Anda di halaman 1dari 16

Klasifikasi Peserta Didik

Jenis Peserta Didik

Sekolah inklusif adalah Lembaga pendidikan yang dihadirkan dengan tujuan untuk
membuka aksesibilitas semua warga masyarakat usia belajar untuk memperoleh
layanan pembelajaran tanpa terhalang oleh hambatan fisik, mental akademik, sensorik
dan kondisi sosial ekonomi. Keragaman peserta didik pada satuan pendidikan
penyelenggara pendidikan inklusif sangat beragam, karena sekolah inklusif memberikan
akses yang terbuka bagi semua peserta didik.

Peserta didik di sekolah inklusif, ada tiga klasifikasi besar, yaitu: 

1. Peserta didik reguler. Peserta didik reguler adalah peserta didik yang tidak
memiliki hambatan tertentu, misalnya hambatan fisik, mental kognitif, sensorik
dan hambatan lainnya yang menyebabkan mereka mengalami kendala dalam
mengikuti pembelajaran secara klasikal. 
2. Peserta didik berkebutuhan khusus. Peserta didik berkebutuhan khusus
adalah peserta didik yang memiliki hambatan tertentu, seperti hambatan
penglihatan, hambatan pendengaran, hambatan intelektual, hambatan fisik,
hambatan dengan autistik, dan hambatan lainnya seperti anak hiperaktif, lamban
belajar, rendah konsentrasi dan gangguan perilaku tertentu. 
3. Peserta didik berkebutuhan layanan khusus. Peserta didik berkebutuhan
layanan khusus adalah peserta didik yang mengalami hambatan secara
eksternal, seperti anak korban bencana alam, anak korban HIV, anak korban
kekerasan rumah tangga dan lingkungan.

Klasifikasi Peserta Didik


Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak Berkebutuhan Khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan


pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing
anak secara individual.

Dalam paradigma pendidikan, keberagaman peserta didik yang kebutuhan khusus


sangat dihargai karena setiap anak memiliki latar belakang kehidupan budaya dan
perkembangan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, setiap anak memiliki kebutuhan
khusus serta hambatan belajar yang berbeda-beda pula, sehingga setiap anak
sesungguhnya memerlukan layanan pendidikan yang disesuaikan sejalan dengan
hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak.

Pemahaman anak berkebutuhan khusus terhadap konteks, ada yang bersifat biologis,
psikologis, sosio-kultural. Dasar biologis anak berkebutuhan khusus bisa dikaitkan
dengan kelainan genetik dan menjelaskan secara biologis penggolongan anak
berkebutuhan khusus, seperti brain injury yang bisa mengakibatkan kecacatan
tunaganda.

Dalam konteks psikologis, anak berkebutuhan khusus lebih mudah dikenali dari sikap
dan perilaku, seperti gangguan pada kemampuan belajar pada anak slow learner,
gangguan kemampuan emosional dan berinteraksi pada anak autis, gangguan
kemampuan berbicara pada anak autis dan Attention Deficit Hiperaktif Disorder (ADHD).
Konsep sosio-kultural mengenal anak berkebutuhan khusus sebagai anak dengan
kemampuan dan perilaku yang tidak pada umumnya, sehingga memerlukan
penanganan khusus.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus (Heward, 2002)
adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau
fisik.

Anak kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai
anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk
berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan
khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang
berbeda dengan anak-anak pada umumnya.

Klasifikasi Peserta Didik


Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus,


seperti disability, impairment, dan handicap. Menurut World Health Organization (WHO),
definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut:

 Disability yaitu keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan


dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau
masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
 Impairment yaitu kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau
struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
 Handicap yaitu ketidakberuntungan individu yang dihasilkan
dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan
peran yang normal pada individu

Klasifikasi Peserta Didik


Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Konsep anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih luas dibandingkan dengan
pengertian anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam
pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada
umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan
perkembangan. Oleh sebab itu, mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.

Hal ini sesuai dengan pendapat Alimin (2007) yang mengungkapkan bahwa anak
berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan
pendidikan yang disesuiakan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing
anak secara individual. Dengan kata lain, lingkungan belajar, teknik, media, dan lainnya
harus menyesuaikan dengan ABK.

Klasifikasi Peserta Didik


Anak Berkebutuhan Khusus Temporer/Sementara

Alimin (2007) menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus


temporer/sementara (temporary special needs) adalah anak-anak yang mengalami
hambatan akibat dari faktor-faktor lingkungan seperti:

a. anak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat sering menerima


kekerasan dalam rumah tangga
b. mengalami kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan kasar oleh orang
tuanya
c. mengalami kesulitan kumulatif dalam membaca dan berhitung akibat kekeliruan
guru dalam mengajar
d. anak-anak yang mengalami trauma akibat dari bencana alam yang mereka
alami.

