksi dengan orang lain. Autisme adalah sindrom perilaku, yang berarti

bahwa definisi didasarkan pada pola perilaku manusia. Autisme bukan penyakit.

Hal ini tidak menular dan, sejauh yang kita tahu, itu tidak di sebabkan oleh

lingkungan. Autisme adalah hambatan neurologis yang diduga hadir sejak lahir

dan dapat dilihat ketika anak berusia 3 tahun. Meskipun autisme mempengaruhi

fungsi otak, penyebab spesifik dari autisme tidak diketahui. Bahkan, itu secara

luas diasumsikan bahwa ada beberapa penyebab yang paling mungkin, yang

masing-masing dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, atau subtipe, autisme.

Penelitian di masa depan akan membantu kita memahami etiologi autisme.

Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah istilah yang semakin populer

yang mengacu pada definisi yang luas dari autisme termasuk bentuk klasik dari
gangguan serta hamabatan yang terkait dari beberapa karakteristik. ASD meliputi

diagnosis dan klasifikasi sebagai berikut: (1) Pervasive Developmental Disorder-

Tidak Dinyatakan Tertentu (PDD-NOS), yang mengacu pada koleksi fitur yang

menyerupai autisme tetapi mungkin tidak separah atau luas; (2) sindrom Rett,

yang mempengaruhi anak perempuan dan merupakan kelainan genetik dengan

tanda-tanda neurologis keras, termasuk kejang, yang menjadi lebih jelas dengan

usia; (3) Sindrom Asperger, yang mengacu pada individu dengan karakteristik

autis tapi kemampuan bahasa relatif utuh, dan; (4) Childhood Disintegrative

Disorder, yang mengacu pada anak-anak yang perkembangannya tampak normal

untuk beberapa tahun pertama, tapi kemudian regresi dengan hilangnya bicara dan

keterampilan lainnya sampai karakteristik autisme mencolok. Meskipun bentuk

klasik dari autisme dapat dengan mudah dibedakan dari bentuk-bentuk lain dari

ASD, istilah autisme dan ASD sering digunakan secara bergantian.

 Individu dengan autisme dan ASD sangat bervariasi dalam kemampuan

dan kepribadian. Individu dapat menunjukkan keterbelakangan mental yang berat

atau sangat berbakat dalam prestasi intelektual dan akademik. Sementara banyak

orang lebih memilih isolasi dan cenderung menarik diri dari kontak sosial, yang

lain menunjukkan tingkat tinggi kasih sayang dan kenikmatan dalam situasi

sosial. Beberapa orang dengan autisme muncul lesu dan lambat untuk merespon,

tetapi yang lain sangat aktif dan tampaknya berinteraksi terus-menerus dengan

aspek lingkungan yang disukainya.

Uraian PERILAKU
Individu dengan autisme ditandai terutama oleh kesulitan perkembangan pada

komunikasi verbal dan nonverbal, keterkaitan sosial, dan kegiatan rekreasi dan

bermain. Semua individu dengan autisme mengalami masalah besar dengan

interaksi sosial. Selain itu, orang-orang dengan autisme sering menunjukkan tidak

biasa, berulang-ulang, dan perseverative gerakan (termasuk perilaku stereotip dan

self-stimulasi), resistensi terhadap perubahan dalam rutinitas dan fitur lain dari

lingkungan mereka, peka atau kurang peka untuk jenis tertentu dari stimulasi, dan

tantrum, agresi atau bentuk lain dari bertindak keluar perilaku. Hal ini juga

mengamati bahwa individu dengan autisme memiliki pola yang tidak merata

pengembangan keterampilan. Beberapa orang menampilkan kemampuan unggul

dalam bidang tertentu (seperti musik, mekanik, dan perhitungan aritmatika),

sementara kemampuan lain terhambat.

DIAGNOSIS DAN EVALUASI

Sumber utama untuk mendiagnosis autisme adalah Diagnostik dan

Statistik Manual dari American Psychiatric Association, Edisi Keempat (DSM-IV,

1994). Walaupun anak-anak yang terkena autisme sedang diidentifikasi pada usia

lebih awal dari yang terjadi sebelumnya, diagnosis biasanya tidak terjadi sampai

beberapa waktu antara dua dan tiga tahun. Diagnosticians sering enggan untuk

mengeluarkan diagnosis resmi sebelum usia di mana bahasa kompleks diharapkan

muncul. Namun, layanan intervensi dini masih dapat diberikan atas dasar

keterlambatan perkembangan, bahkan tanpa diagnosis formal autisme.


