Anda di halaman 1dari 6

1.

Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang memiliki
perbedaan dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan ketidakmampuan mental,
emosi, dan fisik. Secara garis besar, anak berkebutuhan khusus dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu anak berkebutuhan khusus dibidang kecerdasan dan anak dengan keterlambatan
akibat masalah medis, emosi, ataupun fisik. Secara khusus, anak luar biasa menujukkan
karakteristik fisik, intelektual, dan emosional yang lebih rendah atau lebih tinggi dari anak
normal sebayanya, atau berada diluar standar norma-norma yang berlaku dimasyarakat apakah
itu menyimpang ke atas maupun ke bawah baik dari segi fisik, intelektual maupun emosional
sehingga mengalami kesulitan dalam meraih sukses baik dari segi sosial, personal maupun
aktivitas pendidikan.

Dikutip dalam bukunya Dedy Kustawan (2013), disebutkan bahwa Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang
disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individul. Anak
berkebutuhan khusus adalah anak secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik berbeda
dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebuthan khusus ini memiliki apa yang disebut
dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan. Konsep inklusi berhubungan langsung
dengan anak yang memiliki hambatan-hambatan yang biasanya tidak terjadi pada perkembangan
anak pada umumnya. Anak yang memiliki hambatan ataupun keterbatasan sering disebut dengan
anak berkebutuhan khusus. Termasuk anak berkebutuhan khusus meliputi tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak
dengan gangguan kesehatan.

Hak anak berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak normal
(anak-anak pada umumnya) di sekolah reguler. Bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang
mampu mengikuti pelajaran reguler tentunya hal itu tidak menjadi hambatan. Sedangkan dalam
sekolah yang menerapkan pendidikan inklusif untuk anak berkebutuhan khusus yang sering kita
sebut sekolah inklusi tentunya sudah menyiapkan program-program khusus dalam bentuk
modifikasi dan adaptasi dari program sebelumnya yang bersifat reguler. Di dalam pendidikan
khusus, anak-anak berkebutuhan tingkat ringan, sedang, maupun berat ditempatkan pada kelas
regular. Di dalam pendidikan inklusif, pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu : pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus.

2. Identifikasi dan Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Identifikasi anak berkebutuhan khusus dapat dipahami dengan usaha seseorang (orang
tua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak
mengalami hambatan, kelainan atau penyimpangan fisik, mental, intelektual, sosial, emosional,
dan atau sensoris neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-
anak lain seusianya (anak-anak normal). Tujuannya adalah untuk menghimpun informasi apakah
seorang anak mengalami kelainan /penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional). Disebut
mengalami kelainan /penyimpangan tentunya jika dibandingkan dengan anak lain yang sebaya
dengannya.

Penilaian (asesmen) dapat diartikan sebagai semacam kegiatan “penilaian” yang


dilakukan dengan berbagai cara dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang
kekuatan, kelemahan, serta kesulitan anak dalam bidang tertentu, yang akan dimanfaatkan untuk
penempatan dan penyusunan program pendidikan atau layanan bantuan yang diberikan.

Penilaian (asesmen) bertujuan untuk; (1) Memperoleh data yang relevan, objektif, akurat
dan komprehensif tentang kondisi anak saat ini, (2) Mengetahui profil anak secara utuh terutama
permasalahan dan hambatan belajar yang dihadapi, potensi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan
khususnya, serta daya dukung lingkungan yang dibutuhkan anak. Dan (3) Memenuhi layanan
yang dibutuhkan.

Guru dituntut untuk mengetahui perkembangan anak didik secara optimal. Dalam
kegiatannya guru harus mengetahui hambatan dan kemampuan anak, tentu saja tidak dilakukan
secara profesional, harus dengan cara profesional menggunakan prinsip-prinsip identifikasi dan
penilaian (asesmen) agar bisa menentukan hambatan anak berkebutuhan khusus dengan baik,
sehingga dapat menentukan cara penanganan sejak dini dan menentukan program dalam
merencanakan dan penanganan permasalahan serta menentukan kegiatan belajar mengajar.

