Anda di halaman 1dari 18

ANAK YANG MENGALAMI HAMBATAN

PENDENGARAN (TUNARUNGU)

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Berkebutuhan Khusus


Dosen Pengampu : Peni Ramanda, M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 5 / PAI-6B
1. M. Saeful Anwar (171210047)
2. Almaida Hidayanti (171210052)
3. Eva Risnawati (171210067)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2020 M/1441 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah


Subhanahuwata’ala karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan
dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran
yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik
lagi.

Serang, 01 Maret 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................... 2


Daftar Isi ...................................................................................................... 3
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ...................................................................................4
B. Rumusan Masalah ..............................................................................4
BAB II Pembahasan
A. Pengertian Tunarungu.........................................................................5
B. Karakteristik Tunarungu ....................................................................6
C. Penyebab Tunarungu..........................................................................9
D. Cara Penanganan Anak Tunarungu..................................................11
E. Peran Lingkungan Terhadap Anak Tunarungu.................................14
BAB III Penutup
A. Simpulan .........................................................................................15
B. Saran ...............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................16
Contoh Kasus Anak Tunarungu

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan
sebagai anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang
dapat dikatakan kurang berhasil di sekolah. Anak berkebutuhan khusus (ABK)
juga diartikan sebagai anak yang mengalami gangguan fisik, bahasa dan
bicara, intelegensi, emosi dan sosial sehingga membutuhkan pembelajaran
secara khusus.
Istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus. Menurut
World Health Organization (WHO), disability adalah keterbatasan atau
kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan
aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya
digunakan dalam level individu.
Orang tuli dan sulit mendengar yang berada di masyarakat sangat
beragam, sangat berbeda penyebab dan tingkatan gangguan pendengarannya.
Penanganan untuk berinteraksi dengan anak tunarungu juga berbeda-beda,
tergantung pada tingkatan usia yang berbeda, latar belakang pendidikan,
metode komunikasi, dan bagaimana perasaan mereka tentang gangguan
pendengaran mereka. Sebagaimana anak-anak normal pada umumnya, anak
tunarugu tentu menginginkan kesempatan yang sama dalam meraih masa
depan yang dicita-citakannya. Dalam hal ini, berarti peran orang di sekitarnya
sangat dibutuhkan untuk membantu mengarahkan anak tunarungu
mewujudkan cita-citanya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tunarungu?
2. Bagaimana karakteristik anak tunarungu?
3. Apakah penyebab anak tunarungu?
4. Bagaimana cara penanganan anak tunarungu?
5. Bagaimana peran lingkungan terhadap anak tunarungu?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tunarungu
Tunarungu berasal dari kata: “Tuna dan Rungu”. Tuna artinya kurang
sedangkan rungu artinya pendengaran. Sesorang dikatakan tunarungu apabila
ia tidak dapat mendengar. Dari istilah ini maka dapat dikatakan suatu
gangguan atau hambatan pendengaran pada individu sehingga mnggangu
aktivitas sehari-hari, oleh karena itu diperlukan suatu layanan khusus.1
Istilah tunarungu diambil dari kata “Tuna” dan Rungu”. Tuna artinya
kurang dan rungu artinya pendengaran. Secara umum pengertian anak
tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan fungsi pendengaran yang
mengakibatkan terhambatnya komunikasi. Atau anak yang mengalami
gangguan pendengan baik sedang, ringan maupun berat “Anak tuna rungu
dapat diartikan suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan
seseorang tidak dapat menangkap rangsangan melalui indera pendengaran”.2
Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada
pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau
bahkan tidak dapat mendengar sama sekali, tetapi dipercayai bahwa tidak ada
satupun manusia yang tidak bisa mendengar sama sekali. Walaupun sangat
sedikit, masih ada sisa-sisa pendengaran yang masih bisa dioptimalkan pada
anak tunarungu tersebut. Berkenaan dengan tunarungu, terutama tentang
pengertian tunarungu terdapat beberapa pengertian sesuai dengan pandangan
masing-masing. Menurut Andreas Dwidjosumarto mengemukakan bahwa
seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan
tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf)
atau kurang dengar (hard of hearing)3

