Anda di halaman 1dari 16

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus


Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses
pertumbuhan atau perkembangan mengalami kelainan atau
penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial dan atau emosional
dibanding dengan anakanak lain seusianya, sehingga mereka
memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkebutuhan khusus
biasanya disebut sebagai anak luar biasa yang didefinisikan sebagai
anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna. Kata
luar biasa dalam dunia pendidikan merupakan julukan atau sebutan bagi
mereka yang memiliki kekurangan atau mengalami berbagai kelainan
dan penyimpangan yang tidak alami seperti orang normal pada
umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami
kelainan dengan karakteristik khusus yang membedakannya dengan
anak normal pada umumnya serta memerlukan pendidikan khusus
sesuai dengan jenis kelainannya.

B. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus


Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda
perkembangan fisik, mental, atau sosial dari perkembangan gerak anak-
anak normal seperti pada umumnya, sehingga dengan kondisi tersebut
memerlukan bantuan khusus dalam usahanya untuk mencapai tahap
pekembangan gerak yang maksimal. Dwi, dkk, 2012: 226 (dalam I
Purbasari). Anak berkebutuhan khusus dalam lingkungan pendidikan
dapat diartikan seseorang yang memiliki ciri-ciri penyimpangan fisik,
mental, emosi atau tingkah laku yang membutuhkan pelayanan
modifikasi dan pelayan khusus agar dapat berkembang secara
maksimal. Anak berkebutuhan khusus meliputi tunarungu, tunanetra,
tunadaksa, tunagrahita, tunalaras, autis, down syndrome, kemunduran
(retardasi) mental.

1. Karakteristik Anak Tunarungu


Secara umum anak tunarungu dapat diartikan anak yang tidak dapat
mendengar. Tidak dapat mendengar tersebut dapat dimungkinkan
kurang dengar atau tidak mendengar sama sekali. Secara fisik, anak
tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya, sebab
orang akan mengetahui bahwa anak menyandang ketunarunguan
pada saat berbicara, anak tersebut berbicara tanpa suara atau dengan
suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau bahkan tidak
berbicara sama sekali, anak tersebut hanya berisyarat.

Menurut Murni Winarsih 2007: 23(dalam Heri Purwanto),


menyatakan tunarungu adalah seseorang yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian
atau seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak fungsinya sebagian atau
seluruh alat pendengaran, sehingga anak tersebut tidak dapat
menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal
tersebut berdampak terhadap kehidupannya secara kompleks
terutama pada kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi yang
sangat penting. Gangguan mendengar yang dialami anak tunarungu
menyebabkan terhambatnya perkebangan bahasa anak, karena
perkembangan tersebut, sangat penting untuk berkomunikasi dengan
orang lain. Berkomunikasi dengan orang lain membutuhkan bahasa
dengan artikulasi atau ucapan yang jelas sehingga pesan yang akan
disampaikan dapat tersapaikan dengan baik dan mempunyai satu
makna, sehingga tidak ada salah tafsir makna yang dikomunikasikan.

Ketunarunguan adalah seseorang yang mengalami gangguan


pendengaran yang meliputi seluruh gradasi ringan, sedang, dan
sangat berat yang dalam hal ini dapat dikelompokkan menjadi dua
golongan yaitu kurang dengar dan tuli, yang menyebabkan
terganggunya proses perolehan informasi atau bahasa sebagai alat
komunikasi. Besar kecil kehilangan pendengaran sangat berpengaruh
terhadap kemampuan komunikasinya dalam kehidupan sehari-hari,
terutama bicara dengan artikulasi yang jelas dan benar. Bicara
dengan artikulasi yang jelas akan mempermudah orang lain
memahami pasan yang disampaikan.

Karakteristik anak tunarungu sangat kompleks dan berbeda-beda


satu sama lain. Secara kasat mata keadaan anak tunarungu sama
seperti anak normal pada umumnya. Apabila dilihat beberapa
karakteristik yang berbeda. Karakteristik bahasa dan bicara anak
tunarungu. Suparno 2001: 14 (dalam Heri Purwanto), menyatakan
karakteristik anak tunarungu dalam segi bahasa dan bicara adalah
sebagai berikut.
a. Miskin kosa kata
b. Mengalami kesulitan dalam mengerti ungkapan bahasa yang
mengandung arti kiasan dan kata-kata abstrak
c. Kurang menguasai irama dan gaya bahasa.
d. Sulit memahami kalimat-kalimat yang kompleks atau kaliamat-
kalimat yang panjang serta bentuk kiasan.