Sebuah diagnosis autisme sering disediakan oleh dokter anak

perkembangan, psikolog, psikiater anak, atau ahli saraf. Pada saat (atau sebelum)

diagnosis, evaluasi menyeluruh biasanya diatur. Evaluasi tersebut biasanya

mencakup pemeriksaan neurologis, tes untuk kelainan biokimia, dan penilaian lain

yang dirancang untuk menyingkirkan kondisi fisik dan diagnostic. Evaluasi

perkembangan dan pendidikan juga dilakukan untuk membantu mengembangkan

rencana intervensi dini yang sesuai. Keterlibatan keluarga merupakan bagian

integral seluruh proses ini.

PREVALENSI

Pada tahun 1997, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (1999)

memperkirakan bahwa definisi yang luas dari autisme mungkin hadir di sebanyak

satu orang dari setiap 500. Perkiraan ini menunjukkan bahwa ada sekitar 500.000

orang di Amerika Serikat yang bisa digambarkan memiliki autisme atau gangguan

spektrum autisme.

Hal ini juga ditetapkan bahwa autisme terjadi pada empat kali lebih

banyak anak laki-laki dari pada perempuan (NICHCY, 1999) dan bahwa tidak ada

perbedaan ras, sosial, ekonomi, dan budaya yang dikenal. Meskipun ada

kemungkinan bahwa ada beberapa hubungan genetik dengan beberapa bentuk

autisme, tidak ada hubungan dengan sejarah keluarga atau budaya tertentu atau

praktik. teori-teori sebelumnya yang terlibat perilaku orang tua dalam terjadinya

autisme telah benar-benar didiskreditkan.

PENDEKATAN INTERVENSI DAN DUKUNGAN PENDIDIKAN


Sejak autisme pertama kali diidentifikasi sebagai sindrom lebih dari 50

tahun yang lalu, berbagai strategi intervensi telah diusulkan. Intervensi dan

perawatan telah meningkat dari berbagai posisi teoritis, tetapi kebanyakan belum

terbukti efektif dengan sejumlah besar anak-anak. Pola ini berlanjut hari ini,

dengan sejumlah besar pengobatan beragam pendekatan yang disebut-sebut

sebagai unik efektif dalam menyelesaikan pola perilaku autistik. Untuk sebagian

besar, klaim tersebut belum dibuktikan dalam penelitian dikendalikan. Pesan

untuk keluarga, guru, dan konsumen lainnya adalah untuk berhati-hati ketika

mempertimbangkan baru, testimonial megah, dan menjadi sangat bijaksana dan

selektif ketika membangun rencana untuk intervensi dan dukungan.

Meskipun autisme telah menarik berbagai perawatan palsu, banyak

kemajuan yang nyata telah terjadi, dan beberapa pendekatan yang sangat kredibel

telah dibuktikan berulang kali untuk menjadi efektif dalam meningkatkan perilaku

dan kemampuan beradaptasi dari orang-orang dengan autisme. Intervensi yang

berasal dari orientasi pendidikan dan perilaku telah terbukti untuk membantu

anak-anak dan orang dewasa yang terkena autisme, terutama dengan mengajarkan

keterampilan baru yang memungkinkan orang untuk berfungsi lebih berhasil

dalam dunia sehari-hari interaksi rumah, sekolah, pekerjaan, dan masyarakat.

Tahun penelitian dan pengalaman telah menghasilkan beberapa panduan yang

relevan untuk memberikan instruksi dan intervensi untuk individu dengan

autisme.

Sebagai seperangkat aturan umum, itu secara luas disepakati bahwa orang-

orang dengan autisme merespon lebih baik dalam konteks di mana ada struktur
dan pedoman yang jelas tentang harapan untuk perilaku yang tepat dan pantas.