Klasifikasi Peserta Didik


ABK Permanen dan Temporer

Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen (permanently special needs)


adalah anak-anak yang mengalami hambatan dan kebutuhan khusus akibat dari
kecacatan tertentu. Misalnya, kebutuhan khusus akibat dari kehilangan fungsi
penglihatan, kehilangan fungsi pendengaran, perkembangan kecerdasan atau kognitif
yang rendah, gangguan fungsi gerak atau motorik dan sebagainya. ABK yang temporer
adalah sifat kebutuhannya bersifat sementara dan dapat disebutkan dengan berbagai
layanan yang tepat.

Peserta didik yang mengalami lamban belajar, disleksia, diskalkulia, atau disgrafia dapat
dikategorikan sebagai ABK temporer. Dengan demikian, memerlukan layanan
pendidikan yang khusus. Apabila hambatan tersebut tidak mendapatkan intervensi yang
tepat, maka tidak menutup kemungkinan menjadi permanen.

Anak berkebutuhan khusus baik yang bersifat temporer maupun yang bersifat permanen


memerlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan
kebutuhan-kebutuhannya.

Jenis Hambatan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus


Anak dengan Hambatan Sensorik - Penglihatan (Tunanetra)
Menurut Gunawan (2011), anak dengan hambatan penglihatan adalah anak yang
mengalami gangguan daya penglihatan sedemikian rupa, sehingga membutuhkan
layanan, khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya. Dilihat dari sisi
kependidikan dan rehabilitasi peserta didik hambatan penglihatan adalah mereka
yang memiki hambatan penglihatan sehingga menghalangi dirinya untuk berfungsi
dalam pendidikan dan aktifitas rehabilitatif tanpa menggunakan alat khusus, material
khusus, latihan khusus, dan atau bantuan lain secara khusus.
Klasifikasi gangguan penglihatan berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan dan dalam
perspektif pendidikan menurut Gunawan (2011) dapat dikelompokkan menjadi 2
kelompok, yaitu kelompok low vision dan hambatan penglihatan total (Totally Blind).

1.  Low Vision


Kelompok ini adalah kelompok hambatan penglihatan yang masih mampu melihat
dengan ketajaman penglihatan (acuity) 20/70. Kelompok ini mampu melihat dari jarak 6
meter, jauh lebih dekat dibandingkan dengan pelihatan orang normal (21 meter).
Gambaran umum dari kelompok ini, mereka masih mampu mengenal bentuk objek dari
berbagai jarak, menghitung jari dari berbagai jarak.

2.  Hambatan penglihatan total


Peserta didik dikatakan memiliki hambatan penglihatan secara total mereka yang tidak
bisa memfungsikan kemampuan visualnya tidak memiliki penglihatan atau pun mereka
yang bisa merasakan adanya sinar seperti mengetahui siang dan malam tanpa
mengetahui sumber cahayanya.

Akibat dari adanya hambatan ini peserta didik diajarkan untuk memahami kemampuan
membaca dan menulis braille dan orientasi mobilitas (OM) untuk membantu mereka
dalam menjalankan daily activities.

Jenis Hambatan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus


Anak dengan Hambatan Sensorik - Pendengaran (Tunarungu)

Menurut Nakata dalam Rahardja (2006) yang mengungkapkan bahwa anak dengan
hambatan pendengaran atau anak tunarungu adalah ereka yang mempunyai
kemampuan mendengar di kedua telinganya hampir di atas 60 desibel, yaitu mereka
yang tidak mungkin atau kesulitan secara signifikan untuk memahami suara
pembicaraan normal meskipun dengan mempergunakan alat bantu dengar atau alat-
alat lainnya.
Tunarungu merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan kehilangan
pendengaran yang dialami seseorang. Dalam bahasa Inggris terdapat istilah hearing
impairment, istilah ini menggambarkan adanya kerusakan atau gangguan secara
fisik. Akibat dari adanya kerusakan itu akan mengakibatkan gangguan pada fungsi
pendengaran. Anak mengalami kesulitan untuk memperoleh dan mengolah informasi
yang bersifat auditif, sehingga dapat menimbulkan hambatan dalam melakukan interaksi
dan komunikasi secara verbal.