Anak tunarungu juga mempunyai beberapa karakteristik, terutama


keterbatasan kosakata. Hal tersebut yang menyebabkan anak
tunarungu kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Terlebih lagi
permasalahan tentang kejelasan dalam berbicara. Anak tunarungu
biasanya mengalami masalah dalam artikulasi, yaitu mengucapkan
kata-kata yang tidak atau kurang jelas. Namun, hal itu dapat diatasi
dengan metode drill, yaitu anak melakukan latihan menucapkan
kata-kata secara berulang-ulang sampai anak terampil atau terbiasa
berbicara dengan artikulasi yang tepat dan jelas. Heri Purwanto
(1998: 58-59) menyatakan karakteristik anak tunarungu wicara pada
umumnya memiliki kelambatan dalam perkembangan bahasa wicara
bila dibandingkan dengan perkembangan bicara anak-anak normal,
bahkan anak tunarungu total (tuli) cenderung tidak dapat berbicara
(bisu). Anak tunarungu mempunyai karakteristik yang spesifik
bahwa anak tunarungu mempunyai hambatan dalam perkembangan
bahasa (mendapatkan bahasa). Bahasa sebagai alat komunikasi
dengan orang lain. Sedangkan, Anak tunarungu mempunyai
permasalahan dalam wicaranya untuk berkomunikasi dengan orang
lain, karena wicara sebagai alat yang sangat penting dalam
komunikasi. Dalam berbicara pun harus menggunakan artikulasi
yang jelas agar pesan mudah diterima oleh orang lain, maka dari itu
anak harus dilatih secara berulang-ulang sehingga anak terampil
mengucapkan kata-kata dengan artikulasi yang tepat dan jelas.

Mencermati beberapa definisi di atas dapat diketahui bahwa seorang


tunarungu memiliki keterbatasan dalam memperoleh bahasa dan
mengalami permasalahan dalam bicaranya. Kurang berfungsinya
indera pendengaran menyebabkan anak tidak dapat menirukan
ucapan kata-kata dengan tepat dan jelas. Oleh sebab itu, anak
tunarungu untuk mendapatkan bahasa atau kosa kata harus melalui
proses belajar mengenal kosakata dan belajar mengucapkan katakata
dengan artikulasi yang jelas. Belajar mengucapkan kata-kata tersebut
harus dilakukan secara berulang-ulang agar anak menjadi terampil
dan terbiasa mengucapkan kata-kata dengan artikulasi yang tepat dan
jelas.

2. Karakteristik Anak Tunanetra


Tunanetra berasal dari kata tuna yang berarti rusak atau rugi dan
netra yang berarti mata. Jadi tunanetra yaitu individu yang
mengalami kerusakan atau hambatan pada organ mata. Mohammad
Efendi (dalam F Khalidah) mendefinisikan tunanetra sebagai suatu
kondisi penglihatan dimana “anak yang memiliki visus sentralis 6/60
lebih kecil dari itu atau setelah dikoreksi secara maksimal
penglihatannya tidak memungkinkan lagi mempergunakan fasilitas
pendidikan dan pengajaran yang biasa digunakan oleh anak
normal/orang awas. Seseorang dikatakan tunanetra dalam pandangan
medis apabila “memiliki visus dua puluh per dua ratus atau kurang
dan memiliki lantang pandangan kurang dari dua puluh derajat”.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa tunanetra yaitu
berkurangnya fungsi atau ketidakfungsian indra penglihatan
seseorang untuk melihat bayangan benda dalam aktivitas sehari-hari
sehingga membutuhkan pendidikan khusus guna mendukung
aktivitas belajarnya.