Hal ini juga dianjurkan bahwa lingkungan mencakup sistem atau bahan yang

dapat membantu orang untuk memahami dan memprediksi aliran dan urutan

kegiatan. Fokus upaya intervensi dan instruksional harus mengembangkan

keterampilan fungsional yang akan menjadi nilai langsung dan berkelanjutan

dalam konteks kehidupan sehari-hari. Hal ini biasanya meliputi strategi untuk

meningkatkan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi, memahami bahasa,

dan bergaul secara sosial di rumah kompleks, sekolah, pekerjaan, dan pengaturan

masyarakat. Pedoman penting untuk intervensi berkaitan dengan keterlibatan

keluarga. Semaksimal mungkin, anggota keluarga harus didorong untuk

berpartisipasi dalam semua aspek penilaian, perencanaan kurikulum, pengajaran,

dan monitoring. Orang tua dan anggota keluarga lainnya sangat sering memiliki

informasi yang paling berguna tentang sejarah dan belajar karakteristik individu,

intervensi sangat efektif dan instruksi harus mengambil keuntungan dari sumber

daya vital ini. Selain itu, karena keluarga sangat penting dalam kehidupan orang-

orang dengan autisme, dukungan keluarga yang membantu memperkuat sistem

keluarga dianggap sebagai elemen penting dalam menyediakan intervensi yang

efektif untuk orang-orang dengan autisme.

Terapi Autis

Tidak ada obat untuk autisme. Terapi dan intervensi perilaku dirancang untuk

memperbaiki gejala spesifik dan dapat meningkatkan perkembangan anak secara

substansial. Rencana perawatan yang ideal dengan terapi yang terkoordinasi dan
intervensi yang memenuhi kebutuhan spesifik dari masing-masing anak. Para

profesional kesehatan sepakat bahwa intervensi awal terhadap anak autis, akan

membuat perkembangannya semakin baik.

Intervensi pendidikan / perilaku

Terapis menggunakan keterampilan terstruktur dan intensif yang berorientasi pada

sesi pelatihan dalam membantu anak-anak mengembangkan keterampilan sosial

dan bahasa, seperti analisis perilaku terapan. Konseling keluarga bagi orang tua

dan saudara kandung anak-anak dengan autis sering membantu dalam mengatasi

tantangan tertentu dari hidup dengan seorang anak dengan autisme.

Pengobatan

Dokter dapat meresepkan obat untuk pengobatan tertentu yang berhubungan

dengan gejala-gejala, seperti kecemasan, depresi, atau gangguan obsesif-

kompulsif. Obat antipsikotik digunakan untuk mengobati masalah perilaku yang

parah. Kejang bisa diobati dengan satu atau lebih obat antikonvulsan. Obat yang

digunakan untuk mengobati orang dengan gangguan defisit perhatian dapat

digunakan secara efektif untuk membantu mengurangi impulsif dan hiperaktif.

Terapi lain

Ada sejumlah terapi kontroversial atau intervensi yang tersedia, tetapi hanya

sedikit, jika ada, maka harus didukung oleh penelitian ilmiah. Orang tua harus

berhati-hati sebelum mengadopsi setiap perawatan. Meskipun intervensi diet telah


membantu pada beberapa anak, orang tua harus memperhatikan status gizi anak

mereka.

Prognosis

Autisme merupakan kondisi yang menantang untuk anak-anak dan keluarga

mereka, tetapi prospek saat ini jauh lebih baik daripada generasi masa lalu. Pada

saat itu, sebagian besar orang dengan autisme ditempatkan di suatu lembaga.

1. Tidak Melakukan Modifikasi Jadwal

2. Memilih Gaya Belajar

3. Menggunakan Bahasa Sederhana

4. Menggunakan Objek Menarik ketika Belajar

5. Menangani Masalah Menulis

6. Mengenali Bakat

7. Anak Berbakat ( Educating Gifted Child)

7.1 Definisi

Istilah kemampuan dan kecerdasan luar biasa sering dipadankan dengan

istilah "gifted" atau berbakat. Meskipun hingga saat ini belum ada satu definisi
tunggal yang mencakup seluruh pengertian anak berbakat. Sebutan lain bagi anak

gifted ini misalnya genius, bright, dan talented.