Gangguan pendengaran (tuli atau kurang dengar) tunarungu adalah mereka yang tidak
mendengar atau kurang mendengar sebagai akibat pendengarannya yang terganggu
fungsi indera pendengarannya baik menggunakan alat bantu dengar maupun tidak.
Namun demikian,  mereka masih tetap memerlukan layanan pendidikan khusus karena
gangguan pendengaran berdampak pada aspek-aspek berikut:

1. Aspek Motorik
Anak tunarungu yang tidak memiliki kecacatan lain dapat mencapai tugas-tugas
perkembangan motorik (early major motor milestones), seperti duduk,
merangkak, berdiri dengan tanpa bantuan, dan berjalan sama seperti yang terjadi
pada anak yang mendengar (Preisler dalam Alimin, 2007). 
Namun beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa anak dengan hambatan
pendengaran memiliki kesulitan dalam hal keseimbangan dan koordinasi gerak
umum, dalam menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan kecepatan serta
gerakan-gerakan yang kompleks (Ittyerah, Sharma, dalam Alimin, 2007).

2. Aspek bicara dan bahasa


Keterampilan berbicara dan bahasa merupakan bidang perkembangan yang
paling banyak dipengaruhi oleh hambatan pendengaran. Khususnya anak
dengan hambatan pendengaran dibawa sejak lahir. Menurut Rahardja (2006)
bagi anak dengan hambatan pendengaran congenital atau berat, suara yang
keras tidak dapat didengarnya meskipun dengan menggunakan alat bantu
dengar. 
Individu tersebut tidak dapat menerima informasi melalui suara, tetapi mereka
sebaiknya belajar bahasa bibir. Suara yang dikeluarkan oleh anak dengan
hambatan pendengaran biasanya sering sulit untuk dimengerti karena mereka
mengalami kesulitan dalam membeda-bedakan artikulasi, kualitas suara, dan
tekanan suara.

Jenis Hambatan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus


Anak dengan Hambatan Mental Kognitif - Hambatan Intelektual
(Tunagrahita)

Anak dengan Hambatan Intelektual (TunagrahitaMenurut Gunawan (2011) anak


mengalami hambatan intelektual adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan
dan keterbelakangan perkembangan mental-intelektual di bawah rata-rata, sehingga
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Mereka memerlukan
layanan pendidikan khusus. Anak mengalami hambatan intelektual ialah anak yang
mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Berbagai istilah yang
dikemukakan mengenai anak mengalami hambatan intelektual, selalu menunjuk pada
keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum berada di bawah usia kronologisnya
secara meyakinkan sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus.
Potensi dan kemampuan setiap anak anak mengalami hambatan intelektual  berbeda-
beda, maka untuk kepentingan pendidikan diperlukan pengelompokkan anak mengalami
hambatan intelektual. Pengelompokkan itu berdasarkan berat ringannya ketunaan, atas
dasar itu anak tungrahita dapat dikelompokkan.

1. Hambatan Intelektual Ringan


Anak mengalami hambatan intelektual ringan umumnya memiliki kondisi fisik yang tidak
berbeda. Mereka mempunyai IQ antara kisaran 50 s/d 70 dan juga termasuk kelompok
mampu didik, mereka masih bisa dididik (diajarkan) membaca, menulis dan berhitung,
anak anak mengalami hambatan intelektual  ringan biasanya bisa menyelesaikan
pendidikan setingkat kelas IV SD Umum.

2. Hambatan Intelektual Sedang


Anak anak mengalami hambatan intelektual  sedang termasuk kelompok latih. Kondisi
fisiknya sudah dapat terlihat, tetapi ada sebagian anak mengalami hambatan intelektual
yang mempunyai fisik normal. Kelompok ini mempunyai IQ antara 30 s/d 50. Mereka
biasanya menyelesaikan pendidikan setingkat kelas 2 SD Umum.

3. Hambatan Intelektual Berat


Kelompok ini termasuk yang sangat rendah intelegensinya tidak mampu menerima
pendidikan secara akademis. Anak anak mengalami hambatan intelektual  berat
termasuk kelompok mampu rawat, IQ mereka rata-rata 30 ke bawah. Dalam kegiatan
sehari-hari mereka membutuhkan bantuan orang lain.

Jenis Hambatan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus


Anak dengan Hambatan Mental Kognitif - Hambatan Intelektual
(Tunagrahita)

Hambatan intelektual mengacu pada intelektual umum yang secara signifikan berada
di bawah rata-rata. Anak mengalami hambatan intelektual mengalami hambatan dalam
tingkah laku dan penyesuaian diri. Semua gangguan tersebut berlangsung atau
terjadi pada masa perkembangannya. Lebih lanjut, Gunawan (2011) mengemukakan
bahwa seseorang dikatakan anak mengalami hambatan intelektual apabila memiliki
tiga indikator, yaitu:

1. keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau di bawah rata- rata


2. ketidakmampuan dalam prilaku sosial/adaptif
3. hambatan perilaku sosial/adaptif terjadi pada usia perkembangan yaitu sampai
dengan usia 18 tahun.