Anak tunanetra secara fisik sama dengan anak-anak pada umumnya,


namun terdapat beberapa hal yang membedakan antara keduanya.
Terdapat beberapa karakteristik yang ada pada anak tunanetra
sebagai berikut.
a. Kognitif
Keterbatasan atau ketidakmampuan penglihatan berpengaruh pada
perkembangan dan proses belajar siswa. Lowenfeld sebagaimana
yang dikutip oleh Ardhi Wijaya (dalam F Khalidah)
menggambarkan dampak kebutaan dan lowfision terhadap
perkembangan kognitif anak. Ia mengidentifikasi keterbatasan
anak pada tiga area yaitu:
1) Tingkat dan keanekaragaman pengalaman
Pengalaman anak tunanetra diperoleh dari indra-indra yang
masih berfungsi pada tubuhnya, terutama indra pendengaran
dan perabaan. Namun kedua indra tersebut tidak dapat
menyeluruh dalam memberikan informasi seperti informasi
warna, ukuran, dan ruang. Dalam memperoleh informasi anak
haruslah melakukan kontak langsung dengan benda yang ia
pelajari, sehingga untuk benda yang terlampau jauh seperti
langit dan bintang, benda yang terlalu besar seperti gunung,
benda yang terlalu rapuh seperti hewan kecil, atau benda yang
membahayakan seperti api merekasulit untuk mengakses dan
memperoleh informasi karena sulit diteliti dengan indra
perabaan.
2) Kemampuan untuk berpindah tempat
Keterbatasan penglihatan membuat anak tunanetra harus
belajar berjalan dan mengenali lingkungannya agar mampu
melakukan mobilitas secara aman, efektif, dan efisien.
3) Interaksi dengan lingkungan
Anak tunanetra sulit untuk berinteraksi dengan lingkungan,
karena keterbatasan penglihatan mereka. Mereka
membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dalam mengenali
lingkungannya.
b. Akademik
Kemampuan akademik anak tunanetra secara umum sama dengan
anak normal lainnya. Ketunanetraan mereka berpengaruh pada
keterampilan membaca dan menulis mereka. Untuk memenuhi
kebutuhan membaca dan menulis mereka dibutuhkan media dan
alat yang sesuai. Anak dengan tunanetra total dapat membaca dan
menulis dengan huruf braille, sedangkan anak low fision
menggunakan huruf cetak dengan ukuran yang besar
c. Fisik
Keadaan fisik anak tunanetra yang sangat mencolok yaitu
kelainan pada organ matanya. Terdapat beberapa gejala tunanetra
yang dapat diamati yaitu mata juling, sering berkedip,
menyipitkan mata, kelopak mata merah, mata infeksi, gerakan
mata tak beraturandan cepat, mata selalu berair (mengeluarkan air
mata), serta pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.
d. Motorik
Hilangnya kemampuan penglihatan tidak memberi pengaruh
besar pada keadaan motorik anak. Anak hanya membutuhkan
belajar dan waktu yang sedikit lebih lama untuk melakukan
mobilitas. Seiring berjalannya waktu anak dapat mengenali
lingkungannya dan beraktivitas dengan aman dan efisien.
e. Perilaku
Secara tidak langsung kondisi ketunaan anak tunanetra
menimbulkan masalah pada perilaku kesehariannya. Wujud
perilaku tersebut dapat berupa menggosok mata secara
berlebihan, menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan
kepala atau mencondongkan kepala ke depan, sukar membaca
atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat memerlukan
penggunaan mata, berkedip lebih banyak daripada biasanya atau
lekas marah apabila mengerjakan suatu pekerjaan, membawa
bukunya ke dekat mata, tidak dapat melihat benda-benda yang
agak jauh, menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi, tidak
tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-
tugas yang memerlukan penglihatan, janggal dalam bermain yang
memerlukan kerjasama tangan dan mata, dan menghindar dair
tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau memerlukan
penglihatan jarak jauh
f. Pribadi dan Sosial
Keterbatasan penglihatan anak tunanetra berdampak pada
kemampuan sosial mereka. Mereka kesulitan dalam mengamati
dan menirukan perilaku sosial dengan benar. Mereka memerlukan
latihan dalam pengembangan persahabatan dengan sekitar,
menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur
tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi
wajah, mempergunakan intonasi suara dalam mengekspresikan
perasaan, serta menyampaikan pesan yang tepat saat
berkomunikasiSementara karakteristik sosial yang umum terlihat
pada anak tunanetra yaitu hambatan kepribadian seperti curiga,
mudah tersinggung, dan ketergantungan yang besar pada orang di
sekelilingnya.
Karakteristik anak tunanetra dikelompokkan pada enam poin
penting. Pertama dalam hal kognitif anak memiliki pengalaman
yang lebih terbatas pada anak-anak normal, kemampuan mobilitas
yang terbatas serta sulit berinteraksi dengan lingkungan secara
baik. Kedua dalam hal akademik dikembangkan dengan
menggunakan huruf braille. Ketiga dalam hal fisik mata mereka
kadang terlihat juling, memerah, bahkan berair. Keempat dalam
hal motorik mereka membutuhkan waktu yang lama dalam
mengenali lingkungan sekitarnya. Kelima perilaku anak yang
terkadang menekan-nekan mata, mengucek mata,
memutarmutarkan badan. Dan keenam dalam hal pribadi dan
sosial mereka cenderung kesulitan mengamati dan meniru
perilaku sosial sekitarnya dengan benar.

