Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai akibat cacat yang di deritanya, anak tunarungu kurang atau tidak

mampu mengadakan komunikasi dengan sesamanya dan atau lingkungannya.

Mereka kurang atau tidak dapat menerima dan menyampaikan pesan-pesan dari

dan kepada sesamanya melalui wicara secara baik.

Berdasarkan pada kekurangan tersebut maka tugas utama para guru

pendidik bagi anak tunarungu adalah melatih mereka melalui pelajaran bahasa

wicara.

Anak tunarungu dengan indera matanya mereka belajar menangkap dan

mengartikan kejadian-kejadian di sekitarnya. Kemampuan dan pengalaman sangat

ditentukan oleh sisa pendengaran yang dimilikinya. Derajat kemampuan wicara

disertai ketajaman penglihatannya. Derajat kemampuan wicara adalah

kemampuan mengucapkan bunyi bahasa baik dan menyadari akan wicaranya.

Berangkat dari kebutuhan anak tunarungu yang bersekolah di SLB Negeri

Taruna Mandiri ini penulis mencoba melalui kajian teoritis yang dirumuskan

dalam judul makalah : “ Pentingnya Latihan Wicara Anak Tunarungu di SLB

Bagian B”.

1
B. Rumusan Masalah

Untuk memperjelas arah bahasan masalah yang diuraikan dalam makalah

ini, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Siapa anak tunarungu itu ?

2. Apa yang dimaksud dengan pelajaran wicara anak tunarungu ?

3. Pentingnya pelajaran wicara anak tunarungu ?

4. Materi pelajaran wicara anak tunarungu ?

C. Tujuan Penulisan Makalah

Mengacu kepada masalah yang telah dirumuskan di atas, adapun tujuan

dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendapatkan pengertian serta penjelasan keberadaan anak tunarungu di

SLB Negeri Taruna Mandiri.

2. Untuk mendapatkan pengetahuan mengenai pelajaran wicara anak tunarungu

di SLB Negeri Taruna Mandiri.

3. Untuk mendapatkan gambaran metode apa yang bisa diterapkan dari pelajaran

wicara untuk anak tunarungu.

4. Rencana dan program apa yang dilaksanakan dalam pelajaran wicara anak

tunarungu di SLB Negeri Taruna Mandiri.

2
D. Teknik Penulisan Makalah

Teknik yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi

literature atau sumber bacaan dengan cara mengadakan analisis teori yang relevan

dengan masalah yang akan dibahas.

E. Sistematika Penulisan Makalah

Untuk memudahkan dalam pembahasan makalah ini, penulis membagi

makalah menjadi tiga bagian dengan sistematika sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan yang memberikan gambaran untuk memahami permasalahan

yang akan diuraikan terdiri dari ; Latar belakang masalah, Rumusan masalah,

Tujuan penulisan makalah, Teknik penulisan makalah dan sistematika penulisan

makalah.

Bab II Pembahasan makalan merupakan uraian dari masalaha yang telah

dirumuskan yang terdiri dari ; Siapa anak tunarungu, Pentingnya pelajaran wicara

anak tunarungu dan Materi pelajaran wicara anak tunarungu di SLB Negeri

Taruna Mandiri.

Bab III Kesimpulan , Saran dan Penutup merupakan intisari dari isi makalah.

Terakhir adalah Daftar Pustaka.

3
BAB II

PEMBAHASAN MASALAH

Dalam Bab II ini penulis akan membahas sesuai dengan yang telah

dirumuskan sebagai berikut :

A. Siapa anak Tunarungu

Kata tunarungu, tuli, tidak mendengar, budeg, tidak asing lagi bagi

kebanyakan orang tetapi masih banyak yang belum memahaminya. Pengertian

tunarungu masih disamakan dengan tuli.