Jenis Hambatan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus


Anak dengan Hambatan Mental Kognitif - Hambatan Intelektual
(Tunagrahita)

Penggolongan anak anak mengalami hambatan intelektual  menurut kriteria perilaku


adaptif tidak berdasarkan taraf intelegensi, tetapi berdasarkan kematangan sosial. Hal
ini juga mempunyai empat taraf, yaitu ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Secara
umum dampak dari gangguan intelektual dapat dilihat pada ciri-ciri sebagai berikut.

1. Lamban dalam mempelajari hal-hal baru, mempunyai kesulitan dalam


mempelajari konsep yang abstrak, dan selalu cepat lupa apa yang di pelajari
apabila tanpa latihan terus menerus.
2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak mengalami hambatan
intelektual  berat.
4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Anak  mengalami hambatan intelektual
berat mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan,
tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam
mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan
mendongakkan kepala.
5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak mengalami
hambatan intelektual  berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti;
berpakaian, makan, mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan
khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.
6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak mengalami hambatan
intelektual  ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang
mempunyai anak mengalami hambatan intelektual  berat tidak melakukan hal
tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak mengalami hambatan
intelektual  dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
7. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak mengalami
hambatan intelektual  berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas.

Jenis Hambatan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus


Anak dengan Hambatan Fisik - Hambatan Anggota Gerak (Tunadaksa)

Anak dengan Hambatan Anggota Gerak (Tunadaksa)

Nakata (2003) dalam Djadja R, (2006) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
gangguan gerak adalah:

1. Mereka yang tingkat kecacatan fisiknya mengakibatkan


mereka mengalami kesulitan yang berat atau ketidakmungkinan melakukan
gerak dasar dalam kehidupan sehari-hari seperti berjalan dan menulis meskipun
dengan memgunakan alat-alat bantu pendukung.
2. Mereka yang tingkat kecacatan fisiknya tidak lebih dari nomor 1 di atas yang
selalu memerlukan observasi dan bimbingan medis.

Pada dasarnya anak gangguan gerak dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu:

1. Kelainan pada sistem serebral (cerebral system) 


2. Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system).

Adapun yang termasuk kelompok pertama, seperti cerebral palsy yang meliputi


jenis spastic, athetosis, rigid, hipotonia, tremor, ataxia, dan campuran.
Sedangkan yang termasuk pada kelompok kedua, seperti poliomyelitis, muscle
dystrophy dan spina bifida. Sedangkan anak anak yang mengalami kelumpuhan yang
dikarenakan kerusakan pada otot motorik yang sering diderita oleh anak-anak pasca
polio dan muscle dystrophy lain mengakibatkan gangguan motorik terutama gerakan
lokomosi, gerakan ditempat, dan mobilisasi. Ada sebagian anak dengan gangguan
gerak yang berat, ringan, dan sedang. Untuk berpindah tempat perlu alat ambulasi, juga
perlu alat bantu dalam memenuhi kebutuhannya, yaitu memenuhi kebutuhan gerak.
Jenis Hambatan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
Anak dengan Gangguan Perilaku dan Emosi

Menurut Gunawan (2011) anak dengan gangguan perilaku adalah anak yang
berperilaku menyimpang baik pada taraf sedang, berat dan sangat berat, terjadi pada
usia anak dan remaja, sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi dan sosial
atau keduanya, sehingga merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan, maka dalam
mengembangkan potensinya memerlukan pelayanan dan pendidikan secara khusus.
Di dalam dunia Pendidikan Khusus dikenal dengan nama anak hambatan perilaku dan
emosi (behavioral disorder). Kelainan tingkah laku ditetapkan bila mengandung unsur:

1. Tingkah laku anak menyimpang dari standar yang diterima umum.


2. Derajat penyimpangan tingkah laku dari standar umum sudah ekstrim.
3. Lamanya waktu pola tingkah laku itu dilakukan.

Secara umum anak hambatan perilaku dan emosi (anak yang mengalami gangguan
emosi dan perilaku) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Cenderung membangkang.
b. Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah.
c. Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu.
d. Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum.
e. Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah sering bolos jarang masuk
sekolah.

