Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangan mengalami kelainan atau penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial dan atau emosional dibanding dengan anakanak lain seusianya, sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkebutuhan khusus biasanya disebut sebagai anak luar biasa yang didefinisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna. Kata luar biasa dalam dunia pendidikan merupakan julukan atau sebutan bagi mereka yang memiliki kekurangan atau mengalami berbagai kelainan dan penyimpangan yang tidak alami seperti orang normal pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami kelainan dengan karakteristik khusus yang membedakannya dengan anak normal pada umumnya serta memerlukan pendidikan khusus sesuai dengan jenis kelainannya.
B. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda perkembangan fisik, mental, atau sosial dari perkembangan gerak anak- anak normal seperti pada umumnya, sehingga dengan kondisi tersebut memerlukan bantuan khusus dalam usahanya untuk mencapai tahap pekembangan gerak yang maksimal. Dwi, dkk, 2012: 226 (dalam I Purbasari). Anak berkebutuhan khusus dalam lingkungan pendidikan dapat diartikan seseorang yang memiliki ciri-ciri penyimpangan fisik, mental, emosi atau tingkah laku yang membutuhkan pelayanan modifikasi dan pelayan khusus agar dapat berkembang secara maksimal. Anak berkebutuhan khusus meliputi tunarungu, tunanetra, tunadaksa, tunagrahita, tunalaras, autis, down syndrome, kemunduran (retardasi) mental.
1. Karakteristik Anak Tunarungu
Secara umum anak tunarungu dapat diartikan anak yang tidak dapat mendengar. Tidak dapat mendengar tersebut dapat dimungkinkan kurang dengar atau tidak mendengar sama sekali. Secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak menyandang ketunarunguan pada saat berbicara, anak tersebut berbicara tanpa suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau bahkan tidak berbicara sama sekali, anak tersebut hanya berisyarat.
Menurut Murni Winarsih 2007: 23(dalam Heri Purwanto),
menyatakan tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak fungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga anak tersebut tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut berdampak terhadap kehidupannya secara kompleks terutama pada kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi yang sangat penting. Gangguan mendengar yang dialami anak tunarungu menyebabkan terhambatnya perkebangan bahasa anak, karena perkembangan tersebut, sangat penting untuk berkomunikasi dengan orang lain. Berkomunikasi dengan orang lain membutuhkan bahasa dengan artikulasi atau ucapan yang jelas sehingga pesan yang akan disampaikan dapat tersapaikan dengan baik dan mempunyai satu makna, sehingga tidak ada salah tafsir makna yang dikomunikasikan.
Ketunarunguan adalah seseorang yang mengalami gangguan
pendengaran yang meliputi seluruh gradasi ringan, sedang, dan sangat berat yang dalam hal ini dapat dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu kurang dengar dan tuli, yang menyebabkan terganggunya proses perolehan informasi atau bahasa sebagai alat komunikasi. Besar kecil kehilangan pendengaran sangat berpengaruh terhadap kemampuan komunikasinya dalam kehidupan sehari-hari, terutama bicara dengan artikulasi yang jelas dan benar. Bicara dengan artikulasi yang jelas akan mempermudah orang lain memahami pasan yang disampaikan.
Karakteristik anak tunarungu sangat kompleks dan berbeda-beda
satu sama lain. Secara kasat mata keadaan anak tunarungu sama seperti anak normal pada umumnya. Apabila dilihat beberapa karakteristik yang berbeda. Karakteristik bahasa dan bicara anak tunarungu. Suparno 2001: 14 (dalam Heri Purwanto), menyatakan karakteristik anak tunarungu dalam segi bahasa dan bicara adalah sebagai berikut. a. Miskin kosa kata b. Mengalami kesulitan dalam mengerti ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan dan kata-kata abstrak c. Kurang menguasai irama dan gaya bahasa. d. Sulit memahami kalimat-kalimat yang kompleks atau kaliamat- kalimat yang panjang serta bentuk kiasan.