3. Karakteristik Anak Tunadaksa


Tunadaksa dapat diartikan sebagai cacat tubuh. Dalam banyak
literatur gangguan fisik dan motorik atau kerusakan tubuh tidak
dilepaskan dari pembahasan tentang kesehatan, sehingga sering
dijumpai judul, "Physical and Health Imppairments" (kerusakan atau
gangguan fisik dan kesehatan). Hal ini disebabkan karena seringkali
gangguan atau kerusakan fisik ada kaitannya dengan gangguan
kesehatan. Sebagai contoh, otak adalah pusat control seluruh tubuh
manusia, apabila ada sesuatu yang salah pada otak (luka atau infeksi)
dapat mengakibatkan sesuatu pada fisik/tubuh, pada emosi, atau
terhadap fungsifungsi mental.

Anak gangguan fisik dan motorik merupakan kelompok terkecil dari


dari anak luar biasa dan jenis kelainannya beraneka ragam.
Dikatakan terkecil karena persentasenya diperkirakan 0,06 % dari
populasi anak usia sekolah sedangkan kelainannya beraneka ragam
dan bervariasi. Sistem penggolongan diperlukan untuk memudahkan
dalam mempelajarai anak gangguan fisik dan motorik.
Penggolongan anak gangguan fisik dan motorik dapat dilihat dari
segi:
a. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kelainan
b. Sistem kelainan yang terdapat pada anak gangguan fisik dan
motorik

4. Karakteristik Anak Tunagrahita


Tunagrahita disebut juga dengan anak gangguan intelektual.
Disamping ada anak yang normal, ada pula anak di bawah normal
dan di atas normal. Beberapa anak lebih cepat belajar dari pada anak
yang lain, di samping ada juga anak yang belajar lebih lamban dari
teman seusianya. Demikian pula perkembangan sosial anak, ada
yang lebih cepat, ada pula yang lebih larnban dari anak normal.
Anak-anak dalam kelompok di bawah normal dan/atau lebih lamban
dari pada anak normal, baik perkembangan sosial maupun
kecerdasannya disebut anak terbelakang mental; istilah resminya di
Indonesia disebut Anak Tunagrahita ( Permendiknas 70 tahun
2009)dan ada juga yang menyebut dengan anak gangguan
intelektual.

Karakteristik anak tunagrahita menurut brown at all , 1991; wolery


& harring , 1994 pada eksepsional children five edition, p.485 – 486,
1996 (dalam Pudji Asri) menyatakan
a. Lamban dalam mempelajari hal hal baru, mempunyai kesulitan
dalam pmempelajari dengan kemampuan abstrak atau yang
berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang di pelajari anpa latihan
terus menerus
b. Kesulitandalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yag
baru
c. Kemampuan bicaranya sagat kurang bagi anak tyunagrahita berat
d. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Anak tunagrahita berat
mempunyai keterbatasan daam gerak fisik, ada yang tidak dapat
berjalan dan ada yang tidak dapat berdiri atau bangun tanpa
bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang
sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan mendonakan
kepala.
e. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari
anak tunagrahita berat sangat sulit utuk mengurus diri sendiri,
seperti berpakaian, makan, mengurus kebersihan diri mereka
selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari
kemampuan dasar