1
Halfi Rahmi, “Meningkatkan Kemampuan Pengoperasian Perkalian Melalui Metode
Horizontal Bagi Anak Tunarungu”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, Vol. 01, No. 02, 2012, 114
2
Dwidyono Sumarto, Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta : Reneka, 1988), 27
3
Laila S Cahya, Buku Anak Untuk ABK, (Yogyakarta: Familia, 2013), 10

5
Beberapa pengertian dan definisi tunarungu di atas merupakan definisi
yang termasuk kompleks, sehingga dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu
adalah anak yang memiliki gangguan dalam pendengarannya, baik secara
keseluruhan ataupun masih memiliki sisa pendengaran. Meskipun anak
tunarungu sudah diberikan alat bantu dengar, tetap saja anak tunarungu masih
memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
B. Karakteristik Tunarungu
a. Karakteristik dari segi intelegensi
Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu
tinggi, rata-rata dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki
intelegensi normal dan rata-rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih
rendah daripada prestasi anak normal karena dipengaruhi oleh kemampuan
anak tunarungu dalam mengerti pelajaran yang diverbalkan. Namun untuk
pelajaran yang tidak diverbalkan, anak tunarungu memiliki perkembangan
yang sama cepatnya dengan anak normal. Prestasi anak tunarungu yang
rendah bukan disebabkan karena intelegensinya rendah namun karena
anak tunarungu tidak dapat memaksimalkan intelegensi yang dimiliki.
Aspek intelegensi yang bersumber pada verbal seringkali rendah, namun
aspek intelegensi yang bersumber pada penglihatan dan motorik akan
berkembang dengan cepat.4
b. Karakteristik dari segi bahasa dan bicara
Kemampuan anak tunarungu dalam berbahasa dan berbicara berbeda
dengan anak normal pada umumnya karena kemampuan tersebut sangat
erat kaitannya dengan kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu
tidak bisa mendengar bahasa, maka anak tunarungu mengalami hambatan
dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan alat dan sarana utama seseorang
dalam berkomunikasi. Alat komunikasi terdiri dan membaca, menulis dan
berbicara, sehingga anak tunarungu akan tertinggal dalam tiga aspek
penting ini. Anak tunarungu memerlukan penanganan khusus dan

4
Fifi Nofiaturrahmah, “Problematika Anak Tunarungu dan Cara Mengatasinya”, Vol. 06,
No. 01, 2018, 7

6
lingkungan berbahasa intensif yang dapat meningkatkan kemampuan
berbahasanya. Kemampuan berbicara anak tunarungu juga dipengaruhi
oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh anak tunarungu.
Kemampuan berbicara pada anak tunarungu akan berkembang dengan
sendirinya namun memerlukan upaya terus menerus serta latihan dan
bimbingan secara profesional. Dengan cara yang demikian banyak dari
mereka yang belum bisa berbicara seperti anak normal baik dari segi
suara, irama dan tekanan suara terdengar monoton berbeda dengan anak
normal.5
Perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu sama sampai masa
meraban merupakan kegiatan alami dari pita suara. Setelah masa meraban
perkembangan bahasa bicara anak tunarungu terhenti. Pada masa meniru,
anak tunarungu terbatas pada peniruan yang sifatnya visual gerak dan
isyarat. Perkembangan bahasa dan bicara selanjutnya pada anak tunarungu
memerlukan pembinan secara khusus.6
c. Karakteristik dari segi emosi dan sosial
Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dengan lingkungan.
Keterasingan tersebut akan menimbulkan beberapa efek negatif seperti:
egosentrisme yang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan
lingkungan yang lebih luas, ketergantungan terhadap orang lain, perhatian
mereka lebih sukar dialihkan, umumnya memiliki sifat yang polos dan
tanpa banyak masalah, dan lebih mudah marah dan cepat tersinggung.
1) Egosentrisme yang melebihi anak normal
Sifat ini disebabkan oleh anak tunarungu memiliki dunia yang
kecil akibat interaksi dengan lingkungan sekitar yang sempit. Karena
mengalami gangguan dalam pendengaran, anak tunarungu hanya
melihat dunia sekitar dengan penglihatan. Penglihatan hanya melihat
apa yang di depannya saja, sedangkan pendengaran dapat mendengar
sekeliling lingkungan. Karena anak tunarungu mempelajari sekitarnya
5
Fifi Nofiaturrahmah, “Problematika Anak Tunarungu dan Cara Mengatasinya”, Vol. 06,
No. 01, 2018, 8
6
Somad Permanarian, Orthopedagogik Anak Tunarungu, (Jakarta : Depdikbud, 1996), 35