Anak tunarungu juga mempunyai beberapa karakteristik, terutama
keterbatasan kosakata. Hal tersebut yang menyebabkan anak tunarungu kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Terlebih lagi permasalahan tentang kejelasan dalam berbicara. Anak tunarungu biasanya mengalami masalah dalam artikulasi, yaitu mengucapkan kata-kata yang tidak atau kurang jelas. Namun, hal itu dapat diatasi dengan metode drill, yaitu anak melakukan latihan menucapkan kata-kata secara berulang-ulang sampai anak terampil atau terbiasa berbicara dengan artikulasi yang tepat dan jelas. Heri Purwanto (1998: 58-59) menyatakan karakteristik anak tunarungu wicara pada umumnya memiliki kelambatan dalam perkembangan bahasa wicara bila dibandingkan dengan perkembangan bicara anak-anak normal, bahkan anak tunarungu total (tuli) cenderung tidak dapat berbicara (bisu). Anak tunarungu mempunyai karakteristik yang spesifik bahwa anak tunarungu mempunyai hambatan dalam perkembangan bahasa (mendapatkan bahasa). Bahasa sebagai alat komunikasi dengan orang lain. Sedangkan, Anak tunarungu mempunyai permasalahan dalam wicaranya untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena wicara sebagai alat yang sangat penting dalam komunikasi. Dalam berbicara pun harus menggunakan artikulasi yang jelas agar pesan mudah diterima oleh orang lain, maka dari itu anak harus dilatih secara berulang-ulang sehingga anak terampil mengucapkan kata-kata dengan artikulasi yang tepat dan jelas.
Mencermati beberapa definisi di atas dapat diketahui bahwa seorang
tunarungu memiliki keterbatasan dalam memperoleh bahasa dan mengalami permasalahan dalam bicaranya. Kurang berfungsinya indera pendengaran menyebabkan anak tidak dapat menirukan ucapan kata-kata dengan tepat dan jelas. Oleh sebab itu, anak tunarungu untuk mendapatkan bahasa atau kosa kata harus melalui proses belajar mengenal kosakata dan belajar mengucapkan katakata dengan artikulasi yang jelas. Belajar mengucapkan kata-kata tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang agar anak menjadi terampil dan terbiasa mengucapkan kata-kata dengan artikulasi yang tepat dan jelas.
2. Karakteristik Anak Tunanetra
Tunanetra berasal dari kata tuna yang berarti rusak atau rugi dan netra yang berarti mata. Jadi tunanetra yaitu individu yang mengalami kerusakan atau hambatan pada organ mata. Mohammad Efendi (dalam F Khalidah) mendefinisikan tunanetra sebagai suatu kondisi penglihatan dimana “anak yang memiliki visus sentralis 6/60 lebih kecil dari itu atau setelah dikoreksi secara maksimal penglihatannya tidak memungkinkan lagi mempergunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang biasa digunakan oleh anak normal/orang awas. Seseorang dikatakan tunanetra dalam pandangan medis apabila “memiliki visus dua puluh per dua ratus atau kurang dan memiliki lantang pandangan kurang dari dua puluh derajat”. Dengan demikian dapat dipahami bahwa tunanetra yaitu berkurangnya fungsi atau ketidakfungsian indra penglihatan seseorang untuk melihat bayangan benda dalam aktivitas sehari-hari sehingga membutuhkan pendidikan khusus guna mendukung aktivitas belajarnya.