Prinsip-prinsip Identifikasi dan penilaian (asesmen) anak berkebutuhan khusus


diperlukan agar keberadaan mereka dapat diketahui sedini mungkin. Selanjutnya,
mempersiapkan program pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka dapat diberikan.
Pelayanan tersebut dapat berupa penanganan medis, terapi, dan pelayanan pendidikan dengan
tujuan mengembangkan potensi mereka.

Pengembangan program untuk anak berkebutuhan khusus sangat dikenal dengan istilah
Individualized Educational Program (IEP) atau program pembelajaran individual (PPI). Program
ini didasarkan atas kemampuan saat ini, program jangka pendek dan program jangka panjang.

Menurut Hallahan (1991), bahwa pengembangan program harus mengikuti beberapa


ketentuan seperti 1) tingkat kemampuan anak saat ini, 2) tujuan tahunan untuk tiap anak, 3)
hubungan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang, 4) hubungan antara pendidikan
khusus dengan pelayanan yang diberikan, 5) rencana untuk memulai pelayanan,dan 6) prosedur
evaluasi.

Sementara klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus, terdiri dari Anak dengan gangguan
penglihatan, pendengaran, intelegensi, fisik dan motorik, pervasif. Seperti halnya, tunanetra,
tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan anak yang cerdas serta memiliki bakat
istimewa.

a. Tunanetra
Anak-anak yang mengalami gangguan pada fungsi penglihatan. Kita perlu
mendefinisikan ketunanetraan berdasarkan fungsi atau kemampuan penglihatan yang
tersisa. Hal ini bertujuan untuk membantu mempermudah dalam penyediaan layanan
baik dalam bentuk akademik maupun layanan tambahan sebagai keterampilan
pendamping. Dengan mendefinisikan ketunanetraan sesuai dengan tingkatan fungsi
penglihatan, maka kita tidak akan mengartikan secara mendasar bahwa anak
tunanetra adalah anak yang mengalami kebutaan.
b. Tunarungu
Dapat diartikan sebagai gangguan pendengaran, dimana anak yang mengalami
ketunarunguan adalah mengalami permasalahan pada hilangnya atau berkurangnya
kemampuan pendengaran. Tunarungu dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu tuli
dan kurang dengar. Tuli merupakan suatu kondisi dimana seseorang benar-benar
tidak dapat mendengar dikarenakan hilangnya fungsi dengar pada telinganya.
Sedangkan kurang dengar merupakan kondisi dimana seseorang yang mengalami
kerusakan pada organ pendengarannya tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar
meskipun dengan atau tanpa alat bantu dengar.
c. Tunagrahita
Istilah yang disematkan bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami
permasalahan seputar intelegensi. Di Indonesia istilah tunagrahita merupakan
pengelompokan dari beberapa anak berkebutuhan khusus, namun dalam bidang
pendidikan mereka memiliki hambatan yang sama dikarenakan permasalahan
intelegensi.
d. Tunadaksa
Tunadaksa dapat diartikan sebagai gangguan motorik. Pada konteks lain dapat kita
temui penggunaan istilah lain dalam menyebut anak tunadaksa misalnya anak dengan
hambatan gerak. Utamanya, anak tunadaksa adalah anak yang mengalami gangguan
fungsi gerak yang disebabkan oleh permasalahan pada organ gerak pada tubuh.
e. Tunalaras
Anak tunalaras merupakan konteks dengan batasan-batasan yang sangat rumit tentang
anak-anak yang mengalami masalah tingkah laku. Dapat disebut juga, gangguan
perilaku yang menunjukan suatu penentangan yang terus menerus pada masyarakat,
merusak diri sendiri, serta gagal dalam proses belajar di sekolah.