Seperti dijelaskan dalam Ensiklopedi Indonesia, Edisi khusus milik negara

Depdikbud Inpres No. 6/1984 (1992/1993 Hal. 3651), dijelaskan bahwa :

Pendengaran dan bicara tidak sempurna, disebabkan karena pendengaran tidak

sempurna sebagai kelainan bawaan atau didapat pada waktu masih muda

(Ing.deaf-mute).

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdikbud, 1990,

971, 613, Tuna artinya rusak, luka atau kurang, tidak memiliki, Rungu

mempunyai arti pendengaran, dengar, Tunarungu artinya ; rusak pendengarannya,

tidak memiliki pendengaran.

Dari rumusan tersebut di atas mengandung pengertian bahwa tunarungu

adalah yang menggambarkan keadaan kemampuan dengan kurang atau tidak

berfungsi secara normal sehingga tidak mungkin lagi diandalkan untuk belajar

bahasa wicara tanpa bantuan peralatan khusus dengan metoda yang tepat.

4
Berdasarkan dari pengertian di atas, anak tunarungu dapat diklasifikasikan

dari berbagai sudut pandang sebagai berikut :

1. Berdasarkan Tingkat Kehilangan Kemampuan Dasar

Tunarungu dapat dibagi atas tuli dan kurang dengar. Golongan tuli

adalah mereka yang kehilangan kemampuan dengan 90 decibel. Golongan

kurang dengar dapat dibedakan atas kurang dengan ringan artinya kehilangan

kemampuan dengar antara 30 s.d 50 decibel. Kurang dengar sedang

kehilangan kemampuan antara 50 s.d 70 decibel dan kurang dengar berat

kehilangan kemampuan antara 70 s.d 90 decibel.

2. Berdasarkan letak kerusakan

Dilihat dari letak atau lokasi kerusakan dapat dibedakan atau tunarungu

konduktif dan tunarungu perseftif. Tunarungu konduktif adalah jenis

ketunarunguan kerusakan telinga bagian luar dan bagian tengah, sedangkan

jenis ketunarunguan perseftif sampai ke saraf indera pendengaran.

3. Berdasarkan saat terjadinya kehilangan pendengaran

Tunarungu dapat terjadi pada seseorang sebelum orang itu memiliki

bahasa, setelah memiliki bahasa dan diantara kedua masa itu. Bila tunarungu

itu terjadi pada saat seseorang belum memiliki bahasa disebut tunarungu

pralingual dan bila tunarungu terjadi pada seseorang yang telah berbahasa

disebut tunarungu postinguang dan bila terjadi diantara kedua hal itu disebut

tunarungu interlinguang.

5
4. Berdasarkan penyebabnya

Ditinjau dari penyebabnya dapat dibedakan atas tunarungu genetis

(bawaan), prenatal (sejak dalam kandungan), natal (pada saat setelah

kelahiran), postnatal (setelah kelahiran).

B. Apa yang Dimaksud Dengan Pelajaran Wicara Anak Tuna Rungu

Ketunarunguan pada seseorang mengakibatkan keterbatasan dalam

berkomunikasi melalui bahasa, keterbatasan tersebut dapat menimbulkan

keterlambatan dalam belajar mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan

lingkungannya. Bahkan ketunarunguan merupakan masalah bagi orang dengar

tetapi juga bagi dirinya sendiri.

Untuk mengatasi kesulitan inilah para guru pendidikan luar biasa

khususnya yang menangani pendidikan anak tunarungu diberi tanggung jawab

untuk memberikan bimbingan kepada anak tunarungu pelajaran bahasa wicara.

Dilihat dari pelaksanaan operasionalnya pelajaran bahasa wicara berkaitan

dengan sarana, prasarana, metode, pendekatan, sistim pencatatan dan evaluasi.

Pada umumnya belajar pertama kali adalah dengan cara meniru khususnya

melalui penglihatan.

Anak tunarungu perlu diberi pelajaran wicara dengan cara meniru gurunya.