Anak tunanetra secara fisik sama dengan anak-anak pada umumnya,
namun terdapat beberapa hal yang membedakan antara keduanya. Terdapat beberapa karakteristik yang ada pada anak tunanetra sebagai berikut. a. Kognitif Keterbatasan atau ketidakmampuan penglihatan berpengaruh pada perkembangan dan proses belajar siswa. Lowenfeld sebagaimana yang dikutip oleh Ardhi Wijaya (dalam F Khalidah) menggambarkan dampak kebutaan dan lowfision terhadap perkembangan kognitif anak. Ia mengidentifikasi keterbatasan anak pada tiga area yaitu: 1) Tingkat dan keanekaragaman pengalaman Pengalaman anak tunanetra diperoleh dari indra-indra yang masih berfungsi pada tubuhnya, terutama indra pendengaran dan perabaan. Namun kedua indra tersebut tidak dapat menyeluruh dalam memberikan informasi seperti informasi warna, ukuran, dan ruang. Dalam memperoleh informasi anak haruslah melakukan kontak langsung dengan benda yang ia pelajari, sehingga untuk benda yang terlampau jauh seperti langit dan bintang, benda yang terlalu besar seperti gunung, benda yang terlalu rapuh seperti hewan kecil, atau benda yang membahayakan seperti api merekasulit untuk mengakses dan memperoleh informasi karena sulit diteliti dengan indra perabaan. 2) Kemampuan untuk berpindah tempat Keterbatasan penglihatan membuat anak tunanetra harus belajar berjalan dan mengenali lingkungannya agar mampu melakukan mobilitas secara aman, efektif, dan efisien. 3) Interaksi dengan lingkungan Anak tunanetra sulit untuk berinteraksi dengan lingkungan, karena keterbatasan penglihatan mereka. Mereka membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dalam mengenali lingkungannya. b. Akademik Kemampuan akademik anak tunanetra secara umum sama dengan anak normal lainnya. Ketunanetraan mereka berpengaruh pada keterampilan membaca dan menulis mereka. Untuk memenuhi kebutuhan membaca dan menulis mereka dibutuhkan media dan alat yang sesuai. Anak dengan tunanetra total dapat membaca dan menulis dengan huruf braille, sedangkan anak low fision menggunakan huruf cetak dengan ukuran yang besar c. Fisik Keadaan fisik anak tunanetra yang sangat mencolok yaitu kelainan pada organ matanya. Terdapat beberapa gejala tunanetra yang dapat diamati yaitu mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata merah, mata infeksi, gerakan mata tak beraturandan cepat, mata selalu berair (mengeluarkan air mata), serta pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata. d. Motorik Hilangnya kemampuan penglihatan tidak memberi pengaruh besar pada keadaan motorik anak. Anak hanya membutuhkan belajar dan waktu yang sedikit lebih lama untuk melakukan mobilitas. Seiring berjalannya waktu anak dapat mengenali lingkungannya dan beraktivitas dengan aman dan efisien. e. Perilaku Secara tidak langsung kondisi ketunaan anak tunanetra menimbulkan masalah pada perilaku kesehariannya. Wujud perilaku tersebut dapat berupa menggosok mata secara berlebihan, menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau mencondongkan kepala ke depan, sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat memerlukan penggunaan mata, berkedip lebih banyak daripada biasanya atau lekas marah apabila mengerjakan suatu pekerjaan, membawa bukunya ke dekat mata, tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh, menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi, tidak tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas- tugas yang memerlukan penglihatan, janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata, dan menghindar dair tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau memerlukan penglihatan jarak jauh f. Pribadi dan Sosial Keterbatasan penglihatan anak tunanetra berdampak pada kemampuan sosial mereka. Mereka kesulitan dalam mengamati dan menirukan perilaku sosial dengan benar. Mereka memerlukan latihan dalam pengembangan persahabatan dengan sekitar, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah, mempergunakan intonasi suara dalam mengekspresikan perasaan, serta menyampaikan pesan yang tepat saat berkomunikasiSementara karakteristik sosial yang umum terlihat pada anak tunanetra yaitu hambatan kepribadian seperti curiga, mudah tersinggung, dan ketergantungan yang besar pada orang di sekelilingnya. Karakteristik anak tunanetra dikelompokkan pada enam poin penting. Pertama dalam hal kognitif anak memiliki pengalaman yang lebih terbatas pada anak-anak normal, kemampuan mobilitas yang terbatas serta sulit berinteraksi dengan lingkungan secara baik. Kedua dalam hal akademik dikembangkan dengan menggunakan huruf braille. Ketiga dalam hal fisik mata mereka kadang terlihat juling, memerah, bahkan berair. Keempat dalam hal motorik mereka membutuhkan waktu yang lama dalam mengenali lingkungan sekitarnya. Kelima perilaku anak yang terkadang menekan-nekan mata, mengucek mata, memutarmutarkan badan. Dan keenam dalam hal pribadi dan sosial mereka cenderung kesulitan mengamati dan meniru perilaku sosial sekitarnya dengan benar.