Semua sebutan ini menurut Soemantri (2006) merujuk kepada adanya

keunggulan kemampuan yang dimiliki seseorang. Satu ciri yang paling umum

diterima sebagai ciri anak berbakat ialah memiliki kecerdasan yang lebih tinggi

dari anak normal, sebagaimana di ukur oleh alat ukur kecerdasan (IQ) yang sudah

baku. Pada mulanya memang tingkat kecerdasan (IQ) dipandang sebagai satu-

satunya ukuran anak berbakat. Pandangan ini disebut pandangan berdimensi

tunggal tentang anak berbakat.

Menurut Munandar (1999) anak yang mendapat predikat gifted dan

talented adalah mereka yang didefinisikan oleh orang-orang yang benar-benar

professional atas dasar kemampuan mereka yang luar biasa dan kecakapan mereka

dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berkualitas tinggi. Dengan

demikian mereka akan dapat mewujudkan atau memberi sumbangan baik terhadap

dirinya maupun masyarakat.

7.2 Karakteristik

Anak-anak ini memiliki komitmen terhadap tugas yang sangat tinggi,

mereka memiliki orientasi dan tanggung jawab yang jelas terhadap tugas yang

diberikan. Cara lain yang dapat digunakan orang tua dalam mengidentifikasi anak

gifted, yakni saat berusia antara 4 sampai 8 tahun. Selain itu juga terdapat

beberapa karakteristik tertentu yang dapat diamati saat anak berada di rumah

(Smutny, 1999):
1. Menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap banyak hal

2. Memiliki perbendaharaan kata yang banyak dan menggunakan kalimat lengkap

saat berkomunikasi

3. Memiliki sense of humor dan berpikir dengan cerdas

4. Menyelesaikan masalah dengan cara yang unik atau tidak biasa

5. Memiliki ingatan yang bagus

6. Menunjukkan bakat yang menonjol dalam seni, musik atau drama

7. Menunjukkan imajinasi yang orisinil

8. Bekerja secara mandiri dan berinisiatif

9. Memiliki minat dalam membaca

10. Memiliki perhatian yang menetap atau keinginan yang menetap dalam tugas

yang dikerjakan

11. Merupakan anak yang dapat belajar dengan cepat.

Sedangkan dari hasil-hasil penelitian yang dilakukannya, Renzulli dkk

menarik kesimpulan bahwa yang menentukan keberbakatan seseorang pada

hakikatnya adalah tiga kelompok ciri-ciri sebagai berikut :

1. Kemampuan di atas rata-rata

2. Kreativitas tinggi

3. Pengikatan diri atau tanggung jawab terhadap tugas (task commitment)

Keberbakatan itu sendiri sangatlah kompleks, bukan hanya ditentukan oleh Nilai

IQ-nya saja, akan tetapi merupakan faktor multidimensi dan dinamis (van Tiel).

Carpenter (2001) & Lyth (2003), Membagi anak berbakat atas: 


(I). Ringan (mild) IQ = 115-129; 

(II). Sedang (moderate) IQ = 130-144; 

(III). Tinggi (high) IQ = 145-159; 

(IV). Kekecualian (exceptional ) IQ = 160-179; 

(V). Amat sangat (Profound) IQ = 180 +.

IQ normal berkisar antara 85-115, dengan normal absolute 100. Makin

besar jaraknya dari nilai normal, makin membutuhkan modifikasi sarana

pendidikan 

Umumnya pada anak berbakat, prestasi belajarnya juga tinggi. Tapi dapat pula

ditemukan anak berbakat yang prestasinyanya tidak optimal bahkan sering kali

bermasalah. Prestasi yang kurang ini sering dianggap karena faktor motivasi dan

psikologis. Anak sering dianggap malas dan tidak bersungguh sungguh, dan

sering kali orangtua disalahkan karena tidak menerapkan disiplin. Banyak

penelitian menyebutkan, diantara anak berbakat tidak berprestasi karena

mengalami kesulitan yang terselubung (Silverman 2002).

Kondisi atau keadaan yang dialami oleh anak gifted ini merupakan suatu

keadaan yang membanggakan dan diidamkan bagi para orang tua. Namun hanya

sebagian kecil orang tua yang mampu memahi potensi tersebut. Dalam banyak

kasus justru muncul kendala yang dihadapi oleh anak gifted, yakni berupa

permasalahan:

1. Anak gifted biasanya memiliki problem dalam membina hubungan dengan

teman. Karena kecerdasannya yang tinggi dan kemampuan berpikir yang bagus,
sehingga tidak jarang teman sebayanya mengalami kesulitan dalam

berkomunikasi dan mengimbangi pembicaraan dengan anak ini

2. Kurang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarnya, karena mereka

cenderung mandiri dan sulit untuk merasa nyaman dengan keadaan yang ada

3. Mereka memiliki standart yang tinggi terhadap suatu pekerjaan, sehingga

terkadang tidak disukai teman-temannya.