7
dengan menggunakan penglihatannya, maka akan timbul sifat ingin
tahu yang besar, seolah-olah mereka haus untuk melihat, dan hal itu
semakin membesarkan egosentrismenya.
2) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas
Perasaan takut yang menghinggapi anak tunarungu seringkali
disebabkan oleh kurangnya penguasaan terhadap lingkungan yang
berhubungan dengan kemampuan berbahasanya yang rendah. Keadaan
menjadi tidak jelas karena anak tunarungu tidak mampu menyatukan
dan menguasai situasi yang baik.
3) Ketergantungan terhadap orang lain
Sikap ketergantungan terhadap orang lain atau terhadap apa yang
sudah dikenalnya dengan baik, merupakan gambaran bahwa mereka
sudah putus asa dan selalu mencari bantuan serta bersandar pada orang
lain.
4) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan
Sempitnya kemampuan berbahasa pada anak tunarungu
menyebabkan sempitnya alam fikirannya.Alam fikirannya selamanya
terpaku pada hal-hal yang konkret. Jika sudah berkonsentrasi kepada
suatu hal, maka anak tunarungu akan sulit dialihkan perhatiannya ke
hal-hal lain yang belum dimengerti atau belum dialaminya. Anak
tunarungu lebih miskin akan fantasi.
5) Umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak
masalah
Anak tunarungu tidak bisa mengekspresikan perasaannya dengan
baik. Anak tunarungu akan jujur dan apa adanya dalam
mengungkapkan perasaannya. Perasaan anak tunarungu biasanya
dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa dan cepat tersinggung
karena banyak merasakan kekecewaan akibat tidak bisa dengan mudah
mengekspresikan perasaannya, anak tunarungu akan
mengungkapkannya dengan kemarahan. Semakin luas bahasa yang
mereka miliki semakin mudah mereka mengerti perkataan orang lain,

8
namun semakin sempit bahasa yang mereka miliki akan semakin sulit
untuk mengerti perkataan orang lain sehingga anak tunarungu
mengungkapkannya dengan kejengkelan dan kemarahan.7
C. Penyebab Tunarungu
Kehilangan pendengaran bisa disebabkan oleh faktor genetik, infeksi pada ibu
seperti cacar air selama kehamilan, komplikasi ketika melahirkan, atau penyakit
awal masa kanak-kanak seperti gondok atau cacar air. Banyak anak sekarang ini
dilindungi dari kehilangan pendengaran dengan vaksinasi seperti untuk mencegah
infeksi. Tanda-tanda masalah pendengaran adalah mengarahkan salah satu telinga
ke pembicara, menggunakan salah satu telinga dalam percakapan, atau tidak
memahami percakapan ketika wajah pembicara tidak dapat dilihat indikasi lain
adalah tidak mengikuti arahan, sering kali meminta orang untuk mengulang apa
yang mereka katakan, salah mengucapkan kata atau nama baru, atau tidak mau
berpartisipasi dalam diskusi kelas. 8
Secara umum penyebab ketunarunguan dapat terjadi sebelum lahir
(prenatal), ketika lahir (natal) dan sesudah lahir ( post natal). Banyak para ahli
yang mengungkap tentang penyebab ketulian dan ketunarunguan, tentu saja
dengan sudut pandang yang berbeda dalam penjabarannya.
Trybus (1985) mengemukakan enam penyebab ketunarunguan pada anak-
anak di Amerika Serikat yaitu :
a. Keturunan
b. Campak jerman dari pihak ibu
c. Komplikasi selama kehamilan
d. Radang selaput otak (meningitis)
e. Otitis media (radang pada bagian telinga tengah)
f. Penyakit anak-anak, radang dan luka-luka.9
Untuk lebih jelasnya factor-faktor penyebab ketunarunguan dapat
dikelompokkan sebagai berikut :

7
Fifi Nofiaturrahmah, “Problematika Anak Tunarungu dan Cara Mengatasinya”, Vol. 06,
No. 01, 2018, 9
8
Anita E Woolfolk, Mendidik Anak-Anak Bermasalah, (Depok: Inisiasi Press, 2004), 608
9
Halfi Rahmi, “Meningkatkan Kemampuan Pengoperasian Perkalian Melalui Metode
Horizontal Bagi Anak Tunarungu”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, Vol. 01, No. 02, 2012, 114