3. Karakteristik Anak Tunadaksa
Tunadaksa dapat diartikan sebagai cacat tubuh. Dalam banyak literatur gangguan fisik dan motorik atau kerusakan tubuh tidak dilepaskan dari pembahasan tentang kesehatan, sehingga sering dijumpai judul, "Physical and Health Imppairments" (kerusakan atau gangguan fisik dan kesehatan). Hal ini disebabkan karena seringkali gangguan atau kerusakan fisik ada kaitannya dengan gangguan kesehatan. Sebagai contoh, otak adalah pusat control seluruh tubuh manusia, apabila ada sesuatu yang salah pada otak (luka atau infeksi) dapat mengakibatkan sesuatu pada fisik/tubuh, pada emosi, atau terhadap fungsifungsi mental.
Anak gangguan fisik dan motorik merupakan kelompok terkecil dari
dari anak luar biasa dan jenis kelainannya beraneka ragam. Dikatakan terkecil karena persentasenya diperkirakan 0,06 % dari populasi anak usia sekolah sedangkan kelainannya beraneka ragam dan bervariasi. Sistem penggolongan diperlukan untuk memudahkan dalam mempelajarai anak gangguan fisik dan motorik. Penggolongan anak gangguan fisik dan motorik dapat dilihat dari segi: a. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kelainan b. Sistem kelainan yang terdapat pada anak gangguan fisik dan motorik
4. Karakteristik Anak Tunagrahita
Tunagrahita disebut juga dengan anak gangguan intelektual. Disamping ada anak yang normal, ada pula anak di bawah normal dan di atas normal. Beberapa anak lebih cepat belajar dari pada anak yang lain, di samping ada juga anak yang belajar lebih lamban dari teman seusianya. Demikian pula perkembangan sosial anak, ada yang lebih cepat, ada pula yang lebih larnban dari anak normal. Anak-anak dalam kelompok di bawah normal dan/atau lebih lamban dari pada anak normal, baik perkembangan sosial maupun kecerdasannya disebut anak terbelakang mental; istilah resminya di Indonesia disebut Anak Tunagrahita ( Permendiknas 70 tahun 2009)dan ada juga yang menyebut dengan anak gangguan intelektual.
Karakteristik anak tunagrahita menurut brown at all , 1991; wolery
& harring , 1994 pada eksepsional children five edition, p.485 – 486, 1996 (dalam Pudji Asri) menyatakan a. Lamban dalam mempelajari hal hal baru, mempunyai kesulitan dalam pmempelajari dengan kemampuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang di pelajari anpa latihan terus menerus b. Kesulitandalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yag baru c. Kemampuan bicaranya sagat kurang bagi anak tyunagrahita berat d. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Anak tunagrahita berat mempunyai keterbatasan daam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan dan ada yang tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan mendonakan kepala. e. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak tunagrahita berat sangat sulit utuk mengurus diri sendiri, seperti berpakaian, makan, mengurus kebersihan diri mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar
5. Karakteristik Anak Tunalaras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Definisi anak tunalaras atau emotionally handicapped atau behavioral disorder lebih terarah berdasarkan definisi dari Eli M Bower (Bandi Delphie, 2006: 17) bahwa anak dengan hambatan emosional atau kelainan perilaku, apabila menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut ini: tidak mampu belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual, sensori atau kesehatan, tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru, bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya, secara umum mereka selalu dalam keadaan tidak gembira atau depresi, dan bertendensi ke arah simptom fisik seperti merasa sakit atau ketakutan yang berkaitan dengan orang atau permasalahan di sekolah.