Anak berbakat dapat pula mengalami gangguan belajar. Kelompok ini dibagi atas

3 subgroups yaitu:

1. Anak telah teridentifikasi sebagai berbakat tapi kesulitan disekolah. Anak ini

pencapaiannya dibawah kemampuannya, kadang adanya kesulitan belajar tidak

terdiagnosa, sampai sekolah memberikan tambahan stimulus, sehingga kesulitan

dibidang akademik terlihat dia berada dibawah kemampuan seusianya;

2. Anak dengan kesulitan belajar yang berat, sehingga adanya kemampuan bakat

tidak pernah dikenali. Baum 1985 menemukan 33% anak dengan kesulitan belajar

mempunyai kemampuan intelektual yang superior. Anak2 ini tidak pernah

mendapatkan program untuk anak berbakat;

3. Anak dengan kemampuan dan kesulitan belajar yang saling menutupi secara

tumpang tindih. Anak ini berada dikelas regular, dan kemampuannya pada tingkat

rata-rata (Brody 1997).

Dari permasalahan sosial yang telah dijelaskan, secara tidak langsung pasti

akan berpengaruh terhadap perkembangan emosinya. Anak akan merasa ditolak

oleh lingkungannya, sulit bergaul dan kemudian menarik diri, bahkan frustasi
dengan keadaan yang mereka alami. Karena ada perbedaan yang cukup jauh

antara keadaan di sekeliling dengan kemampuannya yang jauh lebih tinggi

dibanding anak lain seusianya.Sementara itu memperjuangkan pendidikan anak-

anak dengan kecerdasan istimewa (gifted children) bukanlah hal mudah. Hal ini

karena:

1. Berbagai komponen baik masyarakat, orang tua, dan pihak sekolah masih tidak

memahami apa yang disebut anak cerdas istimewa (gifted children).

2. Pendidikan anak cerdas istimewa (gifted children) saat ini yang dikenal di

Indonesia hanyalah kelas akselerasi, padahal sementara itu pendidikan model ini

secara ilmiah sudah tidak disarankan lagi, karena terbukti justru tidak

memperhatikan faktor kreativitas berpikir serta perkembangan sosial emosional

seorang anak cerdas istimewa.

3. Karakteristik personalitas dan pola tumbuh kembang alamiah seorang anak

cerdas istimewa masih tidak dipahami secara luas, sehingga berbagai kesulitan

perkembangan seorang anak gifted tidak pernah dikenal oleh pihak-pihak yang

seharusnya menyantuninya, terutama pihak sekolah. Sehingga anak-anak cerdas

istimewa justru tidak diterima oleh institusi pendidikan karena dianggap sebagai

anak bermasalah. Sekalipun itu adalah kelas akselerasi.

4. Dengan begitu kelas akselerasi pada akhirnya sebagai kelas anak cerdas

istimewa tanpa murid cerdas istimewa, umumnya berisi anak cerdas normal yang

mempunyai gaya belajar yang cocok dengan program yang ditekankan, yaitu

pemampatan materi. Sementara itu anak-anak cerdas istimewa adalah seorang

anak yang sangat mandiri, didaktif, kreatif berpikir analisis, tidak dapat ditekan
apalagi dilakukan drilling harus cepat-cepet selesai.

5. Tidak pernah disadari bahwa semakin tinggi kecerdasan seorang anak ia akan

mempunyai cara berpikir (cognitive style) yang berbeda dengan anak-anak normal

sehingga ia membutuhkan ruang gerak leluasa untuk mengembangkan apa yang

menjadi minatnya. Ia membutuhkan pendidikan bersama teman-teman sebayanya

dalam kelas-kelas sekolah normal, dengan perhatian ektra ke dua arah yaitu

kecerdasannya yang istimewa dan juga berbagai kesulitan tumbuh kembangnya.

Bentuk kelas seperti ini yang kemudian disebut sebagai kelas-kelas inklusi.