9
1. Faktor dalam Diri Anak
a. Disebabkan oleh faktor keturunan dari salah satu atau kedua orang
tuanya yang mengalami ketunarunguan.
Banyak kondisi genetik yang berbeda sehingga dapat
menyebabkan ketunarunguan. Perubahan yang disebabkan oleh gen
yang dominan represif dan berhubungan dengan jenis kelamin.
b. Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit campak jerman
(Rubella).
Penyakit Rubella pada masa kandungan tiga bulan pertama akan
berpengaruh buruk pada janin. 199 anak-anak yang ibunya terkena
virus Rubella selagi mengandung selama masa tahun 1964 sampai
1965, 50% dari anak tersebut mengalami kelainan pendengaran.10
c. Ibu yang sedang mengandung menderita keracunan darah atau
Toxaminia.
Toxaminia dapat mengakibatkan kerusakan pada plasenta yang
mempengaruhi terhadap pertumbuhan janin. Jika menyerang saraf atau
alat-alat pendengaran maka anak tersebut akan lahir dalam keadaan
tunarungu.
2. Faktor dari Luar Diri Anak
a. Anak mengalami infeksi pada saat dilahirkan atau kelahiran.
Misalnya anak terserang Herpes Implex, jika infeksi ini menyerang
alat kelamin ibu dapat menular pada saat dilahirkan. Penyakit-penyakit
yang ditularkan oleh ibu kepada anak yang dilahirkannya dapat
menimbulkan infeksi yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat-
alat atau syaraf pendengaran.
b. Meningitis atau Radang Selaput Otak
c. Otitis Media (radang telinga bagian tengah)
Otitis media adalah radang pada telinga bagian tengah, sehingga
menimbulkan nanah, dan nanah tersebut mengumpul dan menggangu

10
Somad Permanarian, Orthopedagogik Anak Tunarungu, 33

10
hantaran bunyi. Otitis media adalah salah satu penyakit yang sering
terjadi pada masa kanak-kanak sebelum mencapai usia 6 tahun.
d. Penyakit lain atau kecelakaan yang dapat mengakibatkan karusakan
alat-alat pendengaran bagian tengah dan dalam.11
D. Cara Penanganan Anak Tunarungu
Salah satu cara penanganan untuk anak tunarungu adalah sekolah inklusi.
Sekolah inklusi merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada
sekolah inklusi setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua
diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai
modifikasi dan penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga
pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem
penilaiannya.
Sekolah inklusi adalah sekolah biasa/reguler yang menyelenggarakan
pendidikan inklusi dengan mengakomodasi semua peserta didik baik anak
normal maupun anak berkebutuhan khusus yaitu anak yang menyandang
kelainan fisik, intelektual, sosial, emosi, mental cerdas, berbakat istimewa,
suku terasing, korban bencana alam, bencana social, mempunyai perbedaan
warna kulit, gender, suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal,
kelompok politik, anak kembar, yatim, yatim piatu, anak terlantar, anak tuna
wisma, anak terbuang, anak terlibat sistem pengadilan remaja, anak terkena
daerah konflik senjata, anak pengemis, anak terkena dampak narkoba,
HIV/AIDS, anak nomaden dan lain-lain sesuai kemampuan dan
kebutuhannya.12
Anak tunarungu memiliki hambatan dalam pendengaran, individu
tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut
tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa
isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk
isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. Saat ini di beberapa sekolah

11
Halfi Rahmi, “Meningkatkan Kemampuan Pengoperasian Perkalian Melalui Metode
Horizontal Bagi Anak Tunarungu”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, Vol. 01, No. 02, 2012, 115
12
Fifi Nofiaturrahmah, “Problematika Anak Tunarungu dan Cara Mengatasinya”, Vol. 06,
No. 01, 2018, 12

