Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa II, dengan
Dosen Pembimbing Rully Andika, Skep., MAN
Disusun Oleh:
Kelompok 8
1. Vinny Alvionita
SI KEPERAWATAN
STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN 2018/2019
BAB II
PEMBAHASAN
c. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri
dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual,
memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak
istri. Kekerasan seksual berat, berupa:
a. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh
organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan
lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa
dikendalikan.
b. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada
saat korban tidak menghendaki.
c. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai,
merendahkan dan atau menyakitkan.
d. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan
pelacuran dan atau tujuan tertentu.
e. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
f. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan
alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
d. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan
atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis
ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri.
Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan
pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
a. Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk
pelacuran.
b. Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
c. Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban,
merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.
d. Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya
sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya
secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.
5. FAKTOR PENYEBAB KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(KDRT)
Padahal saat ini, kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi isu
global yang mengundang perhatian berbagai kalangan. Kekerasan dalam
rumah tangga yang selama ini banyak terjadi dapat dikatakan sebagai suatu
fenomena gunung es. Artinya bahwa persoalan kekerasan dalam rumah
tangga yang selama ini terekspose ke permukaan (publik) hanyalah
puncaknya saja. Persoalan kekerasan dalam rumah tangga yang muncul
dalam sebuah keluarga lebih banyak dianggap sebagai sebuah permasalahan
yang sifatnya pribadi dan harus diselesaikan dalam lingkup rumah tangga
(bersifat tertutup dan cenderung sengaja ditutup-tutupi).
Namun demikian, terlepas dari apapun penyebabnya, dampak dari
kekerasan dalam rumah tangga tentu sangat luas. Dampak yang dirasakan
tidak hanya pada perempuan yang menjadi korban secara langsung, namun
juga berdampak pada anak-anak.
1) Dampak Kekerasan pada Anak
Dampak pertama adalah ketegangan. Anak senantiasa hidup dalam
bayang-bayang kekerasan yang dapat terjadi kapan saja dan ini
menimbulkan efek antisipasi. Anak selalu mengantisipasi jauh
sebelumnya bahwa kekerasan akan terjadi sehingga hari-harinya terisi
oleh ketegangan.
a. Berikut adalah mengunci pintu perasaan. Ia berupaya melindungi
dirinya agar tidak tegang dan takut dengan cara tidak mengizinkan
dirinya merasakan apa pun. Singkat kata, ia membuat perasaannya
mati supaya ia tidak lagi harus merasakan kekacauan dan
ketegangan.
b. Kebalikan dari yang sebelumnya adalah justru membuka pintu
perasaan selebar-lebarnya, dalam pengertian ia tidak lagi
memunyai kendali atas perasaannya. Ia mudah marah, takut, sedih,
tegang dan semua perasaan ini mengayunkannya setiap waktu.
c. Dampak berikut adalah terhambatnya pertumbuhan anak. Untuk
dapat bertumbuh dengan normal anak memerlukan suasana hidup
yang tenteram. Ketakutan dan ketegangan melumpuhkan anak dan
menghambat pertumbuhan dirinya. Misalnya, dalam kepercayaan,
ia sukar sekali memercayai siapa pun dan masalah ini akan
memengaruhi relasinya kelak sebab ia akan mengalami kesulitan
membangun sebuah relasi yang intim.
d. Terakhir adalah kekerasan dalam rumah tangga akan mendistorsi
pola relasi. Pada akhirnya anak rawan untuk mengembangkan pola
relasi bermasalah seperti manipulatif, pemangsa, pemanfaat, dan
peran korban.
D. TRAFFICKING HUMAN
1. Pengertian
Trafficking adalah konsep dinamis dengan wujud yang berubah
dari waktu kewaktu, sesuai perkembangan ekonomi, sosial dan politik.
Sampai saat ini tidak ada definisi trafficking yang disepakati secara
internasional, sehingga banyak perdebatan dan respon tentang definisi
yang dianggap paling tepat tentang fenomena kompleks yang disebut
trafficking ini.
F. ANAK JALANAN
1. Pengertian Anak Jalanan
Istilah anak jalanan pertama kali diperkenalkan di Amerika
selatan, tepatnya di Brazilia, dengan nama Meninos de Ruas untuk
menyebut kelompok anak-anak yang hidup di jalanan dan tidak
memiliki ikatan dengan keluarga. Istilah anak jalanan berbeda-beda untuk
setiap tempat, misalnya di Columbia mereka disebut “gamin” (urchin atau
melarat) dan “chinces” (kutu kasur), “marginais” (criminal atau marjinal) di
Rio, “pa’jaros frutero” (perampok kecil) di Peru, “polillas” (ngrengat) di
Bolivia, “resistoleros” (perampok kecil) di Honduras, “Bui Doi” (anak
dekil) di Vietnam, “saligoman” (anak menjijikkan) di Rwanda. Istilah-
istilah itu sebenarnya menggambarkan bagaimana posisi anak-anak jalanan
A. Kesimpulan
1. Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) di
definisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus
untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna.
Penyebutan sebagai anak berkebutuhan khusus, dikarenakan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan,
layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan
lainnya yang bersifat khusus. Dalam penanganan anak berkebutuhan khusus,
terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan, diantaranya yaitu penguatan kondisi
mental orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, dukungan sosial
yang kuat dari tetangga dan lingkungan sekitar anak berkebutuhan khusus
tersebut, dan yang terakhir adalah peran aktif pemerintah dalam menjadikan
pelayanan kesehatan dan konsultasi bagi anak berkebutuhan khusus.
2. Perkosaan adalah hubungan seksual tanpa kehendak bersama, yang dipaksakan
oleh satu pihak kepada pihak lain,yang juga dapat merupakan tindak pseudo
seksual yaitu perilaku seksual yang tidak selalu di motivasi dorongan seksual
sebagai motivasi primer, melainkan berhubungan dengan penguasaan dan
dominan, agresi dan perendahan pada satu pihak (korban) oleh pihak
lainnya(pelaku).
3. Masalah anak jalanan adalah masalah yang sangat kompleks yang menjadi
masalah kita bersama. Masalah ini tidak dapat ditangani hanya oleh satu pihak
saja melainkan harus ditangani bersama-sama oleh berbagai pihak yang perduli
permasalahan ini juga dapat diatasi dengan suatu program yang komprehensi
dan tidak akan dapat tertangani secara efektif bila dilaksanakan secara persial.
Dengan demikian kerja sama antara berbagai pihak, pemerintah, LSM, masa
media mutlak diperlukan. Khusus mengenai aspek hukum yang melindungi
anak jalanan yang terpaksa bekerja juga merupakan komponen yang perlu
diperhatikan karena masih lemahnya peraturan dan perundang-undangan yang
mengatur masalah ini.
B. Saran
Setelah mengetahui dan memahami segala sesuatu hal yang berhubungan
dengan anak berkebutuhan khusus, sangat diharapkan bagi masyarakat indonesia
terutama bagi para pendidik dalam menyikapi dan mendidik anak. Saran saya
dalam menanggulangi permasalahan tersebut adalah dengan adanya semacam
kampanye kepada masyarakat luas untuk peduli dan meningkatkan kesadaran
terhadap anak anak jalanan yang ada di Indonesia ini melalui poster, iklan layanan
dan sebagainya
DAFTAR PUSTAKA