Pelajaran ini diberikan secara teratur seperti dijelaskan dalam buku Pedoman

Pengajaran Wicara Bagi Anak Tunarungu PPSLB Direktorat Pend. Dasar, Jakarta

99/2000 hal. 36 sebagai berikut :

6
Pengajaran wicara adalah proses belajar, proses interaksi antar anak yang
belajar dan guru yang mengajar tentang sesuatu bahan wicara untuk mencapai
suatu tujuan komunikasi.

Dalam pelajaran wicara anak tunarungu dapat mengikuti berbagai cara

untuk melatih keterampilan bicara anak. Guru wicara pertama-tama menyuruh

anak menirukan wicaranya. Bila cara itu tidak cukup member pegangan kepada

anak, maka dapat digunakan sarana lain, misalnya dengan bentuk tulisan, gambar,

susunan kata, mikrofon dan handpone.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelajaran wicara mempunyai

pengertian ; wicara adalah kemampuan seseorang dalam mengucapkan bunyi-

bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gangguan,

perasaan, dengan memanfaatkan nafas, alat ucap, otot-otot, syaraf secara

terintegrasi.

Pengajaran wicara mempunyai arti bagaimana cara melakukan ajar

terhadap seseorang tentang sesuatu dengan tujuan tertentu.

Jadi yang dimaksud dengan pengertian pengajaran wicara adalah ; upaya

untuk melakukan tindakan belajar mengajar wicara yang dalam prakteknya

merupakan serangkaian usaha utnuk membawa anak didik memiliki pengatahuan,

keterampilan, sikap untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, gagasan, dengan

cara wicara. Dengan kata lain anak dapat berkomunikasi dengan cara wicara.

7
C. Pentingnya Pengajaran Wicara anak Tunarungu

Dalam komunikasi dengan anak-anak tunarungu salah satu program

pengajaran ialah pengajaran wicara yang masuk pelajaran Bahasa Indonesia,

dengan tujuan agar anak tunarungu dapat menyesuaikan dengan teman-temannya

maupun dengan lingkungannya.

Komunikasi dengan anak tunarungu justru menyadarkan betapa

kemampuan anak manusia untuk berkontak dengan orang lain. Namun terkadang

adanya kendala bagi kontak itu seperti yang dialami anak tunarungu.

Walau pelajaran wicara bukan satu-satunya pelajaran yang diberikan

kepada anak tetapi pelajaran wicara banyak membantu anak dalam belajar untuk

berkomunikasi.

Contoh : Seorang anak tunarungu yang belum memiliki bahasa wicara mau makan
dalam pelaksanaannya mungkin dengan isyarat atau mungkin pula
melalui emosinya yang tinggi sehingga menimbulkan masalah di
keluarganya. Berbeda dengan anak tunarungu yang sudah mendapatkan
pelajaran bahasa wicara di sekolah. Dalam pernyataan bahwa ia ingin
makan, maka bahasa wicaralah yang akan berperan ia kan minta makan
kepada ibunya dengan cara wicara.

Dengan demikian betapa pentingnya pelajaran wicara diberikan sedini

mungkin kepada tunarungu dengan cara memanfaatkan indera dengar yang

memungkinkan masih dapat difungsikan.

Dalam menyusun program pengajaran wicara berdasarkan jenjang kelas

baik tingkat persiapan s.d kelas lanjutan perlu diperhatikan langkah-langkah

sebagai berikut :

8
1. Perhatikan kemampuan setiap anak

2. Setiap anak mendapatkan giliran secara adil

3. Waktunya latihan tidak melelahkan anak

4. Bahan pelajaran mudah, sedang, sukar

5. Bahan pelajaran dari yang nyata sampai kepada yang abstrak

6. Kesiapan guru

7. Kelengkapan alat pelajaran dan alat peraga

8. Metode

9. Situasi dan kondisi yang tepat

Pada Bab I telah dikemukakan bahwa wicara bukan hanya berarti

mengucapkan kata-kata semata melainkan mampu mengkomunikasikan pikiran,

perasaan, emosi, gagasan dalam kehidupan bermasyarakat. Ucapan bahasa wicara

yang baik bahasa memiliki kedudukan yang penting karenaa kata-kata itu

mengandung arti.