Jenis Hambatan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus


Anak Autis

Autisme berdasarkan Individuals with Disabilities Education (IDEA) yang dikutip oleh


Rahardja (2006) adalah kelainan perkembangan yang secara signifikan berpengaruh
terhadap komunikasi verbal dan non verbal serta interaksi sosial, umumnya terjadi
pada usia sebelum tiga tahun, yang berpengaruh buruk terhadap kinerja pendidikan
anak.
Karakteristik yang lain sering menyertai autisme seperti melakukan kegiatan yang
berulang-ulang dan gerakan stereotip, penolakan terhadap perubahan lingkungan atau
perubahan dalam rutinitas sehari- hari, dan memberikan respon yang tidak semestinya
terhadap pengalaman sensori. Secara umum anak autis memiliki karakteristik sebagai
berikut:

1. Mengalami hambatan di dalam bahasa.


2. Kesulitan dalam mengenal dan merespon emosi dengan isyarat sosial.
3. Kekakuan dan miskin dalam mengekspresikan perasaan.
4. Kurang memiliki perasaan dan empati.
5. Sering berperilaku di luar kontrol dan meledak-ledak.
6. Secara menyeluruh mengalami masalah dalam perilaku.
7. Kurang memahami akan keberadaan dirinya sendiri.
8. Keterbatasan dalam mengekspresikan diri
9. Berperilaku monoton dan mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan
lingkungan.

Dalam dunia pendidikan, anak autis ini dapat digolongkan ke dalam beberapa spektrum,
yaitu sebagai berikut:

a. Anak autis yang memiliki fungsi kognisi dan intelektual tingkat tinggi. (High
function children with autism).
b. Anak autis yang memiliki fungsi kognisi dan intelektual tingkat menengah (Middle
function children with autism).
c. Anak autis yang memiliki fungsi kognisi dan intelektual tingkat rendah (Low
function children with autism)

Jenis Hambatan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus


Anak Cerdas Istimewa Berbakat Istimewa

Anak yang memiliki potensi kecerdasan istimewa (gifted) dan anak yang memiliki
bakat istimewa (talented) adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi),
kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di atas
kemampuan anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk mengoptimalkan
potensinya, diperlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak cerdas dan berbakat
istimewa disebut sebagai gifted & talented children (Dudi Gunawan, 2011).
Anak-anak berbakat istimewa secara alami memiliki karakteristik yang khas yang
membedakannya dengan anak-anak normal. Karakteristik ini mencakup beberapa
domain penting, termasuk di dalamnya: domain intelektual-koginitif, domain persepsi-
emosi, domain motivasi dan nilai- nilai hidup, domain aktifitas, serta domain relasi sosial.

Berikut beberapa karakteristik yang paling sering diidentifikasi terdapat pada anak
berbakat istimewa pada masing-masing domain di atas. Namun demikian perlu dicatat
bahwa tidak semua anak-anak berbakat istimewa (gifted) selalu menunjukkan atau
memiliki karakteristik intelektual-kognitif seperti di bawah ini (Gunwan, 2011):

a. Menunjukkan atau memiliki ide-ide yang orisinal, gagasan-gagasan yang tidak


lazim, pikiran-pikiran kreatif.
b. Mampu menghubungkan ide-ide yang nampak tidak berkaitan menjadi suatu
konsep yang utuh.
c. Menunjukkan kemampuan bernalar yang sangat tinggi.
d. Mampu menggeneralisasikan suatu masalah yang rumit menjadi suatu hal yang
sederhana dan mudah dipahami.
e. Memiliki kecepatan yang sangat tinggi dalam memecahkan masalah.
f. Menunjukkan daya imajinasi yang luar biasa.
g. Memiliki perbendaharaan kosakata yang sangat kaya dan mampu
mengartikulasikannya dengan baik.
h. Biasanya fasih dalam berkomunikasi lisan, senang bermain atau merangkai kata-
kata.
i. Sangat cepat dalam memahami pembicaraan atau pelajaran yang diberikan.
j. Memiliki daya ingat jangka panjang (long term memory) yang kuat.
k. Mampu menangkap ide-ide abstrak dalam konsep matematika dan/atau sains.
l. Memiliki kemampuan membaca yang sangat cepat.
m. Banyak gagasan dan mampu menginspirasi orang lain.
n. Memikirkan sesuatu secara kompleks, abstrak, dan dalam.
o. Mampu memikirkan tentang beragam gagasan atau persoalan dalam waktu yang
bersamaan dan cepat mengaitkan satu dengan yang lainnya.