11
sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan
melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat, dan bahasa tubuh. Individu
tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang
abstrak.13
Mengajar anak tunarungu pasti berbeda dengan anak normal, maka
dibutuhkan media untuk membantu anak tunarungu. Pengertian media dalam
proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis,
photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyususn
kembali informasi visual atau verbal. AECT (Association of Education and
Communication Technology) memberi batasan tentang media sebagai segala
bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau
informasi. Selain sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang sering
diganti dengan mediator menurut Fleming adalah penyebab atau alat yang
turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya.14
Menurut pendapat yang lain media adalah alat saluran komunikasi. Kata
media berasal dari bahasa latin, yang merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang secara harfiyah berarti perantar, yaitu perantara antara sumber
pesan (a source) dengan penerima pesan (a receifer). Beberapa halyang
termasuk kedalam media adalah film, televisi, diagram, media cetak,
komputer, instruktur, dan lain sebagainya. Contoh beberapa media tersebut
dapat dijadikan sebagai media pengajaran jika dapat membawa pesan-pesan
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.15
Cara penanganan mengajar anak dengan pendengaran terganggu
(tunarungu) yaitu dapat melalui media pembelajaran dengan menunjukkan
foto-foto, video, kartu huruf, kartu kalimat, anatomi telinga, miniatur benda,
finger elphabet, model telinga, torso setengah badan, puzzle buah-buahan,
puzzle binatang, puzzle konstruksi, silinder, model geometri, menara segitiga,
menara gelang, menara segi empat, atlas, globe, peta dinding, miniatur rumah
adat. Anak tunarungu yang memiliki keterbatasan dalam berbicara dan
13
Harizal Mudjito, Pendidikan Inklusif, (Jakarta: Baduose Media, 2012), 27
14
Ahmad Rohani, Media Intruksional Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), 3
15
Dina Indriana, Ragam Alat Bantu Media Pengajaran, (Yogyakarta: DIVA Press, 2011), 13

12
mendengar, memerlukan media pembelajaran yang berupa media visual.
Adapun cara menerangkannya dengan bahasa bibir/gerak bibir. Media
pembelajaran yang dapat digunakan untuk anak tunarungu adalah:
a. Media stimulasi visual
1) Cermin artikulasi
2) Benda asli maupun tiruan
3) Gambar
4) Pias kata
5) Gambar disertai tulisan
b. Media stimulasi auditoris
1) Speech trainer, yang merupakan alat elektronik untuk melatih bicara
anak dengan hambatan sensori pendengaran
2) Alat musik, seperti: drum, gong, suling, piano/organ/harmonika,
rebana, terompet dan sebagainya
3) Tape recorder
4) Berbagai sunber suara lainnya, antara lain:
a) Suara alam: angin menderu, gemercik air hujan, suara petir
b) Suara binatang: kicauan burung, gonggongan anjing, auman
harimau, ringkikan kuda.
c) Suara yang dibuat manusia: tertawa, batuk, tepukan tangan,
percakapan, bel, lonceng, peluit
d) Sound system alat untuk memperkeras suara
e) Media dengan sistem amplifikasi pendengaran, antara lain ABM,
Cochlear Implant, dan loop system.
Dari paparan diatas, bisa dikatakan bahwa anak tunarungu memerlukan
media belajar berupa alat peraga untuk memperkaya perbendaharaan bahasa.
Alat-alat peraga itu antara lain miniatur binatang-binatang, miniatur manusia,
gambar-gambar yang relevan, buku perpustakaan yang bergambar, dan alat-
alat permainan anak.16

16
Laila S Cahya, Buku Anak Untuk ABK, 50-52

13
E. Peran Lingkungan Terhadap Anak Tunarungu

14
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami hambatan dalam
perkembangan bahasa atau bicaranya akibat dari kerusakan atau tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya, yang mengakibatkan
hambatan dalam perkembangannya terutama hambatan dalam berbahasa
sebagai alat komunikasi dengan orang lain, sehingga memerlukan bimbingan
dan pelayanan khusus. Anak tunarugu tentu menginginkan kesempatan yang
sama dalam meraih masa depan yang dicita-citakannya. Dalam hal ini, berarti
peran orang di sekitarnya sangat dibutuhkan untuk membantu mengarahkan
anak tunarungu mewujudkan cita-citanya. Dengan kesadaran ini, diharapkan
potensi-potensi pada diri anak tunarungu dapat dikembangkan dengan baik.
B. Saran
Demikian pembahasan yang kami sampaikan. Harapan kami, dengan
adanya makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kita
tentang Anak Yang Mengalami Hambatan Pendengaran (Tunarungu). Semoga
bermanfaat bagi para pembaca dan kami menyadari bahwa dalam makalah ini
masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu saran dan
kritik dari pembaca sangat kami harapkan untuk membangun penulis dalam
penyempurnaan penulisan makalah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Rahmi, Halfi. 2012. “Meningkatkan Kemampuan Pengoperasian Perkalian