5. Karakteristik Anak Tunalaras


Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam
mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Definisi anak tunalaras atau
emotionally handicapped atau behavioral disorder lebih terarah
berdasarkan definisi dari Eli M Bower (Bandi Delphie, 2006: 17)
bahwa anak dengan hambatan emosional atau kelainan perilaku,
apabila menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen
berikut ini: tidak mampu belajar bukan disebabkan karena faktor
intelektual, sensori atau kesehatan, tidak mampu untuk melakukan
hubungan baik dengan teman-teman dan guru, bertingkah laku atau
berperasaan tidak pada tempatnya, secara umum mereka selalu
dalam keadaan tidak gembira atau depresi, dan bertendensi ke arah
simptom fisik seperti merasa sakit atau ketakutan yang berkaitan
dengan orang atau permasalahan di sekolah.

Karakteristik anak tunalaras menurut Rusli Ibrahim (2005: 49-50),


sebagai berikut:
a. Intelegensia dan Prestasi Akademis
Anak tunalaras rata-rata memiliki kecerdasan (IQ) yang setelah
diuji menghasilkan sebaran normal 90, dan sedikit yang memiliki
nilai di atas sebaran nilai anak-anak normal dan kemungkinan
besar memiliki nilai IQ keterbelakangan mental serta ada juga
yang memiliki kecerdasan sangat tinggi dalam nilai tes
kecerdasan. Anak tunalaras biasanya tidak mencapai taraf yang
diharapkan pada usia mentalnya dan jarang ditemukan yang
berprestasi akademisnya meningkat, dan rendahnya prestasi
mereka pada pelajaran membaca dan matematika sangat
menonjol.
b. Persepsi dan Keterampilan Motorik
Anak tunalaras sulit melakukan aktivitas yang kompleks, merasa
enggan dalam aktivitas, malas dan merasa tidak mampu dalam
melakukan aktivitas jasmani. Keterampilan motorik sangat
menunjang bagi pertumbuhan dan perkembangan individu di
samping keuntungan lain, seperti perkembangan sosial,
kemampuan berpikir dan kesadaran persepsi. Oleh karena itu, di
sinilah pentingnya pembelajaran pendidikan jasmani seperti
permainan sepak bola bagi anak tunalaras.