6. Semakin tinggi inteligensia seorang anak, minatnya menjadi semakin sempit

pada bidang-bidang khusus

7.3 Pembelajaran

Rancangan pembelajaran ini didasari oleh konsep keberbakatan yang

diungkapkan oleh Joseph S. Renzulli (1998), bahwa keberbakatan itu harus

memenuhi tiga area, yaitu kecerdasan di atas rata-rata, memiliki kreatifitas, dan

keterikatan terhadap tugas/motivasi. Dari konsep keberbakatan tersebut, maka

pendidikan yang efektif bagi anak-anak berbakat harus memperhatikan, sekurang-

kurangnya meliputi pemilihan konten materi, pendekatan pembelajaran,

memberikan peluang pembelajaran yang mengacu pada kebutuhan belajar anak

berbakat.
Untuk mewujudkan itu maka diperlukan langkah-langkah yang meliputi;

identifikasi, asesmen, diferensiasi kurikulum (konten, proses, produk), dan

strategi (materi, metode, penataan lingkungan, evaluasi).

1. Identifikasi

Guru melakukan observasi untuk menemukan siswa atau anak yang

memiliki kemampuan di atas rata-rata. Hasil observasi dapat didukung oleh data

nilai hasil ulangan/ujian, wawancara, dll.

2. Asesmen

Asesmen dilakukan untuk mengetahui secara khusus materi pelajaran

mana saja yang sudah dikuasai atau belum dikuasai.

3. Diferensiasi kurikulum

Diferensiasi kurikulum dapat meliputi isi/konten, proses, dan produk.

Semua standar kompetensi dan kompetesni dasar dalam kurikulum yang berlaku

saat ini dapat dianalisis melalui tiga area tersebut.

a. Konten

1)    Modifikasi

Mengorganisasikan/menata kompetensi dasar yang dapat diberikan

pengayaan. Contoh, kompetensi dasar Biologi kelas VIII: Dapat menjelaskan

proses pernapasan pada manusia. Boleh diberikan pengayaan dengan materi reaksi

biokimia yang terjadi pada saat pernapasan itu berlangsung.


2)    Meringkas

Agar dapat meringkas kurikulum, langkah pertama dilakukan pretes untuk

mengetahui materi/standar kompetensi-kompetensi dasar mana saja yang sudah

dikuasai. Kedua, menghilangkan standar kompetensi-kompetensi dasar yang

sudah dikuasai, dan ketiga mengganti standar kompetensi-komptensi dasar yang

sudah dikuasai dengan standar kompetensi-kompetensi dasar yang belum dikuasai

b. Proses

1)    Self-Directed Learning

Kurikulum memberikan peluang pada proses belajar mandiri. Oleh karena

itu kurikulum disusun berdasarkan kesiapan belajar anak. Melalui proses ini

diharapkan anak mampu belajar mandiri, diantaranya mampu memilih keputusan,

membuat perencanaan, menyusun tujuan, menentukan sumber belajar, dan

mengevaluasi sendiri.

2)    Learning Centers

Kurikulum menjadi pusat proses belajar sehingga anak mampu memperoleh

pengayaan dan penambahan berbagai hal ketika anak telah mampu menguasai

standar kurikulum yang telah ditetapkan.

3)    Problem-Based Learning


Kurilum harus menciptakan pembelajaran yang berbasis masalah nyata

dalam kehidupan sehari-hari sehingga anak-anak berbakat diharapkan dapat

memberikan solusi atas permasalahan itu. Melalui pembelajaran seperti demikian

maka akan mendorong anak-anak berbakat untuk memunculkan ide-ide

yang original.

c. Produk

Hasi dari pencapai tujuan kurikulum dapat berupa produk pemikiran atau

berwujud barang/benda kongkrit. Contoh di setiap akhir semester siswa memilih

tugas projek untuk menghasilkan sesuatu. Tugas projek sesuai dengan minat

masing-masing. Tugas projek ini ada yang tugas individu ada pula tugas

kelompok.