Melalui Metode Horizontal Bagi Anak Tunarungu”. Jurnal Ilmiah Pendidikan
Khusus. Vol. 01, No. 02
Sumarto, Dwidyono. 1988. Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Reneka
Cahya, Laila S. 2013. Buku Anak Untuk ABK. Yogyakarta: Familia
Nofiaturrahmah, Fifi. 2018. “Problematika Anak Tunarungu dan Cara
Mengatasinya”. Vol. 06, No. 01
Permanarian, Somad. 1996. Orthopedagogik Anak Tunarungu. Jakarta:
Depdikbud
Woolfolk, Anita E. 2004. Mendidik Anak-Anak Bermasalah. Depok: Inisiasi Press
Mudjito, Harizal. 2012. Pendidikan Inklusif. Jakarta: Baduose Media
Rohani, Ahmad. 1997. Media Intruksional Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta
Indriana, Dina. 2011. Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Yogyakarta: DIVA
Press

16
KASUS ANAK TUNARUNGU

Angkie Yudistia (Sang Penulis)


Ia perempuan kelahiran Medan, 5 Juni 1987 itu. Namun, di balik paras
cantiknya, ia merupakan penyandang tunarungu. Namun, itu tak mengurangi
apapun. Di usianya yang masih 25 tahun, Angkie sudah menjadi founder dan CEO
(chief executive officer) Thisable Enterprise. Perusahaan yang didirikan bersama
rekannya itu fokus pada misi sosial, khususnya membantu orang yang memiliki
keterbatasan fisik alias difable (Different Ability People).
Dikisahkan Angkie, menyadari keterbatasannya sebagai penyandang
tunarungu sejak usia 10 tahun tak membuatnya pasrah menjalani hidup. Meski
berat, ia mampu menyelesaikan pendidikannya di sekolah umum sejak sekolah
dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Angkie kemudian
menyelesaikan studinya di jurusan periklanan di London School of Public
Relations (LSPR), Jakarta, dan lulus dengan indeks prestasi komulatif 3.5. Di
kampus yang sama, Angkie bahkan telah meraih gelar master setelah lulus dari
bidang komunikasi pemasaran lewat program akselerasi.Semasa kuliah, Angkie
pun selalu aktif dalam berbagai kegiatan. Ia merupakan finalis Abang None
mewakili wilayah Jakarta Barat pada 2008. Selain itu ia juga berhasil terpilih
sebagai The Most Fearless Female Cosmopolitan 2008, serta Miss Congeniality
dari Natur-e, serta berbagai prestasi lainnya.
Bungsu dari dua bersaudara itu pernah pula berkarier sebagai humas di
berbagai perusahaan. Berbagai prestasi dan semangatnya itulah yang pada
akhirnya membuat Angkie tergerak untuk memotivasi para penyandang difable
lainnya. Angkie mulai terlibat dengan kegiatan sosial saat bergabung dengan
Yayasan Tunarungu Sehijara pada 2009. Sejak saat itu hingga kini, ia pun kerap
jadi pembicara dan menjadi delegasi Indonesia di berbagai kegiatan Internasional
di manca negara yang berkaitan dengan kaum difable.Kepedulian pemilik tinggi
170cm dan berat 53kg itu pun terus berlanjut dengan meluncurkan buku berjudul
‘Invaluable Experience to Pursue Dream’ (Perempuan Tuna Rungu Menembus

17
Batas) akhir 2011 lalu. Pengalaman hidup dan pemikirannya dituangkan lewat
karyanya itu.
Angkie mengaku ingin memotivasi para penyandang difable agar bangkit dan
melawan keterbatasan fisik mereka. Ia pun berharap buku itu menyadarkan setiap
orang agar jangan mendiskriminasi orang sepertinya. “Di balik keterbatasan pasti
ada kelebihan. Walaupun aku terbatas mendengar, bukan berarti harus terbatas
melakukan apapun. Aku ingin menunjukkan semua batas harus ditembus, karena
setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.

18

Anda mungkin juga menyukai