Penjelasan ini seperti dikemukakan oleh seorang ahli A. Van hagen, M.de

Jong Percakapan – Kursus Pengajaran Wicara, Pendidikan anak tunarungu metode

Reflektif Pengajaran Bahasa Ibu, Hal. 23. Sikap memberikan pelajaran wicara :

1. Jangan terus memaksa-maksa anak

2. Kontak tatap muka pandangan ramah

3. Tidak main sandiwara

4. Keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain

5. Memanfaatkan waktu yang tepat

9
Dari penjelasan tersebut di atas mengandung pengertian bahwa cara yang

baik dalam membantu anak dalam pengolahan wicara ialah menciptakan situasi

dan kondisi yang tepat dimana anak didik dalam keadaan siap secara utuh, siap

menerima keadaan wicara dari guru. Peran guru dalam memberikan pelajaran

wicara selalu mengacu kepada tujuan yang ingin dicapai melalui proses perbaikan

yang tidak ditunda-tunda lagi atas kesalahan yang diberikannya.

10
BAB III

KESIMPULAN, SARAN, PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas penulis mencoba menyimpulkan sebagai berikut :

- Pengajaran wicara anak tunarungu hendaknya dimulai sedini mungkin

- Kemampuan wicara anak tunarungu merupakan hasil jerih payah guru yang

tiada henti-hentinya atas dasar kesalahan dan perbaikan-perbaikan.

- Pengajaran wicara hendaknya berdasar pada pedoman yang sudah ditentukan

- Saat yang tepat merupakan sesuatu yang tidak perlu dilupakan, artinya situasi

dan kondisi yang memungkinkan.

B. Saran

Ketunarunguan selain menjadi masalah bagi orang lain tetapi

menjadikan hambatan bagi tunarungu itu sendiri oleh karena tiu diperlukan

bimbingan khusus.

Kemampuan guru ada batasnya sehingga dalam penyampaian bahan

pelajaran yang benar-benar professional.

Kepada orang tua anak, kepada anak itu sendiri bahkan kepada guru

yang menangani dituntut kesabaran dengan harapan cepat atau lambat ada

perubahan kearah perbaikan.

11
C. Penutup

Pengajaran wicara bagi anak tunarungu selalu mencari pendekatan

metode yang tepat dan menuntut kesabaran dari semua pihak. Karena betapa

sulitnya pelajaran bahasa wicara, dampak ketunarunguan membawa kebutuhan

pendidikan yang tidak dimiliki anak didik lainnya, yaitu bahwa terlepas dari usia

masuk sekolah. Bagi mereka pada awal proses pendidikan di sekolah perlu

diupayakan terjadinya proses penguasaan bahasa terlebih dahulu sebelum

penyajian bahan pelajaran yang akan disajikan di bangku sekolah. Hal ini berarti

bahwa memerlukan waktu yang lama dalam pendidikan mereka dari anak

mendengar yang sudah berbahasa sewaktu mulai disekolahkan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Guru ‘Pengajaram Wicara Untuk Anak Tunarungu’ Depdikbud Direktorat


Jenderal Pend. Dasar dan Menengah, Direktorat Pend. Dasar dan
Menengah, direktorat Pend. Dasar, Jakarta 1999/2000.

FNKTRI, Warta Edisi Perdana, Desember 1999

A.Van Hagen, R. Veurmelen, M.de Jong, E. Zirkelbach, Penyegaran Pendidikan


Anak Tunarungu Metode Reflektif Pengajaran Bahasa Ibu.

13

Anda mungkin juga menyukai