4. Strategi

a. Materi

Pengembangan materi dapat mengikuti tahapan taksonomi Blooms (1956),

yaitu mengetahui, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tiga

tahapan terakhir merupakan tahapan yang paling diharapkan lebih banyak muncul

bagi anak berbakat (Smutny & Blocksom, 1990). Analisis di dalamnya terdapat

kemampuan klasifikasi, komparasi, menjelaskan, investigasi, membuat

kesimpulan. Sitesis akan mendorong anak untuk menggunakan ide dan

pengetahuannya dalam menghasilkan kerja yang original, dan merancang atau

merencanakan sesuatu. Kemampuan evaluasi dibutuhkan agar anak mampu


melakukan interpretasi, verifikasi, kritis, menghubungkan, serta judgment ide dan

inforasi.

b. Metode

Menentukan metode-metode pembelajaran yang menantang diantaranya

discoveri, inquiry, dll

c.  Penataan lingkungan

Lingkungan ditata sedemikian rupa sehingga sesuai dengan tujuan

pembelajaran yang diharapkan

d. Evaluasi

Memberikan berbagai evaluasi yang adil/objektif sehingga dapat

mengungkap kemampuan dan keberhasilan pembelajaran serta dapat menentukan

tindak lanjut yang dibutuhkan.


American Psychiatric Association. (1994).(4th ed.). Diagnostic and statistical

manual of mental disorders. Washington, DC: Author.

Centers for Disease Control. (1999). Autism among children. (On-line).

Available: fact sheet at http:www.cdc.gov/nceh/programs/cddh/dautism.htm.

National Information Center for Children and Youth with Disabilities.( 1999).

Autism and pervasive developmental disorder. (Fact Sheet Number 1). Available

from NICHCY, PO Box 1492, Washington, DC 20013. 1-800-695-0285. Also

available online at http://www.nichcy.org/pubs/factshe/fs1txt.htm.

Readings and Resources on Autism, ERIC Minibibliography No. E13.

Autism Center http://www.patientcenters.com/autism/news/pdd47990601.htm

Autism Resources http://www.autism-resources.com

OASIS (information about Asperger Syndrome)

http://www.udel.edu/bkirby/asperger/#education

TEACCH Program (Treatment and Education of Autistic and Related

Communication Handicapped Children) University of North Carolina, Chapel

Hill. http://www.unc.edu/depts/teacch/

Autism Society of America, 7910 Woodmont Avenue, Suite 650, Bethesda, MD

20814-3015, (301) 657-0881 http://www.autism-society.org


Autism Research Institute, 4182 Adams Avenue, San Diego, CA 92116, (619)

281-7165 http://www.autism.com/ari

Cure Autism Now (CAN), 5225 Wilshire Blvd., Suite 503 Los Angeles, CA

90036, (213) 549-0500 Email:CAN@primenet.com

Newsletters and Journals

Journal of Autism and Developmental Disorders, Plenum Publishing Corp., 227

W. 17th St., New York, NY 10011

Focus on Autism and Other Developmental Disabilities, PRO-ED, 8700 Shoal

Creek Blvd., Austin, TX 78757-6897

Journal of Positive Behavior Interventions, PRO-ED, 8700 Shoal Creek Blvd.,

Austin, TX 78757-6897

http://www.manadotoday.co.id/2015/05/4807/penyebab-dan-cara-mengobati-

keterbelakangan-mental-pada-anak/

http://dtarsidi.blogspot.com/2007/08/studikasustunarungu.html, oleh Kurnaeni)

https://bisamandiri.com/blog/2014/12/metode-terapi-wicara-bagi-anak-tuna-

rungu/

http://momdadi.com/momdadi/terapi-dan-tips-menangani-anak-tuna-netra/

https://mitalatihanminggu.wordpress.com/karakteristik-anak-tunarungu/
http://dyahnoerviaplb.blogspot.co.id/2010/12/terapi-untuk-anak-tunadaksa.html

http://laylapurnamasari.blogspot.co.id/2015/08/ciri-ciri-anak-gifted.html

https://psibkusd.wordpress.com/about/anak-berbakat-gifted/rancangan-

pembelajaran-bagi-anak-berbakat-gifted-child-dalam-setting-iinklusif/

www.ayahbunda.co.id/balita-psikologi/-gangguan-spektrum-autisme.

www.ericdigets.org/2003-3/asd.atm

www.juvyska.com/2012/12/9/autisme-pengertian-penyebab-gejala-ciri-terapi/

Anda mungkin juga menyukai