Karakteristik anak tunalaras menurut Rusli Ibrahim (2005: 49-50),
sebagai berikut: a. Intelegensia dan Prestasi Akademis Anak tunalaras rata-rata memiliki kecerdasan (IQ) yang setelah diuji menghasilkan sebaran normal 90, dan sedikit yang memiliki nilai di atas sebaran nilai anak-anak normal dan kemungkinan besar memiliki nilai IQ keterbelakangan mental serta ada juga yang memiliki kecerdasan sangat tinggi dalam nilai tes kecerdasan. Anak tunalaras biasanya tidak mencapai taraf yang diharapkan pada usia mentalnya dan jarang ditemukan yang berprestasi akademisnya meningkat, dan rendahnya prestasi mereka pada pelajaran membaca dan matematika sangat menonjol. b. Persepsi dan Keterampilan Motorik Anak tunalaras sulit melakukan aktivitas yang kompleks, merasa enggan dalam aktivitas, malas dan merasa tidak mampu dalam melakukan aktivitas jasmani. Keterampilan motorik sangat menunjang bagi pertumbuhan dan perkembangan individu di samping keuntungan lain, seperti perkembangan sosial, kemampuan berpikir dan kesadaran persepsi. Oleh karena itu, di sinilah pentingnya pembelajaran pendidikan jasmani seperti permainan sepak bola bagi anak tunalaras.
6. Karakteristik Anak Autis
Istilah autis pertama kali dikemukakan oleh Leo Kanner (1943) psikolog dari Universitas John Hopkins. Ia memakai istilah autis yang secara sosial tidak mau bergaul dan asyik tenggelam dengan kerutinan, anak-anak yang harus berjuang keras untuk bisa menguasai bahasa lisan namun tak jarang menyimpan bakat intelektual tinggi. Gejala autis disebabkan beberapa faktor yaitu genetik, infeksi virus rubella atau galovirus saat dalam kandungan, faktor makanan seperti makanan yang mengandung gluten dan kasein, gangguan metabolik yang menyebabkan kelainan pada system limbik, kondisi ibu yang merokok pada saat hamil, serta pencemaran terhadap logam berat terutama timbal. Autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti aliran. Autisme berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunia sendiri. Autis diduga akibat kerusakan saraf otak yang bisa muncul karena beberapa faktor, diantaranya: genetic dan faktor lingkungan. Menurut Buku Pedoman Penanganan dan Pendidikan Autisme 2011 (dalam F maisaroh). Penyandang autis memiliki karakteristik/ gejala dalam hal berikut. a. Karakteristik dalam interaksi sosial 1) Menyendiri (aloof): terlihat pada anak yang menarik diri, acuh tak acuh, dan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan perilaku dan perhatian yang terbatas (tidak hangat). 2) Pasif : dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika pola permaiannya disesuaikan dengan dirinya. 3) Aktif tapi aneh: secara spontan akan mendekati anak lain, namun interaksi ini seringkali tidak sesuai dan sering hanya sepihak b. Karakteristik dalam komunikasi antara lain adalah: 1) Bergumam 2) Sering mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata dan kesukaran dalam mengggunakan bahasa dalam konteks yang sesuai dan benar 3) Sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar atau yang pernah mereka dengar sebelumnya tanpa bermaksud untuk berkomunikasi 4) Bila bertanya sering menggunakan kata ganti orang dengan terbalik, seperti "saya" menjadi "kamu" dan menyebut diri sendiri sebagai "kamu 5) Sering berbicara pada diri sendiri dan mengulang potongan kata atau lagu dari iklan tv dan mengucapkannya di muka orang lain dalam suasana yang tidak sesuai. 