Jenis Hambatan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus


Kesulitan Belajar Spesifik (Disleksia, Diskalkulia, Disgrafia)

Anak yang mengalami learning disabilities (LD) atau Specific Learning


Diificulties (SLD) secara umum dapat diartikan suatu kesulitan  belajar pada anak
yang ditandai oleh ketidakmampuan dalam mengikuti pelajaran sebagaimana
mestinya dan berdampak pada hasil akademiknya.  Kesulitan belajar merupakan
hambatan atau gangguan belajar pada anak atau remaja yang ditandai adanya
kesenjangan yang signifikan antara taraf intelegensi dan kemampuan akademik yang
seharusnya dicapai oleh anak seusianya.
Anak LD atau SLD adalah masalah belajar primer yang disebabkan karena adanya
deficit atau kekurangan fungsi dalam satu atau lebih area inteligensi. Penyebabnya
gangguan neurologis dan genetik. Istilah LD atau  SLD hanya dikenakan pada anak-
anak yang mempunyai inteligensia normal hingga tinggi. Gangguan ini merupakan
gangguan yang kasat mata, berupa kesalahan dalam hal membaca (disleksia), menulis
(disgrafia), dan berhitung (diskalkulia). Kesalahan yang terjadi akan selalu dalam
kesalahan sama secara terus menerus, dan dibawa seumur hidup (long live
disabilities). Adapun karakteristiknya dapat diidentifikasi dari hal-hal berikut ini.

PDBK yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)

a. Perkembangan kemampuan membaca terlambat


b. Kemampuan memahami isi bacaan rendah
c. Kalau membaca sering banyak kesalahan

PDBK yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia)

a. Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai


b. Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6
dengan 9, dan sebagainya
c. Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca
d. Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang
e. Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.

PDBK yang mengalami kesulitan belajar berhitung (diskalkulia)

a. Sering salah menulis angka 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya


b. Rancu atau bingung dengan simbol-simbol matematis. Misalnya tanda +, -, x, :,
dan sebagainya.

Kebutuhan Pembelajaran Peserta Didik Berkebutuhan


Khusus
Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Sensorik

Anak dengan Hambatan Penglihatan (Tunanetra)

Layanan khusus dalam pendidikan bagi anak dengan gangguan penglihatan yaitu
dalam membaca menulis dan berhitung diperlukan huruf  Braille bagi yang hambatan
penglihatan total. Bagi yang masih memiliki sisa penglihatan diperlukan kaca
pembesar atau huruf cetak yang besar, media yang dapat diraba dan didengar atau
diperbesar. Di samping itu, diperlukan latihan Orientasi dan Mobilitas (OM) yang
penerapannya bukan hanya di sekolah, melainkan dapat diterapkan di lingkungan
tempat tinggalnya.

Seseorang dikatakan hambatan penglihatan total atau buta total (totally blind) jika
mengalami hambatan visual yang sangat berat sampai tidak dapat melihat sama
sekali. Penyandang buta total mempergunakan kemampuan perabaan dan
pendengaran sebagai saluran utama dalam belajar. Orang seperti ini biasanya
mempergunakan huruf Braille sebagai media membaca dan memerlukan latihan
orientasi dan mobilitas.

Hambatan penglihatanan akan berdampak dalam kemampuan kognitif, kemampuan


akademis, sosial emosional, perilaku, perkembangan bahasa, perkembangan
motorik, orientasi dan mobilitas

Kebutuhan Pembelajaran Peserta Didik Berkebutuhan


Khusus
Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Sensorik

Anak dengan Hambatan Pendengaran (Tunarungu)

Seperti sudah dikemukan sebelumnya, peserta didik yang mengalami hambatan


pendengaran perlu Alat Bantu Dengar (ABD), tetapi walaupun telah diberikan
pertolongan dengan ABD, mereka masih tetap memerlukan layanan pendidikan khusus
karena gangguan pendengaran berdampak pada aspek-aspek di bawah ini.

a.    Aspek Motorik
Anak tunarungu yang tidak memiliki hambatan lain dapat mencapai tugas-tugas
perkembangan motorik (early major motor milestones), seperti duduk, merangkak,
berdiri dengan tanpa bantuan, dan berjalan sama seperti yang terjadi pada anak yang
mendengar (Preisler, 1995, dalam Alimin, 2007). Namun demikian, beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa anak yang mengalami hambatan pendengaran memiliki
kesulitan dalam hal kesimbangan dan koordinasi gerak umum, dalam menyelesaikan
tugas-tugas yang memerlukan kecepatan serta gerakan-gerakan yang kompleks.

b.    Aspek bicara dan bahasa


Keterampilan berbicara dan bahasa merupakan bidang perkembangan yang paling
banyak dipengaruhi oleh peserta didik hambatan pendengaran. Khususnya anak-anak
yang mengalami hambatan pendengaran dibawa sejak lahir. Menurut Rahardja (2006)
bagi individu yang congenital atau berat, suara yang keras tidak dapat didengarnya
meskipun dengan menggunakan alat bantu dengar.