6. Karakteristik Anak Autis


Istilah autis pertama kali dikemukakan oleh Leo Kanner (1943)
psikolog dari Universitas John Hopkins. Ia memakai istilah autis
yang secara sosial tidak mau bergaul dan asyik tenggelam dengan
kerutinan, anak-anak yang harus berjuang keras untuk bisa
menguasai bahasa lisan namun tak jarang menyimpan bakat
intelektual tinggi. Gejala autis disebabkan beberapa faktor yaitu
genetik, infeksi virus rubella atau galovirus saat dalam kandungan,
faktor makanan seperti makanan yang mengandung gluten dan
kasein, gangguan metabolik yang menyebabkan kelainan pada
system limbik, kondisi ibu yang merokok pada saat hamil, serta
pencemaran terhadap logam berat terutama timbal. Autis berasal dari
kata autos yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti aliran.
Autisme berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunia sendiri.
Autis diduga akibat kerusakan saraf otak yang bisa muncul karena
beberapa faktor, diantaranya: genetic dan faktor lingkungan.
Menurut Buku Pedoman Penanganan dan Pendidikan Autisme 2011
(dalam F maisaroh). Penyandang autis memiliki karakteristik/ gejala
dalam hal berikut.
a. Karakteristik dalam interaksi sosial
1) Menyendiri (aloof): terlihat pada anak yang menarik diri, acuh
tak acuh, dan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta
menunjukkan perilaku dan perhatian yang terbatas (tidak
hangat).
2) Pasif : dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan
anak lain jika pola permaiannya disesuaikan dengan dirinya.
3) Aktif tapi aneh: secara spontan akan mendekati anak lain,
namun interaksi ini seringkali tidak sesuai dan sering hanya
sepihak
b. Karakteristik dalam komunikasi antara lain adalah:
1) Bergumam
2) Sering mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata
dan kesukaran dalam mengggunakan bahasa dalam konteks
yang sesuai dan benar
3) Sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar
atau yang pernah mereka dengar sebelumnya tanpa
bermaksud untuk berkomunikasi
4) Bila bertanya sering menggunakan kata ganti orang dengan
terbalik, seperti "saya" menjadi "kamu" dan menyebut diri
sendiri sebagai "kamu
5) Sering berbicara pada diri sendiri dan mengulang potongan
kata atau lagu dari iklan tv dan mengucapkannya di muka
orang lain dalam suasana yang tidak sesuai.
6) Bila bertanya sering menggunakan kata ganti orang dengan
terbalik, seperti "saya" menjadi "kamu" dan menyebut diri
sendiri sebagai "kamu”
7) Sering berbicara pada diri sendiri dan mengulang potongan
kata atau lagu dari iklan tv dan mengucapkannya di muka
orang lain dalam suasana yang tidak sesuai.
8) Penggunaan kata-kata yang aneh atau dalam arti kiasan,
seperti seorang anak berkata "sembilan" setiap kali ia
melihat kereta api.
9) Mengalami kesukaran dalam berkomunikasi walaupun
mereka dapat berbicara dengan baik, karena tidak tahu
kapan giliran mereka berbicara, memilih topik
pembicaraan, atau melihat kepada lawan bicaranya.
10) Bicaranya monoton, kaku, dan menjemukan.
11) Kesukaran dalam mengekspresikan perasaan atau emosinya
melalui nada suara
12) Tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuh untuk
menyampaikan keinginannya, tetapi dengan mengambil
tangan orangtuanya untuk mengambil obyek yang dimaksud
13) Mengalami gangguan dalam komunikasi nonverbal; mereka
sering tidak menggunakan gerakan tubuh dalam
berkomunikasi untuk mengekspresikan perasaannya atau
untuk merabarasakan perasaan orang lain,
misalnyamenggelengkan kepala, melambaikan tangan,
mengangkat alis, dan sebagainya.
c. Karakteristik dalam perilaku dan pola bermain
1) Abnormalitas dalam bermain, seperti stereotip, diulang-ulang
dan tidak kreatif
2) Tidak menggunakan mainannya dengan sesuai
3) Menolak adanya perubahan lingkungan dan rutinitas baru
4) Minatnya terbatas, sering aneh, dan diulang-ulan
5) Hiperaktif pada anak prasekolah atau sebaliknya hipoaktif
6) Gangguan pemusatan perhatian, impulsifitas, koordinasi
motorik terganggu, kesulitan dalam melakukan aktivitas
kehidupan sehari- hari
d. Karakteristik kognitif
1) Hampir 75-80% anak autis mengalami retardasi mental
dengan derajat rata-rata sedang.
2) Sebanyak 50% dari idiot savants (retardasi mental yang
menunjukan kemampuan luar biasa) adalahseorang
penyandang autism
DAFTAR PUSTAKA

Asri, Pudji. 2012. Pendidikan Luar Biasa. Bandung.


http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195103
261979032-PUDJI_ASRI/Anak_Tunagrahita.pdf. (diakses pada Sabtu,
17 April 2021 pukul 13:33).
Irdamurni, I. 2018. Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Kuningan:
Goresan Pena.
Irmawati, N. 2013. Digilib UIN Sunan Ampel Surabaya. Surabaya.
http://digilib.uinsby.ac.id/10844/5/bab2.pdf. (diakses pada Jum’at 16
April 2021 pukul 22:32).
Khalidah, F. 2017. BAB II LANDASAN TEORI. Kediri.
http://etheses.iainkediri.ac.id/147/3/VII.%20BAB%20II.pdf . (diakses
pada Jum’at 16April 2021 pukul 22:56).
Maisaroh, F. 2018. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang.
http://repository.unimus.ac.id/2712/4/14.%20BAB%20II.pdf. (diakses
pada Sabtu, 17 April 2021 Pukul 14:04)
Purbasari, I. 2015. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEORI ATAU
KONSEP.Kudus.http://eprints.umk.ac.id/4919/2/LAPORAN_PENELI
TIAN_KARAKTER_SISWA_SDLB.6-12.pdf (diakses pada Jum’at 16
April 2021 pukul 22:06).
Purwanto, Heri. 1998. KAJIAN USTAKA ANAK TUNARUNGU.
Yogyakarta. https://eprints.uny.ac.id/7879/3/bab2%20-
%2007103241035.pdf. (diakses pada Jum’at 16 April 2021 Pukul
22:28).

Anda mungkin juga menyukai