Setiap anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara satu
dengan yang lain. Layanan untuk anak berkebutuhan khusus tidak dapat disamakan antara satu
dengan yang lain, akan tetapi perlu diberikan sesuai dengan karakteristik kebutuhan dan
kemampuan mereka.

3. Intervensi, terapi, dan bimbingan konseling untuk anak berkebutuhan khusus

Intervensi atau penanganan dan layanan yang diberikan kepada anak berkebutuhan
khusus lebih dekat dengan lingkungan orang tua, maka dari itu lingkungan terdekat paling
mempengaruhi kebutuhan khususnya, paling berpengaruh, dan bertangggung jawab. Serta peran
keluarga dalam keidupan sehari hari mempengaruhi karakteristik anak untuk berekspresi dan
bersosialisasi di kehidupan luar. Keterlibatan orangtua sangat penting untuk mewujudkan
pembelajaran yang optimal, seperti halnya, peran orangtua untuk mengembangkan potensi
psikomotor, kognitif maupun potensi afektif, disamping itu orangtua juga harus memelihara
jasmani mulai dari memberi makan dan penghidupan yang layak.

Sementara proses konseling akan berjalan efektif jika konselor memahami dan
menguasai pendekatan teoretik dalam konseling. Perkembangan pendekatan behavioristik
kontemporer berusaha untuk menempatkan manusia dalam dimensi yang lebih tinggi
dibandingkan konsep tentang manusia pada awal kemunculan behavioristik. Rumah Terapi Darul
Fathonah menyelenggarakan terapi untuk celebral palsy dalam upaya pengobatan dan
pengembangan kompentensi hidupnya seperti dalam hal kognisi dan motorik. Program
rehabilitasi yang ada dalam Darul Fathonah sudah terbilang efektif, karena terdapat terapis
profesional dalam bidangnya yang memberikan layanan terapi untuk fungsi gerak anak celebral
palsy. Kemudian pada proses terapi memiliki tujuan untuk membantu anak berkebutuhan khusus
agar menjadi lebih mandiri, terapi yang digunakan ada beberapa cara, salh satunya dengan terapi
wicara metode ABA (Applied Behavioral Analysis), pelaksanaan terapi pada tempat yang
dicantumkan dijurnal, berjalan efektif sehingga memberikan kemajuan dengan peningkatan
kemampuan anak yang cukup signifikan. Namun, pelaksanaan terapi ini juga meleati beberapa
hambatan, diantaranya anak kurang hiperaktif dan kurang fokus, kesulitan bicara anak, kondisi
anak sedang tantrum, keadaan anak yang sedang sakit, perilaku anak yang tidak terarah, jadwal
terapi yang tidak memenuhi target dikarenakan biaya, orang tua kurang kooperatif, dan sarana
prasarana yang kurang memadai.
DAFTAR PUSTAKA

Feby Atika Setiawati, Na’imah, Mengenal Konsep Konsep Anak Berkebutuhan Khusus
dalam PAUD. Yogyakarta: Seling Jurnal Progam Studi PGRA,2020.
Khairun Nisa, Sambira Mambela, & Luthfi Isni Badiah, Karakteristik dan Kebutuhan Anak
Berkebutuhan Khusus, Surabaya: Abadimas Adi Buana,2018.
Ediyanto, Wiwik Dwi Hastuti, & Nindya Ayu Rizqianti, Identifikasi dan Asesmen Anak
Berkebutuhan Khusus. Malang: ACE, 2021.
Prianca Aulia Hrtanti, Studi Deskriptif Terapi terhadap Penderita Autisme pada Anak Usia
Dini di Mutia CenterKecamatan Bojong Kabupaten Purbalingga. Semarang: Indonesian Journal
of Early Childhood Indonesian Studies, 2012.
Heni Kristiana Rahmawati, Implementasi Pendekatan Behaviorisme dalam Proses Terapi
Anak Berkebutuhan Khusus Ceberal Palsy di Rumah Terapi darul Fathonah Kudus. Kudus:
Journal of Contemporary Islamic Conselling, 2021.

Anda mungkin juga menyukai