Individu ini tidak dapat menerima informasi melalui suara, tetapi mereka sebaiknya
belajar bahasa bibir. Suara yang dikeluarkan oleh individu dengan hambatan
pendengaran biasanya sering sulit untuk dimengerti, karena mereka mengalami
kesulitan dalam membeda-bedakan artikulasi, kualitas suara, dan tekanan suara.

Kebutuhan Pembelajaran Peserta Didik Berkebutuhan


Khusus
Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Sensorik

Anak dengan Hambatan Pendengaran (Tunarungu)

Kebutuhan pembelajaran peserta didik hambatan pendengaran menurut Gunawan


(2011) secara umum tidak berbeda dengan anak pada umumnya. Akan tetapi, mereka
memerlukan perhatian dalam kegiatan pembelajaran antara lain:

1. Tidak mengajak anak untuk berbicara dengan cara membelakanginya.


2. Anak hendaknya didudukkan paling depan, sehingga memiliki peluang untuk
mudah membaca bibir guru.
3. Perhatikan postur anak yang sering memiringkan kepala untuk mendengarkan.
4. Dorong anak untuk selalu memperhatikan wajah guru, bicaralah dengan anak
dengan posisi berhadapan dan bila memungkinkan kepala guru sejajar dengan
kepala anak.
5. Guru bicara dengan volume biasa tetapi dengan gerakan bibirnya yang harus
jelas.

Kebutuhan Pembelajaran Peserta Didik Berkebutuhan


Khusus
Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Mental Kognitif

Anak dengan Hambatan Intelektual (Tunagrahita)

Pendidikan bagi peserta didik anak mengalami hambatan intelektual  seharusnya


ditujukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak secara optimal, agar
mereka dapat hidup mandiri dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana
mereka berada. Secara umum kebutuhan pembelajaran anak anak mengalami
hambatan intelektual  adalah sebagai berikut:

1. Perbedaan anak mengalami hambatan intelektual  dengan anak normal dalam


proses belajar adalah terletak pada hambatan dan masalah atau karakteristik
belajarnya.
2. Perbedaan karakteristik belajar anak anak mengalami hambatan intelektual
dengan anak sebayanya, anak anak mengalami hambatan intelektual
mengalami masalah dalam hal yaitu:
a. Tingkat kemahirannya dalam memecahkan masalah
b. Melakukan generalisasi dan mentransfer sesuatu yang baru
c. Minat dan perhatian terhadap penyelesaian tugas.

Kebutuhan Pembelajaran Peserta Didik Berkebutuhan


Khusus
Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Fisik

Anak dengan Hambatan Gerak Anggota Tubuh (Tunadaksa)

Berkaitan dengan pembelajaran, tujuannya adalah untuk membantu menyiapkan


peserta didik agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan
sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik
dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan
kemampuannya dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan (uu no.2 tahun
1989 tentang uspn dan pp no.72 tentang plb).

Connor (1975) mengemukakan sekurang-kurangnya tujuh aspek yang perlu


dikembangkan pada diri masing-masing anak tunadaksa melalui pendidikan, yaitu:

 Pengembangan intelektual dan akademik


 Membantu perkembangan fisik
 Meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak
 Mematangkan aspek sosial
 Mematangkan moral dan spiritual
 Meningkatkan ekspresi diri
 Mempersiapkan masa depan anak 

Pengembangan diri pada anak tunadaksa perlu memperhatikan:

 Program pembelajaran yang diindividualisasikan


 Prinsip pembelajaran: prinsip multisensory dan Individualisasi
 Penataan lingkungan belajar: bangunan gedung memprioritaskan tiga
kemudahan: mudah keluar masuk, mudah bergerak dalam ruangan, dan mudah
mengadakan penyesuaian.
 Personil: guru plb, guru reguler, dokter ahli anak, dokter ahli rehabilitasi medis,
dokter ahli ortopedi, dokter ahli syaraf, psikolog, guru bimbingan dan penyuluhan,
social worker, fisioterapist, occupational therapist, speechterapist, orthotic dan
prosthetic.