6) Bila bertanya sering menggunakan kata ganti orang dengan terbalik, seperti "saya" menjadi "kamu" dan menyebut diri sendiri sebagai "kamu” 7) Sering berbicara pada diri sendiri dan mengulang potongan kata atau lagu dari iklan tv dan mengucapkannya di muka orang lain dalam suasana yang tidak sesuai. 8) Penggunaan kata-kata yang aneh atau dalam arti kiasan, seperti seorang anak berkata "sembilan" setiap kali ia melihat kereta api. 9) Mengalami kesukaran dalam berkomunikasi walaupun mereka dapat berbicara dengan baik, karena tidak tahu kapan giliran mereka berbicara, memilih topik pembicaraan, atau melihat kepada lawan bicaranya. 10) Bicaranya monoton, kaku, dan menjemukan. 11) Kesukaran dalam mengekspresikan perasaan atau emosinya melalui nada suara 12) Tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuh untuk menyampaikan keinginannya, tetapi dengan mengambil tangan orangtuanya untuk mengambil obyek yang dimaksud 13) Mengalami gangguan dalam komunikasi nonverbal; mereka sering tidak menggunakan gerakan tubuh dalam berkomunikasi untuk mengekspresikan perasaannya atau untuk merabarasakan perasaan orang lain, misalnyamenggelengkan kepala, melambaikan tangan, mengangkat alis, dan sebagainya. c. Karakteristik dalam perilaku dan pola bermain 1) Abnormalitas dalam bermain, seperti stereotip, diulang-ulang dan tidak kreatif 2) Tidak menggunakan mainannya dengan sesuai 3) Menolak adanya perubahan lingkungan dan rutinitas baru 4) Minatnya terbatas, sering aneh, dan diulang-ulan 5) Hiperaktif pada anak prasekolah atau sebaliknya hipoaktif 6) Gangguan pemusatan perhatian, impulsifitas, koordinasi motorik terganggu, kesulitan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari- hari d. Karakteristik kognitif 1) Hampir 75-80% anak autis mengalami retardasi mental dengan derajat rata-rata sedang. 2) Sebanyak 50% dari idiot savants (retardasi mental yang menunjukan kemampuan luar biasa) adalahseorang penyandang autism DAFTAR PUSTAKA
Asri, Pudji. 2012. Pendidikan Luar Biasa. Bandung.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195103 261979032-PUDJI_ASRI/Anak_Tunagrahita.pdf. (diakses pada Sabtu, 17 April 2021 pukul 13:33). Irdamurni, I. 2018. Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Kuningan: Goresan Pena. Irmawati, N. 2013. Digilib UIN Sunan Ampel Surabaya. Surabaya. http://digilib.uinsby.ac.id/10844/5/bab2.pdf. (diakses pada Jum’at 16 April 2021 pukul 22:32). Khalidah, F. 2017. BAB II LANDASAN TEORI. Kediri. http://etheses.iainkediri.ac.id/147/3/VII.%20BAB%20II.pdf . (diakses pada Jum’at 16April 2021 pukul 22:56). Maisaroh, F. 2018. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang. http://repository.unimus.ac.id/2712/4/14.%20BAB%20II.pdf. (diakses pada Sabtu, 17 April 2021 Pukul 14:04) Purbasari, I. 2015. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEORI ATAU KONSEP.Kudus.http://eprints.umk.ac.id/4919/2/LAPORAN_PENELI TIAN_KARAKTER_SISWA_SDLB.6-12.pdf (diakses pada Jum’at 16 April 2021 pukul 22:06). Purwanto, Heri. 1998. KAJIAN USTAKA ANAK TUNARUNGU. Yogyakarta. https://eprints.uny.ac.id/7879/3/bab2%20- %2007103241035.pdf. (diakses pada Jum’at 16 April 2021 Pukul 22:28).
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Anak Tunarungu Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar sama seka.docx