Kebutuhan Pembelajaran Peserta Didik Berkebutuhan


Khusus
Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Lainnya

Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Perilaku dan Emosi


Kebutuhan pembelajaran bagi anak hambatan perilaku dan emosi yang harus
diperhatikan oleh guru antara lain adalah:

1. Mengetahui strategi pencegahan dan intervensi bagi individu yang beresiko


mengalami gangguan emosi dan perilaku.
2. Menggunakan variasi teknik yang tidak kaku dan keras untuk mengontrol tingkah
laku target dan menjaga atensi dalam pembelajaran.
3. Menjaga rutinitas pembelajaran dengan konsisten, dan terampil dalam problem
solving dan mengatasi konflik.
4. Merencanakan dan mengimplementasikan reinforcement secara individual dan
modifikasi lingkungan dengan level yang sesuai dengan tingkat perilaku.
5. Mengintegrasikan proses belajar mengajar (akademik), pendidikan afektif, dan
manajemen perilaku baik secara individual maupun kelompok.
6. Melakukan asesmen atas tingkah laku sosial yang sesuai dan problematik pada
siswa secara individual.
7. Perlu adanya penataan lingkungan yang kondusif (menyenangkan) bagi setiap
anak.
8. Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan hambatan dan masalah yang dihadapi
oleh setiap anak.
9. Adanya kegiatan yang bersifat kompensatoris sesuai dengan bakat dan minat
anak.
10. Perlu adanya pengembangan akhlak atau mental melalui kegiatan sehari-hari,
dan contoh dari lingkungan.

Kebutuhan Pembelajaran Peserta Didik Berkebutuhan


Khusus
Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Lainnya

Kebutuhan Pembelajaran Anak Cerdas dan Bakat Istimewa

Kebutuhan pembelajaran bagi anak cerdas istimewa dan bakat istimewa adalah sebagai
berikut.

1. Program pengayaan horisontal, meliputi:

a. Mengembangkan kemampuan eksplorasi.


b. Mengembangkan pengayaan dalam arti memperdalam dan memperluas hal-hal
yang ada di luar kurikulum biasa.
c. Eksekutif intensif dalam arti memberikan kesempatan untuk mengikuti program
intensif bidang tertentu yang diminati secara tuntas dan mendalam dalam waktu
tertentu.

2. Program pengayaan vertikal, yaitu:

a. Acceleration, percepatan/maju berkelanjutan dalam mengikuti program yang


sesuai dengan kemampuannya, dan jangan dibatasi oleh jumlah waktu, atau
tingkatan kelas.
b. Independent study, memberikan seluas-luasnya kepada anak untuk belajar dan
menjelajahi sendiri bidang yang diminati.
c. Mentorship, memadukan antara yang diminati anak gifted dan tallented dengan
para ahli yang ada di masyarakat.

Kebutuhan Pembelajaran Peserta Didik Berkebutuhan


Khusus
Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Lainnya

Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Autism

Kebutuhan pembelajaran bagi anak anak autis adalah sebagai berikut:

1. Diperlukan adanya pengembangan strategi untuk belajar dalam seting kelompok.


2. Perlu menggunakan beberapa teknik di dalam menghilangkan perilaku-perilaku
negatif yang muncul dan mengganggu kelangsungan proses belajar secara
keseluruhan (stereotip).
3. Guru perlu mengembangkan ekspresi dirinya secara verbal dengan berbagai
bantuan.
4. Guru terampil mengubah lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan
bagi anak, sehingga tingkah laku anak dapat dikendalikan pada hal yang
diharapkan.

Kebutuhan Pembelajaran Peserta Didik Berkebutuhan


Khusus
Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Lainnya

Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Kesulitan Belajar Spesifik

Peserta didik yang mengalami hambatan belajar spesifik (disleksia, diskalkulia,


disgrafia) perlu adanya intervensi yang melibatkan seluruh indera dalam proses belajar
mengajarnya. Salah satu teknik yang dapat diterapkan adalah teknik multi sensori.
Berikut hal-hal yang harus dilakukan guru dalam menangani di dalam kelas;

1. Perkenalkan belajar alfabet secara sekuensial (berurutan) secara bertahap dan


berurut.
2. Alfabet diperkenalkan menggunakan huruf-huruf dari kayu atau plastik, sehingga
anak dapat melihat huruf, mengambilnya, merasakannya dengan mata terbuka
atau tertutup dan mengucapkan bunyinya.
3. Peserta didik perlu tahu bahwa huruf /i/ muncul sebelum /k/, Alfabet dapat dibagi
ke dalam beberapa kelompok, yang membuat mudah anak mengingat di
kelompok mana huruf tersebut berada

4. Menyortir dan mencocokkan huruf kapital, huruf kecil, bentuk cetak, dan tulisan
tangan dari huruf; melatih keterampilan sequencing dengan huruf dan bentuk-
bentuk terpotong; dan melatih menempatkan tiap huruf dalam alfabet dalam
hubungannya dengan huruf lain.

Anda mungkin juga menyukai